Diagnosis CTS Jurnal

18

Click here to load reader

description

diagnosis cts

Transcript of Diagnosis CTS Jurnal

CARPAL TUNNEL SYNDROME : SEBUAH ULASAN DARI LITERATUR TERBARUIbrahim, W.S. Khan, N. Goddard dan P. SmithamInstitute Ilmu Ortopedi Dan Musculoskeletal Universitas London, Rumah Sakit Royal Ortopedi Nasional. AbstrakCarpal Tunnel Syndrome (CTS) masih merupakan teka-teki dan kondisi lumpuh pada 3,8% dari populasi umum. CTS sangat dikenal dan sering berupa kompresinervus medianus, dan terhitung sebagai 90% dari seluruh kompresineuropati. Ulasan ini bertujuan untuk menyediakan tinjauan luas dari kondisi yang sering terjadi ini, dengan menekankan pada patofisiologi yang terlibat dalam CTS. Gambaran klinis dan faktor resiko yang berhubungan dengan CTS dibahas dalam tulisan ini. Juga berbagai metode diagnosis yang diselidiki, termasuk penelitian kondusi saraf, ultrasound (USG), MRI.Kata kunci: Carpal Tunnel Syndrom, nervus medianus, kompresineuropati, patofisiologi, diagnosis.

APA ITU CARPAL TUNNEL SYNDROM?Yang pertama digambarkan oleh Paget pada 1854. Carpal Tunnel Syndrom (CTS) masih merupakan teka-teki dan kondisi lumpuh yang sering ditunjukkan oleh klinisi reumatologis dan ortopedi tangan. Ini merupakan neuropati kompresif, yang didefinisikan sebagai mononeuropati atau radiculopati disebabkan oleh distorsi mekanik yang diproduksi oleh kekuatan compresif. Akademi Amerika dari Bedah Orthopedi (AAOS) petunjuk klinis dalam diagnosis dari CTS didefinisikan sebagai gejala neuropati kompresi dari nervus medianus setinggi pergelangan tangan.CTS merupakan bentuk yang sangat diketahui dan paling sering terjadi pada kompresinervus medianus dan merupakan 90% dari seluruh neuropati kompresi. Jepitan saraf adalah suatu kompresi nervus fokal kronik disebabkan oleh tekanan yang meningkat didalam struktur anatomi yang tidak fleksibel. CTS merupakan neuropati yang disebabkan oleh jepitan dari saraf medianus setinggi terowongan karpal, dibatasi oleh tulang carpal dan oleh ligamentum carpal transversal. Bukti fisiologis yang mengindikasikan peningkatan tekanan dalam terowongan karpal, dan kemudian penurunan fungsi dari saraf medianus pada tingkatnya.Bentuk lainnya dari jepitan neuropati saraf medianus termasuk sindrom pronator dan sindrom nervus interosseus. Sindrom pronator didefinisikan sebagai kompresi dari nervus medianus dalam tangan bawah yang merupakan hasil dari perubahan sensori dalam penyebaran nervus medianus dari tangan dan penyebaran nervus kutaneus palmaris pada bagian thenar. Sindrom anterior nerus intraosseus dicirikan dengan kehilangan fungsi motoric dari otot yang diinervasi oleh nervus interosseus anterior secara total atau parsial, cabang motoric dari nervus medianus dalam lengan bawah.EPIDEMIOLOGICTS adalah neuropati jepitan yang paling sering terjadi dipercayai terjadi pada 3,8% dari populasi. 1 dari 5 orang yang mengeluh gejala seperti nyeri, kekakuan dan rasa kesemutan pada tangan dan diduga memiliki CTS berdasarkan atas pemeriksaan klinis dan uji elektrofisiologi, CTS idiopatik menjadi diagnosis yang paling sering pada pasien dengan gejala ini.Angka kejadian hingga 276:100,000 / tahun telah dilaporkan. Dengan angka kejadian pada wanita 9,2% dan 6% pada laki-laki. Lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada laki-laki, kejadinnya biasanya bilateral dengan rentang usia 40-60 tahun. Walaupun ini dapat terjadi pada semua kelompok umur. Angka kejadian CTS di Inggris sendiri 7-16%, lebih tinggi dari angka kejadian di Amerika Serikat yaitu 5%. Pada seluruh kota di eropa, peningkatan dilaporkan berhubungan dengan kelainan musculoskeletal akibat pekerjaan. (WMSDs). Yang disebabkan oleh keseleo dan gerakan yang berulang (kelebihan beban biomekanik). Di eropa pada 1998 lebih dari 60% dari kelainan musculoskeletal anggota gerak atas dikenali sebagai kasus CTS berhubungan dengan pekerjaan. Beberapa industry seperti pengolahan ikan telah melaporkan angka kejadian CTS pada pekerja mereka sebanyak 73%. Data ini dapat mencerminkan peningkatan tingkat sensitifitas pada masalah ini, dimana diartikan pada laporan dalam jumlah besar dibandingkan dengan mencerminkan pada sebuh peningkatan yang sebenarnya pada angka kejadian CTS. Adapun kepastian bahwa terjadi peningkatan jumlah pasien CTS, tapi ini dapat terjadi karena adanya peningkatan usia hidup manusia dan peningkatan jumlah pasien diabetes. Pasien diabetes memiliki angka kejadian 14% dan 30% tanpa dan dengan neuropati diabetic. Sedangkan angka kejadian CTS dalam kehamilan telah dilaporkan berkisar pada 2%.

EFEK SOSIAL EKONOMINilai median hari bebas dari pekerjaan dalam kejadian CTS adalah di antara yang tertinggi di Inggris pada 27 hari. Di Amerika serikat pada 1991, 400,000-500,000 pasien menjalani operasi dekompresi yang berarti menggunakan biaya ekonomi hingga 2 juta dolar, sedangkan di inggris operasi dekompresi berkisar antara 43-74 / 100,000 penduduk. Jumlah ini memberi beban berat pada pelayanan kesehatan nasional yang diberikan pada pasien CTS dalam bentuk waktu klinisi, diagnosis, dan pengelolaan konservatif dan pilihan pengobatan.

GAMBARAN KLINIS Ciri utama dari CTS adalah nyeri pada tangan, perasaan tidak menyenangkan yaitu kesemutan, nyeri atau kekakuan pada penyebaran distal dari nervus medianus (jempol, telunjuk, jari tengah, dan bagian radial dari jari manis) dan penurunan kemampuan cengkeram dan fungsi pada tangan yang terkena. Gejala menjadi semakin berat dimalam hari dan kekakuan dilaporkan terjadi sepanjang hari dengan kegiatan yang membutuhkan fleksi pergelangan tangan. Pasien sering menggambarkan fenomena ini sebagai flick sign, dimana menggoyangkan atau menjentikkan pergelangan tangan sebagai gejala Banyak pasien melaporkan gejala diluar penyebaran dari nervus medianus yang ada, dimana telah dikonfirmasi oleh penelitian sistematik yang dilakukan oleh Stevens et al, 159 tangan pasien di diagnosis CTS dengan diagnosis CTS, gejala yang sering dilaporkan pada jari medianus dan ulnaris lebih sering dibanding jari medianus sendiri. Mereka juga melaporkan lokasi gejala pada area selain jari. 21 % pasien memiliki parastesis lengan bawah dan nyeri; 13,8% dilaporkan dengan nyeri siku, dan 7,5% dilaporkan dengan nyeri lengan, 6,3% dilaporkan dengan nyeri bahu, dan 0,6% dilaporkan dengan nyeri leher. Menariknya terpicunya gejala jari bersamaan dengan CTS idiopatik pada hingga 20% pasien.Penelitian multisenter besar telah memastikan bahwa pasien dengan CTS ringan hingga sedang lebih sering melaporkan gejala substansial dan keterbatasan fungsi ringan, sedangkan pasien dengan penyakit yang lebih berat dapat melaporkan gejala yang lebih sedikit gejala berat namun memiliki keterbatasan fungsional pada tangan. Ini tampak bertentangan namun secara nyata ini berhubungan dengan kenyataan bahwa adaptasi keparahan saraf medianus dapat merusak fungsi sensoris yang meluas yang dapat membentuk kekakuan menurunkan perasaan kesemutan dan nyeri. Sedangkan terbentuknya batasan fungsional akan terjadi sebagai akibat dari tingkat kekakukan dan kerusakan motoric.Pasien yang menderita CTS sering melaporkan perasaan subjektif pembekakan pada tangan atau pergelangan tangan mereka, tapi tidak ada pembengkakan yang tampak yang dapat dilihat. Sedangkan beberapa klinisi menemukan bahwa gejala ini memiliki nilai diagnosis yang terdapat padanya. Dalam penelitian lebih dari 8000 pasien dengan kecurigaan CTS. Gejala dari bagian radial tangan dan eksaserbasi gejala pada malam hari adalah penentu terkuat dari NCS (nocturnal carpal sindrom). Dalam penelitian retrospektif pada 1039 pasien dengan diagnosis neurofisiologi CTS, Nora et al. ditemukan bahwa ciri manifestasi tersering dari sindrom ini adalah parastesia pada distribusi nervus medianus. Sering meluas ke seluruh tangan. Nyeri sangat sering tapi kurang spesifik dan kelemahan jarang terjadi.Phalen mencatat volar pergelangan tangan membengkak pada beberapa pasien. Pembengkakan yang terlihat dan teraba menyerupai bentuk hotdog ia mempelajari gejala pada 82 tangan dengan CTS dan 200 tangan sebagai kontrol, dan menemukan hubungan tanda Tinel dan Phalen. Ia menyimpulkan bahwa ini merupakan gejala diagnosis, karena ini tergantung pada observasi dibandingkan dengan cerita pasien.

CTS dapat dikelompokkan pada gejala dan tanda dasar menjadi 3 stage:Stage 1: pasien sering terbangun saat malam hari dengan perasaan bengkak dan tangan yang kaku. Mereka melaporkan nyeri berat yang menyebar dari pergelangan tangan ke bahu, dan kesemutan yang mengganggu pada tangan mereka dan jari (brachialgia parastesia nocturnal). Tangan bergetar (flick sign) gejala yang dialami. Selama pagi hari, ada perasaan tangan kaku yang biasanya menetap.Stage 2: gejala yang muncul juga saat siang hari, sering ketika pasien dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama, atau melakukan pekerjaan dengan gerakan yang berulang pada tangan dan pergelangan tangan mereka. Ketika deficit motoric terjadi, pasien melaporkan bahwa objek sering jatuh dari tangan mereka karena mereka tidak dapat merasakan jari mereka.Stage 3: ini adalah stage akhir terjadi atrofi atau (wasting) dari tenar yang nyata dan saraf medial yang biasanya memiliki respon yang kurang terhadap operasi dekompresi. Pada fase ini gejala sensorik dapat menghilang. Ada gejala sakit pada tenar, dan dengan kompresi berat, kelemahan dan atrofi dari abductor policis brevis dan opponent policis.

Beberapa pasien dapat menunjukkan tanda yang tidak biasa dari CTS. Seperti writer cramp atau kelelahan, nyeri hanya pada bahu. Rasa dingin di jari (diduga mencerminkan suplai nervus medianus dari serabut simpatis ke bagian dari lengan bawah dan tangan), nyeri lengan bawah atau kekakuan pada jari ketiga. Beberapa ada yang mungkin tanpa gejala tapi pasien menunjukkan tenar atrofi dan denervasi pada saraf pada penelitian yang pernah dilakukan.Pada beberapa kejadian, pasien hanya memiliki gejala dengan kegiatan yang berat, biasanya berhubungan dengan pekerjaan, dan timbul dengan gejala yang minimal atau temuan objektif ketika diperiksa. Ini disebut dynamic CTS dan pasien biasanya mendapat manfaat dari pengelolaan konservatif, termasuk perubahan tugas kerja. Sedangkan pentingnya menentukan riwayat adalah hal yang penting pada kasus ini.

ANATOMI Terowongan karpal adalah bagian yang terdiri dari kanal tulang yang dibentuk dari tulang carpal, atapnya merupakan jaringan fibrosa tapi kaku ligamentum carpal transversal. Terowongan carpal berisi 9 tendon fleksor dan medianus, dimana masuk pada terowongan pada bagian tengah atau sedikit ke radial. Letak yang jarang dapat dijelaskan sebagai variasi anatomis dalam nervus medianus. Cabang sensoris dari nervus medianus mensuplai 3 jari radial dan sebagian dari jari ke 4, karena itulah mengapa gejala CTS terjadi pada jari ini. Sensori palmar cabang kutaneus dari nervus medianus mensuplai kulit kutaneus dari telapak tangan, ke atas dan pada pertengahan 6 cm proximal ke ligamentum carpal transversal. Sehingga palmar secara umum tidak terkena CTS.

FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN CTSCTS masih merupakan gejala yang idiopatik, tapi ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan kondisi ini. Yang paling signifikan adalah resiko lingkungan. Posisi yang berkelanjutan dalam fleksi dan ekstensi dari pergelangan tangan yang ekstrim. Penggunaan berulang dari otot fleksor, dan pajanan getaran yang secara langsung telah dilaporkan.Faktor resiko medis yang dapat dibagi menjadi 4 kategori: (1) faktor ekstrinsik yang meningkat secara volume dalam terowongan (nervus di dalam dan diluar); (2) faktor intrinsic dalam nervus yang meningkat baik volume dalam terowongan; (3) faktor ekstrinsik yang meningkat kontur dari terowongan; dan (4) faktor neuropati. Faktor ekstrisnsik yang dapat meningkat volume dalam terowongan termasuk kondisi peningkatan keseimbangan cairan dalam tubuh. Termasuk kehamilan, menopause, obesitas, gagal ginjal, hipotiroidsm, penggunaan kontrasepsi oral dan gagal jantung kongestif. Faktor intrinsic dalam nervus yang dapat meningkat meliputi volume dalam terowongan yang termasuk tumor dan lesi mirip tumor. Faktor ekstrinsik yang dapat meningkat kontur dari terowongan yang dapat terjadi setelah fraktur dari radius distal, secara langsung atau via postraumatik artritis.Faktor neuropatik seperti diabetes, alkolism, keracunan vitamin atau defisiensi, dan paparan pada toksin yang dapat memegang peranan dalam gejala CTS. Ini karena ia mengenai nervus medianus tanpa butuh menigkatkan tekanan interstitial dalam terowongan karpal. Dalam kenyataannya pasien diabetes memiliki kemungkinan terbentuk CTS lebih tinggi terhadap ambang batas kerusakan saraf.

PATOFISIOLOGIPatofisiologi dari CTS melibatkan kombinasi dari trauma mekanik, peningkatan tekanan dan cedera iskemik terhadap saraf medianus dalam terowongan carpal.

Peningkatan tekananAda banyak tekanan yang berhubungan dengan penelitian dari terowongan carpal pada manusia. Tekanan normal telah dicatat dalam rentang 2-10 mmHg. Ada perubahan yang dramatis dari tekanan cairan dalam terowongan carpai dengan posisi pergelangan tangan. Ekstensi meningkatkan tekanan 10 fold dan fleksi pergelangan tangan meningkatkan 8 fold. Sedangkan gerakan tangan berulang telah menjadi satu dari banyak faktor resiko CTS. Penelitian eksperimental telah menunjukkan dosis respon kurva lebih besar durasi dan lebih banyak tekanan semakin signifikan disfungsi saraf.

Cedera sarafTahap yang penting dalam cedera pada saraf medianus adalah demyelinisasi, yang terjadi ketika saraf secara berulang terkena tekanan mekanik. Tekanan yang lebih tinggi dari sistolik dibutuhkan untuk membentuk demyelinisasi fokal. Demyelinisasi dari saraf terbentuk pada titik kompresi. Dan dapat menyebar sepanjang segmen intermodal, meninggalkan akson yang intak. Sumbatan transmisi saraf terjadi (neuroapraksia). Jika kompresi menetap, aliran darah menuju kapiler system endoneural dapat terganggu, menyebabkan perubahan barrier dan membentuk edema endoneural. Ini memicu siklus yang buruk yang terdiri dari kongesti vena, iskemia, dan perubahan metabolism local. Degenerasi axonal, kedatangan dan aktivasi makrofag, pelepasan sitokin inflamasi, nitric oxide, dan terbentuknya neuritis kimia semua konsekuensi ini karena siklus buruk ini jika berlanjut untuk waktu yang lama.Hubungan antar sarafJaringan saraf memiliki lapisan jaringan penghubung: mesoneurinium, epineurium, perineurium dan endoneurium; merupakan lapisan paling dalam. Kemampuan meluas dari lapisan ini dapat berbahaya jika terjadi gesekan saraf, yang dibutuhkan untuk mendukung gerakan sendi; sehingga saraf dapat meregang dan menjadi cedera.Saraf medianus akan bergerak hingga 9,6 mm dengan fleksi pergelangan tangan dan lebih sedikit pada ekstensi. Kompresi kronik dapat menyebabkan fibrosis, yang dapat menghambat saraf meluncur, memicu terjadinya cedera dan kemudian sikatrik dari mesoneurium. Ini menyebabkan saraf melekat pada jaringan sekitarnya, menghasilkan traksi dari saraf pada saat gerakan sebagaimana saraf meluncur dari posisi tetapnya. Ini dasar dari tes stress saraf medianus yang berhubungan. Dimana dapat digunakan untuk mendiagnosis CTS grade rendah kronis.Cedera IskemikCedera iskemik telah diidentifikasi sebagai bagian yang penting dalam CTS di penelitian Gelberman et al. observasi gejala secara cepat teratasi setelah operasi pelepasan terowongan karpal. Lundbrog et al, menunjukkan bahwa iskemia ekstremitas meningkatkan parastesia dalam terowongan karpal pasien. Cedera iskemik pada CTS memiliki 3 stage: (1) peningkatan tekanan intrafunicular (2) kerusakan kapiler dengan kebocoran dan udem dan (3) obstruksi aliran arterial.Kerusakan sawar darah sarafSawar darah saraf terbentuk oleh sel dalam dari perineurium dan sel endothelial dari kapiler endoneural yang bersamaan dengan saraf medianus melewati terowongan karpal. Pembuluh mikro endoneurial ini terbentuk dari cabang nutrient yang muncul dari radial ulnar arteri, proximal ke retinaculum fleksor. Peningkatan tekanan dalam terowongan dapat menyebabkan kerusakan vascular dari sawar ini, menyebabkan akumulasi protein dan sel inflamasi. Yang dapat memicu minatur sindrom kompartemen tertutup dengan peningkatan permeabilitas, berperan terhadap peningkatan tekanan cairan endoneurial dan membentuk edema intrafasikular. Pasien dengan masalah vascular atau pajanan yang terus menerus terhadap keadaan statis yang akan memicu kerusakan sawar darah saraf. Jaringan synovialKelainan dari jaringan synovial sejalur dengan tendon didalam terowongan karpal telah berhubungan dekat dengan faktor untuk membangun CTS idiopatik. Ini telah dikonfirmasikan dengan MRI, penelitian histologis dan biomedical. Kelainan ini termasuk penebalan dari jaringan synovial, dimana dapat disebabkan aktivitas tangan yang berulang. Peningkatan volume jaringan ini dalam terowongan, memicu peningkatan tekanan cairan dalam terowongan karpal. Pembentuk yang paling sering adalah penebalan dari jaringan synovial dari terowongan dimana tendon meluncur diatas fulcrum dari retinaculum flexorum. Keseleo dan kerusakan mikro pada jaringan synovial juga pada saraf medianus dapat terjadi dengan berbagai derajat penyimpangan antara tendo fleksor dan saraf medianus. Sebagai hasilnya perubahan biomekanik pada jaringan synovial. Sebagai contoh paparan berulang dari tendo terhadap kompresi atau kekuatan tekanan yang dapat meningkatkan proteoglikan dalam matrix tendo. Hipetrofi tendo terjadi peningkatan area cross sectional, dimana kemudian dalam gilirannya peningkatan tekanan dalam terowongan karpal. Inflamasi Tenosynovitis, inflamasi dari jaringan synovial tendo fleksor, dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan dari terowongan carpal dan menyebabkan CTS. Ini telah dikonfirmasi oleh adanya peningkatan pengeluaran prostaglanding E2 dan faktor pertumbuhan endothelial vascular (VEGF) dalam jaringan biopsy synovial dari pasien dengan gejala CTS. Sebagai respon terhadap cedera ada peningkatan kepadatan fibroblast, ukuran serat kolagen, proliferasi vaskuler, dan kolagen tipe III dalam jaringan penghubung synovial. Jaringan sikatrik konstriktif terbentuk sekitar saraf medianus, dimana selanjutnya akan dapat menghasilkan perlengketan antara saraf.Keterlibatan serat kecilSebagian besar penelitian pada kompresi dan fungsi saraf terfokus pada saraf besar yang bermielin. Sedangkan keterlibatan serabut kecil sangat berhubungan dan dapat membantu kita mengerti terbentuknya gejala, seperti pada nyeri yang dirasakan pada beberapa pasien pada area distribusi saraf medianus. Nyeri ini disebabkan oleh difusi abnormal dari kanal Na+ ke dalam serat nosiseptif yang rusak, dimana serat C kecil, menyebabkan hipereksitabilitas dan induksi discharge ektopik. Mediator inflamasi, TNF memegang peranan penting dalam gejala nyeri yang berhubungan dengan CTS. DIAGNOSISDua tulisan oleh Quality Standards Subcommitte of American Academi of Neurology, dan American Association of Electrodiagnostic Medicine, American Academi of Neurology dan American Acadmi of Physical Medicine dan Rehabilitasi ditentukan dengan panduan untuk klinis dan diagnosis neurofisiologi CTS. Tulisan ini menekankan pentingnya dalam riwayat kasus dimana harus focus pada hal dibawah: Onset gejala dimana stadium awal adalah parastesia nocturnal Faktor provokatif seperti posisi tangan dan gerakan yang berulang Aktivitas pekerjaan penggunaan peralatan, alat bergetar Lokasi nyeri dan penyebabrannya, pada region saraf kutaneus medianus dengan peningkatan, kadang hingga bahu atau penjalaran kebawah. Maneuver yang dapat mengurangi gejala seperti menggoyangkan tangan dan perubahan posisi. Adanya faktor predisposisi seperti diabetes, adiposity, poliartritis kronik, myxedema, akromegali, kehamilan. Aktivitas olahraga. Seperti baseball, binaraga.Dua tes provokatif yang sering digunakan dalam kondisi klinis adalah tes phalen dan tinel. Dalam phalen tes pasien ini diminta memfleksikan pergelangan tangannya dan dipertahankan dalam posisi tersebut untuk 60 detik. Hasil positif jika menyebabkan nyeri atau parastesia dalam penyebaran nervus medianus. Sensitifitas dari tes phalen adalah dalam rentang 67% - 83%, sedangkan spesifitas antara 40% dan 98%. Tes tinel dilakukan dengan menekan permukaan volar dari pergelangan tangan, nilai positif jika menyebabkan parastesia pada jari yang diinervasi oleh saraf medianus; jari jempol, telunjuk dan jari tengah dan sisi radial dari jari manis. Tes tinel memiliki nilai sensitivitas antara 48% - 73%. Sedangkan spesifitas 30%-94%.Ini merupakan bukti bahwa ada variasi signifikan pada nilai ini, dimana dapat ditunjukkan oleh fakta yang ada secara substansial tidak konsisten dalam metode pemeriksaan dan interpretasi dari hasilnya. Karena itu beberapa peneliti telah dipertanyakan nilai diagnosis mereka. Ini berhubungan dengan fakta bahwa tes phalen dan tinel memiliki nilai prediktif positif yang rendah , dukungan pengamatan bahwa tes provokatif tidak cukup dan tidak layak ketika digunakan sendiri dalam diagnosis CTS. Ini menekankan pada pentingnya mempertimbangkannya dengan riwayat klinis yang baik dan metode pemeriksaan lain yang sesuai, seperti NCS (nerve conduction studies), pengamatan ini barusaja didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh EL Miedany et al. mereka menemukan bahwa phalen dan tinel tes kenyataannya lebih sensitive dan spesifik untuk diagnosis tenosynovitis dibandingkan untuk diagnosis CTS. Sadangkan mereka menyimpulkan bahwa ada kepercayaan yang lebih besar pada NCS sebagai gold standar diagnosis CTS, meskipun faktanya bahwa false positif dan negative diketahui tetap ada.Walaupun NCS dapat diandalkan sebagai golden standar pada diagnosis CTS, ini tidak dapat secara luas diterima dan mengenali fenomena. Ini memberikan kemunculan masalah dalam mengevaluasi apakah setiap tes individu akurat dalam mendiagnosis CTS. Karena tidak ada yang diterima sebagai golden standard terhadap tes lainnya yang dapat dibandingkan. Tes ini termasuk diagnosis skala CTS. Skala keparahan gejala (SSS) dan skala fungsional (FS) katz diagram tangan dan tes elevasi tangan

Differensial diagnosis CTS harus dibedakan dari Radikulopati cervical (C6-C7) Plexopati bracialis (terutama pada bagian atas tubuh) Neuropati medialis proximal (khususnya setinggi pronator teres) Sindrom bagian luar thorasik CNS disorder (sclerosis multiple, infark serebral minor)

DIAGNOSIS: PENELITIAN KONDUSI SARAFPenetitian kondusi saraf (NCS) telah di buat sebagai hasil dari penemuan pada 1956 bahwa konduksi saraf medianus melambat ketika melewati pergelangan tangan pada pasien CTS. Perpanjangan latensi motoric dan sensorik dari nervus medianus, dan penurunan kecepatan konduksi sensori dan motoric yang diterima sebagai kriteria diagnosis pada CTS. Bahkan beberapa penulis sekarang melaporkan bahwa kriteria diagnosis optila masih belum pasti.Tujuan NCS1. Untuk memastikan kerusakan fokal pada saraf medianus di dalam terowongan carpal2. Kuantitas dari keparahan neurofisiologikal dengan menggunakan skala3. Untuk mendefinisikan patofisiologi saraf: blok konduksi, demyelinisasi atau degenerasi aksonal.NCS disarankan untuk menjadi golden standar dalam diagnosis CTS karena ia merupakan tes objektif yang menyediakan informasi pada kesehatan fisiologikal dari saraf medianus melewati terowongan karpal. Metode standar diagnosis adalah membandingkan latensi dan amplitude dari saraf medianus pada segmen yang melewati terowongan karpal, seperti saraf radius dan ulnar. Saraf ini distimulasi oleh transkutaneus pulse electricity. Yang menyebabkan aksi potensial dari saraf. Elektroda perekam diletakkan di distal atau proximal mendeteksi gelombang depolarisasi yang lewat oleh elektroda permukaan.Ini lebih akurat untuk membandingkan respon saraf medianus dengan bagian saraf lainnya yang tidak melewati terowongan carpal, sebagai lawan dengan menggunakan nilai normal untuk amplitude dan latensi dari saraf individual. Ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi amplitude dan latensi dari saraf individual, memberikan nilai false positif atau false negative. Seperti faktor termasuk usia, gender, diameter jari, penyakit sistemik yang sedang terjadi dan suhu. Penggunaan perbandingan relative dua segmen saraf sebagai kontrol faktor ini. Ini lebih sensitive dan akurat, dengan sensitivitas 80-92% dan spesifitas 80-99%. Penelitian dari kecepatan konduksi motoric dan latensi motoric distal pada saraf medianus dan ulnaris pada tangan yang sama dapat memberikan data tambahan.Sedangkan false negative dan false positif masih dapat terjadi kemungkinnan karena kurangnya standarisasi kriteria diagnosis, menyebabkan 16-34% penentuan klinis CTS dapat salah dengan NCS. Selanjutnya blanko rujukan untuk NCS lebih mahal dan tidak efisian untuk pendekatan diagnosis CTS. Masalah penting lainnya untuk dipertimbangkan adalah fakta bahwa banyak penelitian melaporkan NCS tidak merubah kemungkinan diagnosis CTS. Penekanan pentingnya riwayat klinis dan pemeriksaan Analisis konduksi sarafKlasifikasi elektrofisiologikal, dalam persetujuan dengan pedoman AAEM, berdasarkan dengan progress neurofisiologikal dari keparahan CTS dan termasuk dalam kelas berikut: CTS negative : penemuan normal pada dalam semua tes (termasuk membandingkan dan penelitian segmentalCTS minimal : penemuan abnormal hanya pada membandingkan atau tes segmental sajaCTS ringan : SCV melambat pada jari pergelangan tangan dengan DML normalCTS sedang : SCV melambat pada jari pergelangan tangan dengan peningkatan DMLCTS berat : tidak adanya respons sensori pada jari pergelangan tangan dengan peningkatan DMLCTS ekstrim : tidak adanya respon thenar Diagnosis : PENILAIAN NEUROFISIOLOGI LAIN Ini adalah beberapa tipe dari penilaian neurofisiologi klinis dari saraf medianus yang melewati pergelangan tangan. Termasuk tes vibrometer ambang batas, tes persepsi, kuisioner gejala (diagram tangan), dan tes sensori kuantitatif lain (semmes-wainstaein monofilament tes, sensasi taktil dan diskriminasi dua titik. Teknik ini tidak sesensitif NCS karena berkaitan dengan komponen subjektif.Diagnosis : ULTRASONOGRAFIMenggunakan US yang telah dilibatkan dalam diagnosis CTS karena penebalan saraf medianus, pendataran dari saraf ketika melewati terowongan dan tekukan dari retinaculum fleksorum merupakan fitur keseluruhan diagnosis CTS. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa area cross sectional merupakan Pengukuran prediktif terbanyak tapi ada perdebatan tentang setinggi apa terowongan dengan Pengukuran ini yang harus dilakukan. Dan apakah nilai abnormal yang sesungguhnya. Area cross sectional dari saraf medianus telah digunakan ultrasonografi untuk menentukan keparahan CTS sebagai normal, ringan, sedang, dan berat.Penelitian prospektif membandingkan penggunaan US dibandingkan EDS ditemukan bahwa kedua teknik memiliki sensitivitas yang sebanding. Sensitivitas untuk EDS dan US adalah 67,1% dan 64,7%, menariknya ketika EDS dan US digunakan bersama sensitifitasnya meningkat 76,5%. Disarankan untuk US sebagai pemeriksaan diagnosis tambahan untuk EDS. Sedangkan nilai signifikan 23,5% dari pasien dengan diagnosis klinis CTS tidak terdeteksi.Diagnosis : MAGNETIC RESONANCE IMAGINGMRI adalah pemeriksaan yang unggul untuk menentukan penyebab pathological yang jarang dari CTS seperti ganglion, hemangioma atau deformitas tulang, atau hal lain yang dapat menentukan intervensi pembedahan, selanjutnya gambaran sagittal bermanfaat untuk menentukan titik secara akurat dan dapat menentukan keparahan kompresi saraf dimana sensitivitasnya 96%. Sedangkan spesifitasnya sangat rendah 33-38%. Pembengkakan dari saraf medianus dan peningkatan sinyal intensitas pada T2 gambaran berat menunjukkan akumulasi transportasi axonal. Degenerasi selubung myelin atau edema merupakan tanda yang harus diperhatikan untuk mendiagnosis CTS. MRI dapat memprediksi pasien yang bisa mendapatkan manfaat dari intervensi pembedahan karena panjang dari saraf yang abnormal pada T2 MRI dan perbedaan latensi dari sensori ulnar medianus adalah predictor yang baik untuk hasil operasi. Sedangkan hasil nya tidak berhubungan dengan beratnya gejala yang dialami oleh pasien. Karena MRI memberikan informasi anatomis berlawanan dengan informasi pada kerusakan dan fungsi saraf. Karena itulah MRI dianjurkan pada pasien. Jarvik et al. melaporkan 76% dari pasien ditemukan EDS menjadi tidak menyenangkan, pergelangan tangan hanya 21% menyebutkan sama tentang MRI. Pada lain pihak, prosedur ini malah, dan kemudian tidak digunakan secara rutin, ini sering digunakan untuk menentukan titik jepitan saraf setelah gagal pelepasan carpal tunnel. Untuk diagnosis banding dalam kasus dengan gejala yang membingungkan dan untuk memastikan adanya SOL.PENGOBATANPengobatan dari CTS terdiri dari 2 kategori, konservatif dan pembedahan. Pengobatan konservatif umumnya ditawarkan pada pasien yang menderita gejala ringan hingga sedang. Pilihan dari pengobatan ini termasuk oral dan transvena steroid, kortikosteroid, vitamin B6 dan B12, NSAID, US, yoga, mobilisasi tulang carpal dan penggunaan splint tangan. OConnor et al. melaporkan bahwa pasien mengalami manfaat jangka pendek dengan pengobatan ini, tapi harus disimpulkan bahwa keefektifan jangka panjang masih belum jelas. Pengobatan konservatif lainnya seperti terapi magnet, latihan atau chiropractic tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan dari gejala ketika dibandingkan dengan placebo atau kontrol.Penggunaan steroid injeksi telah melalui penelitian yang teliti untuk pengobatan konservatif dari CTS. Ulasan sistematis baru-baru ini oleh Marshal et al. melaporkan bahwa injeksi steroid yang diberikan pada pasien dengan CTS klinis memberikan perbaikan klinis yang lebih besar pada gejala 1 bulan setelah injeksi dibandingkan dengan placebo. Pada lain pihak mereka tidak dapat menunjukkan gejala signifikan yang sembuh setelah 1 bulan. Pengobatan kortikosteroid efektif dalam mengurangi inflamasi dan edema, tapi ada kemungkinan efek samping yang harus dipertimbangkan ketika meresepkannya untuk pasien CTS. Efek samping utama adlaah ia mengurangi batas kolagen dan sintesis proteoglycan, kemidan membatasi tenosit dan selanjutnya mengurangi kekuatan dari tendon. Ini memicu terjadinya degenerasi lebih lanjut.Pengobatan operatif pada CTS adalah bentuk dari pelepasan carpal tunnel. (CTR), prosedur terhadap ligamentum carpal transversal dipotong untuk meningkatkan ruang dalam terowongan carpal dan diharapkan mengurangi tekanan interstitial. Hingga 70-90% pasien memiliki hasil akhir yang baik.CTR masih merupakan pilihan yang menarik untuk pasien diabetes dengan CTS dengan neuropati perifer. Pada pasien ini gejala tidak dapat diharapkan untuk sembuh totoal dengna CTR sejak beberapa dari gejala mereka mencerminkan mekanisme non jepitan.KESIMPULAN CTS merupakan satu dari banyak yang diketahui dan sering terjadi sebagai bentuk dari jepitan saraf medianus, dan terhitung hingga 90% dari neuropati jepitan. Pada ulasan dari literature terkini dan menyediakan ulasan dari kondisi yang sering ini, dengan menekankan pada patofisiologi dan hubungannya dengan metode diagnosis yang bervariasi termasuk penelitian konduksi saraf, US, dan MRI