dIABETES MELITUSSS

52
2. 1 DEFINISI Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2003, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 3 Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 3 Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. 1 2. 2 EPIDEMIOLOGI World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari 1

description

INTERNAAAAA

Transcript of dIABETES MELITUSSS

2. 1 DEFINISI

Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2003, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.3

Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu

kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di

mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.3

Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit

gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan

gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan glukosa

darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.1

2. 2 EPIDEMIOLOGI

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah

penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah

penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita

diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di

Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.4

Dari data ini dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama peningkatan

kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan kekerapan diabetes.

Tabel 1 : Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap Diabetes terbanyak pada

penduduk dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025.1

Uruta

n

Negara 1995 (juta) urutan Negara 2025 (juta)

1 India 19,4 1 India 57,2

2 Cina 16,0 2 Cina 37,6

3 Amerika Serikat 13,9 3 Amerika Serikat 21,9

1

4 Federasi Russia 8,9 4 Pakistan 14,5

5 Jepang 6,3 5 Indonesia 12.4

6 Brazil 4,9 6 Federasi Russia 12,2

7 Indonesia 4,5 7 Meksiko 11,7

8 Pakistan 4,3 8 Brazil 11,6

9 Meksiko 3,8 9 Mesir 8,8

10 Ukraine 3,6 10 Jepang 8,5

Semua negara lain 49,7 103,6

Jumlah 135,3 300

DM Tipe 2 di Indonesia

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,

kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %, kecuali di dua tempat yaitu

di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3 % dan di Manado 6%.1

Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak

perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka

itu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang dengan

suarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang

dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di Manado tinggi karena prevalensi di

Filipina juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural.1

Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan

prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir tahun

2005 mencapai 12,5%.

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global seperti disebutkan di

atas, maka dengan demikian dapat dimingerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam 1 atau

2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.

Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut diantaranya :

a. Faktor demografi : 1) Jumlah penduduk meningkat

2) Penduduk usia lanjut betambah banyak

2

3) Urbanisasi makin tak terkendali

b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : 1) Penghasilan per capita tinggi

2) Restoran siap santap

3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life,

kurang gerak badan

c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.

2. 3 KLASIFIKASI

American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe: 5

1. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependent) yaitu diabetes melitus yang

dikarenakan oleh adanya destruksi sel β pankreas yang secara absolut

menyebabkan defisiensi insulin. Gejala yang menonjol adalah sering kencing

(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita

DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia

muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus), yaitu

diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif

dan adanya resistensi insulin. Sehingga menyebabkan insulin yang ada tidak

dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan

meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau

kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau

kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor

lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada

aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat

penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan

terapi setelah transplantasi organ).

3

4. Diabetes melitus gestasional, yaitu Diabetes yang timbul selama kehamilan,

artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati selama masa

kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus

gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (di

sekitarwaktu melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita

penyakit diabetes mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10

tahun setelah melahirkan.

Tabel 2: Klasifikasi diabetes menurut etiologinya.3

2. 4 ETIOLOGI

Penyebab diabetes melitus yaitu: 6

Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam

urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

4

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus

terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun

terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan

keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun

demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang

dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,

poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang

kabur.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung

Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi

5

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,

namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β

pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Diabetes Gestasional

Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu :

1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil

2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke :

Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang

setelah melahirkan.

Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut

setelah hamil.

Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah

seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah panggul dan pembuluh darah perifer.

90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional

(Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus =

IDDM, tipe I). Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah

melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan

kembali normal.

Faktor Risiko terkena DM :

Keturunan

Obesitas / Kegemukan

Hipertensi

Kurang olah raga

Penyakit kronis

Kurang gizi.

2. 5 PATOFISIOLOGI

6

Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut

diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam

saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut.

Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam

lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam

pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan

bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.

Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar

> 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel

target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein,

glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan

adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).7

Inkretin

Suatu hormone yang diproduksi di usus ( jejunum dan ileum) akibat adanya makanan dalam

usus dan dilepaskan ke darah dengan tujuan respon insulin menjadi lebih intensif.

Respon lebih intensif karena :

Adanya proliferasi dan peningkatan massa sel β Pankreas

Menghambat apoptosis sel β

Mensupresi pelepasan glukagon sel α. 7

Patofisiologi DM tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah

rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih

samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan

lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi

virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat

terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang

mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat,

adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi

dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel

asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun

seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.8

7

Patofisiologi DM tipe 2

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase

normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena

kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun

konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia. Pada fase

ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan

hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.8

Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi

jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain

kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini

disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas,

tetapi faktor berikut ini turut berperan :

Obesitas terutama sentral.

Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.

Tubuh yang kurang aktivitas.

Faktor keturunan.

Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal,

maka glukosa itu akan keluar melalui urine. Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau

mungkin jumlahnya banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan

sel berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di dalam

pembuluh darah meningkat.

8

DM TIPE II. 1

Gangguan reseptor insulin

Insulin darah tinggi tapi glukosa darah juga tinggi

Gula intrasel rendah Nafsu makan meningkat

Merangsang sel Pankreas β terus berproduksi

Kerusakan sel β Pankreas

9

Insulin darah rendah

Failed counter pada glukagon

Glukagon meningkat

Hepato Glucos Production meningkat

Gula darah meningkat

DM TIPE 1 DM TIPE 2

NAMA LAMA DM juvenile DM dewasa

UMUR Biasa < 40 tahun Biasa > 40 tahun

KEADAAN SAAT

DIAGNOSA

Berat Ringan

KADAR INSULIN Tidak ada insulin Insulin cukup tinggi

BERAT BADAN Biasanya kurus Biasanya gemuk

PENGOBATAN Insulin, Diet, Olahraga Diet, olahraga, tablet,

insulin

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi

insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa

plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.Jika

hiperglikemi berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini,maka timbul glikosuria.

Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin,maka pasien

mengalami keseimbangan kalori negatif sehingga berat badan berkurang. Rasa lapar yang

10

semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien

mengeluh lelah dan mengantuk.9

Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan

polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama

beberapa hari atau beberapa minggu.Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul

ketoasidosis,serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.Terapi

insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka

terhadap insulin.Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak

memperlihatkan gejala apapun dan diagnose hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di

laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.Pada hiperglikemia berat,pasien tersebut

mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak

mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun

hanya relatif.9

Gejala akut

Pada tahap permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi: banyak makan atau polifagia,

banyak minum atau polidipsia, dan banyak kencing atau poliuria. Pada fase ini, biasanya

penderita menunjukkan berat badan yang terus naik, karena pada saat ini jumlah insulin

masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain

yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya:

- nafsu makan berkurang

- banyak minum

- banyak kencing

- berat badan turun dengan cepat

- mudah lelah

- bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma

(koma diabetik) 10

Gejala Kronik

Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-

tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal disekitar

kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual

11

menurun, pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,

atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg 10

2. 7 DIAGNOSIS

Menurut Suyono (2002), diagnosis diabetes dipastikan bila :

1) Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah gejala khas diabetes.

2) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali pemeriksaan pada saat berbeda.

Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau yang populer

disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test) dengan mengukur kadar glukosa puasa dan 2

jam setelah minum.1

Tabel 3: Kriteria diagnosis DM menurut Konsensus DM tahun 2006:

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):3

(tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

diperiksa kadar glukosa darah puasa

diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

12

diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

2. 8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya

(massscreening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang

mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang

mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check

up), adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat

dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT (toleransi

glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian dapat

ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan Peran aktif para pengelola

kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan

pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.5

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk

DM, yaitu :

Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)

Kegemukan {BB (kg)> 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

Riwayat keluarga DM

Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

Riwayat DM pada kehamilan

Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).

Pernah TGT atau GDPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu,

kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) standar (lihat skema langkah-langkah diagnostik DM).

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan

penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun

tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

13

Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu

merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT

akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko

terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT sering berkaitan

dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu :

TTGO

GD 2 jam pasca pembebanan

Lebih dari sama dengan 200 140-199 kurang dari 140

DM TGT Normal

Tabel 4: Langkah – langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu.5

2. 9 PENATALAKSANAAN

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya

mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin.

14

Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat

tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu

hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian

setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara

klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi

kriteria diagnosis diabetes melitus.5

Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas

hidup penyandang diabetes.3

Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu: 3

1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan

rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati, dan neyropati.

Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa

darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu pengelolaan pasien secara holistik

dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku. 3

Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan

non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan

jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan

langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan

penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu

diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia

seperti yang tertera pada gambar dibawah.

15

Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa

darah.11

Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di Indonesia, pendekatan yang digunakan

adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai dengan konsensus

penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI tahun 2006. Adapun pilar

penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut :

A. Edukasi.

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi aktif

pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola

hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:3

1. Mengikuti pola makan sehat

2. Meningkatkan kegiatan jasmani

3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,

teratur

4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan

data yang ada

5. Melakukan perawatan kaki secara berkala

6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat

7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung

dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti

pengelolaan penyandang diabetes.

8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

B. Terapi Gizi Medis.

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,

ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes

sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan

16

untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori

dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada

mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.3

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:12

1. Menurunkan berat badan

2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

3. Menurunkan kadar glukosa darah

4. Memperbaiki profil lipid

5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin

6. Memperbaiki sistem koagulasi darah

Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:12

1. Kadar glukosa darah mendekati normal

Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl

2. Tekanan darah < 130/80 mmhg

3. Profil lipid yang berkisar normal

Kolesterol LDL < 100 mg/dl

Kolesterol HDL > 40 mg/dl

Trigliserida < 150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein

dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian

rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat.

Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisi menurut

konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENI tahun 2006

adalah sebagai berikut :

1. Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih

dari 55-65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari

70%jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal

(MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat

kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

17

Rekomendasi pemberian karbohidrat:12

1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih

ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.

2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber dari

karbohidrat

3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat

maksimal 70% dari total kalori perhari

4. Jumlah serat 25-50 gram per hari

5. Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan

sampai lebih dari total kebutuhan kalori per hari

6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,

acesulfam dan sucralosa

7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari

8. Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari

2. Protein, jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari

total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan

pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan

suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4

kilokalori/gram.12

Rekomendasi pemberian protein sebagai berikut:

1. Kebutuhan protein 15-25 % dari total kebutuhan energi per hari

2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi kadar gula darah

3. Pada keadaan kadar gula darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-

1 mg/kgbb/hari

4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85

gram/kgbb/hari dan tidak kurang dari 40 gram

5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih

dianjurkan daripada hewani.

3. Lemak, mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan

makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak

seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak

18

dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak

jenuh dan kolesterol disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki

profil lipid tidak normal yang sering tidak normal dijumpai pada diabetes. Asam

lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA),

merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah

dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan

trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kolesterol HDL.

Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid =

PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki

agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat

menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktifitas enzim

lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,

sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.12

Rekomendasi pemberian lemak adalah sebagai berikut:

1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal

10 % dari total kebutuhan kalori per hari

2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan

sampai maksimal 7% dari total kebutuhan kalori per hari

3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100

mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari

4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans

5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak

tidak jenuh rantai panjang.

6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan

kalori per hari.

4. Serat, seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber

karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan

bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25

g/1000 kkal/hari.3

5. Kebutuhan kalori, Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau

19

dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,

berat badan, dll.3

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah

sbb:3

1. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

2. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi :

1. Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

2. BB Normal : BB ideal ± 10 %

3. Kurus : < BBI - 10 %

4. Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh

dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT adalah sebagai berikut menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The

Asia Pacific Perspective:Redefning Obesity and its Treatment.

1. BB Kurang <18,5

2. BB Normal 18,5-22,9

3. BB Lebih >23,0

a) Dengan risiko 23,0-24,9

b) Obes I 25,0-29,9

c) Obes II ≥ 30

C. Latihan jasmani.

Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah satu

dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang

diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi

sebagai kegiatan sehari-hari.12

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan

umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan

20

jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.

Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.3

Tabel 5. Aktifitas fisik sehari-hari.3

D. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja

obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.3

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:3

1. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal

dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,

gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan

penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan

pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat

yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

21

diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui

hati.

2. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan

ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

3. penghambat glukoneogenesis: metformin

Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai

pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal

jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan

tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

4. penghambat glukosidase alfa (acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan

flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

6. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makansuapan pertama

7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

22

tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan

A1C (Hb-glikosilat).3

Tabel 7. Obat hipoglikemia oral.3

23

INSULIN

Insulin adalah hormone alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin dibutuhkan oleh sel

tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah (gula darah), dari glukosa, sel

membuat energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Pasien diabetes mellitus

(kencing manis) tidak memiliki kemampuan untukmengambil dan menggunakan gula darah,

sehingga kadar gula darah meningkat. Pada diabetes tipe I, pancreas tidak dapat

memporduksi insulin. Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada diabetes tipe 2, pasien

memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak meerespon insulin dengan normal. Namun

demikian, insulin juga digunakan pada diabetes tipe 2 untuk mengatasi resistensi sel terhadap

insulin.

Dengan peningkatan pengambilan glukosa oleh sel dan menurunnya kadar gula darah,

akan mencegah dan mengurangi komplikasi lebih lanjut dari diabetes, seperti kerusakan

pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Insulin diberikan dengan cara disuntikan di bawah

kulit (subkutan). Jaringan subkutan perut adalah yang terbaik karena penyerapan insulin lebih

konsisten dibanding tempat lainnya. Terdapat banyak bentuk insulin. Insulin dikasifikasikan

berdasarkan dari berapa cepat insulin mulai bekerja dan berapa lama insulin bekerja.13

Insulin diperlukan pada keadaan :3

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional

9. yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

24

10.Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

11.Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2006) :

1. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

2. insulin kerja pendek (short acting insulin)

3. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

4. insulin kerja panjang (long acting insulin)

5. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa factor, yaitu :

1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke dalam tubuh dan

tetap aktif di dalam tubuh sangat bervariasi dari setiap individu)

2. Pilihan gaya hidup seperti : jenis makanan, berapa banyak konsumsi alcohol, berapa

sering berolah raga, yang semuanya mempengaruhi tubuh untuk merespon insulin.

3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan.

4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah.

5. Usia

6. Target pengaturan gula darah.

Pada table didiskripsikan berbagai insulin dan cara kerjanya dalam tubuh. Sebagai

keterangan, insulin injeksi dengan data; onset (lamanya waktu yang dibutuhkan untuk insulin

mencapai darah dan mulai menurunkan kadar gula darah, peak (periode waktu dimana insulin

paling efektif menurunkan gula darah) dan duration (berapa lama insulin terus menurunkan

kadar gula darah). Ketiga factor ini mungkin bervariasi, tergantung respon tubuh seseorang.

Kolom terakhir menjelaskan bagaimana hubungan jenis insulin dengan waktu makan.

Tabel 9 : Macam-macam insulin dan cara kerjanya dalam tubuh.14

25

Jangka waktu antara memakai insulin dan makan mungkin bervariasi tergantung pada jenis

insulin yang digunakan. Pada table di atas, data onset adalah informasi yang berguna kapan

insulin bekerja di dalam tubuh bersamaan dengan waktu makan. Penentuan waktu ini

membantu mencegah kadar gula darah terlalu rendah.14

2.10 PENILAIAN HASIL TERAPI

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana

dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (PERKENI, 2006) :

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

A. Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

26

B. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan

glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu

hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.

b. Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk

menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk

menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2

kali dalam setahun.

c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak

dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana

dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat

dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai

dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen

kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan

pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin.

Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang

dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi

maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara

siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau

ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat pada

tabel 10.

27

d.Kriteria pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM

yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa

darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang

diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian

DM dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kriteria pengendalian diabetes melitus.

2.11 KOMPLIKASI

A. Komplikasi akut

1. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang

ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi

insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes

melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik,

KAD biasanya mengalami dehidrasi berat bahkan sampai menyebabkan syok (Sudoyo, Aru

W, 2006).

28

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, dan hormon pertumbuhan),

keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel

tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervarisfasi

dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:15

1. Akibat hiperglikemia

2. Akibat ketosis

Patofisiologi KAD

KAD ditegakkan dengan kriteria diagnosis sebagai berikut:

1. Kadar glukosa > 250 mg%

2. pH < 7,35

3. HCO3 rendah

4. Anion gap yang tinggi

5. Keton serum positif

Begitu masalah KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KAD

tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan terapi titerasi,

sehingga sebaiknya dirawat diruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD

adalah (Sudoyo, Aru W, 2006) :

1. Penggantian cairan dan garam yang hilang

29

2. Menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan insulin

3. Mengatasi stres sebagi pencetus KAD

4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan

serta penyesuaian pengobatan.

Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik15

Sindrom koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) ditandai oleh

hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah

dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguanneurologis dengan atau

tanpa adanya ketosis.

Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa

hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri,

polidipsi, dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus..

HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit

penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi

menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tak terdiagnosis,

penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab tersering (57,1%).

Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan HHNK (21%).

Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria

mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang

semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi

mengeliminasi glukosa di atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume

intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi

glomerular, menyebabkan kadar glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak

dibanding natrium menyebabkan kadar hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk

menurunkan kadar glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.

Penatalaksanaan HHNK, meliputi lima pendekatan:

1. Rehidrasi intravena agresif cairan hipotonis.

2. Penggantian elektrolit

3. Pemberian insulin intravena

4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta

30

5. Pencegahan.

Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila

terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh

penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung

lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah

habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau

lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut

merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya

kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering

lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.3

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,

gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai

koma). 3

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan

makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau

glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15

menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat

Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%

intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab

menurunnya kesadaran. 3

2.6.2 Komplikasi kronik

Seperti telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentran terjadi komplikasi

pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan

pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri,

yang menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi

baik vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika.

31

Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:

• Komplikasi mikrovaskular

• Komplikasi makrovaskular

• Komplikasi neurologis

1. Komplikasi Mikrovaskular

Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.

Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.

Retinopati diabetika

Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya

ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan.

Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan

Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya

mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan

pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal

retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan

sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan

menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.

Nefropati diabetika

Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai

penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM

mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein

dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul

kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri

persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya

preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.

2. Komplikasi Makrovaskular

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri

akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM

timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis

32

menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes

meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar

gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia

merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin

menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL

akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini

dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi

makrovaskular.

Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko

koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat

gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada

paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga

pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifitas atau emosi dan akan mereda setelah

beristirahat atau mendapat nitrat sublingual.

Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih

hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul

pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.

Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita

diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering

timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya

aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia,

berupa:

- Pusing, sinkop

- Hemiplegia: parsial atau total

- Afasia sensorik dan motorik

- Keadaan pseudo-dementia

Penyakit pembuluh darah

33

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat

terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka

akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung.

Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal.

Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes,

hipertensi atau merokok.

Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada

penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes,

penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai

fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi

merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan

gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun

kematian.

3. Neuropati

Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada

penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa

gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di

mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal.

Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.

Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat

adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myonositol, penurunan Na/K ATP

ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi

axonal.

2.12 PENCEGAHAN

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap, yaitu:

1. Pencegahan Primer:

Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada

individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

34

2. Pencegahan Sekunder:

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan

terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang

sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat

dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi

masih reversible.

3. Pencegahan Tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi, meliputi:

Mencegah timbulnya komplikasi

Mencegah progresi dari pada komplikasi agar tidak terjadi kegagalan organ

Mencegah kecacatan tubuh

2.13 PROGNOSIS

Sekitar 60% pasien Diabetes Melitus Tergantung Insulin yang mendapat insulin dapat

bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik,

dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia : mekanisme terjadinya, diagnosis dan

strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006.

2. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan

strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006.

3. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

35

4. Persi. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008

[ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id

5. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu

penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta

: balai penerbit FKUI, 2006.

6. Brunner & Suddarth. (1997). Keperawatan Medikal Bedah. alih bahasa Hartono, A.,

Kuncara, M.,Ester, M,. Edisi 8, Vol. 2. Jakarta: EGC

7. Dr Taufiq M.Waly,Sp.Pd,. Penanganan diabetes secara menyeluruh. 2010

8. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.

Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

9. Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis, proses penyakit. Edisi VI. 2006. Jakarta:

EGC

10. Tjokroprawiro, Askandar. Diabetes Melitus. 2006. Jakarta: Gramedia

11. Soegondo, Sidartawan. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe

2. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor.

Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006.

12. Soebardi, Suharko. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar

ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV.

Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006

13. Website : www.webmd.com

14. Website : www.medicinenet.com

15. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis Diabetik, Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non

Ketotik. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk,

editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006

36