Dislokasi

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional yang berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Dalam kehidupan sehari- hari, persendian dapat mengalami gangguan. Gangguan sendi ini dapat berupa proses keradangan karena infeksi, 1

Transcript of Dislokasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDislokasi sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para profesional yang berkecimpung dalam dunia kedokteran. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.Dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Dalam kehidupan sehari-hari, persendian dapat mengalami gangguan. Gangguan sendi ini dapat berupa proses keradangan karena infeksi, imunologis, proses degenerasi, maupun trauma. Trauma pada sendi sering disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : Kontusio sendi, biasa terjadi karena suatu benturan.

Joint strain, terjadi karena trauma kecil yang terjadi berulang ulang.

Joint sprain/keseleo, terjadi karena adanya robekan mikroskopis dari ligament atau kapsul sendi yang tidak menggangu kestabilan.

Ruptur ligamen

Dislokasi (1,2)BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiDislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). (2)2.2Anatomi SendiSendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Dimana hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).

Beberapa komponen penunjang sendi:

Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.

Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.

Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.

Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

Gambar 1. Persendian normal

Ada 5 macam sendi berdasarkan karakteristik masing-masing:

1. Sindesmosis : adalah sendi dimana dua tulang ditutupi oleh jaringan fibrosa. Misalnya sutura pada tulang tengkorak.2. Sinkondrosis : adalah sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan. Misalnya lempeng epifisis yang merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat sementara yang menghubungkan antara epifisis dan metafisis dan memberikan kemungkinan pertumbuhan memanjang pada tulang.3. Sinostosis : adalah bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara keduanya. Beberapa sindesmosis dan semua sinkondrosis bergabung, menjadi sinostosis.

4. Simfisis : adalah suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago dan jaringan fibrosa yang kuat. Misalnya pada simfisis pubis dan sendi intervertebra.

5. Sendi sinovial : adalah sendi dimana permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin dan pinggirnya ditutupi oleh kapsul sendi berupa jaringan fibrosa dan di dalamnya mengandung cairan sinovial. (3,4)2.3 Penyebab dislokasi

Dislokasi disebabkan oleh :1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.

Cedera olahraga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin2. Kongenital Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.3. Patologis Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang. (2,5)1.4 Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik pada komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak. Struktur-struktur tersebut lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi tersebut kurang kuat. (3)1.5 KlasifikasiDislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.2. Dislokasi Kronik3. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. (2,3)2.6Diagnosis

Anamnesis : perlu ditanyakan tentang :

Rasa nyeri Adanya riwayat trauma

Mekanisme trauma

Ada rasa sendi yang keluar

Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurrens (6,7)Pemeriksaan klinis

a. Deformitas

Hilangnya penonjolan tulang yang normal

Pemendekan Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Bengkakc. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal (6,7)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.Pemeriksaan diagnostik dengan cara pemeriksaan sinar X (pemeriksaan X-Rays). (3,7)2.7KomplikasiKomplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :.

Komplikasi Dini :1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak3) Fraktur disloksiKomplikasi lanjut :1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid3) Kelemahan otot (2,8)2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

Lakukan reposisi segera.

Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.

Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. (9,10)2.9 Macam Dislokasi

I. Dislokasi Sendi Jari

Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.

Penatalaksanaan:

Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah olah membentuk huruf O dengan ibu jari. (7,9)II. Dislokasi Sendi SikuJatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi. (6,7)

Gambar 3. Dislokasi radiusIII. Dislokasi Pergelangan tangan (Dislocation of the Lunate)Dislokasi pergelangan tangan adalah suatu kondisi dimana permukaan sendi dari tulang pembentuk sendi pergelangan tangan mengalami pergeseran atau penguluran baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Dislokasi tulang lunatum

Dislokasi ini jarang ditemukan, berupa dislokasi ke anterior. Dislokasi tulang lunatum terjadi bila jatuh dengan pergelangan tangan dalam keadaan dorsoflexy, dan tulang lunatum terdorong ke arah palmar dan mengalami rotasi 900 pada carpar tunnel. Terdapat pembengkakan pada daerah pergelangan tangan, nyeri apabila jari-jari diekstensikan. Bisa didapatkan gejala lesi nervus medianus.Pada dislokasi yang baru, dilakukan reposisi di bawah pembiusan umum dengan melakukan penekanan pada tulang lunatum. Pada dislokasi yang lama, reposisi tidak bisa dilakukan dan perlu dilakukan eksisi.

b. Dislokasi perilunatum

Seluruh korpus mengalami dislokasi ke arah dorsal kecuali tulang lunatum masih tetap bersama-sama tulang radius.

Pengobatan dilakukan reduksi tertutup. Bila gagal, dilakukan reduksi terbuka.IV. Dislokasi Regio Bahu (Shoulder Dislocation)Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yaitu sendi sternoklavikular, sendi akromioklavikular, dan sendi glenohumoral. Hubungan skapulothorakal bukan merupakan sendi melainkan suatu hubungan muskuler antara dinding thoraks dan skapula. Melalui keempat hubungan ini yang terdiri atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini terjadi gerakan ke segala arah di gelang bahu. Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan 50 % kasus dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe dislokasi bahu anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang mengitari sendi bahu. Sedangkan hubungan antara kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan epilepsi. Melihat lokasi kaput humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah anterior dan lebih jarang ke arah posterior. Pada waktu terjadinya dislokasi yang pertama mengalami kerusakan atau avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi dengan glenoidalis di bagian anterior dan inferior. Dengan adanya robekan tadi, maka sendi bahu akan mudah mengalami dislokasi ulang bila mengalami cedera lagi. Hal ini disebut sebagai recurrent dislokasi.Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu: Sendi bahu tidak dapat digerakakkan Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya

Gambar 6. Shoulder dislocationDislokasi AcromioclavicularisKekuatan sendi akromioklavikular disebabkan oleh simpai sendi dan ligament korakoklavikular. Dislokasi sendi akromioklavikular tanpa disertai rupturnya ligament korakoklavikuar, biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke cranial dan dapat diterapi secara konservatif dengan mitela yang disertai latihan dan gerakan otot bahu. Bila tidak berhasil atau adanya robekan ligament korakoklavikula kadang dilakukan operasi reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.

Gambar 4. Dislokasi acromioclavicularisDislokasi SternoclavicularDislokasi sternoklavikular ini jarang terjadi dan bisa terjadi akibat trauma langsung klavikula kearah dorsal yang menyebabkan dislokasi posterior atau retrosternal. Atau bisa terjadi akibat tumbukan pada bagian depan bahu sehingga bagian medial dari klavikula tertarik kearah depan dan menyebabkan lepasnya sendi sternoklavikular kearah anterior. Pengobatan konserfatif dengan reposisi dan imobilisasi bisa berhasil dan bila gagal perlu dilakukan operasi. Yang terpenting ialah latihan otot supaya tidak terjadi hipotrofik pada otot bahu.

Gambar 5. Dislokasi Sternoclaviculara. Dislokasi bahu anterior

Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu lintas ataupun cedera olah raga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi ekstern (puntiran keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan atas dalam posisi abduksi. Kaput humerus didorong ke depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi bagian bawah dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian anterior. Lesi ini disebut bankart lesion. Karena terjadi robekan kapsul, kepala humerus akan keluar dari cekungan glenoid ke arah depan dan medial, kebanyakan tertahan di bawah coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi adalah trauma langsung. Pederita jatuh, pundak bagian belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan mendorong permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.

Gambar 7. Dislokasi bahu anterior

KlinisPasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya, dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak terasa sakit sekali, bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah sisi yang sakit, bentuk deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal ini disebabkan kepala humerus sudah keluar dari cekungan glenoid ke depan. Pada palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.Pemeriksaan penunjang

Dengan pembuatan X ray foto, umumnya dengan proyeksi AP sudah dapat terdiagnosis adanya dislokasi sendi bahu.

Gambar 8. X ray foto dislokasi bahu anterior Penatalaksanaan

Keadaan ini memerlukan reposisi segera. Ada beberapa indikasi untuk melakukan reposisi, yaitu : tidak adanya fraktur, tidak adanya defisit neurologi

Oleh karena itu sebelum melakukan reposisi sebaiknya dilakukan beberapa pemeriksaaan1. Nervus axillary : 8% terjadi kelumpuhan

- innervasi m. Deltoideus : tidak di tes

- Sensoris: dibawah m. Deltoideus2. Nervus Radialis: extensi tangan3. Artery brachialis: denyut nadi radialis

Gambar 9. Pre reduction examinationTerdapat 3 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :

1. Cara Stimson

Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur tengkurang di atas meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah. Lengan diberi beban seberat 5 7 kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung di samping tempat tidur tersebut. Hal ini dilakukan selama 20 25 menit.

Gambar 10. Cara Stimson

2. Cara Hippocrates

Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur terlentang di atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal, posisi lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila untuk mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.

Gambar 11. Cara Hippocrates

3. Cara Kocher

Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi dalam 4 tahap.

Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke arah distal

Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu

Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu

Tahap ke empat, melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.

Setelah tereposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verband dan lengan bawah digantung dengan sling. Immobilisasi cukup 3 minggu. Cara ini paling sering dilakukan di klinik.

Gambar 12. Cara Kocher

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi bahu anterior, yaitu :

Cedera plexus brachialis dan n. Axillaris yang menyebabkan kumpulnya m. deltoid sehingga bahu tidak dapat diangkat abduksi

Robeknya muskulus tendineus cuff (cuff rotator)

Patah tulang humerus Rekurrens dislokasi bahu anterior

Hal ini disebabkan terjadinya celah robekan fibrocartilago di daerah bannkart yang menetap. Trauma yang ringan saja seperti mengenakan baju atau menutup jendela akan terjadi posisi abduksi dan eksternal rotasi yang akan mengakibatkan dislokasi kembali. Kalau terjadi lebih dari 3 x, dianjurkan untuk dilakukan operasi. Metode operasi yang dipakai yaitu, Bristow, Bannkart, dan Putti plat. Tujuan dari operasi ini untuk melakukan rekonstruksi struktur bagian anterior sendi.b. Dislokasi bahu posteriorDislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya penderita jatuh dimana posisi lengan atas dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.

Klinis:Sangat sakit di daerah bahu. Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan internal rotasi. Terdapat penonjolan kaput di daerah posterior.Pemeriksaan Radiologi:Proyeksi AP kadang sulit dilihat, Kalau perlu dilakukan proyeksi aksial.Penatalaksanaan:Keadaan ini memerlukan reposisi tertutup segera alam narkosis umum dengan melakukan rotasi ekstern pada bahu dan kaput humerus didorong ke depan. Setelah reposisi, dipasang gips spika bahu dalam posisi abduksi 30 0 selama 3 minggu. (3,7)c. Dislokasi bahu inferior (Luxatio Erecta)Kaput humerus terperangkap dibawah kavitas glenoidale sehingga terkunci dalam posisi abduksi. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai efek lubang kancing (Button hole effect) Penatalaksanaan

Lakukan traksi berlawanan dengan arah dislokasi. Awalnya lakukan tarikan ke arah dislokasi, yaitu ke arah atas, lanjutkan tarikan semakin lama semakin ke bawah (counter abduksi), dan akhirnya arahkan lengan ke sisi penderita.

V. Dislokasi Regio Panggul (Hip Dislocation)Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku. Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang terletak di belakang asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.

Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada tempatnya lagi.Epidemiologi:

Ras bukan merupakan faktor risiko untuk dislokasi hip. Dislokasi Hip lebih sering terjadi pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang berhubungan dengan perilaku berisiko. Hip dislokasi akibat cedera traumatik (terutama MVCs) lebih umum pada mereka yang lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada mereka dari 65 tahun lebih tua.

Pemeriksaan fisik:

Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset panggul dan pinggul adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif rentang gerak, dan pemeriksaan neurovaskular. - Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi atau fraktur-kelainan tulang lainnya Posterior: hip adalah tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.

Anterior: hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi

Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor atau off. Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba hematoma. Hal ini menunjukkan cedera vaskular.

Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas gerak. Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa melakukan berbagai gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi normal,. Rentang nyeri gerak hampir tidak termasuk dislokasi hip. Pemeriksaan Neurovaskular: Tanda-tanda cedera nervus ischiadicus meliputi: Hilangnya sensasi di kaki belakang dan kaki

Kehilangan dorsiflexion (cabang peroneal) atau fleksi plantar (cabang tibial)

Kehilangan refleks tendon dalam (DTRs) di pergelangan kaki

Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:

Hilangnya sensasi atas paha

Kelemahan dari paha depan

Kehilangan DTRs di lutut

Tanda-tanda cedera vaskuler meliputi:

Hematoma

Loss of pulses

Muka pucat

Gambar 13. Dislokasi panggul

Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul: Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi Kaput femur dapat diraba pada panggul Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeriAnatomi Fisiologi: Tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang sakrum dan koksigeus bersendi antara satu dengan yang lainnya.

Pada simfasis pubis pelvis terbagi atas 2 bagian :

1. Pelvis mayor atau rongga panggul besar.

2. Pelvis minor atau rongga panggul kecil

Di antara ke 2 rongga tersebut dibatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.

Sendi sendi pelvis antara lain : sendi sakro iliaka adalah sendi antara ilium yang disebut aurikuler dan kedua sisi sakrum, gerakan ini sangat sedikit karena ligamennya sangat kuat menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan ke seluruh jurusan.

Patofisiologi :Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh abdukasi, ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.Faktor yang sering menyebabkan resiko dislocation hip joint adalah:

Pelvis yang mempunyai peluru/bola/caput yang kecil dengan diameter 22 mm, dan peluru/bola/caput yang memiliki leher/collum yang tebal.

Pengobatan Hip DislokasiPengobatan untuk dislokasi hip termasuk:

Penurunan dislokasi hip:

Penataan kembali tulang

Bedah untuk patah tulang panggul

Istirahat:

Terapi fisik untuk hip dislokasi

Nonsteroidal anti-inflammatory obat untuk sakit

Ibuprofen ( Motrin Advil )

Naproxen ( Anaprox, Naprosyn, Aleve )

Ketoprofen ( Orudis )

Anti nyeri narkotika

Hip dislokasi uji klinis

Dislokasi panggul ada 3 macam, yaitu dislokasi panggul posterior, dislokasi panggul anterior, dan dislokasi panggul central.a. Dislokasi panggul posterior

Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dala keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi hip joint. Dislokasi panggul posterior biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.

Gejala klinis

Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.

Gambar 15. Dislokasi panggul posterior

Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% persen dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.3 Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.

Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera saraf ischiadikus. Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan metode yang lebih mudah. Pemeriksaan

Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi panggul. Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X ray foto, umumnya dengan proyeksi AP.

Gambar 16. X ray foto dislokasi panggul posterior

Penatalaksanaan

Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :1. Metode Allis : penderita dalam posisi terlentang di lantai, pembantu menahan panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar 900 dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah ditempatkan dibawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati. Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera mungkin dan dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Pada tipe II setelah reposisi maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan operasi. Pasca reposisi dilakukan traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.2. The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang). Amati (dislokasi) secara cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke anterosuperior pada SIAS. Fleksikan lutut penderita dan panggulnya, dan rotasikan tungkainya pada posisi netral. Tarik tungkainya ke atas secara terus-menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan) sesuai arah femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas dirasakan tetapi perlu didukung dengan sinar-X. Jika metode tersebut gagal mereduksi dislokasi, minta asisten meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS. Dengan lutut sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas. Fleksikan panggul perlahan hingga 90o dan rotasikan secara lembut ke internal dan eksternal untuk melepaskan kaput dari struktur-struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada tempatnya dengan rotasi interna dan eksterna lebih lanjut, atau rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi, periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior..

Gambar 17. The Bigelow Maneuver

2. Segera setelah penderita dianestesi, tempatkan ia dengan wajah menghadap ke meja, sehingga paha yang cedera terkatung ke bawah dengan lututnya pada 90o dan kakinya bersandar pada lutut anda. Suruh seorang asisten memegang paha yang normal secara horizontal, agar pelvis tidak menjadi miring. Tekan terus menerus ke arah bawah pada lutut yang difleksikan hingga otot-ototnya berelaksas dan kaput femoris dapat masuk ke asetabulum. Jika perlu goyangkan lututnya. Jika metode ini gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka.Uji stabilitas, saat penderita masih diberi anestesi, fleksikan panggulnya sampai 90o dan lakukan pemeriksaan apakah kaput femoris mudah keluar dari asetabulum dari arah posterior ataukah tetap pada tempatnya. Jika dapat tergelincir dengan mudah, diduga ada fraktur pada tepi posterior asetabulum.Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:1. Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah menimbulkan sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan pergerakan aktif di tempat tdur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat ketiak dengan menahan beban berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi hingga nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan dengan menahan beban berat parsial sampai penuh.2. Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum, maka lakukan pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari pinggir asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi dengan pen tibia. Jika reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-kurangnya 6 minggu.Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu Lesi n. Ischiadicus

Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma

Artrosis degeneratif

Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik, kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans, osteoartritis.b. Dislokasi panggul anterior

Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan menggeserkan kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur. (3,7)Gejala klinis dan Pemeriksaan

Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur. (3,7)Penatalaksanaan

Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan lakukan anestasi seperti pada penanganan dislokasi panggul posterior. Dengan melakukan pengamatan secara cermat, suruh seorang asisten menarik pelvisnya dengan kuat sepanjang manuver pada SIAS. Pegang tungkai penderita dan bengkokkan panggul dan lutut sampai 90o. Rotasikan tungkainya ke posisi netral. Hal ini akan mengubah dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai penderita terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam asetabulum. (3,7,8)Jika panggul tidak dapat direduksi, turukan tungkainya ke lantai ketika sedang mempertahankan reduksi. Jika panggul masih tidak dapat direduksi, maka gunakan traksi sesuai dengan arah deformitas (fleksi dan adduksi). Saat mempertahankan traksi, angkat tungkainya pada posisi vertikal agar dapat membawa kaput femur pada tepi anterior asetabulum. Sekarang, dengan masih mempertahankan traksi, rotasikan tungkai ke internal dan turunkan pahanya menjadi posisi yang diekstensikan. Jika panggul masih tidak dapat direduksikan, suruh seorang asisten terus memegang pelvis dengan kuat. Suruh asisten kedua berdiri di depannya dan menarik dengan kuat sesuai dengan arah femur. Abduksikan panggul yang normal dan letakkan tumit anda tanpa sepatu pada tempat kaput femur yang anda pikirkan. Kemudian tekan ke arah posterolateral hingga kaput masuk ke dalam socket dengan bunyi debam. Jika gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka. Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, pertahankan penderita di tempat tidur hingga ia dapat mengontrol panggulnya kembali. Kemudian biarkan ia berdiri dan menahan beban berat. Amati kaput femur terhadap nekrosis aseptik, sama seperti dislokasi panggul posterior. (3,7,8)c. Dislokasi panggul central / obturatorDislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan karena trokantor mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari asetabulum.

Gejala Klinis dan pemeriksaanPanggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat dibawa ke posisi normal tanpa penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.(3,7)

Penatalaksanaan

Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya capsul inferior, adalah sangat memungkinkan untuk mengubah dislokasi ini menjadi dislokasi panggul anterior maupun posterior, dan kemudian dapat direduksi dengan cara yang tepat. Bagaimanapun juga traksi abduksi pada tungkai dengan traksi yang berlawanan dengan pelvis sangat diperlukan. Berikan tekanan kuat, lalu letakkan pada sisi medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan internal dan eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal. Selama kaput femur yang mengalami dislokasi tidak bergerak ke arah yang dapat mengganggu suplay darah, penderita dapat mulai berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya setelah beristirahat di tempat tidur selama beberapa hari. Penderita harus berjalan dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan melakukan pemeriksaan dengan sinar-X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk tahun pertama dan 6 bulan untuk tahun kedua. Kemungkinan terjadi avascular necrosis sangat kecil karena arah dislokasi ini. (3,7)Dislokasi Hip bawaan

Beberapa anak lahir dengan masalah yang disebut dislokasi pinggul bawaan pinggul (displasia). Kondisi ini biasanya didiagnosis segera setelah bayi lahir. Sebagian besar waktu, hal itu mempengaruhi hip kiri dalam kelahiran anak pertama, perempuan, dan bayi yang lahir dalam posisi sungsang. (3,6)

Gambar 18. dislokasi hip kongenitalAnatomi

Dalam dislokasi pinggul, bola pada bagian atas tulang paha (femoralis kepala) tidak duduk aman di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Sekitarnya ligamen juga dapat lepas dan meregang. Bola dapat lepas dalam soket atau benar-benar luar itu. (3,6)Penyebab

Penyebab masalah ini masih belum diketahui. (3,6)Gejala

Pada dislokasi bawaan, tanda awal mungkin "mengklik" suara saat kaki bayi yang baru lahir didorong terpisah. Jika kondisi itu terus terdeteksi pada tahap bayi, akhirnya kaki yang terkena akan tampak lebih pendek dari yang lain, kulit di lipatan paha akan muncul tidak merata, dan anak akan memiliki fleksibilitas lebih pada sisi yang terkena. Ketika ia mulai berjalan, ia mungkin akan lemas, berjalan kaki, atau "goyangan" seperti bebek. (3,6)Diagnosa

Pemeriksaan fisik dengan teliti bayi yang baru lahir biasanya mendeteksi dislokasi hip. Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak, hip-sinar x dapat mengkonfirmasikan diagnosis.(3,6)

Pengobatan

V. Dislokasi Sendi LututDislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang berat ,yang langsung mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi secara sekunder pada penyakit degeneratif ataupun pada penyakit infeksi yang sudah berlangsung cukup lama. Tulang tibia dapat menjadi dislokasi ke ventral , dorsal ataupun ke setiap sisi . Dapat juga terjadi rotasi yang abnormal pada femur. Mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi lutut biasanya melalui hiperekstensi dan torsi pada sendi lutut. Dislokasi akut pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah ataupun persarafan pada popliteal space. Gambaran klinis dijumpai adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hamartrosis serta deformitas.

Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10o-l5o selama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler d iatas lutut selama 7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.

BAB III

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan DilokasiA. Pengkajian1. Dislokasi Identitas KlienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit. Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.2. Pemeriksaan FisikPada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.B. Diagnosa Keperawatan1. Nyeri akut berhubungan dengan discontinuitas jaringan2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi3. Kecemasan berhubungan dengan kondisi tentang penyakit4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.5. Kurang Pengetahuan keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Immobilitas fisikC. NCPDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan:

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:

Laporan secara verbal

DO:

Posisi untuk menahan nyeri

Tingkah laku berhati-hati

Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

Terfokus pada diri sendiri

Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal

Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Gangguan mobilitas fisik

Berhubungan dengan :

Gangguan metabolisme sel

Keterlembatan perkembangan

Pengobatan

Kurang support lingkungan

Keterbatasan ketahan kardiovaskuler

Kehilangan integritas struktur tulang

Terapi pembatasan gerak

Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik

Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia

Kerusakan persepsi sensori

Tidak nyaman, nyeri

Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler

Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

Depresi mood atau cemas

Kerusakan kognitif

Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa

Keengganan untuk memulai gerak

Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning

Malnutrisi selektif atau umum DO:

Penurunan waktu reaksi

Kesulitan merubah posisi Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) Keterbatasan motorik kasar dan halus Keterbatasan ROM Gerakan disertai nafas pendek atau tremor Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

NOC :

Joint Movement : Active

Mobility Level

Self care : ADLs

Transfer performance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC :

Exercise therapy : ambulation

Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kecemasan berhubungan dengan

Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

DO/DS:

Insomnia

Kontak mata kurang

Kurang istirahat

Berfokus pada diri sendiri

Iritabilitas

Takut

Nyeri perut

Penurunan TD dan denyut nadi

Diare, mual, kelelahan

Gangguan tidur

Gemetar

Anoreksia, mulut kering

Peningkatan TD, denyut nadi, RR

Kesulitan bernafas

Bingung

Bloking dalam pembicaraan

Sulit berkonsentrasi

NOC :

Kontrol kecemasan

Koping

Setelah dilakukan asuhan selama klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:

Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

Gunakan pendekatan yang menenangkan

Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi

Dengarkan dengan penuh perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

Kelola pemberian obat anti cemas:........

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Gangguan body image berhubungan dengan:

Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional, trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi, radiasi)

DS:

Depersonalisasi bagian tubuh

Perasaan negatif tentang tubuh

Secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup

DO :

Perubahan aktual struktur dan fungsi tubuh

Kehilangan bagian tubuh

Bagian tubuh tidak berfungsi

NOC:

Body image Self esteemSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . gangguan body image

pasien teratasi dengan kriteria hasil:

Body image positif Mampu mengidentifikasi kekuatan personal Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh Mempertahankan interaksi sosial

NIC :

Body image enhancement Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya

Monitor frekuensi mengkritik dirinya

Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

Dorong klien mengungkapkan perasaannya Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kurang Pengetahuan

Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah

DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai

NOC: Kowlwdge : disease process Kowledge : health BehaviorSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnyaNIC :

Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan :

Eksternal :

Hipertermia atau hipotermia

Substansi kimia

Kelembaban

Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)

Immobilitas fisik

Radiasi

Usia yang ekstrim

Kelembaban kulit

Obat-obatan

Internal :

Perubahan status metabolik

Tonjolan tulang

Defisit imunologi

Perubahan sensasi

Perubahan status cairan

Perubahan pigmentasi

Perubahan sirkulasi

Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:

Gangguan pada bagian tubuh

Kerusakan lapisa kulit (dermis) Gangguan permukaan kulit NOC :

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Wound Healing : primer dan sekunder

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

Tidak ada luka/lesi pada kulit

Perfusi jaringan baik

Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

NIC : Pressure Management

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

Hindari kerutan pada tempat tidur

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

Monitor kulit akan adanya kemerahan

Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin Cegah kontaminasi feses dan urin Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

BAB IVKESIMPULANKESIMPULANDislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis.

Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.

Dalam menghadapi kasus dislokasi, kita harus mengetahui macam dislokasi, komplikasi, dan penanganannya.

Ada beberapa macam terapi untuk menangani kasus dislokasi, hal ini disesuaikan dengan indikasi dari terapinya.

SARANSebagai tenaga medis, kita harus bisa memahami kasus dislokasi karena hal ini bisa terjadi. Pemahaman yang dimaksud mulai dari macam dislokasi, cara mendiagnosa dislokasi, komplikasi, serta terapi yang ada.DAFTAR PUSTAKA1. Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta

2. Cole, Warren H and Zollinger Robert M. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New York: Meredith Corporation.3. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.4. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).5. Reksoprojo, S.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara. Jakarta

6. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku Kedoktern EGC. Jakarta7. Appley A Graham & Salomon Louis, 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem, Edisi ketujuh, cetakan pertama. Jakarta : Widya Medika.

8. Greene, Walter B, Netters Orthopaedics, North Carolina, 9. Weinsterin Stuart L, Tureks Orthopaedics, Lippincot Wililiams & Wilkins.10. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill, Information Services Company.39