Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

12
DILEMA MAHALNYA MEMILIH PEMIMPIN (Bobroknya Politik Indonesia dalam Kematangan Usia Negara) Ratusan pilkada jangan menjadi sekadar seremoni, suksesi harusnya bukan sekadar arena negosiasi. Kandidat mesti dipilih dengan kehati-hatian jangan abaikan etika dan asas kepatutan. Pilkada memang perkara kalah menang namun calon-calon bermasalah janganlah diberi kesempatan. Peraturan seringkali bisa disiasati namun asas kepatutan dan etika janganlah dikhianati. Jika partai mengaku anti korupsi, mengapa calonkan kandidat yang terindikasi. Menyedihkan jika tersangka menjadi kandidat, kepemimpinan akan rentan khianat pada amanat. Para pemilih harus diberi kandidat bermutu agar Pilkada tak jadi pesta yang sambil lalu. Publik jangan memilih secara acak, kandidat harus dinilai berdasar rekam jejak. Sebab nasib kita bukan untuk coba-coba karena aset daerah bukan untuk para penjarah. Akhir-akhir ini publik digegerkan dengan dua UU terkait "Pilkada Serentak" yang telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada 18 Maret 2015. Pengesahan tersebut tercantum dalam UU No.8/2015

description

Sosial-Politik (Kebingungan Pilkada Serentak 2015)

Transcript of Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

Page 1: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

DILEMA MAHALNYA MEMILIH PEMIMPIN

(Bobroknya Politik Indonesia dalam Kematangan Usia Negara)

Ratusan pilkada jangan menjadi sekadar seremoni, suksesi harusnya bukan sekadar arena

negosiasi.

Kandidat mesti dipilih dengan kehati-hatian jangan abaikan etika dan asas kepatutan.

Pilkada memang perkara kalah menang namun calon-calon bermasalah janganlah diberi

kesempatan.

Peraturan seringkali bisa disiasati namun asas kepatutan dan etika janganlah dikhianati.

Jika partai mengaku anti korupsi, mengapa calonkan kandidat yang terindikasi.

Menyedihkan jika tersangka menjadi kandidat, kepemimpinan akan rentan khianat pada

amanat.

Para pemilih harus diberi kandidat bermutu agar Pilkada tak jadi pesta yang sambil lalu.

Publik jangan memilih secara acak, kandidat harus dinilai berdasar rekam jejak.Sebab nasib kita bukan untuk coba-coba karena aset daerah bukan untuk para penjarah.

Akhir-akhir ini publik digegerkan dengan dua UU terkait "Pilkada Serentak" yang telah

disahkan oleh Presiden Jokowi pada 18 Maret 2015. Pengesahan tersebut tercantum dalam UU

No.8/2015 dan UU No.9/2015. UU Nomor 8/2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Sedangkan

UU Nomor 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah. Konon katanya Pilkada Serentak ini memiliki

tujuan yaitu "terciptanya efektivitas dan efisiensi anggaran dana".

Pemilu langsung di era reformasi (sebagai respon dari pemilu tidak langsung di era Orde

Baru) dan sekarang akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada bulan

Page 2: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

Desember, menyisakan persoalan yang sangat kompleks. Salah satunya adalah mahalnya “cost”

yang harus “dibayar” oleh calon pemimpin, biaya koordinasi, atribut kampanye, ‘curnis’, sampai

biaya ‘mahar’ yang harus dibayarkan kepada partai pengusung sebagai kendaraan untuk

mengikuti pencalonan kepala daerah. Bagaikan pengguna jasa angkutan umum, mereka harus

membayar kendaraan yang ditungganginya. Seperti itulah para bakal calon dalam mengikuti

ajang adu suara terbanyak yang konon katanya pesta demokrasi ini.

Dampak ikutan dari persoalan tersebut adalah ketidaksempatan untuk tidak mengatakan tidak

peduli untuk memikirkan kesejahteraan rakyat, tetapi yang ada dalam benaknya bagaimana

modal segera kembali dan dampak turunannya adalah sedemikian "mahalnya" juga untuk

menduduki kursi nomor satu di daerahnya masing-masing. Sementara pada saat yang sama

banyak regulasi yang membentengi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Alih-alih bukan

kesejahteraan, keselamatan dan kemajuan untuk rakyat, sebaliknya banyak pemimpin daerah

yang berujung dimasukkan ke dalam jeruji besi. Saat ini korupsi, praktek suap, kebocoran

anggaran dan pelaksanaan pembangunan lebih parah dari masa Orde Baru. Jika dulu korupsi

terkonsentrasi di pemerintahan pusat, kini menjadi tersebar merata di semua lapisan birokrasi,

baik dalam tugasnya melaksanakan pembangunan berbasis APBN/APBD demikian juga dalam

hubungannya dengan pengusaha swasta. Mirisnya lagi adalah tindak pidana korupsi tersebut

bukan lagi dilakuakan oleh non-penegak hukum, bahkan para penegak hukum yang sejatinya

bertugas menegakkan hukum justru tersandung dalam tindakan hukum. Alih-alih hal ini

membuat masyarakat bosan dengan kabar “korupsi” yang dilakukan oleh oknum penegak

hukum, sehingga memudarkan rasa kepercayaan masyarakat.

Berbicara tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) maka tak jauh membahas tentang

kriteria pemimpin. Kriteria pemimpin bisa ditentukan melalui pembelajaran sejarah tokoh-tokoh

besar, yaitu para pemimpin masa lalu.

Mempelajari Sejarah Para Nabi: Kriteria Pemimpin

Persoalan kepemimpinan, bukan berbicara siapa, ini tidak penting, tetapi kriteria yang harus

dikedepankan dan ini ada pada para nabi. Tetapi pada saat yang sama banyak yang mencibir

dengan berdalih membanding-bandingkan nabi dengan selain nabi. Jika kita melihatnya dengan

akal jernih, padahal nabi juga manusia yang membedakan hanya ketakwaan, dan ketakwaan

Page 3: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

itulah yang kemudian dijadikannya manusia itu diberi gelar oleh Allah sebagai nabi yang

kemudian dijadikan contoh atau teladan bagi manusia lainnya.

Hal ini sebagaimana dalam Q.S Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:

“Sesunggguhnya pada diri Rasululah S.A.W terdapat tauladan bagi mereka yang

menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhir serta banyak berzikir kepada Allah”.

Mengingat sejarah Rasul, kita dapat melihat akan keberhasilannya dalam mengatasi krisis

multidimensional, maka sudah saatnya kita meneladaninya karena beliau adalah teladan terbaik

dan tipologi paling prima. Rasul menggunakan strategi Ibda’ Binafsik (memulai dari diri sendiri)

dalam kepemimpinannya. Beberapa faktor penting yang mendukung strategi tersebut adalah:

1. Kualitas Moral-Personal

Kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat sebagai

sifat wajib bagi Rasul. Menurut Prof. Adang Djumhur S, sifat-sifat tersebut yaitu Shidik

(Benar), Tabligh (Menyampaikan), Amanah (Dapat Dipercaya) dan Fathanah (Cerdas).

Dalam konteks kepemimpinan sifat-sifat tersebut secara umum dijabarkan sebagai berikut

yaitu:

A. Shidiq (benar): Komitmen pada kebenaran, selalu berkata benar dan berjuang

menegakkan kebenaran.

B. Amanah (jujur/dapat dipercaya): Obyektif, ucapan dan perbuatannya sesuai dengan

bisikan hatinya, adil dan aspiratif.

C. Tabligh (menyampaikan): Komunikatif, transparan, dan demokratis, siap bermusyawarah

serta bermufakat untuk kebenaran.

D. Fathonah (cerdas): Cerdik, luas wawasan, dapat membaca situasi dan kondisi, terampil

serta professional.

2. Integritas.

Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul S.A.W. yang telah

membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian

kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi tujuannya.

3. Kesamaan di Depan Hukum

Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting

4. Penerapan Pola Hubungan Egaliter dan Akrab.

Page 4: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

Salah satu fakta menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul S.A.W.

adalah penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota,

rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin

dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas

mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan.

5. Kecakapan Membaca Kondisi dan Merancang Strategi

Keberhasilan Muhammad S.A.W. sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya

membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk

diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah kemudian

dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan lapangan.

Keberhasilan Rasul S.A.W. dan para sahabatnya dalam perang Badr jelas-jelas berkaitan

dengan penerapan sebuah strategi yang jitu.

6. Tidak Mengambil Kesempatan dari Kedudukan

Rasul S.A.W. wafat tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah

menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan

orang-orang miskin. Jabatan sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya

diri. Sikap inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan

tanpa perduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat Rasul S.A.W.

mencoba memperkaya diri.

Kesederhanaan menjadi trade mark kepemimpinan Rasul S.A.W. yang mengingatkan kita

pada sebuah kisah tentang Umar ibn al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah

ingin bertemu dan mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut benar-

benar terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di bawah sebatang

kurma.

7. Visioner Futuristic.

Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul S.A.W. adalah seorang pemimpin yang

visioner, berfikir demi masa depan (sustainable). Meski tidak mungkin merumuskan alur

argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak hadits Rasul S.A.W. yang dimulai

dengan kata "akan datang suatu masa", lalu diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan

persoalan tertentu. Kini, setelah sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut

yang telah mulai terlihat dalam realitas nyata.

Page 5: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

8. Menjadi Prototipe Bagi Seluruh Prinsip dan Ajarannya

Pribadi Rasul S.A.W. benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang

upaya pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita

lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin tidak

mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Sebagaimana sudah disebut di atas, Rasul

S.A.W. selalu menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan kepada orang-orang di

sekitarnya.

Berdasarkan QS. Al-Fath ayat 29 tentang sifat-sifat Nabi Muhammad S.A.W. dan sahabat-

sahabatnya di dalam Taurat dan Injil yang artinya:

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras

terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan

sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka

dari bekas sujud. Demikian-lah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam

Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tanaman itu menjadikan tanaman

itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan

hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan

kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjajikan kepada orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar”.

Dari ayat tersebut kepemimpinan Nabi Muhammad S.A.W. adalah:

Pertama, keras dan tegas terhadap kekafiran (penyimpangan); (menegakkan aturan dengan

tanpa pandang bulu atau tebang pilih). “lau anna Fathimata binti Muhammadin saraqat

laqatha’tuha”.

Kedua, kasih sayang terhadap sesama; (populis, berpihak kepada kepentingan publik, selalu

menjaga soliditas dan solidaritas, keragaman masyarakat memperkaya inovasi, perbedaan

menjadi rahmat bukan menjadi laknat).

Ketiga, selalu ruku’ dan sujud; (rajin beribadah, rendah hati, giat bekerja, tulus, dan

senantiasa berbuat semata karena Allah dan umtuk kepentingan masyarakat banyak).

Keempat, selalu mencari karunia dan ridha Allah; (kreatif menggali potensi sumber daya

alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), cerdas menangkap peluang, taat dan patuh

terhadap aturan, seimbang antara do’a dan ikhtiar, serta optimis atas rahmat dan ridha Allah).

Page 6: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

Kelima, bekas sujud nampak di wajahnya; (kesalehan ritualnya memberi dampak pada

kesalehan sosial, integritasnya sebagai muslim tercermin pada perilaku kesehariannya, yang

selalu berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat).

Dari sisi praktis, pada Prophetic Leadership Achyar Zein misalnya menyebut kepemimpinan

yang menonjol pada diri para nabi. Nabi Adam pemimpin yang berani mengakui kesalahan, Idris

pemimpin yang jujur dan sabar, Nuh pemimpin yang menolak intervensi keluarga, Hud

pemimpin yang teguh memegang prinsip, Saleh pemimpin yang memegang amanah dan nasihat.

Nabi Ibrahim pemimpin yang rela berkorban, Luth pemimpin yang mengutamakan ilmu dan

hikmah, Ismail pemimpin yang tepat janji, Ishak pemimpin yang mengutamakan kesalehan,

Ya’kub pemimpin yang memprioritaskan regenerasi. Nabi Yusuf pemimpin yang mencanangkan

ekonomi kerakyatan, Ayyub pemimpin yang konsisten memegang sumpah, Dzulkifli pemimpin

yang bertanggung jawab, Syu’aib pemimpin yang mencetuskan bisnis bermoral, Musa pemimpin

yang tegas. Nabi Harun pemimpin yang komunikatif, Daud pemimpin yang berhasil menyatukan

kekuatan dan hukum, Sulaiman pemimpin yang selalu menjaga wibawa, Ilyas pemimpin yang

selalu menjaga nama baik, Ilyasa’ pemimpin yang selektif. Nabi Yunus pemimpin yang berani

menerima konsekuensi, Zakaria pemimpin rasional dan obyektif, Yahya pemimpin yang mampu

menahan diri, Isa pemimpin yang memiliki ketajaman intuisi dan Nabi Muhammad pemimpin

yang membawa rahmat.

Para nabi dan rasul tersebut tidak hanya mengajarkan nilai-nilai spritualitas dan moralitas.

Tetapi juga mengajarkan ummatnya, bagaimana kita menjalankan kepemimpinan dalam

keseharian kita.

Cost Memilih Pemimpin

Diskursus tentang pola dan mekanisme pemilihan pemimpin di negeri ini tidak pernah

selesai. Setelah pemilihan pemimpin dengan pola keterwakilan yang dilakukan oleh parlemen,

kemudian pemilu langsung dan akhir-akhir ini ada wacana kembali lagi dilakukan oleh

parlemen. Ketika pemilihan pemimpin ditetapkan secara langsung pada era otonomi daerah, ini

berdampak pada persoalan biaya yang harus dikeluarkan oleh para calon pemimpin. Sekarang ini

terlalu mahal biaya yang harus dikeluarkan untuk memilih seorang pemimpin, sebagai contoh

untuk menjadi seorang kepala daerah (gubernur, bupati atau walikota) di pulau Jawa atau daerah-

daerah tertentu di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, menurut Muhammad Syafi’i Antonio

Page 7: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

dibutuhkan dana kampanye minimal 7-15 milyar rupiah, bahkan lebih. Ketika calon

bupati/walikota meminjam dari beberapa pengusaha dan rekanan, ia akan langsung menjadi

penghutang besar (gharimun kabir) yang harus dibayar selama masa pemerintahannya. Di sinilah

ia akan memulai tugas utama sebagai bupati/walikota dengan program “balik modal”. Program

tersebut ini jelas tidak akan dapat diharapkan dari gaji struktural, karena take-home payment

resmi para pejabat itu tidak lebih dari Rp. 15-20 juta perbulan. Mungkin jika ditambahkan

dengan berbagai tunjangan resmi mencapai Rp. 50-100 juta. Jika Rp. 50 juta dikalikan 60 bulan

masa jabatan maka total pendapatan resmi dan halal bupati/walikota hanya Rp. 3 milyar. Lalu

muncul pertanyaan, dari mana ia harus menutupi sisanya ? Masih menurut Syafi’i Antonio,

jawabannya dengan menitipkan prosentase tertentu dari APBD kepada kontraktor. Setiap

kontraktor yang ikut tender harus siap untuk setor 5, 10, hingga 20 prosen jika ingin

memenangkan tender. Demikian juga pimpinan daerah akan mendapat tambahan income saat

bendaharawan pemerintah daerah melakukan pembayaran ke kontraktor. Pimpinan Pemda juga

masih akan mendapatkan tambahan income non-halal dari setiap perizinan dan konsesi

penambangan dan investasi yang dilakukan di wilayahnya.

Alhamdulillah, sebagian besar pemimpin daerah beragama Islam. Mereka shalat, puasa

ramadhan bahkan hampir semua sudah menunaikan ibadah haji dan umrah. Kita yakin dari

waktu ke waktu mereka juga membaca shalawat kepada Rasulullah S.A.W., yang tidak kita

ketahui apakah Rasulullah tersenyum atau menangis sedih. Ketika shalawat dikumandangkan

tetapi kesejahteraan ummatnya diinjak-injak karena sebagian besar infrastruktur kesehatan,

pendidikan, jalan, dan pengairan dirampas oleh yang membaca shalawat kepadanya.

Membangun Sistem

Agak ironis, banyak pemimpin yang shalih secara individual, tetapi ketika memasuki realitas

sistem, ia kalah. Anehnya lagi sistem itu justru ia yang membuatnya. Berlama-lama ia shalat

malam di pojok peshalatan rumahnya, tetapi ketika di kantor ia harus kalah oleh sistem. Tuhan

yang ia besarkan dalam shalatnya dikerdilkan oleh tahta, uang dan “kehormatan” semu. Dalam

bahasa Emha Ainun Nadjib jutaan rakaat shalat yang dilakukan tidak pernah jelas efektivitasnya

untuk tanha ‘anil fahsyai wal munkar. Frekuensi peribadatan yang dilakukan tidak berbanding

sejajar dengan meningkatnya kemaslahatan sosial, politik dan budaya.

Page 8: Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin

Harus ada kemauan dari kita semua untuk membangun sistem yang benar-benar dapat

memilih pemimpin yang bertanggung jawab dunia akhirat. Pemimpin yang tidak hanya

berorientasi pada kemegahan serta opportuniy untuk menambah kekayaan semata dengan cara

apapun. Pemimpin yang tidak bisa bercuti panjang untuk jalan-jalan ke luar negeri, karena

banyak Puskesmas dalam keadaan memprihatinkan. Pemimpin yang tidak terlalu nikmat duduk

dalam ruangan ber-AC, sementara masih banyak rakyatnya korban kekeringan. Pemimpin yang

tidak rela meminta kenaikan gaji dan fasilitas, karena sebagian PNS gaji pokoknya tidak lebih

besar dari anggaran telepon rumah seorang pejabat di tingkat kabupaten.

Wallahu a’lam bi al-shawab

 

Sumber:

Arief. 2015. Tujuan Pilkada Serentak untuk Terciptanya Efektivitas dan Efisiensi Anggaran. Blogspot.com [online] http://www.kpud-bintankab.go.id/html/Berita-KPU-Bintan/arief-tujuan-pilkada-serentak-untuk-terciptanya-efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.html [diakses 8 Agustus 2015]

Duriyat Masduki. 2015. Dilema Mahalnya Memilih Pemimpin. Facebook.com [online] https://www.facebook.com/masduki.duryat/posts/10200872859701586 [diakses 3 Agustus 2015]

Najwa. 2015. Catatan Najwa: Berburu Tahta Daerah. [online] http://matanajwa.com/read/articleview/257/4/Berburu%20Tahta%20Daerah [diakses 10 Agustus, 2015]

n.n. 2014. 8 Keteladanan Kepemimpinan Rasulullah S.A.W. pusatalquran.com [online] http://www.pusatalquran.com/2014/04/8-keteladan-kepemimpinan-rasulullah-saw.html [diakses 10 Agustus 2015]

Zein Achyar. 2008. Prophetic Leadership: Kepemimpinan Para Nabi. Madani: Yogyakarta