Diagnosis OSA.docx

17
1. Bagaimana cara diagnosis OSA berdasarkan : a. Gambaran Klinis Manifestasi klinis obstructive sleep apnea (OSA) dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok dominanb neuropsikiatri dan perilaku serta kelompok dominan kardiorespirasi. Manifestasi klinis tersering adalah neuropsikiatri dan perilaku dengan keluhan tersering rasa mengantuk berat di siang hari. Gejala malam yang tersering adalah suara dengkuran keras yang disebabkan jalan napas yang sempit. Akhir tiap episode apnea biasanya ditandai dengan hembusan napas dengkuran keras yang diikuti gerakan tubuh, penderita tidak menyadari tetapi dikeluhkan oleh teman tidurnya. Kadang penderita terbangun dan tersedak, kurang udara atau insomnia, tidak nyenyak, disorientasi dan sakit kepala dipagi hari. Akibat gangguan pola tidur normal, penderita dengan apnea tidur sering merasa mengantuk, gangguan konsentrasi dan aktivitas di siang hari, termasuk depresi, iritabiliti, sulit belajar, gangguan seksual dan tertidur saat bekerja atau saatmenyetir kendaraan. Gejala klinis yang umum terjadi pada OSA menurut Omidvari K (2000) adalah :

Transcript of Diagnosis OSA.docx

Page 1: Diagnosis OSA.docx

1. Bagaimana cara diagnosis OSA berdasarkan :

a. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis obstructive sleep apnea (OSA) dibedakan dalam

dua kelompok yaitu kelompok dominanb neuropsikiatri dan perilaku serta

kelompok dominan kardiorespirasi. Manifestasi klinis tersering adalah

neuropsikiatri dan perilaku dengan keluhan tersering rasa mengantuk berat

di siang hari. Gejala malam yang tersering adalah suara dengkuran keras

yang disebabkan jalan napas yang sempit. Akhir tiap episode apnea

biasanya ditandai dengan hembusan napas dengkuran keras yang diikuti

gerakan tubuh, penderita tidak menyadari tetapi dikeluhkan oleh teman

tidurnya. Kadang penderita terbangun dan tersedak, kurang udara atau

insomnia, tidak nyenyak, disorientasi dan sakit kepala dipagi hari. Akibat

gangguan pola tidur normal, penderita dengan apnea tidur sering merasa

mengantuk, gangguan konsentrasi dan aktivitas di siang hari, termasuk

depresi, iritabiliti, sulit belajar, gangguan seksual dan tertidur saat bekerja

atau saatmenyetir kendaraan. Gejala klinis yang umum terjadi pada OSA

menurut Omidvari K (2000) adalah :

Secara umum dikelompokan :

Page 2: Diagnosis OSA.docx

a. Gejala nocturnal

a) Mendengkur, biasanya keras, dan mengganggu orang

lain

b) Menyaksikan pasangan tidur apnea, yang sering

mendengkur dan diakhiri dengan mendengus

c) Sambil terengah-engah dan tersedak yang menimbulkan

sensasi pasien dari tidur gelisah

d) Pasien sering mengalami arousals dan melempar atau

memutar pada malam hari

b. Gejala pagi hari

a) Tidak merasa segar saat bangun

b) Sakit kepala

c) Sakit atau rasa kering di tenggorokan

d) Mengantuk saat aktivitas yang memerlukan

kewaspadaan umum (misalnya, sekolah, bekerja,

mengemudi)

e) Kelelahan: letih, kurang memiliki energy Masalah

dengan memori, konsentrasi, dan fungsi kognitif,

terutama fungsi eksekutif

b. Pemeriksaan Fisik

Beberapa pemeriksaan fisik terkait OSA menurut Rinaldi (2010) dan

Kirk (2003) yaitu :

a) Lingkar leher: lebih besar dari 43 cm (17 inchi) pada pria dan 37

cm (15 inchi) pada wanita telah dikaitkan dengan peningkatan

risiko OSA.

b) Mallampati skor; Skor ini telah digunakan selama bertahun-tahun

untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko untuk intubasi trakea

sulit. Klasifikasi memberikan skor 1-4 berdasarkan fitur anatomis

jalan napas terlihat saat pasien membuka mulutnya dan lidah

menonjol. Sebuah studi 2006 menunjukkan bahwa untuk setiap

peningkatan 1 unit di nilai Mallampati, rasio kemungkinan

Page 3: Diagnosis OSA.docx

memiliki OSA (didefinisikan oleh AHI> 5) meningkat sebanyak

2,5. Selain itu, AHI meningkat sebesar 5 Peristiwa per hour

c) Tersempitnya dinding lateral saluran pernapasan, yang merupakan

prediktor independen terhadap keberadaan OSA pada pria tapi

tidak pada wanita.

d) Pembesaran tonsil (3 + 4 +)

e) Retrognathia atau micrognathia

f) Tinggi lengkung langit-langit keras

c. Screening OSA

Ciri khas penderita OSA adalah usia pertengahan, laki–laki atau

perempuan dengan kelebihan berat badan ringan sampai sedang dan

hipertensi dengan riwayat mendengkur. Tidur tidak nyenyak, tersedak di

malam hari atau sesak napas dan mengantuk berat di siang hari. Keadaan

ini kurang terjadi pada wanita premenstruasi, anak-anak, laki–laki muda

dan tidak obesiti. Penelitian menunjukan bahwa perempuan pasca

menopause mempunyai kecenderungan 2,6 kali mempunyai 5 atau lebih

apnea atau hipopnea perjam dan 3,5 kali mempunyai 15 atau lebih apnea

atau hipopnea perjam dibandingkan perempuan premenopause dan tidak

meningkat pada perempuan perimenopause. Sedangkan pemberian

hormon pengganti pada perempuan pasca menopause dapat mencegah atau

mengurangi gangguan napas saat tidur.

Banyak penderita OSA dengan obesiti, ukuran leher lebih dari 17

inchi merupakan faktor risiko, pengukuran body mass index (BMI) dan

pengukuran tekanan darah karena prevalensi hipertensi tinggi pada

populasi ini. Pemeriksaan fisis pada lokasi obstruksi di kepala dan leher,

pemeriksaan tonsil dan posisi rahang dan hyoid. Screening OSA dapat

dilakukan dengan kuesioner Berlin yang bertujuan untuk menjaring pasien

PPOK yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA. Telah dilakukan

penelitian di Amerika dan Eropa yang mendapatkan sensitiviti 0,86,

spesifisiti 0,77, positive predictive value 0,89 dan likelihood ratio 3,79.

Page 4: Diagnosis OSA.docx

Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang

apakah mereka mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah

sampai mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan

setelah tidur, seberapa sering merasakan lelah dan pernahkah tertidur saat

berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat badan,

tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI). Seseorang

dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di

atas. Kuesioner ini mempunyai validiti yang tinggi (Croback correlation

dari 0,86 – 0,92).

Diagnosis pasti penderita OSA dan CSA dengan pemeriksaan

polisomnografi. Pada OSA untuk melihat episode berhentinya aliran udara

yang berulang diikuti dengan upaya respirasi kontinue sedangkan pada

CSA untuk melihat episode apnea berulang diikuti dengan hilangnya

upaya ventilasi, gerakan napas terhenti karena hilangnya pergerakan iga

dan abdomen juga aktiviti elektromiografi diafragma. (Young T, 2003).

Page 5: Diagnosis OSA.docx

Penafsiran yang berlaku umum Epworth sleepiness scale (ESS) adalah

sebagai berikut :

a. Skor 0-5 harus ditafsirkan sebagai luar biasa.

b. Skor 5-10 harus ditafsirkan sebagai normal.

c. Skor 10-15 harus ditafsirkan sebagai mengantuk.

d. Skor 15-20 harus ditafsirkan sebagai sangat mengantuk.

e. Skor lebih dari 20 harus ditafsirkan sebagai berbahaya kerana sangat

mudah mengantuk (Sankar, 2010 ; Judarwanto, 2009)

2. Jika kalian merujuk pasien OSA, maka akan kalian rujuk kepada spesialis apa?

Sebaiknya pasien dengan OSA dirujuk ke spesialis THT-KL (Konsultan

Gangguan Tidur). Seorang spesialis THT-KL (Konsultan Gangguan Tidur) atau pusat

gangguan tidur akan melakukan sejarah medis dan pemeriksaan fisik. Pusat harus

diakreditasi oleh American Academy of Sleep Medicine. (Simon, 2009)

3. Jelaskan bagaimana anda mendiagnosis pneumoconiosis berdasarkan :

a. Gejala Klinis

Gejala yang sering timbul sebelum kelainan radiologis seperti

batuk produktif yang menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang

mungkin timbul 10-20 tahun setelah pajanan. Kedua, gambaran spesifik

penyakit terutama pada kelainan radiologi dapat membantu menentukan

jenis pneumokoniosis. Gejala dan tanda gangguan respirasi serta

abnormalitas faal paru sering ditemukan pada pneumokoniosis tetapi tidak

spesifik untuk mendiagnosis Ketiga, tidak dapat dibuktikan ada penyakit

lain yang menyerupai pneumokoniosis. Pneumokoniosis kemungkinan

mirip dengan penyakit interstisial paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic

pulmonary fibrosis (IPF) atau interstitial lung disease (ILD) yang

berhubungan dengan penyakit kolagen vascular. Beberapa pemeriksaan

penunjang diperlukan untuk membantu dalam diagnosis pneumokoniosis

yaitu pemeriksaan radiologi, pemeriksaan faal paru dan analisis debu

penyebab (Susanto, 2011).

Page 6: Diagnosis OSA.docx

b. Pemeriksaan fisik

Observasi kepada pasien akan akan ditemukan napasnya memburu

pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin juga

ditemukan jari tabuh. Pada auskultasi paru dapat ditemukan krepitasi halus

pada basal paru pasien dengan silikosis. Mungkin terdapt ronkhi atau

mengi. Manifestasi ektrapulmonar penyakit berilium kronis, kanker paru

mesoletioma ganas harus dicari jika dianggap perlu. Hal ini penting dalam

dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemungkinana

terjadinya komplikasi, contohnya gagal jantung atau stenosis katup mitral

yang mungkin tidak berhubungan dengan kerja.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto Toraks

Pada pneumokoniosis digunakan klasifikasi standar

menurut International Labour Organization (ILO) untuk

interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim difus

yang terjadi. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan

epidemiologik penyakit paru akibat kerja dan mungkin

untuk membantu interpretasi klinis (Susanto, 2011).

b. Computed Tomography (CT) Scan

Computed Tomography (CT) Scan bukan

merupakan bagian dari klasifikasi pneumokoniosis secara

radiologi. Pemeriksaan CT mungkin sangat bermanfaat

secara individual untuk memperkirakan beratnya fibrosis

interstisial yang terjadi, menilai luasnya emfisema dan

perubahan pleura atau menilai ada tidaknya nekrosis atau

abses yang bersamaan dengan opasiti yang ada. High

Resolution CT (HRCT) lebih sensitif dibanding radiologi

konvensional untuk evaluasi abnormalitas parenkim pada

asbestosis, silikosis dan pneumokoniosis lainnya.

Gambaran paling sering HRCT pada pneumokoniosis

Page 7: Diagnosis OSA.docx

adalah nodular sentrilobular atau high attenuation pada

area percabangan seperti gambaran lesi bronkiolar.

Fibrosis interstisial mungkin bermanifestasi bronkiektasis

traksi, sarang tawon/honey comb atau hyperattenuation.

Gambaran HRCT yang khas pada silikosis,

pneumokoniosis batubara dan asbestosis adalah terdapat

opasitas halus (small nodular opacities) yang predominan

pada zona paru atas (upper zone). Gambaran opasitas halus

pada HRCT ada 2 karakteristik (1) ill defined fine

branching lines dan (2) well defined discrete nodules.

Asbestosis menunjukkan gambaran garis penebalan

interlobular dan intralobular, opasitas subpleura atau

curvilinier dan honey comb, predominan terdistribusi pada

basal paru. (Susanto, 2011).

2. Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru diperlukan untuk 2 tujuan yaitu studi

epidemiologi pekerja yang terpajan debu dan diagnosis penyakit

paru akibat kerja. Pemeriksaan faal paru memerlukan pemeriksaan

volume paru dengan spirometri dan pemeriksaan kapasitas difusi

(DLco), namun tidak selalu tersedia. Pemeriksaan faal paru juga

diperlukan untuk menilai hendaya yang telah terjadi. Pada

pneumokoniosis dapat ditemukan nilai faal paru normal atau bisa

juga terjadi obstruksi, restriksi ataupun campuran. Sebagian besar

penyakit paru difus yang disebabkan debu mineral ber hubungan

dengan kelainan restriksi karena terjadi fibrosis di parenkim paru.

Pada kasus dengan fibrosis interstisial yang luas umumnya terjadi

penurunan kapasitas difusi. Inflamasi, fibrosis dan distorsi pada

saluran napas dengan konsekuensi terjadi obstruksi saluran napas

dapat ditemukan pada beberapa kondisi. (Susanto, 2011). Putranto

(2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa konsentrasi debu

Page 8: Diagnosis OSA.docx

229 μg/m³ menyebabkan terjadinya penurunan fungsi paru

sebanyak 31% pekerja dengan umur antara 20 sampai 45 tahun.

4. Jika anda menemukan kasus pneumokoniasis, kemana akan dirujuk ke dokter

spesialis?

Sebaiknya pasien dengan pneumokonis dirujuk ke spesialis Paru.

5. Jika anda mendapatkan rujukan baik kasus OSA edukasi apa yang akan kalian

berikan?

Melakukan edukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatan dengan :

a. Berhenti merokok

Nikotin dalam tembakau melemaskan otot-otot yang menjaga

saluran udara terbuka. Jika tidak merokok, otot-otot cenderung tidak jatuh

pada malam hari dan mempersempit saluran udara.

b. Posisi kepala

Angkat kepala 4 – 6 inchi dengan meletakkan bantal di bawah

tempat tidur. Selain itu dapat juga digunakan bantal khusus (disebut bantal

leher rahim) ketika tidur. Sebuah bantal leher rahim dapat membantu

kepala tetap dalam posisi yang mengurangi sleep apnea. Menggunakan

bantal reguler untuk mengangkat kepala dan tubuh bagian atas tidak akan

bekerja. Segera mengobati masalah pernapasan, seperti hidung tersumbat

disebabkan oleh alergi dingin atau hal ini dapat meningkatkan risiko

mendengkur. Hindari konsumsi antihistamin, karena mereka dapat

membuat mengantuk dan membuat episode apnea parah. Sebaliknya

pengunaan dekongestan menyebabkan drainase akan menurun.

c. Makan Sehat

Cara terbaik untuk mencegah apnea adalah tetap sehat. Seperti

telah dibahas, orang gemuk lebih mungkin untuk menderita OSA. Oleh

karena itu jaringan yang berlebihan yang terbentuk di tenggorokan.

Solusinya adalah makan sehat dan berolahraga rutin untuk menjaga berat

badan terkendali.

Page 9: Diagnosis OSA.docx

d. Monitor Tekanan Darah

Individu dengan tekanan darah tinggi lebih mungkin untuk

menderita sleep apnea dan sekitar 30% dari individu dengan tekanan darah

tinggi juga memiliki apnea. Individu yang sudah memiliki sleep apnea

lebih cenderung mengalami tekanan darah tinggi. Menjaga tekanan darah

dan tetap sehat tidak hanya membantu mencegah apnea, malah mencegah

penyakit lain.

e. Menghindari Alkohol dan Narkoba

Konsumsi alkohol dan pil tidur dapat membuat jalan napas lebih

cenderung runtuh saat tidur. Akibatnya, periode apnea ditingkatkan.

Alkohol adalah depresan dan sementara mengkonsumsi alkohol dapat

membantu tertidur, penarikan mendatang, sementara tidur dapat

menambah masalah dan mengakibatkan OSA. Demikian pula, merokok

dapat menyebabkan saluran napas bagian atas membengkak. Hal ini dapat

menyebabkan mendengkur dan mengakibatkan OSA. Bagi mereka yang

sudah mulai, berhenti merokok merupakan langkah utama untuk

mencegah sleep apnea.

f. Mengubah Posisi Tidur Anda

Untuk seseorang yang cenderung OSA, tidur terlentang harus

dihindari. Hal ini menyebabkan jaringan longgar untuk memblokir jalan

napas. Posisi tidur terbaik untuk mencegah OSA adalah posisi samping.

Bantal dan perangkat khusus dapat digunakan untuk membantu menjaga

seseorang dari berguling ke posisi telentang dan mencegah OSA terjadi.

6.   Jika anda mendapatkan rujukan baik kasus pneumokoniasis, apa yang akan anda

tindaklanjuti pada pasien tersebut?

Melakukan edukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatan dengan :

a. Berhenti merokok

b. Pengobatan dilakukan bila dicurigai terdapat penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK)

c. Gunakan APD seperti Masker

Page 10: Diagnosis OSA.docx

d. Pencegahan infeksi dengan vaksinasi dapat dipertimbangkan.

(Susanto, 2011).

Page 11: Diagnosis OSA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Judarwanto, W. 2009. Obstructive sleep apnea/hypopnea syndrome (OSAHS). Available from:

http://sleepclinic.wordpress.com/2009/09/03/obstructive-sleepapneahypopnea-syndrome-

osahs/

Kirk, V.G. 2003. Too Many Sleepless Nights. Available from:

http://www.stacommunications.com/journals/diagnosis/2003/05_May/drki

rksleepapnea.pdf

Omidvari K. 2000. Sleep disorders. In: Ali juzar, Summer Warren, Levitzky Michael, editors.

Pulmonary pathophysiology. New york: McGraw-Hill

Rinaldi, V. 2010. Snoring and Obstructive Sleep Apnea, CPAP. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/870192-overview

Sankar, V. 2010. Mendengkur dan Sleep Apnea obstruktif, Pendekatan fisiologis. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/869941-overview

Simon, H. 2009. Obstructive sleep apnea. Available from:

http://www.umm.edu/patiented/articles/what_causes_sleep_apnea_000065 _3.htm

Susanto, A.D. 2011. Pneumokoniosis, Jurnal Indonesia Med Assoc, Volume 61,. Nomor : 12,

Desember 2011

Young T, Palta M, Dempsey J, et al. 1993. The occurrence of sleep-disordered breathing among

middle aged adults. N Engl J Med