diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak dan budi pekerti...
Transcript of diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak dan budi pekerti...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranan di masa
yang akan datang (UUSPN No.20/2003, Ps.1). Dalam RUU SISDIKNAS
dinyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar agar peserta didik aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak dan budi pekerti, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mendukung
hal tersebut maka kurikulum dan pembelajarannya akan menempati posisi
yang strategis sebagai bagian dalam sistem pendidikan. Di Indonesia sistem
pendidikan terdiri dari pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan
menengah (SLTA) dan pendidikan tinggi.
Sekolah menengah adalah pendidikan lanjutan yang diselenggarakan
bagi lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah berfungsi menyiapkan
siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau
hidup di masyarakat. Dalam RPP pendidikan menengah 2002 dijelaskan
bahwa Pendidikan menengah bertujuan:
1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk bekerja di
dunia usaha/industri yang hidup mandiri dimasyarakat
3. Menghasilkan lulusan sebagai anggota masyarakat yang mampu
berintegrasi dengan sosial budaya dan alam sekitamya.
Melihat tujuan sekolah menengah sebagaimana diuraikan di atas, maka
kurikulum yang digunakan haruslah dapat mencapai tujuan tersebut. Dan
kurikulum apapun yang digunakan, pada implementasinya model
pembelajaran apa yang digunakan cukup berpengaruh pada pencapaian
tujuan pendidikan. Karena itu menurut penulis pengembangan suatu model
pembelajaran sangatlah dibutuhkan.
Proses pembelajaran yang lebih mengutamakan kegiatan individual,
di Indonesia masih begitu langka. Salah satu penyebabnya adalah karena
pengembangan kurikulum yang dilakukan bersifat sentralistik, sehingga
model pembelajaran yang dikembangkanpun terbatas dan tidak dapat
melayani keragaman individual. Disamping itu penyebab lainnya adalah
perbandingan antara jumlah siswa dengan fasilitas belajar terutama
ruangan, bangku sekolah, dan jumlah guru yang belum memadai, serta
faktor pembiayaan yang cukup tinggi, Hal ini menyebabkan kebanyakan
sekolah di Indonesia lebih cenderung dilaksanakan secara klasikal, dimana
rata-rata satu kelas terdiri dari 40 - 50 orang siswa. Kondisi seperti ini
menjadi tantangan bagi pengembangan suatu model pembelajaran.
Proses pembelajaran yang mengutamakan kegiatan individual
adalah proses pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual
siswa . Secara umum perbedaan individual siswa digambarkan dalam tugas
perkembangan sesuai dengan usianya, tetapi secara khusus masing-masing
individu sebenarnya mempunyai kekhasannya sendiri-sendiri. Hal tersebut
sebagaimana dikemukakan Frandsen (1957) bahwa tidak ada dua anak
yang persis sama, hal tersebut karena adanya keragaman dimensi yangada dalam diri anak. Perbedaan tersebut menurut Frandsen, dalam bentuk
kematangan mental, kemapuan yang dimiliki, prestasi yang dicapai, minat,penyesuaian sosial dan emosional, dan kebutuhan yang diinginkan anak.
Jadi perbedaan individual siswa secara khusus diantaranya kemampuan,minat dan motivasi berprestasi. Berkenaan dengan perbedaan individual
tersebut lebih spesifiknya penulis akan memfokuskannya pada karakteristikperbedaan individual pada siswa SMU.
Karakteristik siswa SMU identik dengan karakteristik remaja padaumum yang mempunyai tugas perkembangan tertentu. Tugas
perkembangan remaja antara lain seperti dikemukakan dalam PsikologiNetwork (http://psikologi.net/main/modules) yang memberikan salah satulandasan bagi pendidikan yang berorientasi pada perkembangan siswa.Beberapa tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja antara lain
a Mampu menerima keadaan fisiknya• Mencapai kemandirian secara emosi• Memperluas hubungan dengan tingkah laku sosial yang lebih dewasa
dlmilfci S6rta menerima kelebihan maupun kekurangan yang• Membentuk nilai moral sebagai dasar untuk berprilaku sesuai dengan
tugas perkembangan masa remaja
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress di mana terjadipergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Menurut Monks 1985 (Mu'tadin,2002) mengemukakan bahwa
Pada masa remaja usia 12 sampai dengan 21 tahun terdapatbeberapa fase: a) fase remaja awal yaitu usia 12 tahun sampai dengan15 tahun, b) remaja pertengahan usia 15 tahun sampai dengan 18tahun dan c) masa remaja akhir usia 18 sampai dengan 21 tahun dand.antaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang
sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remajadalam menghadapinya.
Apa yang dikemukakan Mu'tadin tersebut di atas menunjukkan
bahwa fase-fase pada masa remaja menunjukkan karakteristik yang
memiliki kekhususan masing-masing. Tetapi yang paling terdapat muncul
masalah adalah pada masa pubertas. Dan pada masa inilah pada umumnya
duduk di bangku SMU. Pada masa ini perubahan secara fisik dan emosi
sangat drastis, dan sering keseimbangannya terganggu sehingga kurang
stabil. Baik dari pengendalian secara fisik maupun secara emosional. Hal
tersebut ditegaskan oleh Hurlock 1992 (Mu'tadin, 2002):
fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertassendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja,sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remajamengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembanganselanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistemkerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik padabentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Dari karakteristik perkembangan siswa SMU tersebut di atas dapat
dilihat bahwa siswa SMU adalah siswa remaja yang sedang mengalami
perubahan yang besar baik secara fisik maupun psikis. Sehingga dari segi
kemampuan, minat dan motivasi berprestasipun akan bervariasi dari
masing-masing siswa. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan proses
pembelajaran yang dapat menanganinya.
Proses pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual
siswa harus beracuan pada program yang disusun untuk penanganan
perbedaan individual tersebut Progran tersebut harus dapat mengakomodir
perbedaan kemampuan, minat dan motivasi berprestasi dari siswa.
Sehingga siswa yang cepat mendapatkan program percepatan, siswa yang
normal mendapatkan program normal, dan siswa yang kurang mendapatkan
progran remedial. Proses dan program tersebut harus terangkum dalam
suatu model pembelajaran secara utuh.
Berkaitan dengan program percepatan/program akselerasi di
Indonesia secara De jure telah disadari sejak tahun 1983. Hal tersebut
ditunjukkan dalam ketetapan GBHN bahwa diantara seluruh peserta didik
terdapat sekitar 2-3 %adalah siswa berbakat yang harus dilayani secara
khusus. Adapun secara de facto ditunjukkan dalam Undang-undangpemerintah no. 2tahun 1989 pasal 24 ayat 6yang berbunyi:
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hakmenyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukandalam bentuk program percepatan belajar atau program akselerasi. '
Ketetapan di atas menunjukkan bahwa program percepatan/program
akselerasi di Indonesia masih terbatas pada tipe telescoping kurikulum,yaitu siswa yang dapat menyelesaikan suatu program lebih cepat dari waktu
yang ditentukan. Sebagaimana yang disampaikan Akbar dan Hawadi(2002):
Program Percepatan Belajar atau Program Akselerasi Programpercepatan belajar yang diselenggarakan pemerintah saat ini masihterbatas pada tipe telescoping curiculum, yaitu siswa yanqmenggunakan waktu yang kurang daripada waktu yang biasanyadigunakan untuk menyelesaikan studi. Sementara di negara-neqaralain, seperti Amerika Serikat, Australia dan Singapura, tipe akselerasiyang dipilih adalah subject acceleration, yaitu siswa memperolehpercepatan bahan ajar yang secara kualitas lebih memperhatikan padaadanya keunggulan proses berpikir tinggi yang dimiliki anakberbakat.namun jangka waktu belajar siswa sama dengan siswadikelas reguler.
Program akselerasi tersebut secara implementasi disajikan dengan
pembelajaran akselerasi. Pembelajaran akselerasi yang dimaksud mengacu
pada proses pembelajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. Ini
berarti bahwa pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan siswa, di
samping memperhatikan irama dan tugas-tugas perkembangan, perlu
memandang siswa sebagai kesatuan yang utuh. Lahimya konsep otak kiri
dan otak kanan, teori tentang otak triune (Bobbi De Porter &Mike Hemacki,
1992) dan percepatan belajar (Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, 1997).
Sehingga program dan pembelajarannya menjadi suatu kesatuan yang baik
yang dirumuskan menjadi sebuah model pembelajaran.
Karakteristik perkembangan remaja seperti diuraikan di atas, akan
sangat berpengaruh pada pengajaran yang harus diberikan kepada siswa
remaja. Sehingga model pembelajaran yang disajikan benar-benar
membantu tugas perkembangan siswa secara optimal. Model pembelajaran
tersebut sebagai model yang memperhatikan perbedaan individual siswa
akan dapat membantu tugas perkembangan siswa dan keberhasilan siswa
dalam belajar
Suatu program dalam pembelajaran yang benar haruslah didasarkan
pada hakikat pembelajaran dan konsep dasar pembelajaran. Hakikat
pembelajaran sebagaimana dituliskan dalam Kurikulum dan pembelajaran
(UPI,.2002:48):
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasitransaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa,siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telahditetapkan.
Jadi hakikat pembelajaran kaitannya dengan suatu program pembelajaran
adalah bagaimana program tersebut terkomunikasikan sehingga siswa
sebagai komunikan memahami program tersebut. Yang dalam hal ini
program yang dimaksud adalah program akselerasi yang telah ditetapkan
secara matang.
Dan konsep dasar pembelajaran diuraikan dengan bagan sebagai berikut(UPI. 2002:49):
m-KSSiiSSSSSS <_
mmmi;p:-p:TO;;f
'.
Menyampaikan universal
Memotivasi nasionai
Membina instisusional
Memonitor kurikuler
<- -
Mengevaluasi
merehabilitasi
instruksional
1 *
i
i
I
j
PERUBAHAN
PERILAKU:
Kognitif V
Afektif
Psikomotor ir
lii«lisi|li|:lllllllli^wiSM^MJ
BAGAN 1.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
Konsep pembelajaran di atas menunjukan bagaimana seluruh
komponen dalam proses belajar mengajar saling berkaitan, termasuk
didalamnya program sebagai uraian dari tujuan pembelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa. Dalam program akselerasi, program pembelajaran
disesuaikan dengan kapasitas dan kecepatan siswa dalam belajar
Program akselerasi tersebut akan menjadi bagian dari model
pembelajaran yang akan dikembangkan dan diteliti.
Pengembangan model pembelajaran pada kegiatan pembelajaran
dapat digambarkan pada bagan berikut ini:
BAGAN 1.2.
KEGIATAN PEMBELAJARAN(UPI. 2002:54)
Program yang akan peneliti ambil adalah program pada mata
pelajaran matematika.
Mata pelajaran metematika adalah mata pelajaran yang dianggap
sulit dan tidak disukai oleh siswa, sebagaimana dikemukakan Ruseffendi
(1984:15) yang menyatakan bahwa: "Matematika (ilmu pasti) bagi anak-
anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau
pukan mata pelajaran yang dibenci". Model pembelajaran untuk mata
pelajaran matematika akan memfasilitasi siswa untuk memberdayakan apa
yang dimiliki sebagai potensi dirinya secara alamiah, tanpa tekanan dan
paksaan serta sesuai dengan kemapuan dirinya. Karena pada model
pembelajaran ini lebih menekankan pada pelayanan individual siswa.
Sehingga siswa yang memiliki kemampuan matematikanya kurang dapat
mencapai target minimal, dan siswa yang memiliki kemampuan
matematikanya lebih dapat lebih cepat dan lebih banyak menyelesaikanprogram.
Implementasi suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi
perbedaan individual siswa pada matematika, digunakan alat proses berupa
modul yang akan menjadi aktivitas siswa dalam menyelesaikan suatu pokok
bahasan dalam mata pelajaran matematika. Modul tersebut sebagai suatu
panduan yang komunikatif baik bagi guru maupum siswa, sehingga proses
belajar mengajar dapat berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Russel (Ali, 1996:110) menjelaskan pengertian modul adalah:
Amodule is an instructional package dealing with a single conceptualunit of subject matter. It is an attempt to individual learning by enablingthe student to master one unit of content before moving another. Amulty media learning experiences are often presented in a selfinstructional format. The student controles the rate and intensity of hisstudy...".
Modul yang akan diterapkan pada model pembelajaran tersebut haruslah
dikerangkai oleh prinsip-prinsip pembelajaran akselerasi, sehingga modul
tersebut menjadi bagian dari pengembangan suatu model.
Seiring dengan ketetapan pemerintah no.2 tahun 1989 pasal 24 ayat
6, maka program akselerasi tersebut harus di susun. Penyusunan program
disusun berbentuk modul. Karena modul akan memberikan kesempatan
pada siswa untuk bekerja dan belajar sesuai dengan kecepatannya
(Suryosubroto:14). Hal ini ditunjukkan pula oleh Nasution (1997:205) yang
menyatakan bahwa setiap siswa dianggap tidak akan mendapatkan hasil
yang sama dalam waktu yang sama. Adanya modul akan memberikan
kesempatan pada siswa untuk mencapai taraf tuntas dengan waktu yangcepat.
Sistem pengajaran modul telah dicobakan di Proyek PelPembangunan (PPSP), Institut Keguruan dan llmu Penc^buah IKIP Negeri sejak tahun 1972. Tujuan utama dikX1^J8auyflxui:sistem modul ini adalah untuk meningkatkan efektifitas danel^iensipengajaran di sekolah, karena dengan modul disamping siswa dapatbelajar ke taraf tuntas juga mengaktifkan siswa belajar melalui kegiatanmembaca atau memecahkan soal dengan bahan tertulis (Ali:10).
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa pengembangan suatu model
pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pelajaran
matematika ada beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai, yaitu:
pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi
matematika. Hal tersebut seiring dengan yang dikemukakan Utari (2003:11)
bahwa "Kompetensi dasar matematika (SD-SMU) memuat materi pokok dan
kemampuan dasar matematika: pemahaman, pemecahan masalah,penalaran, koneksi, dan komunikasi matematika". Dan modul yang dibuat
harus dapat mencapai kompetensi dasar tersebut.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas di atas dapat dilihat bahwa fokus penelitian adalah
pada pengembangan model akselerasi pada mata pelajaran matematika
untuk penanganan perbedaan individual siswa. Fokus penelitian yang
merupakan rumusan masalah yang akan diteliti sebagaimana dituliskan
pada persoalan secara umum di atas yakni: model pembelajaran
akselerasi yang bagaimana yang dapat menangani perbedaan
individual siswa pada mata pelajaran matematika SMU?
Beberapa istilah dalam focus penelitian ini dirasa perlu untukdijelaskan, yaitu:
11
a. Model pembelajaran akselerasi adalah pola pembelajaran yang
berupa seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan
suatu proses pembelajaran dengan menggunakan modul sebagai
media pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas siswa.
b. Perbedaan individual siswa adalah perbedaan individual siswa dalam
kecepatan menyelesaikan modul secara tuntas dan kemampuan
matematikanya. Dan kemampuan matematika adalah hasil belajar
yang merupakan dampak pengajaran meliputi kemampuan siswa
memahami materi yang diajarkan.
Fokus penelitian di atas menuntun saya pada pertanyaan penelitian
yang harus dijawab manakala penelitian telah dilaksanakan
Maka rumusan yang telah diuraikan di atas akan lebih jelasmasalahnya jika diturunkan dalam pertanyaan penelitian.
Pertanyaan penelitian tersebut adalah:
1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran matematika sekarang?
1.1. Bagaimanakah desain dan pembelajaran matematika yang ada
sebelum model pembelajaran akselerasi dikembangkan?
1.2. Bagaimanakah kemampuan dan kinerja guru matematika dalam
penanganan perbedaan individual siswa?
1.3. Bagaimana perbedaan individual siswa dalam pembelajaranmatematika?
1.4. Bagaimana kondisi dan pemanfaatan sarana, fasilitas dan
lingkungan dalam pembelajaran matematika?
12
2. Apakah model pembelajaran akselerasi yang dikembangkan cocokuntuk penanganan individual siswa?
2.1. Apa yang dibutuhkan siswa dalam pembelajaran denganpenanganan individual siswa?
2.2. Bagaimana model pembelajaran akselerasi yang dikembangkan
yang sesuai untuk mengatasi kebutuhan tersebut?
2.3. Bagaimana kelayakan model pembelajaran akselerasi yangdikembangkan tersebut?
3. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yangdikembangkan?
3.1. Bagaimana kinerja guru dalam melaksanakan model
pembelajaran akselerasi yang dikembangkan?
3.2. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yangdikembangkan tersebut?
4. Bagaimana efektifitas model pembelajaran akselerasi yangdikembangkan ditinjau dari:
4.1. Penanganan individual siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran ekspositori
4.2. Kemampuan matematika siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran ekspositori.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
(1) Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika yang digunakan
sebelum model pembelajaran akselerasi dikembangkan.
13
(2) Untuk menemukan rancangan model pembelajaran akselerasi untuk
penanganan individual kemampuan matematik siswa SMU
(3) Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan.
(4) Untuk dapat mengetahui efektifitas penggunaan model pembelajaran
akselerasi yang dikembangkan dalam penanganan individual
kemampuan matematika siswa SMU dibandinkan dengan model
pembelajaran ekspositori.
D. Manfaat Penelitian.
1. Bagi Pakar: Penelitian ini merupakan pembuktian pengembangan
model pembelajaran akselerasi dan hasil pembuktian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan terhadap landasan konsep, prosedur
dan pembelajaran akselerasi itu sendiri. Sehingga hasil
pengembangan model akselerasi tersebut dapat dijadikan salah satu
altematif pilihan strategi mengajar oleh penyusun dan pengembang
kurikulum. Hal tersebut sabgat erat kaitannya dengan pengembangan
kurukum berdifersifikasi yang tengah dikembangkan saat ini. Dan
pengembangan model pembelajaran ini benar-benar dapat
menangani perbedaan individual siswa.
2. Bagi praktisi: Penelitian ini memberikan pengalaman kepada guru
sebagai pengembang kurikulum di lapangan, tentang cara
mengembangkan model pembelajaran akselerasi pada mata
pelajaran matematika khususnya. Mulai dari cara menyusun
perencanaan, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran akselerasi.
14
Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan bagi guru-guru yang laindalam meningkatkan kualitas dan
mengembangkan model pembelajaran akselerasi untuk mata
pelajaran matematika di SMU
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
masukan dalam mengembangkan penelitian berikutnya.