Disolusi Obat Faz

28
LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN PRAKTIKUM UJI DISOLUSI OBAT OLEH : NAMA : DEWI PRATIWI NIM : N11108289 KELOMPOK : VI ASISTEN : SITTI MAHFIAH

Transcript of Disolusi Obat Faz

Page 1: Disolusi Obat Faz

LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI DISOLUSI OBAT

OLEH :

NAMA : DEWI PRATIWI

NIM : N11108289

KELOMPOK : VI

ASISTEN : SITTI MAHFIAH

M A K A S S A R

2 0 0 9

Page 2: Disolusi Obat Faz

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Difusi bebas atau transport aktif suatu zat melalui suatu cairan, zat

padat atau melalui membran adalah suatu proses yang sangat penting

dalam ilmu farmasi, pokok dari fenomena transport massa yang

diterapkan dalam bidang farmasi adalah disolusi obat dari tablet, serbuk

serta granul, liofulisasi, ultrafiltrasi dan proses mekanik lainnya, termasuk

distribusi molekul obat di dalam jaringan.

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari

bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif

sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung

dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum

diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah

bentuk padat atau semi padat, seperti salep, kapsul atau tablet.

Mengingat pentingnya disolusi obat dalam dunia farmasi, maka

dilakukan percobaan ini.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan dari konstanta laju

disolusi distribusi suatu obat.

Page 3: Disolusi Obat Faz

I.2.2 Tujuan Percobaan

Menentukan konstanta kecepatan disolusi tablet amoksisilin dengan

menggunakan air suling sebagai medium disolusi dengan menggunakan

alat disolusi.

I.3 Prinsip Percobaan

Penentuan konstanta kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin 500

mg berdasarkan kadar amoksisilin yang terdisolusi dalam medium air

suling menggunakan alat disolusi dan penentuan kadarnya dengan

menggunakan titrasi alkalimetri dengan penambahan indikator fenolftalen

yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0731N hingga terjadi

perubahan warna dari bening menjadi merah muda pada menit ke 5, 10

dan 15.

Page 4: Disolusi Obat Faz

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari

bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif

sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung

dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum

diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah

bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep. (1)

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan

dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang

diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat

diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu

tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu

obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat

tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus

halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. (2)

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam

saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk

padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga

mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini

mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi,

Page 5: Disolusi Obat Faz

deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan

melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan.(3)

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau

reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan

mengalami dua langkah berturut-turut: (4)

1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal

yang tetap atau film disekitar partikel

2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.

Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua,

difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.

Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :

Difusi layer model (theori film)

Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-

molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan

menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus

permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan

difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan

yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi

Massa larutan dengan konsentrasi = Ct

Kristal

Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs

Page 6: Disolusi Obat Faz

terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi,

molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari

permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut. (3)

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat,

atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh

seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada

kesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi

untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik

zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan

merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi.

Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu

laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau

dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian oral,

karena batasan waktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung

atau saluran usus halus. (3)

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada

kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan

berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun

sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di

bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji

ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas

bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk

Page 7: Disolusi Obat Faz

itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir

seluruh produk tablet (3).

II.2 Uraian Bahan

1. Ampisilin (5;90)

Nama Resmi

Sinonim

RM / BM

Rumus Bangun

Pemerian

Kelarutan

Penyimpanan

Kegunaan

NaOH (5;412)

:

:

:

:

:

:

:

Ampicillinum

Ampisilin

C16H19N3O4S / 349,41

Serbuk hablur renik; putih; tidak berbau

atau hampir tidak berbau; rasa pahit.

Larut dalam 170 bagian air; praktis tidak

larut dalam etanol (95 %) P, dalam

kloroform P, dalam eter P, dalam

aseton P dan dalam minyak lemak.

Dalam wadah tertutup baik

Antibiotikum

C CONH

H

CH3

N

NH2

COOH

S

CH3HO

H H

Page 8: Disolusi Obat Faz

2.

3.

Nama Resmi

Sinonim

Nama resmi

Nama lain

RM / BM

Pemerian

Penyimpanan

Khasiat

Kegunaan

Air suling (5;96)

Nama Resmi

Sinonim

RM / BM

Pemerian

Penyimpanan

Kegunaan

Fenolftalein (5,675)

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Sebagai sampel

Natrii Hydoxydum

Natrium hidroksida

NaOH / 40,00

Bentuk batang, butiran, masa hablur

atau keeping, kering, keras, rapuh dan

menunjukkan susunan hablur; putih,

mudah leleh basah. Sangat alkalis dan

korosif. Segera menyerap

karbondioksida

Dalam wadah tertutup baik

Zat tambahan

Sebagai titran

Aqua destillata

Aquadest

H2O / 18,02

Cairan jernih; tidak berwarna; tidak

berbau; tidak mempunyai rasa.

Dalam wadah tertutup baik.

Sebagai medium disolusi

Page 9: Disolusi Obat Faz

Nama Resmi

Sinonim

RM / BM

Pemerian

Rumus bangun

Kelarutan :

Penyimpanan :

Kegunaan

:

:

:

:

:

Phenolphtalein

Fenolftalein

C20H14O4 / 318,33

Serbuk hablur, putih atau putih

kekuningan lemah, tidak berbau, stabil

di udara.

Praktis tidak larut dalam air; larut dalam

etanol; agak sukar larut dalam eter.

Dalam wadah tertutup baik

Sebagai indikator pada titirasi

alkalimetri.

O

O OH

OH

Page 10: Disolusi Obat Faz

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Alat Collapse

Tester, Erlenmeyer 200 ml, Gelas piala, Gelas ukur, Statif dan klem,

Buret, Pipet volume 10 ml, Lap kasar, Lap halus, Termometer

III.1.2 Bahan percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air

suling, indikator fenolftalein, amoksisilin dan tisu roll.

II.2 Cara kerja

1. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan air

suling (kalau digunakan air ledeng akan terjadi pengapuran pada alat

pemanas elemen).

2. Stel pada suhu 37ºC kurang lebih 0,5ºC, alat di on-kan (hubungkan

dengan sumber PLN) melalui stabilizer agar alat tidak mudah rusak.

3. Isi labu disolusi dengan media disolusi. Kalau suhu media

dimasukkan dengan suhu kamar maka akan memerlukan waktu yang

lama untuk mencapai 37ºC. Volume larutan disolusi adalah 900 ml

(lazimnya).

4. Bila suhu dalam labu disolusi sudah mencapai 37ºC (konstan), tablet

amoksisilin dimasukkan dalam keranjang (basket dari kawat platina).

Page 11: Disolusi Obat Faz

5. Pada saat dimasukkan, di on-kan pengaduk dengan kecepatan 100

rpm. Kecepatan 100 rpm adalah kecepatan yang lazim digunakan.

6. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam

labu disolusi.

7. Pada menit ke 5, 10 dan 15,diambil media disolusi sebanyak 10 ml

dengan pipet volume dan media disolusi dicukupkan lagi hingga 900

ml dengan aquadest tiap setelah pengambilan sampel.

8. Titrasi hasil pengambilan sampel dengan metode alkalimetri

menggunakan indicator fenolftalein

9. Catat volume titran pada saat terjadi titik akhir titrasi yang ditandai

dengan perubahan warna larutan dari tidak berwarna menjadi merah

muda.

Page 12: Disolusi Obat Faz

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Tabel Pengamatan

Menit Vtirrasi

%K

(%)

Wn

(mg)

%KL

(%)

5 0,4 ml 209,833 1.888,497 377,6994

10 0,2 ml 104,917 944,253 188,8506

15 0,2ml 104,917 944,253 188,8506

Rata-rata 139,889 1.259,001 251,8002

IV.2 Perhitungan

1. Kadar rata-rata

%K = x 100%

BE amoxisilin = 365,40

Bs = 5,55 mg

N.NaOH = 0,079678 N

a. Menit 5

%K =

b. Menit 10

%K =

c. Menit 15

%K =

%K rata-rata=

Page 13: Disolusi Obat Faz

2. Bobot sampel dalam media disolusi

Wn = %K x 900 ml

Volume media disolusi = 900 ml

a. Menit 5

Wn =

b. Menit 10

Wn =

c. Menit 15

Wn =

%Wnrata-rata=

3. % Kelarutan

%KL =

Wa = 500 mg

a. Menit 5

%KL =

b. Menit 10

%KL =

c. Menit 15

%KL =

%KL rata-rata=

4. Perhitungan Regresi

Page 14: Disolusi Obat Faz

Menit Wa

(mg)

Wn

(mg)

(Wn-Wa)

(x))

Log (Wn-Wa)

(y)

5 500 1.888,497 1.388,497 3,143

10 500 944,253 444,253 2,159

15 500 944,253 444,253 2,159

y = a + bx

a = 1,6960 b = 1,0421 x 10-3

r = 1

y = 1,6960 – 1,0421 x 10-3 x

k k= konstanta kec. disolusi

b = ———

2,303

k = 2,303 x b

k = 2,303 x (1,0421 x 10-3)= 2,3999 x 10-3

t½ = menit

IV.3 Reaksi

+ NaOH

+ H2O

C CONH

H

CH3

N

NH2

COONa

S

CH3HO

H H

C CONH

H

CH3

N

NH2

COOH

S

CH3HO

H H

Page 15: Disolusi Obat Faz

BAB V

PEMBAHASAN

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting

artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat

tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.

Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi

padat, seperti kapsul, tablet atau salep.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari

sistem biologis mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh.

Oleh karena itu konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran

molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika

yang harus dipahami untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor

difusi dan disolusi obat.

Pada percobaan ini ingin ditentukan konstanta kecepatan disolusi

suatu zat. Zat yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet

amoksisilin yang melarut ke dalam media disolusi, dimana medium disolusi

yang digunakan adalah air suling. Kemudian ditentukan kadarnya dengan

menggunakan titrasi alkalimetri dimana titran yang digunakan adalah NaOH

dengan penambahan indikator fenolftalein.

Page 16: Disolusi Obat Faz

Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan kemudian diabsorbsi

dalam tubuh dan dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang

diberikan dan juga fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan

dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, pKa dan ikatan protein adalah

faktor-faktor fisika dan kimia yang harus dipahami untuk mendesain

pemberian yang menunjukkan suatu karakteristik terkontrol. Lepasnya suatu

obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi.

Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya

senyawa aktif dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut.

Setelah obat dalam larutan, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam

darah dan di bawa ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif

memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga

semakin cepat, begitu pula sebaliknya.

Dalam metode ini digunakan metode alkalimetri karena sampel yang

digunakan dalam hal ini yaitu amoksisilin bersifat asam sehingga dinetralisasi

dengan menggunakan basa (NaOH).

Pada percobaan ini dilakukan pada suhu 37°C, dimaksudkan agar

sama dengan suhu tubuh orang normal pada umumnya sehingga dapat

diketahui disolusi tablet amoksisilin di dalam tubuh. Medium yang digunakan

adalah air suling karena jika menggunakan air biasa kemungkinan akan

terjadi kontaminasi dengan mikroba sehingga akan mempengaruhi proses

kelarutan. Media disolusi lainnya yang dapat digunakan adalah larutan yang

Page 17: Disolusi Obat Faz

mirip dengan cairan lambung atau berupa dapar pH 4, 5 dan 6. Dalam

percobaan ini, pada media disolusi tidak boleh ada gelembung udara masuk

ke dalam pori-pori tablet dan bekerja sebagai barier pada interfase.

Pada percobaan ini, mula-mula diisi bak disolusi dengan air suling

hingga ¾ volumenya. Kemudian diatur suhunya 37ºC dan setelah tercapai

suhu tersebut maka dimasukkan air suling yang suhunya 37ºC ke dalam labu

disolusi dan obat (tablet amoksisilin) dimasukkan dalam keranjang. Diambil

10 ml pada menit ke 5, 10 dan 15. Setiap pengambilan, volume air suling

dalam labu disolusi dicukupkan 900 ml. Pengambilan dilakukan dengan pipet

volume yang telah diikat dengan kertas saring. Ia bertujuan untuk

mengelakkan molekul-molekul amoksisilin yang tidak larut turut sama

diambil.Kemudian larutan yang diambil tersebut dititrasi dengan NaOH dan

menggunakan indikator fenolftalein. Dari titrasi tersebut, dicatat volume

titrasinya.

Dari hasil percobaan diperoleh nilai k (konstanta) yaitu 2,3999 x 10-3

dengan waktu paruh 401,267 menit. Dari percobaan dapat diketahui

konstanta kecepatan atau laju disolusi adalah

Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang

diperoleh antara lain :

o Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.

Page 18: Disolusi Obat Faz

o Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet

beberapa ml.

o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel

menggunakan pipet volume.

o Kekeliruan praktikan dalam menentukan volume titrasi.

o Kekeliruan prosedur penentuan kadar

o Indikator yang digunakan sudah rusak.

o Suhu yang dipakai tidak tepat.

Page 19: Disolusi Obat Faz

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konstanta

kecepatan atau laju disolusi dari tablet amoksisilin adalah 2,3999 x 10-3

- % Kadar rata-rata = 139,889%

- Rata-rata bobot sampel dalam media disolusi = 1.259,001mg

- % Kelarutan rata-rata = 251,8002%

- waktu paruh 401,267 menit.

VI.2 Saran

Penerangan lebih jelas

Page 20: Disolusi Obat Faz

DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi, Idris, H.M., (2000), “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”,

FMIPA UNHAS, Makassar, 35.

2. Ansel, Howard C., (1985), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI

Press, Jakarta, 91,92.

3. Martin, A., et.all., (1993), “ Farmasi Fisika “, Edisi III, Bagian II,

Penerbit UI Jakarta, 827.

4. Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces

“, Edisi 18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.

5. Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta, 90, 96, 412, 675.