DETERMINAN KEJADIAN PERSALINAN SEKSIO …repository.poltekkes-kdi.ac.id/19/1/MARCE TASIK...
Transcript of DETERMINAN KEJADIAN PERSALINAN SEKSIO …repository.poltekkes-kdi.ac.id/19/1/MARCE TASIK...
DETERMINAN KEJADIAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Kebidanan
OLEH
MARCE TASIK SALAMBA NIM. P00312016079
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI PRODI D-IV JURUSAN KEBIDANAN
2017
iv
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
1. Nama : Marce Tasik Salamba
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 21 Maret 1989
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Suku Bangsa : Toraja / Indonesia
6. Alamat : Jl. Mekar Lrg. Rama No.5 A
B. Pendidikan
1. TK Negeri Pembina Kendari, tamat tahun 1995
2. SD Negeri 7 Wua – Wua Kendari, tamat tahun 2001
3. SMP Negeri 9 Kendari, tamat tahun 2004
4. SMA Negeri 4 Kendari, tamat tahun 2007
5. Poltekkes Kendari Jurusan D III Kebidanan tamat tahun 2010.
6. Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan Prodi D IV masuk tahun 2016
hingga sekarang.
v
ABSTRAK
DETERMINAN KEJADIAN PERSALINAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH
SAKIT UMUM BAHTERAMAS TAHUN 2016
Marce Tasik Salamba1, Hendra Yulita2, Yustiari2
Latar Belakang : Peningkatan CSR (Caesarean Section Rate) sangat pesat hampir di seluruh negara. Angka seksio sesarea terus meningkat dari insiden 3-4% 15 tahun yang lampau sampai insiden 10-15% sekarang ini. Di RSU Bahteramas, angka seksio sesarea dari tahun ke tahun mengalami peningkatan berturut-turut pada tahun 2014 sebanyak 586 kasus (39,86%) dari 1.470 total persalinan, tahun 2015 sebanyak 395 kasus (43,35%) dari 911 total persalinan, dan tahun 2016 sebanyak 501 kasus (56,29%) dari 890 total persalinan. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui determinan kejadian persalinan seksio sesarea di RSU Bahteramas tahun 2016. Jenis Penelitian : Penelitian observational dengan rancangan penelitian Case Control. Sampel penelitian berjumlah 172 orang terdiri dari 86 orang kelompok kasus dan 86 orang kelompok kontrol yang diambil dengan metode systematic random sampling. Analisis bivariat menggunakan uji chi square. Hasil Penelitian : Ada hubungan partus lama dengan kejadian seksio sesarea di RSU Bahteramas tahun 2016 dengan ρ value = 0,001 dan Odds Ratio (OR) = 8,873. Ada hubungan plasenta previa dengan kejadian seksio sesarea dengan ρ value = 0,000 dan OR = 2,178. Ada hubungan preeklampsia berat/ eklampsia dengan kejadian seksio sesarea dengan ρ value = 0,000 dan OR = 5,778. Ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian seksio sesarea dengan ρ value = 0,000 dan OR = 5,914. Kata Kunci : Seksio Sesarea Daftar Pustaka : 23 Literatur (2010-2016) 1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari 2. Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari
vi
ABSTRACT
DETERMINANTS OF GENITAL DELIVERY CESAREAN SECTION AT BAHTERAMAS GENERAL HOSPITAL 2016
Marce Tasik Salamba1, Hendra Yulita2, Yustiari2
Background: Increased CSR (Caesarean Section Rate) is very rapid in almost all countries. Caesarean section rates continue to increase from incidents 3-4% 15 years ago to current 10-15% incidents. At Bahteramas General Hospital, the cesarean section number from year to year has increased in 2014 by 586 cases (39.86%) from 1,470 total deliveries, in 2015 by 395 cases (43.35%) from 911 deliveries, and in 2016 as many as 501 cases (56.29%) from 890 deliveries. The Objective: To determine the determinant of the incidence of cesarean section at Bahteramas General Hospital in 2016. Types of Research: Observational research with Case Control research design. The sample of the study was 172 people consisting of 86 case people and 86 control group taken by systematic random sampling method. Bivariate analysis using chi square test. Results: There is a long-standing association with cesarean section events in Bahteramas General Hospital in 2016 with ρ value = 0.001 and Odds Ratio (OR) = 8.873. There is a placenta previa relationship with cesarean section with ρ value = 0.000 and OR = 2,178. There is a severe preeclampsia/ eclampsia relationship with cesarean section with ρ value = 0,000 and OR = 5,778. There is an early rupture of membranes with cesarean section with ρ value = 0.000 and OR = 5,914. Keywords : Cesarean Section Bibliography : 23 Literature (2010-2016) 1. Student of Poltekkes Kemenkes Kendari 2. Lecturer of Poltekkes Kemenkes Kendari
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus
Kristus karena atas limpahan kasih dan karunia-Nyalah sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian ini yang berjudul “
Determinan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016” sebagai salah satu
syarat meraih gelar Diploma IV pada Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan
Kebidanan.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini, tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan serta motivasi
kepada penulis. Sehubungan dengan hal ini, maka secara khusus penulis
menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih kepada :
Ibu Hendra Yulita, SKM, M.PH selaku Pembimbing I dan Ibu Yustiari, SST,
M.Kes selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,
motivasi serta arahan sehingga skripsi penelitian ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Askrening,SKM, M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari sekaligus sebagai Penguji I.
2. Direktur Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawasi Tenggara.
viii
3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi
Tenggara.
4. Ibu Sultina Sarita, SKM, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kendari.
5. Ibu Hj. Nurnasari,SKM, M.Kes, dan Ibu Dr. Nurmiaty, S.Si.T, M.PH selaku
penguji II dan III dalam skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan
Kebidanan yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan membagi
ilmu selama penulis mengikuti proses belajar dibangku kuliah, beserta
seluruh staf pegawai yang telah banyak membantu.
7. Teristimewa buat kedua orangtuaku, Ayahanda Mathius Marampa‟
Salamba, B.Ac dan Ibunda Damaris Bara‟ Tasik. Dan kakak-kakakku
yang terkasih Ronius Darma Salamba, S.Pi, Juun Tasik Salamba, A.Md,
Guspy Salamba, SKM, dan Ferly Nanni Marampa‟, S.Si, Apt beserta
pendampingku Marthyanto Lada, S.Farm, Apt yang tidak henti-hentinya
memberikan doa, dukungan, motivasi serta kasih sayang yang begitu
besar kepada penulis, semoga kasih Tuhan Yesus Kristus selalu
menyertai kita semua dan semoga penulis bisa memberikan yang terbaik
untuk kalian.
8. Sahabat-sahabatku (Lisnawati, Nunung, Erin, Linju dan Sinar). Dan
seluruh rekan-rekan D-IV Alih Jenjang Angkatan 2016 khususnya Kelas
B. Terima kasih sudah mau berbagi semangat dan atas segala dukungan
ix
serta kebersamaan kita, semoga tetap selalu kompak dan saling
mengingat walaupun nantinya sudah kembali ke daerah dan tempat
tugas masing-masing.
Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi, bahasa maupun materi yang ada di dalamnya. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dalam penyempurnaan skripsi penelitian ini serta sebagai bahan
pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.
Dan akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama dalam bidang ilmu kebidanan.
Amin,
Kendari, Desember 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................ vii
DAFTAR ISI ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
1. Tujuan umum ....................................................................... 6
2. Tujuan khusus ...................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
1. Manfaat teoritis ..................................................................... 8
2. Manfaat praktis ..................................................................... 8
3. Manfaat bagi peneliti ............................................................ 8
E. Keaslian Penelitian .................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka .......................................................................... 10
1. Tinjauan tentang seksio sesarea .......................................... 10
2. Tinjauan tentang penyebab dilakukannya seksio sesarea ... 31
xi
B. Landasan Teori .......................................................................... 47
C. Kerangka Teori .......................................................................... 50
D. Kerangka Konsep ...................................................................... 51
E. Hipotesis .................................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................... 52
B. Skema Rancangan Penelitian ................................................... 52
C. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................... 53
D. Populasi Dan Sampel ................................................................ 53
E. Definisi Operasional .................................................................. 57
F. Instrumen Penelitian .................................................................. 58
G. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 58
H. Pengolahan Data ....................................................................... 58
I. Analisis Data .............................................................................. 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 63
B. Hasil Penelitian .......................................................................... 70
C. Pembahasan ............................................................................. 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 89
B. Saran ......................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................... 57
2. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Seksio Sesarea .......... 71
3. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Partus Lama ............... 71
4. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Plasenta Previa .......... 72
5. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kejadian PEB/ Eklampsia .......... 72
6. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian KPD ............................ 73
7. Tabel 4.6 Hubungan Partus Lama dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea........................................................ 74
8. Tabel 4.7 Hubungan Plasenta Previa dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea........................................................ 75
9. Tabel 4.8 Hubungan PEB/ Eklampsia dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea........................................................ 76
10. Tabel 4.9 Hubungan KPD dengan Kejadian Persalinan
Seksio Sesarea ......................................................................... 77
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Master Tabel Penelitian
2. Analisis Statistik dengan Aplikasi SPSS
3. Analisis Statistik Secara Manual
4. Surat Izin Pengambilan Data Awal
5. Surat Izin Pengambilan Data
6. Surat Permohonan Izin Penelitian
7. Surat Izin Penelitian dari kantor LITBANG Povinsi Sultra
8. Surat Izin Penelitian dari Diklat RSU Bahteramas
9. Surat Kelayakan Etik Penelitian dari RSU Bahteramas
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komplikasi masa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan
masalah kesehatan yang penting, jika tidak ditanggulangi bisa
menyebabkan kematian ibu yang tinggi. Tragedi yang mencemaskan
dalam proses reproduksi salah satunya kematian yang terjadi pada ibu.
Keberadaan seorang ibu adalah tonggak untuk keluarga sejahtera. Untuk
itu Indonesia mempunyai target pencapaian kesehatan melalui
Sustainable Development Goals (SDGs) yakni program pembangunan
yang berkelanjutan dari program Millennium Development Goals (MDGs)
yang berlangsung dari tahun 2016-2030. SDGs adalah hasil kesepakatan
negara-negara yang bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat yang berisi 17 tujuan dan 164 target. SDGs
ke-3 bertujuan menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang disegala usia, dimana salah satu
targetnya yaitu dengan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) 70 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Hoelman M dkk, 2015).
Menurut Word Health Organization (WHO, 2010) kematian ibu
adalah kematian seorang perempuan dalam masa hamil atau dalam 42
hari setelah kehamilan berakhir dengan sebab apapun, terlepas dari
1
2
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan. Pada tahun 2013 AKI didunia sebesar 210 kematian per
100.000 kelahiran hidup, AKI di negara berkembang 230 per 100.000
kelahiran hidup dan AKI di negara maju 16 per 100.000 kelahiran hidup.
AKI di Asia Timur 33 per 100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 190 per
100.000 kelahiran hidup, Asia Tenggara 140 per 100.000 kelahiran hidup
dan Asia Barat 74 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
AKI di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
Negara-negara ASEAN lainnya. Tampak pada tahun 2013 AKI di
Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 29/100.000 kelahiran
hidup, Vietnam 49/100.000 kelahiran hidup, Singapore 6/100.000
kelahiran hidup, Fhilipina 120/100.000 kelahiran hidup, Thailand
26/100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) AKI di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 228/100.000 kelahiran
hidup. Dari angka ini terlihat adanya penurunan AKI dibanding tahun 2002
yang mencapai 307/100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI menjadi
indikator penting dari keberhasilan upaya pembangunan Indonesia.
Namun penurunan AKI di Indonesia belum secara signifikan karena pada
tahun 2012 AKI meningkat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup dan
pada tahun 2015 AKI masih mencapai 346/100.000 kelahiran hidup (BPS,
BKKBN, Kemenkes, 2015).
3
Berdasarkan laporan WHO (2013), kematian ibu di dunia
disebabkan pre-eklamsi 28%, perdarahan 27%, eklampsi 14%, aborsi
tidak aman 8%, infeksi 11%, penyulit persalinan 9%, dan emboli 14%.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2012) kasus obstetrik terbanyak
(56,06%) disebabkan oleh penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus (26%). Penyebab
kematian terbesar adalah pre eklampsi dan eklampsi dengan case fatality
rate (CFR) 2,35%, proporsi kasusnya 49% dari keseluruhan kasus
obstetri.
Risiko kematian pada ibu dapat terjadi sejak awal kehamilan
hingga pasca persalinan atau nifas dengan risiko tertinggi terjadi pada
periode persalinan. Fakta menunjukkan bahwa upaya Antenatal Care
(ANC) saja bagi ibu hamil tidak sepenuhnya dapat menilai adanya risiko
komplikasi obstetrik, karena adanya risiko komplikasi persalinan yang
timbul tanpa menunjukkan tanda-tanda bahaya sebelumnya. Untuk itu
diperlukan upaya lain yaitu menyediakan pelayanan obstetrik emergensi
termasuk didalamnya tindakan bedah sesar (Manuaba, 2010).
Angka kelahiran di Indonesia masih tinggi dan kira-kira 15% dari
seluruh wanita hamil mengalami komplikasi dalam persalinan. Hal ini
membutuhkan penanganan khusus selama persalinan. Sektio saesarea
adalah jalan keluar untuk penanganan persalinan dengan komplikasi
(Muchtar, 2014). WHO menetapkan standar rata-rata seksio sesarea di
4
suatu negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia, namun di
Inggris tahun 2008 sampai 2009 angka seksio sesarea mengalami
peningkatan sebesar 24,6 % yang pada tahun 2004 sekitar 24,5 % dan di
Australia tahun 2007 terjadi peningkatan 31% yang pada tahun 1980
hanya sebesar 21% (Ningrum, 2012).
Di Indonesia seksio sesarea umumnya dilakukan bila ada indikasi
medis tertentu, sebagai tindakan mengakhiri kehamilan dengan
komplikasi. Selain itu seksio sesarea juga menjadi alternative persalinan
tanpa indikasi medis karena dianggap lebih mudah dan nyaman. Seksio
seesarea sebanyak 25% dari jumlah kelahiran yang ada dilakukan pada
ibu-ibu yang tidak memiliki resiko tinggi untuk melahirkan secara normal
maupun komplikasi persalinan lain (Depkes, 2012). Di Indonesia angka
kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan pada tahun 2000 jumlah
ibu bersalin dengan seksio sesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19
%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004
sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar
53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan, tahun 2009
sebesar sekitar 22,8% (Karundeng, 2014). Berbagai survei ditemukan
proporsi persalinan seksio sesarea dirumah sakit di Bali dan Jakarta
cukup tinggi berada jauh dari standar yang ditentukan. Presentasi
persalinan seksio sesarea di rumah sakit pemerintah sebesar 20-25 %
5
dari total persalinan sedangkan untuk rumah sakit swasta sebesar 30-
80% dari semua persalinan (Ningrum, 2012).
Evrard dan Gold mendapatkan risiko kematian pada ibu yang
menyertai seksio sesarea adalah 26 kali lebih besar dari pada kelahiran
pervaginam. Risiko kematian ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak
10 kali lipat. Selain angka kematian, angka kesakitan ibu yang
berhubungan dengan persalinan seksio sesarea mencapai 5-10x
dibanding persalinan normal (Cunningham dkk ,2013).
Peningkatan CSR (Caesarean Section Rate) sangat pesat hampir
di seluruh negara. Di Indonesia angka kejadian seksio cesarea (SC) juga
mengalami peningkatan. Angka SC terus meningkat dari insiden 3%
hingga 4% pada 15 tahun yang lampau sampai insidensi 10 hingga 15%
sekarang ini.
Peningkatan tindakan bedah sesar perlu menjadi perhatian
mengingat tindakan bedah sesar menimbulkan risiko morbiditas dan
mortalitas lebih tinggi dibandingkan persalinan pervaginam, disamping itu
lama perawatan pasca bedah sesar pun lebih lama dan turut memberikan
konsekuensi pada besarnya biaya pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(Karundeng ,2014).)
Di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi tenggara
berdasarkan laporan tahunan rumah sakit, angka seksio sesarea dari
tahun ketahun mengalami peningkatan berturut-turut pada tahun 2014
6
angka seksio sesarea sebanyak 586 kasus (39,86%) dari 1.470 total
persalinan, tahun 2015 angka seksio sesarea sebanyak 395 kasus
(43,35%) dari 911 total persalinan, dan tahun 2016 angka seksio sesarea
sebanyak 501 kasus (56,29%) dari 890 total persalinan. Berdasarkan
angka kejadian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Determinan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea Di Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Determinan apakah yang
berhubungan dengan kejadian persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit
Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui determinan kejadian persalinan seksio sesarea di Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui angka kejadian seksio sesarea pada ibu bersalin di
Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2016.
7
b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian partus lama di Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
c. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian plasenta previa di Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
d. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian preeklampsia berat/
eklampsia di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016.
e. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ketuban pecah dini (KPD)
di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2016.
f. Mengetahui hubungan antara partus lama dengan kejadian
persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
g. Mengetahui hubungan antara plasenta previa dengan kejadian
persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
h. Mengetahui hubungan antara preeklampsia berat / eklampsia
dengan kejadian persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
i. Mengetahui hubungan antara ketuban pecah dini (KPD) dengan
kejadian persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian dharapkan dapat memberi manfaat dan
menambah perbendaharaan bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kendari Prodi D IV Kebidanan untuk penelitian selanjutnya,
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas
medis di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dan seluruh
masyarakat pada umumnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Bagi peneliti sendiri untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan terutama mata kuliah metodologi penelitian.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini mengacu pada peneliti terdahulu berkaitan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seksio sesarea yang dilakukan
oleh : Andriani (2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tindakan Seksio Sesarea Di Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten
Dompu Tahun 2010” Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Peminatan Kebidanan Komunitas Universitas Indonesia. Rancangan
penelitian yang dilakukan Andriani (2012) yaitu observasional dengan
9
pendekatan cross sectional, dan variabel bebas yang diteliti yaitu :
paritas, cara bayar, partus lama, riwayat seksio sesarea dan kematian
janin dalam rahim.
Perbedaan peneliti Andriani (2012) dengan penelitian ini adalah
judul penelitian ini yaitu “Determinan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea
Di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016”, rancangan penelitian yang digunakan yaitu case control dan
variabel bebas pada penelitian ini yaitu : partus lama, preeklampsia berat/
eklampsia, plasenta previa, dan Ketuban Pecah Dini (KPD).
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan Tentang Seksio Sesarea
a. Definisi
Seksio sesarea berasal dari bahasa latin „caedere‟ yang
berarti memotong. Seksio sesarea adalah suatu tindakan
pembedahan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding
perut (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Tindakan pembedahan dilakukan untuk mencegah komplikasi
yang kemungkinan dapat timbul apabila persalinan dilakukan
pervaginam (Oxorn dan Forte, 2010).
b. Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2011 dilaporkan angka kejadian seksio
sesarea meningkat 5 kali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Di Amerika Serikat, presentase persalinan seksio sesarea sebesar
43%, sedangkan presentase di Asia sebesar 30%. Di Indonesia
berdasarkan SDKI pada tahun 2011, angka persalinan secara
seksio sesarea secara nasional rata-rata 22,5% dari seluruh
persalinan.
10
11
Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan seksio
sesarea masih 4 - 6 kali lebih tinggi daripada persalinan
pervaginam, karena ada peningkatan risiko yang berhubungan
dengan proses persalinan sampai proses perawatan setelah
pembedahan. Komplikasi yang ditimbulkan pada pembedahan
seksio sesarea darurat relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
tindakan seksio sesarea yang telah direncanakan sebelumnya.
Seksio sesarea darurat meningkatkan risiko komplikasi pasca
bedah 4-5 kali lipat secara keseluruhan. Dari jumlah angka
kematian maternal 0,33-1,00% diantaranya terjadi pada
pembedahan seksio sesarea sebagai akibat dari prosedur
pembedahan maupun suatu keadaan yang mengindikasikan
seksio sesarea. Komplikasi infeksi pasca seksio sesarea
merupakan salah satu penyebab morbiditas maternal yang
berhubungan dengan lama perawatan di rumah sakit
(Prasetyawati, 2012).
c. Klasifikasi
Seksio sesarea dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu
sebagai berikut:
1) Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada
segmen bawah uterus. Teknik seksio sesarea transperitoneal
12
profunda memiliki beberapa keunggulan, seperti kesembuhan
yang lebih baik dan relatif tidak banyak menimbulkan
perlekatan. Namun kerugian dari teknik ini adalah terdapat
kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga dapat
memungkinkan terjadi luka insisi yang lebih luas dan disertai
dengan perdarahan.
2) Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Suatu teknik yang dilakukan tanpa insisi peritoneum melainkan
dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung
kemih ke bawah atau ke garis-garis tengah, kemudian uterus
dibuka dengan insisi di segmen bawah
3) Seksio Sesarea Klasik
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada
segmen atas uterus atau korpus uteri. Teknik seksio sesarea
klasik ini dilakukan apabila segmen bawah rahim sulit untuk
dicapai, misalnya oleh karena ada perlekatan pada kandung
kemih akibat pembedahan sebelumnya, mioma pada segmen
bawah uterus atau karsinoma serviks yang invasif. Kelemahan
dari teknik ini, yaitu penyembuhan dari luka insisi relatif sulit,
memungkinkan untuk terjadi perlekatan dengan dinding
abdomen dan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya.
13
4) Seksio Sesarea disertai Histerektomi
Pengangkatan uterus setelah tindakan seksio sesarea oleh
karena atonia uteri yang tidak dapat teratasi, pada keadaan
uterus miomatousus besar dan banyak, atau keadaan ruptur
uteri yang tidak dapat diatasi.
d. Kontraindikasi
Seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin,
adanya faktor yang menghambat berlangsungnya tindakan seksio
sesarea, seperti adanya gangguan mekanisme pembekuan darah
pada ibu, lebih dianjurkan untuk dilakukan persalinan pervaginam,
oleh karena insisi yang menyebabkan perdarahan dapat seminimal
mungkin. Seksio sesaria umumnya tidak dilakukan pada kasus
keadaan janin sudah mati dalam kandungan, ibu syok atau anemia
berat yang belum teratasi, pada janin dengan kelainan kongenital
mayor yang berat atau terjadi infeksi dalam kehamilan.
e. Anastesi
Ada beberapa teknik anestesi atau penghilang rasa sakit
yang dapat dipilih untuk tindakan seksio sesarea, baik spinal
maupun general. Yang lebih umum digunakan yaitu anestesi
spinal atau epidural. Pada anestesi general mungkin diberikan jika
diperlukan proses persalinan yang cepat karena cara kerja yang
jauh lebih cepat dibandingkan anestesi spinal.
14
1) Anestesi General
Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal
atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan
teknis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur
pemberian anestesi ini, pasien akan menghirup oksigen
melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit
sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Pasien
tidak sadarkan diri dalam waktu 20 sampai 30 detik. Saat
pasien tidak sadarkan diri, disisipkan selang ke dalam
tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan
mencegah muntah. Jika digunakan anestesi general, pasien
akan dimonitor oleh ahli anestesi secara konstan.
2) Anestesi Spinal
Berkaitan dengan risiko untuk ibu dan skor Apgar yang
lebih rendah menggunakan anestesi general, umumnya
tindakan seksio sesarea menggunakan anestesi spinal.
Dengan menggunakan teknik anestesi spinal, neonatus
terpapar lebih sedikit obat anestesi dan memberikan
pengelolaan rasa sakit pasca operasi yang lebih baik.
Pemasukan anestesi lokal ke dalam ruang
subarakhnoid untuk menghasilkan blok spinal telah lama
digunakan untuk seksio sesarea. Teknik ini diketahui baik
15
untuk pasien dengan kelainan paru, diabetes melitus, penyakit
hati yang difus, kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan
gangguan metabolisme dan ekskresi obat-obatan. Keuntungan
dari anestesi spinal antara lain teknik yang sederhana, onset
cepat, risiko keracunan sistemik yang lebih rendah, blok
anestesi yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyulitnya telah diketahui dengan
baik, analgesia dapat diandalkan, pasien sadar sehingga
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi.
f. Sterilisasi Ruang Pembedahan
Pemeliharaan ruang pembedahan merupakan proses
pembersihan dan dekontaminasi ruang beserta alat-alat standar
yang terdapat di ruang bedah. Tujuan dilakukannya yaitu untuk
mencegah infeksi silang dari atau kepada pasien serta
mempertahankan sterilitas. Sterilisasi kamar operasi dapat dengan
cara pemakaian sinar ultraviolet yang dinyalakan selama 24 jam,
memakai desinfektan yang disemprotkan dengan memakai suatu
alat (fogging) dengan waktu yang dibutuhkan sekitar 1 jam untuk
menyemprotkan cairan dan ruang pembedahan dapat dipakai
setelah 1 jam kemudian.
16
g. Insisi Dinding Abdomen
Macam bentuk insisi dinding abdomen yang dapat dilakukan
pada seksio sesarea adalah :
1) Insisi Longitudinal
Teknik insisi yang dilakukan antara umbilikus sampai dengan
suprapubis. Untuk mengatasi perdarahan dilakukan tindakan
ligasi atau kauterisasi. Fasia dibuka sepanjang insisi,
kemudian dibebaskan dari otot dinding abdomen. Selanjutnya
otot dinding abdomen dipisahkan ke bagian samping sehingga
terlihat peritoneum. Peritoneum dibuka kemudian melakukan
insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga
uterus terlihat.
2) Insisi Transversal menurut Pfannenstiel
Teknik insisi yang dilakukan di suprapubis pada perbatasan
rambut pubis hingga mencapai fasia abdominalis. Perdarahan
diatasi dengan tindakan ligasi atau dengan termokauter.
Pemotongan fasia dilakukan secara melintang dipisahkan dari
muskulus abdominalis dan muskulus piramidalis. Ligasi bila
terjadi perdarahan arteri atau vena epigastrika inferior. Pada
tepi bagian atas dan bawah dapat diikat pada kulit abdomen,
kemudian untuk melihat peritonium, muskulus rektus dan
piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya. Peritoneum
17
dibuka dengan melakukan pengangkatan menggunakan pinset
dan dipotong dengan pisau atau gunting. Uterus dapat terlihat
dengan memperlebar insisi peritoneum.
h. Insisi Uterus
Insisi uterus yang paling sering dilakukan adalah insisi
transversal (tipe Kerr) segmen bawah, kemudian diikuti oleh insisi
vertikal segmen bawah.
1) Insisi Uterus Transversal Segmen Bawah
Insisi jenis ini memiliki keunggulan yaitu hanya
membutuhkan sedikit diseksi kandung kemih dari miometrium
di bawahnya, namun jika insisi diperluas ke lateral maka dapat
terjadi laserasi yang mengenai satu atau kedua pembuluh
uterus. Keuntungan lain insisi transversal adalah lebih mudah
diperbaiki, terletak di tempat yang paling kecil kemungkinan
mengalami ruptur disertai keluarnya kepala janin ke dalam
rongga abdomen selama kehamilan berikutnya dan tidak
meningkatkan perlekatan usus atau omentum ke garis sisi.
Pada insisi transversal biasanya lipatan peritoneum
yang longgar di atas batas atas kandung kemih dan segmen
bawah anterior uterus dipegang dengan forsep di garis tengah
dan diinsisi dengan skalpel atau gunting. Gunting dimasukkan
di antara serosa dan miometrium segmen bawah uterus dan
18
didorong ke samping dari garis tengah, serosa dibebaskan
selebar 2 cm yang kemudian diinsisi. Sewaktu batas lateral di
masing-masing sisi didekati, gunting sedikit diarahkan ke
kepala. Lipat bawah peritoneum diangkat dan kandung kemih
dipisahkan secara tumpul dan tajam dari miometrium di
bawahnya. Secara umum, kedalaman pemisahan kandung
kemih tidak melebihi 5 cm. Khususnya pada serviks yang telah
mendatar dan membuka lengkap, dapat terjadi diseksi yang
terlalu ke dalam sehingga secara tidak sengaja dapat
menembus vagina di bawahnya.
Uterus dibuka melalui segmen bawah uterus sekitar 1
cm di bawah batas atas lipatan peritoneum. Insisi uterus perlu
dibuat relatif lebih tinggi pada wanita dengan pembukaan
serviks yang telah lengkap agar ekstensi insisi ke lateral
menuju arteri-arteri uterus dapat dicegah. Insisi uterus dapat
dilakukan dengan berbagai teknik. Masing-masing dimulai
dengan menginsisi segmen bawah uterus yang telah terpajan
secara melintang sepanjang sekitar 1 sampai 2 cm di garis
tengah. Insisi harus memotong seluruh ketebalan dinding
uterus, tetapi tidak cukup dalam untuk melukai janin di
bawahnya. Tindakan menembus uterus dengan hati-hati
secara tumpul dapat menggunakan hemostat untuk
19
memisahkan otot. Setelah uterus dibuka, insisi dapat diperluas
dengan memotong ke lateral dan sedikit ke atas dengan
gunting perban. Jika segmen bawah uterus tipis, lubang masuk
dapat diperlebar hanya dengan memperluas insisi,
menggunakan kedua telunjuk untuk memberikan tekanan ke
arah lateral dan atas.
Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan
badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong
arteri dan vena uterina yang berjalan di batas lateral uterus,
jika dijumpai plasenta di garis insisi, plasenta tersebut harus
dilepaskan atau diinsisi. Jika plasenta dipotong, perdarahan
janin dapat hebat sehingga tali pusat harus dipotong secepat
mungkin.
2) Insisi Uterus Vertikal Segmen Bawah
Insisi vertikal pada uterus dimulai dengan skalpel dan
dilakukan serendah mungkin, tetapi lebih tinggi daripada batas
perlekatan kandung kemih. Jika ruang yang terbentuk oleh
skalpel sudah memadai, maka insisi diperluas ke arah kepala
dengan gunting perban sampai cukup panjang untuk
melahirkan janin. Di dalam miometrium sering dijumpai banyak
perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah besar. Segera
setelah janin dikeluarkan, pembuluh-pembuluh tersebut diklem
20
dan diikat dengan benang catgut kromik. Setelah janin lahir,
insisi uterus diamati untuk melihat ada tidaknya perdarahan
yang bermakna. Perdarahan harus segera dijepit dengan
forcep pennington atau forsep cincin.
i. Perbaikkan Insisi Uterus
1) Perbaikan Insisi Uterus Transversal
Setelah plasenta dilahirkan, uterus dapat diangkat
melalui insisi untuk diletakkan di dinding abdomen yang telah
ditutup duk dan fundus ditutupi oleh kain laparotomi yang
lembab. Uterus atonik yang lemas dapat cepat diketahui dan
diberi pijatan. Titik-titik perdarahan dan insisi lebih mudah
dilihat dan diperbaiki, terutama jika telah terdapat perluasan ke
lateral. Adnexa lebih terlihat sehingga sterilisasi tuba lebih
mudah dilakukan. Kekurangan utama adalah rasa tidak
nyaman dan muntah yang ditimbulkan oleh gerakan menekan
dan mendorong pada wanita yang mendapat analgesia spinal
atau epidural. Pada wanita yang menjalani eksteriorisasi
uterus sebelum penutupan, tidak terjadi peningkatan
morbiditas demam atau perdarahan.
Segera setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa,
rongga uterus diperiksa dan diusap dengan spons laparotomi
untuk mengeluarkan membran, verniks, bekuan, atau debris
21
lain yang tersisa. Tepi sayatan bagian atas dan bawah serta
masing-masing sudut insisi uterus diperiksa secara cermat
untuk melihat adanya perdarahan.
Insisi uterus kemudian ditutup dengan satu atau dua
lapisan jahitan kontinyu menggunakan benang ukuran 0 atau 1
yang dapat diserap. Biasanya digunakan benang kromik atau
benang sintetik yang tidak dapat diserap. Pembuluh-pembuluh
besar yang telah diklem sebaiknya diikat dengan benang.
Jahitan pertama dipasang sedikit melewati salah satu
sudut insisi. Kemudian dilakukan penjahitan jelujur mengikat
(running-lock), dengan masing-masing jahitan menembus
seluruh ketebalan miometrium. Tempat masuknya masing-
masing jahitan harus dipilih dengan cermat untuk menghindari
pengeluaran jarum setelah jarum menembus miometrium. Hal
ini mengurangi kemungkinan perforasi pembuluh yang tidak
terikat dan perdarahan. Penjahitan jelujur-mengikat ini
dilanjutkan sedikit melewati sudut insisi yang berlawanan.
Kerapatan tepi sayatan biasanya dapat dicapai dengan
memuaskan, terutama jika segmen bawah tipis. Jika kerapatan
setelah satu lapisan jahitan jelujur kurang memuaskan atau
jika perdarahan menetap, dapat dilakukan penjahitan satu
lapis tambahan untuk memperoleh kerapatan dan hemostasis
22
atau masing-masing titik perdarahan dihentikan dengan jahitan
angka-delapan atau jahitan kasur. Setelah hemostasis tercapai
dengan penutupan uterus, maka tepi serosa yang menutupi
uterus dan kandung kemih didekatkan satu sama lain dengan
jahitan jelujur menggunakan benang cutgut kromik 2-0.
2) Perbaikan Insisi Uterus Vertikal
Salah satu metodenya adalah menggunakan satu lapis
jahitan jelujur dengan cutgut kromik 0 atau 1 untuk
menyatukan separuh bagian dalam insisi. Separuh bagian luar
insisi uterus kemudian ditutup dengan jahitan serupa
menggunakan teknik jelujur atau jahitan angka-delapan. Untuk
mencapai kerapatan yang baik dan untuk mencegah benang
merobek miometrium, sebaiknya dilakukan penekanan pada
kedua sisi luka miometrium ke arah tengah setiap kali
dilakukan penjahitan dan pengikatan. Tepi-tepi serosa uterus
didekatkan satu sama lain dengan jahitan jelujur
menggunakan cutgut kromik 2-0.
j. Penutupan Abdomen
Semua kasa dikeluarkan, dan cekungan serta cul-de-sac
dikosongkan dari darah dan cairan amnion dengan pengisapan
lembut. Jika digunakan anestesi umum, organ abdomen atas
dapat diraba secara sistematis. Namun pada anestesi regional,
23
tindakan ini dapat menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman.
Setelah hitung spons dan alat sudah benar, insisi abdomen
ditutup. Sewaktu dilakukan penutupan lapis demi lapis, tempat-
tempat perdarahan diidentifikasi, dijepit dan diikat. Ruang subfasia
secara cermat diperiksa untuk hemostasis. Fasia rektus di atasnya
ditutup dengan jahitan interrupted dengan benang ukuran 0 yang
tidak dapat diserap yang dijahitkan ke arah lateral tepi fasia
dengan jarak tidak lebih dari 1 cm atau dengan jahitan jelujur tidak
mengikat (continuous non-blocking) menggunakan benang tipe
permanen atau yang dapat diserap tetapi bertahan lama.
Jaringan subkutis biasanya tidak perlu ditutup secara
terpisah jika ketebalannya 2 cm atau kurang dan kulit ditutup
dengan jahitan kasur vertikal menggunakan benang sutera 3-0
atau 4-0 atau ekuivalennya. Jika jaringan lemaknya lebih tebal,
atau jika digunakan klip atau jahitan subkutis, dilakukan beberapa
penjahitan interrupted dengan cutgut polos 3-0 untuk menutup
ruang mati dan mengurangi tarikan pada tepi luka.
k. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk mencegah
komplikasi yang dapat ditimbulkan pasca tindakan seksio sesarea.
Perawatan pembalutan luka (wound dressing) dengan baik
merupakan perawatan pertama yang diperlukan pasca bedah,
24
kemudian melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, jumlah cairan yang
masuk dan keluar serta pengukuran suhu tubuh. Pengukuran
terhadap tanda-tanda vital dilakukan hingga beberapa jam pasca
bedah dan beberapa kali sehari untuk perawatan selanjutnya.
1) Perawatan Luka Insisi Kulit Abdomen
Perawatan luka insisi dapat dimulai dengan
membersihkan luka insisi menggunakan alkohol atau cairan
suci hama dan ditutup dengan kain penutup luka. Setiap hari
pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Perhatikan apakah
luka telah sembuh sempurna atau mengalami komplikasi. Luka
yang mengalami komplikasi seperti sebagian luka yang
sembuh sedangkan sebagian lain mengalami infeksi eksudat,
luka terbuka sebagian atau seluruhnya, memerlukan
perawatan khusus atau bahkan perlu dilakukan reinsisi.
Komplikasi-komplikasi tersebut sering dijumpai pada pasien
seksio sesarea dengan obesitas, diabetes melitus dan partus
lama.
2) Pemberian Cairan
Pemberian cairan perinfus harus cukup dan
mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi
hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ tubuh lain,
25
karena selama 24 jam pertama pasca pembedahan pasien
diharuskan untuk berpuasa. Pemberian transfusi darah atau
packed-cell apabila kadar hemoglobin darah rendah.
Pencatatan jumlah urin atau cairan yang keluar ditampung
untuk mengetahui jumlah cairan yang harus diberikan.
Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah pasien flatus
baru kemudian dapat diberikan makanan dan cairan peroral.
3) Diet
Pemberian makanan dapat dilakukan setelah cairan
infus dihentikan. Pasien diperbolehkan makan makanan bubur
saring, minuman air buah dan susu, selanjutnya diperbolehkan
makanan bubur dan makanan biasa secara bertahap kecuali
bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan, seperti
adanya kembung, meteorismus dan peristaltik usus yang
abnormal, sedangkan pemberian obat-obatan peroral dapat
diberikan sejak pemberian minum pertama kali.
4) Pengelolaan Nyeri
Pengelolaan untuk mengurangi rasa nyeri yang
biasanya masih dirasakan pasien dalam 24 jam pertama sejak
pasien sadar, dapat diberikan obat-obatan analgesia dan
penenang, seperti injeksi intramuskular pethidin atau morfin
26
secara perinfus. Biasanya setelah 24-48 jam rasa nyeri akan
hilang seiring dengan penyembuhan luka.
5) Mobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dan merupakan faktor penting dalam
mempercepat pemulihan pasca bedah. Tujuan mobilisasi dini
adalah membantu proses penyembuhan ibu setelah
melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas
luka insisi setelah operasi seksio sesarea, mengurangi risiko
konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan otot,
mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan,
peristaltik maupun berkemih.
Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien
yang membaik pasca bedah. Pada pasien post operasi seksio
sesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera
menggerakkan anggota tubuh. Gerak tubuh yang dapat
dilakukan adalah dengan menggerakkan lengan, tangan, kaki
dan jari-jari agar kerja organ pencernaan segera kembali
normal.
6) Kateterisasi
Perawatan pengosongan kandung kemih pada seksio
sesarea sama dengan persalinan pervaginam tanpa perlukaan
27
yang luas pada jalan lahir. Perawatan kateterisasi ini dilakukan
untuk mencegah iritasi dan luka terkontaminasi oleh urin.
Dianjurkan pemasangan kateter tetap selama 24 hingga 48
jam atau lebih pasca pembedahan, karena disamping rasa
nyeri dan tidak nyaman yang ditimbulkan dari kandung kemih
yang penuh, melalui kateterisasi dapat diketahui jumlah urin
yang keluar secara periodik.
7) Antibiotika
Antibiotika sangat diperlukan pasca pembedahan untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi puerperalis.
Febris merupakan salah satu tanda komplikasi pasca seksio
sesarea yang sering ditemukan. Penelitian yang menunjukkan
morbiditas febris pasca seksio sesarea mengalami penurunan
setelah antibiotika diberikan secara profilaksis. Pemberian
antibiotika dengan interval 6 jam dapat menurunkan angka
morbiditas akibat infeksi. Pemberian antibiotika sebelum
pembedahan dapat menurunkan morbiditas pasca seksio
sesarea menjadi 7%.
8) Perawatan Rutin
Perawatan rutin pasca seksio sesarea yang harus
diperhatikan, meliputi pemeriksaan dan pengukuran tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, jumlah cairan
28
masuk dan keluar dan pengukuran suhu tubuh, serta
pemeriksaan lain apabila terdapat komplikasi. Pengukuran dan
pencatatan tanda-tanda vital ini dilakukan setiap 4 jam.
9) Pemulangan Pasien
Pasien pasca tindakan seksio sesarea tanpa disertai
komplikasi selama masa nifas atau keadaan abnormal lain
yang masih perlu perawatan dan dinyatakan sehat dari luka
operasi diperbolehkan pulang idealnya pada hari keempat atau
kelima postpartum, namun diperlukan pembatasan aktivitas ibu
selama minggu-minggu berikutnya hanya untuk perawatan ibu
sendiri sedangkan perawatan bayi dengan bantuan orang lain.
l. Komplikasi Pasca Seksio Sesarea
Morbiditas maternal pada seksio sesarea lebih besar
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Komplikasi pasca
seksio sesarea dapat berasal dari perdarahan, sepsis, luka pada
traktus urinarius dan tromboemboli. Komplikasi pasca seksio
sesarea, meliputi :
1) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi paling serius yang
memerlukan transfusi darah dan merupakan penyebab utama
kematian maternal. Penyebab perdarahan pada tindakan
operasi dapat disebabkan karena atonia uteri, robekan jalan
29
lahir, perdarahan karena mola hidatidosa atau koriokarsinoma,
gangguan pembekuan darah akibat kematian janin dalam
rahim lebih dari 6 minggu, solusio plasenta, emboli air ketuban
dan retensio plasenta, yaitu gangguan pelepasan plasenta
menimbulkan perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
2) Infeksi
Setiap tindakan pembedahan hampir selalu diikuti oleh
kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi
semakin meningkat apabila didahului faktor predisposisi yang
memudahkan terjadinya infeksi, yaitu keadaan umum yang
rendah misalnya terdapat anemia saat kehamilan atau sudah
terdapat infeksi sebelumnya, keadaan malnutrisi, perlukaan
operasi yang menjadi jalan masuk bakteri, pelaksanaan
operasi persalinan yang kurang legeartis seperti rendahnya
tingkat higienitas dan sterilitas alat pembedahan dan ruang
operasi, proses persalinan bermasalah seperti partus lama
atau macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang
baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang
berlebihan.
3) Trauma Tindakan Operasi Persalinan
Operasi merupakan suatu tindakan pertolongan
persalinan sehingga tidak menutup kemungkinan dapat
30
menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan
diantaranya dapat berupa perluasan luka episiotomi, perlukaan
pada vagina, perlukaan pada serviks, perlukaan pada
fornikskolpoporeksis, terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak
lengkap, terjadi fistula dan inkontinensia. Ruptura uteri dan
kolpoporeksis merupakan akibat dari trauma tindakan operasi
persalinan yang diyakini paling berat.
4) Tromboemboli
Aliran darah yang normal tergantung pada
pemeliharaan keseimbangan antara antikoagulan yang
beredar, antikoagulan endotelium serta faktor-faktor
prokoagulan. Apabila keseimbangan tersebut terganggu, dapat
terjadi trombosis. Pada suatu kondisi yang memperlambat
aliran darah, misalnya pada ibu hamil yang merupakan salah
satu faktor risiko untuk mengalami kejadian tromboemboli,
sedangkan risiko tromboemboli setelah tindakan seksio
sesarea diperkirakan dialami 1-2% pasien.
Faktor-faktor risiko kemungkinan terjadinya trombosis
antara lain peningkatan konsentrasi estrogen atau progesteron
dalam plasma, peningkatan konsentrasi beberapa faktor
pembekuan pada kehamilan, partus, pasca seksio sesarea
emergensi, partus dengan instrumen dan grandemultiparitas.
31
Risiko trombosis juga meningkat pada usia lebih dari 35 tahun
atau lebih dari 30 tahun dengan riwayat melahirkan lewat
pembedahan, obesitas dengan berat badan lebih dari 80 kg,
immobilitas atau tirah baring lebih dari 4 hari, trauma dan
pembedahan, dehidrasi misalnya pada keadaan emesis atau
hiperemesis, perdarahan, infeksi yang belum lama terjadi,
sepsis, kompresi pembuluh darah, merokok, stress, hipertensi,
pre-eklamsia, diet tinggi lemak dan rendah serat, varises vena,
trombofilia, sindrom antifosfolipid, lupus antikoagulan, riwayat
tromboemboli pada pasien, diabetes melitus, penyakit yang
telah ada sebelumnya misalnya pada kelainan saluran
pernapasan, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis, sindrom
nefrotik, dan penyakit inflamasi usus.
2. Tinjauan Tentang Penyebab Dilakukannya Seksio Sesarea
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam
persalinan, yaitu power (kekuatan ibu), passage (jalan lahir),
passanger (janin), psikologis ibu dan penolong persalinan. Apabila
pada salah satu faktor terdapat gangguan, dapat mengakibatkan
keberhasilan dalam persalinan tidak dapat tercapai bahkan dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin
jika keadaan tersebut berlanjut.
32
Indikasi seksio sesarea dilakukan apabila diambil langkah
keputusan penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan
bahaya serius bagi ibu, janin, bahkan keduanya, atau bila tidak
dimungkinkan dilakukan persalinan pervaginam secara aman.
Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea dibedakan menjadi 4,
yaitu :
a. Indikasi Ibu
1) Usia ibu melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau
wanita usia 40 tahun ke atas.
2) Adanya ancaman robekan rahim. Adanya riwayat seksio
sesarea pada kehamilan yang sebelumnya.
3) Ibu kelelahan.
4) Penyakit ibu yang berat seperti penyakit jantung, paru,
demam tinggi, pre-eklampsia berat atau eklampsia.
5) Faktor hambatan jalan lahir, karena terdapat tumor atau
mioma yang menyebabkan persalinan terhambat atau tidak
maju.
6) Disproporsi sefalo-pelvis, yaitu ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
b. Indikasi Janin
1) Bayi terlalu besar atau berat bayi sekitar 4000 gram atau
lebih.
33
2) Malpresentasi atau malposisi, yaitu letak bayi dalam rahim
tidak menguntungkan untuk persalinan pervaginam. Misalnya
pada posisi transversal dan presentasi sungsang.
3) Distress janin, terjadi perubahan kecepatan denyut jantung
janin yang dapat menunjukkan suatu masalah pada bayi.
Perubahan kecepatan denyut jantung, dapat terjadi jika tali
pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah yang
teroksigenasi ke plasenta.
4) Faktor plasenta, misalnya pada kasus plasenta previa,
keadaan dimana plasenta menutupi sebagian leher rahim.
Pada saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim
dan menyebabkan perdarahan, yang dapat mengurangi
pasokan oksigen ke janin. Tidak dimungkinkan dilakukan
persalinan pervaginam karena plasenta akan keluar sebelum
bayi lahir.
5) Kelainan tali pusat, misalnya pada prolaps tali pusat terjadi
bila tali pusat turun melalui leher rahim sebelum bayi, maka
kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat dan
mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen, sehingga
mengharuskan dilakukannya bedah sesar dengan segera.
6) Kehamilan ganda, pada kehamilan ganda terdapat risiko
terjadinya komplikasi kelahiran prematur dan terjadi pre-
34
eklamsia pada ibu sehingga memungkinkan untuk dilakukan
persalinan secara seksio sesarea.
c. Indikasi Waktu
1) Partus lama, yaitu persalinan yang berlangsung sampai 18
jam atau lebih.
2) Partus tidak maju, yaitu tidak ada kemajuan dalam jalannya
persalinan kala I baik dalam pembukaan serviks, penurunan
kepala atau saat putaran paksi.
3) Partus macet, yaitu bayi tidak lahir setelah dipimpin
mengejan (kala II) beberapa saat.
d. Indikasi Sosial
Selain indikasi berdasarkan faktor ibu, janin dan waktu
terdapat indikasi sosial untuk dilakukannya persalinan secara
seksio sesarea, yang timbul karena permintaan pasien meskipun
untuk dilakukan persalinan normal tidak ada masalah atau
kesulitan yang bermakna. Indikasi sosial biasanya sudah
direncanakan terlebih dahulu atau dapat disebut dengan seksio
sesarea elektif.
William R (dalam Andriani, 2012) membedakan 2 faktor risiko
yang berpengaruh terhadap persalinan dengan tindakan, yaitu :
a. Faktor Persalinan
1. Ketuban Pecah Dini (KPD)
35
a) Definisi
Ketuban pecah dini adalah kondisi pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada usia
kehamilan cukup bulan atau kurang bulan. Ketuban pecah
dini terjadi karena rupturnya membran ketuban sebelum
persalinan berlangsung.
b) Penyebab
Penyebab ketuban pecah dini adalah karena berkurangnya
kekuatan membran atau peningkatan tekanan intra uterin
atau kombinasi antara keduanya. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan karena adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina atau serviks. Ketuban pecah dini juga
dapat disebabkan oleh karena :
1) Inkompetensi Serviks
Inkompetensi serviks adalah suatu kelainan anatomi
pada serviks yang dapat disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
kelainan kongenital pada serviks yang dapat
menyebabkan dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti penonjolan serta robekan
selaput janin dan keluarnya hasil konsepsi.
36
2) Peningkatan Tekanan Intra Uterin
Peningkatan tekanan intra uterin dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini akibat distensi uterus
yang meningkat sehingga menyebabkan tekanan pada
intra uterin bertambah sedangkan keadaan tersebut
menekan selaput ketuban menjadi teregang, tipis,
kekuatan membran menjadi berkurang dan
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. Keadaan
distensi yang berlebihan pada uterus misalnya pada
keadaan trauma, gemelli atau kehamilan kembar,
makrosomia atau berat badan neonatus >4000 gram,
pada keadaan hidramnion atau polihidramnion yaitu
jumlah cairan amnion >2000 ml.
3) Kelainan letak janin dan uterus, seperti letak sungsang
atau letak lintang.
4) Infeksi
Infeksi disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi pada selaput yang biasanya
berasal dari vagina. Infeksi yang terjadi menyebabkan
proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga selaput ketuban mudah pecah.
37
5) Faktor Genetik
Faktor genetik berperan dalam terjadinya ketuban
pecah dini baik karena terdapat kelainan genetik pada
keluarga atau rendahnya kadar ion Cu serum dan
vitamin C yang berperan dalam mempertahankan
selaput ketuban dan kekuatan membran.
6) Riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD) Sebelumnya.
c) Pengaruh Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Seksio
Sesarea
Komplikasi yang ditimbulkan akibat ketuban pecah dini
diantaranya infeksi maternal ataupun neonatus, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, insiden seksio sesarea yang meningkat karena
persalinan normal yang gagal. Ketuban pecah dini
merupakan salah salah satu indikasi medis untuk
dilakukan tindakan seksio sesarea oleh karena sudah
terjadi gawat janin. Pada kasus ketuban pecah dini
memungkinkan terjadinya infeksi intrapartum, infeksi
puerpuralis atau nifas hingga peritonitis dan septikemia.
Kasus infeksi pada ketuban pecah dini lebih sering terjadi
pada persalinan preterm daripada aterm dan secara umum
38
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
2. Partus Lama
a. Definisi
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari
18 jam yang dimulai dari tanda-tanda persalinan.
b. Penyebab
Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multi-komplek
yang tergantung pada keadaan kehamilan, pertolongan
persalinan dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor yang
menyebabkan partus lama adalah :
1) Kelainan letak janin
2) Kelainan panggul
3) Kelainan his
4) Pimpinan partus yang salah
5) Kelainan congenital
6) Primi tua
7) Grande multipara
8) Ketuban pecah dini
c. Pengaruh Partus Lama terhadap Seksio Sesarea
Disamping kasus gawat janin, persalinan berkepanjangan
merupakan suatu indikasi medis dilakukannya tindakan
39
seksio sesarea, misalnya pada keadaan disproporsi sefalo-
pelvis atau terdapat kelainan his sehingga pembukaan tidak
berkembang. Terdapat kenaikan insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi hingga sepsis, asidosis atau
gangguan elektrolit, kelelahan ibu, dehidrasi, syok dan
kegagalan fungsi organ, robekan jalan lahir dan terjadinya
fistula buli-buli, vagina, uterus dan rektum sehingga turut
meningkatkan angka morbiditas ibu.
b. Faktor Maternal
1. Usia
Usia adalah lama waktu untuk hidup atau sejak dilahirkan
atau sejak diadakan. Usia ibu merupakan penyebab kematian
maternal dari faktor reproduksi. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia lebih dari 35 tahun adalah 2
hingga 5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang
terjadi pada usia antara 20 hingga 35 tahun.
a) Usia Ibu Kurang dari 20 Tahun
Pada usia kurang dari 20 tahun, organ reproduksi
belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi
kehamilan dan persalinan rentan mengalami komplikasi.
Pada usia ini, kekuatan otot perineum dan otot perut belum
40
bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan
lama yang memerlukan tindakan.
Risiko kehamilan dengan usia di bawah 20 tahun
adalah anemia, gangguan tumbuh kembang janin,
prematuritas atau berat badan lahir rendah (BBLR),
gangguan persalinan, pre-eklampsia, perdarahan
antepartum, asfiksia dan persalinan pervaginam dengan
instrument.
b) Usia Ibu Lebih dari 35 Tahun
Semakin bertambahnya usia wanita akan semakin
tipis cadangan telur, indung telur yang juga semakin kurang
peka terhadap rangsangan gonadotropin. Semakin lanjut
usia wanita, risiko terjadi abortus semakin meningkat karena
kualitas sel telur atau ovum yang menurun dan
meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom. Salah
satu faktor penyebab abortus pada gravida tua adalah
karena terjadinya abnormalitas kromosom janin.
Peningkatan risiko persalinan preterm juga dapat
terjadi seiring bertambahnya usia. Setelah usia 30 tahun
lebih besar kemungkinan risiko persalinan preterm baik
kondisi janin dalam keadaan normal ataupun abnormal.
Wanita berusia 35 tahun atau lebih meningkatkan risiko
41
terhadap penyakit penyerta seperti tekanan darah tinggi,
gestasional diabetes dan komplikasi selama persalinan.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang
telah dilalui oleh seseorang. Tingkat pendidikan yang ditempuh
seseorang adalah salah satu faktor demografi yang
mempengaruhi kondisi kesehatan individu dan masyarakat.
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi, akan dengan
mudah menerima informasi kesehatan dan secara aktif
berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan
kesehatan. Informasi mengenai kehamilan dan persalinan
merupakan suatu kebutuhan bagi ibu untuk mempersiapkan
kehamilan dan proses persalinan.
3. Status Ekonomi
Status ekonomi sering dinyatakan dengan pendapatan
keluarga yang dapat mencerminkan kemampuan masyarakat
dalam pemenuhan kebutuhan hidup, kebutuhan kesehatan
termasuk kebutuhan zat gizi yang mempengaruhi kondisi
kehamilan dan proses persalinan. Status ekonomi juga turut
mempengaruhi akses pelayanan kesehatan sehingga apabila
terdapat komplikasi dalam kehamilan dapat diketahui lebih dini.
42
4. Status Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari
atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup
maupun mati. Bila berat badan tidak diketahui dapat dipakai
usia kehamilan, yaitu 24 minggu.
Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau
pernah hamil berdasarkan jumlahnya, yaitu :
a. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kali.
b. Multigravida adalah wanita yang pernah hamil beberapa
kali, dimana kehamilan tersebut tidak lebih dari 5 kali.
c. Grandemultigravida adalah wanita yang pernah hamil lebih
dari 5 kali.
Sedangkan jenis paritas bagi ibu yang sudah partus,
antara lain :
a. Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi
yang mampu hidup.
b. Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan
bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup.
c. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua bayi
yang mampu hidup atau lebih.
d. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima
anak atau lebih.
43
Menurut penelitian Gordon, wanita primipara lebih
berisiko terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan serta lebih
tinggi angka kejadian seksio sesarea. Risiko kejadian plasenta
previa meningkat dengan meningkatnya paritas ibu. Pada
wanita multipara, kejadian yang mengindikasikan tindakan
seksio sesarea 3 kali lebih sering daripada primipara. Misalnya
kejadian plasenta previa, pada wanita multipara disebabkan
kurangnya vaskularisasi dan perubahan atrofi pada desidua
akibat persalinan sebelumnya.
5. Penyakit Penyerta
Berbagai macam penyakit yang dapat menyertai ibu pada
saat kehamilan atau terdapat riwayat penyakit sebelumnya yang
dapat mempengaruhi kehamilan, proses jalannya persalinan
dan masa nifas.
Macam-macam penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi kehamilan, proses jalannya persalinan dan
masa nifas, antara lain :
a. Penyakit Jantung
Dalam kehamilan terjadi perubahan-perubahan
dalam sistem kardiovaskular yang biasanya masih dalam
batas fisiologis oleh karena jantung bekerja lebih berat
untuk memenuhi kebutuhan oksigen janin untuk tumbuh.
44
Dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan
nadi rata-rata mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34-
36 minggu. Dalam kehamilan lanjut, prekordium mengalami
pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di
daerah apeks dan katup pulmonal.
Prognosis penyakit jantung pada kehamilan
tergantung dari klasifikasi, usia, penyulit lain,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang
paling sering menyebabkan kematian adalah edema paru
akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih
buruk akibat dismaturitas dan gawat janin saat persalinan.
b. Asma Bronkiale
Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit
saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan
persalinan. Kurang dari sepertiga penderita asma akan
membaik dalam kehamilan, lebih dari sepertiga akan
menetap, serta kurang dari sepertiga lagi akan menjadi
buruk atau meningkatnya serangan asma. Biasanya
serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan
jarang terjadi. Faktor pencetus timbulnya asma, antara lain
zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan faktor
45
psikis. Asma saat kehamilan terutama asma yang berat dan
tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan risiko
komplikasi perinatal seperti preeklampsia, kematian
perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah,
perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan
dengan seksio sesarea.
c. Diabetes Melitus
Diabetes melitus pada kehamilan adalah intoleransi
glukosa yang terjadi atau diketahui pertama kali saat
kehamilan berlangsung. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat untuk menunjang
pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk
menyusui. Glukosa berdifusi melalui plasenta sehingga
kadar dalam darah janin hampir menyerupai kadar dalam
darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga
kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar gula pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin,
disamping beberapa hormon lain seperti estrogen, steroid
dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya reabsorbsi
makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan
terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
46
Dalam kehamilan, diabetes dapat menyebabkan
komplikasi seperti abortus dan partus prematurus, pre-
eklampsia, hidramnion, kelainan letak janin, insufisiensi
plasenta. Adapun penyulit yang sering dijumpai pada
persalinan adalah inertia uteri dan atonia uteri, distosia bahu
karena anak besar, kelahiran mati, lebih sering pengakhiran
partus dengan tindakan dan lebih mudah terjadi infeksi.
Sedangkan pengaruh dalam nifas, diabetes lebih sering
mengakibatkan infeksi nifas, sepsis, dan menghambat
penyembuhan luka jalan lahir, baik ruptur perineum maupun
luka episiotomi.
d. Penyakit Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan
fungsional dan anatomi ginjal dan saluran kemih yang
sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik. Segera
sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal
Plasma Flow) dan tingkat filtrasi glomerolus (Glomerolus
Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan
meningkat 30- 50%, diatas nilai normal wanita tidak hamil,
akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan
urin nitrogen darah. Normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7
mg/100 ml dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 ml.
47
Kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan
kehamilan dengan risiko sangat tinggi oleh karena akan
berdampak terhadap fungsi ginjal ibu dan dampak kelainan
ginjal terhadap kehamilan.
B. Landasan Teori
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dalam
rahim (Prawiroharjo, 2010).
Indikasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam
mungkin akan menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin.
Terdapat beberapa faktor indikasi penyebab terjadinya persalinan seksio
sesarea diantaranya adalah pada ibu yaitu disproporsi sephalo pelvic
(ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul), disfungsi uterus,
distosia jaringan lunak, plasenta previa, his lemah/ melemah, rupture uteri
mengancam, primi muda atau tua, partus dengan komplikasi, problema
plasenta. Dan pada bayi yaitu janin besar, gawat janin, janin dalam posisi
sungsang atau melintang, kelainan letak, hydrocephalus (Manuaba,
2010).
Menurut William R (dalam Andriani, 2012) persalinan yang
berlangsung lebih dari 18 jam digolongkan sebagai persalinan lama atau
48
partus lama. Kondisi tersebut dapat menimbulkan efek berbahaya baik
terhadap ibu maupun janin yang dikandung, oleh karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi
gawat janin dan kematian perinatal. Maka dari itu perlu segera dilakukan
seksio sesarea untuk penanganannya.
Perdarahan setelah usia kehamilan 22 minggu, dapat disebabkan
oleh plasenta previa, solusio plasenta atau sebab lain. Plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostinum uteri internum.
Jika ibu dengan diagnosa plasenta previa, kehamilannya belum
genap 36 minggu atau taksiran berat badan janin tidak sampai 2500
gram dan persalinan belum dimulai, dapat diperkenankan untuk menunda
persalinannya. Ibu dirawat untuk mencegah perdarahan berikutnya,
mengatasi anemianya dan persiapan persalinan dengan kondisi janin
yang cukup viable (mampu hidup). Namun plasenta previa totalis
merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea.
Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas
dalam kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita
hamil dan nifas. Pada tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan
disertai kejang disebut eklampsia. Preeklampsia ditandai dengan adanya
dua dari trias berikut : hipertensi, edema dan proteinuria, pada prinsipnya
49
penanganan preeklampsia adalah penanganan dan pemantauan agar
tidak meningkat menjadi lebih berat apalagi sampai terjadi eklampsia.
Preeklampsia berat dan eklampsia dapat menyebabkan komplikasi
kematian ibu dan janin. Untuk mencegah hal tersebut, maka upaya yang
dilakukan adalah dengan segera mengahiri kehamilan. Untuk menjamin
keselamatan ibu dan janin maka induksi dan atau melalui seksio sesarea
menjadi indikasi profilaksis ibu untuk mengakhiri kehamilannya.
KPD ditegakkan bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis sampai sepsis, yang akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi pada ibu. Penangananya
jika ketuban pecah lebih dari 18 jam berikan antibiotik profilaksis, lalu
nilai jika serviks sudah matang dan persalinan belum mulai setelah 24
jam maka lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks
belum matang maka matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea (Manuaba, 2010).
50
C. Kerangka Teori
Sumber : Pillitteri (2003) dimodifikasi William R (dalam Andriani,2012)
Manajemen
operasi
Indikasi
Jenis Seksio
Sesarea
Jenis insisi
abdomen
Jenis insisi
uterus
Tindakan
anastesi
Sterilisasi
ruangan operasi
Ibu (usia, riwayat SC, preeklampsia berat/ eklampsia, CPD)
Janin (makrosomia, malpresentasi, distress janin, plasenta previa, prolaps tali pusat, gemeli)
Waktu (Partus lama, partus tidak maju, partus macet)
Sosial (Permintaan Pasien)
Faktor Risiko
Faktor Persalinan
- Ketuban pecah dini - Partus lama
Faktor Ibu
- Usia
- Tingkat Pendidikan
- Status ekonomi
- Paritas
- Penyakit Penyerta
Seksio Sesarea
Komplikasi Pasca
Seksio Sesarea
Perawatan
Pasca Bedah
- Perawatan
Luka
- Mobilisasi
- Antibiotika
- Perdarahan
- Infeksi
- Trauma tindakan
operasi persalinan
- Tromboemboli
51
D. Kerangka Konsep
Keterangan : Variabel Bebas
Variabel Terikat
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara partus lama dengan kejadian seksio sesarea di
RSU Bahteramas tahun 2016.
2. Ada hubungan antara plasenta previa dengan kejadian seksio
sesarea di RSU Bahteramas tahun 2016.
3. Ada hubungan antara preeklampsia berat / eklampsia dengan
kejadian seksio sesarea di RSU Bahteramas tahun 2016.
4. Ada hubungan antara ketuban pecah dini (KPD) dengan kejadian
seksio sesarea di RSU Bahteramas tahun 2016.
Partus lama
PEB/Eklampsia
Plasenta Previa
KPD
Seksio
Sesarea
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observational dengan
rancangan penelitian Case Control yaitu studi yang mempelajari faktor
yang mempengaruhi persalinan seksio sesarea, dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kontrol berdasarkan ciri
paparannya (Chandra, 2015).
B. Skema Rancangan Penelitian
Retrospektif
Retrospektif
Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian Case Control
Partus Lama, Plasenta
Previa, PEB/ eklampsia,
KPD. Kelompok Kasus
(Persalinan SC)
Bukan Partus Lama, Bukan
Plasenta Previa, Bukan
PEB/ eklampsia, Bukan
KPD.
Partus Lama, Plasenta
Previa, PEB/ eklampsia,
KPD
Bukan Partus Lama, Bukan
Plasenta Previa, Bukan
PEB/ eklampsia, Bukan
KPD
Kelompok Kontrol
(Persalinan Pervaginam)
52
53
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 – 25 November tahun
2017.
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
melahirkan di Rumah Sakit Umum Bahteramas yang tercatat dalam
buku register di ruang kebidanan dari tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember 2016, dengan total sebanyak 890 orang, dimana
terdiri dari 501 orang persalinan dengan seksio sesarea dan 389 orang
dengan persalinan pervaginam.
2. Sampel
a. Kelompok kasus
Ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea dari tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember 2016 yang tercatat dalam
buku register di Ruang Kebidanan (Medical Record) RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
54
b. Kelompok kontrol
Ibu yang melahirkan dengan cara pervaginam dari tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember 2016 yang tercatat dalam
buku register di Ruang Kebidanan (Medical Record) RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
c. Besar sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Keterangan
n : besar sampel
N : besar populasi
Z(1-α/2) : nilai sebaran normal baku
P : proporsi kejadian
d : besar penyimpangan
Diketahui :
N : 890
Z(1-α/2) : TK 95% : 1,96
P : 0,56 (501 total SC dari 890 total persalinan =
56%)
55
d : 0,1
atau
Jumlah sampel pada kelompok kasus yaitu sebanyak 86
orang dan jumlah sampel pada kelompok kontrol yaitu sebanyak
86 orang, sehingga perbandingan antara kelompok kasus dan
kelompok kontrol yaitu 1 : 1. Jadi total sampel dalam penelitian ini,
yaitu 172 orang.
Adapun tehnik pengambilan sampel yaitu dengan metode
systematic random sampling, artinya pengambilan sampel secara
acak sistematis.
1) Kelompok Kasus
Yaitu dengan cara membagi jumlah kelompok kasus
dengan jumlah perkiraan jumlah sampel yang diinginkan dan
hasilnya adalah interval sampel (Riyanto, 2011). Diketahui
56
jumlah kelompok kasus = 501, kemudian sampel yang diambil
= 86, maka intervalnya adalah 501/86 = 5,82.
Responden pertama dari sampel harus dipilih secara
acak diantara nomor urut 1 sampai 5, misalnya yang terpilih
sebagai responden pertama adalah nomor 3, maka anggota
populasi yang akan diambil sebagai sampel adalah setiap
responden yang mempunyai nomor urut kelipatan 5, yaitu : 3,
8, 13, 18 dan seterusnya sampai mencapai jumlah 86 anggota
sampel.
2) Kelompok Kontrol
Yaitu dengan cara membagi jumlah kelompok kontrol
dengan jumlah perkiraan jumlah sampel yang diinginkan dan
hasilnya adalah interval sampel (Riyanto, 2011). Diketahui
jumlah kelompok kontrol = 389, kemudian sampel yang diambil
= 86, maka intervalnya adalah 389/86 = 4,52.
Responden pertama dari sampel harus dipilih secara
acak diantara nomor urut 1 sampai 4, misalnya yang terpilih
sebagai responden pertama adalah nomor 2, maka anggota
populasi yang akan diambil sebagai sampel adalah setiap
responden yang mempunyai nomor urut kelipatan 4, yaitu : 2,
6, 10, 14 dan seterusnya sampai mencapai jumlah 86 anggota
sampel.
57
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1
No Nama
Variabel
Definisi
Operasional Cara Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Seksio sesarea
Suatu tindakan pembedahan pada perut ibu untuk membantu kelahiran bayi
Penelusuran informasi rekam medis
Formulir isian
0. Dilakukan seksio sesarea
1. Tidak dilakukan seksio sesarea
Nominal
2. Partus Lama
Persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam tanpa kelahiran janin
Penelusuran informasi rekam medis
Formulir isian
0. Ya 1. Tidak
Nominal
3. Plasenta previa
Perdarahan pada kehamilan di atas 22 minggu hingga menjelang persalinan (sebelum bayi dilahirkan), yang disebabkan letak plasenta menutupi sebagian atau keseluruhan jalan lahir
Penelusuran informasi rekam medis
Formulir isian
0. Ya 1. Tidak
Nominal
4. PEB/ Eklampsia
Adanya tanda-tanda seperti preeklampsia (edema, hipertensi dan protein urine +)
Penelusuran informasi rekam medis
Formulir isian
0. Ya 1. Tidak
Nominal
58
dan disertai kejang
5. KPD Pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan berlangsung.
Penelusuran informasi rekam medis
Formulir isian
0. Ya 1. Tidak
Nominal
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen atau alat ukur yang digunakan penulis untuk
mengukur variabel dalam penelitian ini yaitu menggunakan lembar ceklis.
G. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari rekam medik di Ruang Kebidanan RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
H. Pengolahan Data
Data yang terkumpul selanjutnya akan dilakukan pengolahan
menggunakan program komputer setelah melalui beberapa tahapan :
1. Editing Data
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan data yang
terkumpul dari kesalahan pengisian format bantu seperti salah tulis,
salah kata dan ketidakserasian atau lupa dalam pengisian variabel.
Jika terdapat kesalahan diperbaiki dengan memeriksa kembali catatan
rekam medik responden yang bersangkutan.
59
2. Coding Data
Coding data adalah langkah untuk merubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel
partus lama dilakukan coding 0 = ya dan 1 = tidak. Kegunaan coding
ini adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga
mempercepat saat entry data.
3. Processing
Setelah semua format bantu terisi penuh dan benar, serta
sudah melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah
memproses data agar data yang sudah di-entry dapat di analisis.
4. Cleaning
Pembersihan data yang merupakan pengecekan kembali data
yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan
tersebut dimungkinkan terjadi saat kita meng-entry kekomputer,
misalnya untuk variabel partus lama ada data bernilai 3, mengkleaning
mestinya berdasarkan coding yang ada kodenya hanya 0 s.d. 1
(coding 0 = tidak, 1 = ya), cleaning data juga adalah untuk mengetahui
missing data, variasi data dan konsistensi data.
60
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dengan melakukan analisis pada setiap
variabel hasil penelitian dengan tujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi pada setiap variabel penelitian. Data disajikan dalam bentuk
tabel.
2. Analisis Bivariat
Untuk menentukan adanya hubungan antara kedua variabel
bebas dengan variabel terikat yang dihubungkan dengan
menggunakan uji Chi square tes (tes X kuadrat) dengan aplikasi
SPSS.
[ ]
Keterangan :
t = total sampel
a, b, c, d = sel – sel
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesis adalah ada
hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika p value >
0,05 atau X² hitung > X² tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti ada hubungan, dan X² < X² tabel maka Ha ditolak dan Ho
diterima yang berarti tidak ada hubungan.
61
Untuk melihat besarnya risiko dapat dilihat dengan uji Odds
ratio dengan formulasi tabel 2 x 2.
Tabel uji statistik Odds Ratio
Faktor Risiko Ibu yang melahirkan
Jumlah Kasus Kontrol
+ a b a + b
- c d c + d
Jumlah a + c b + d a + b + c + d
Selanjutnya perhitungan Odds Ratio diperoleh dengan rumus :
ad OR = bc
Keterangan :
a = Jumlah kasus dengan risiko positif
b = Jumlah kontrol dengan risiko positif
c = Jumlah kasus dengan risiko negatif
d = Jumlah kontrol dengan risiko negatif
Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% dengan interprestasi:
1. Jika OR > 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus.
2. Jika OR = 1, tidak ada hubungan faktor risiko dengan kasus.
62
3. Jika OR < 1, merupakan faktor proteksi/ perlindungan terjadinya
kasus (Chandra, 2015).
63
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Sejak tanggal 21 November 2012 RSU Provinsi Sultra pindah
lokasi dari Jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya
Kecamatan Mandonga ke Jalan Kapt. Pierre Tendean No. 40 Baruga,
dan bernama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas
Provinsi Sultra. Di lokasi yang baru ini mudah dijangkau dengan
kendaraan umum, dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kantor Pengadilan Agama
b. Sebelah Timur : Kantor Polsek Baruga
c. Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk
d. Sebelah Barat : Balai Pertanian Provinsi Sultra
2. Lingkungan Fisik
RSU Bahteramas berdiri di atas lahan seluas 17,5 Ha. Luas
seluruh bangunan adalah 53.269 m2. Luas bangunan yang terealisasi
sampai akhir tahun 2016 adalah 35.410 m2. Pengelompokan ruangan
berdasarkan fungsinya sehingga menjadi empat kelompok, yaitu
kelompok kegiatan pelayanan rumah sakit, kelompok kegiatan
63
64
penunjang medis, kelompok kegiatan penunjang non medis, dan
kelompok kegiatan administrasi.
3. Sejarah dan Status Rumah Sakit
RSU Provinsi Sulawesi Tenggara dibangun secara bertahap
pada tahun 1969/1970 dengan sebutan “ Perluasan Rumah Sakit
Kendari” adalah milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan
klasifikasi type C berdasarkan SK Menkes No. 51/Menkes/II/1979
tanggal 22 Februari tahun 1979. Susunan Struktur Organisasi
berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara No. 77 tahun
1983 tanggal 28 Maret 1983.
Pada tanggal 21 Desember 1998, RSU Provinsi Sulawesi
Tenggara meningkat klasifikasinya menjadi Type B (Non Pendidikan)
sesuai dengan SK Menkes No. 1482/Menkes/SK/XII/1998, yang
ditetapkan dengan Perda No. 3 tahun 1999 tanggal 8 Mei 1999.
Kedudukan Rumah Sakit secara teknis berada di bawah Dinas
Kesehaan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara operasional
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Sesuai
dengan kebutuhan pendidikan medik di Sulawesi Tenggara maka
sejak tahun 2013 RSU Provinsi Sulawesi Tenggara telah terakreditasi
menjadi RS Type B Pendidikan.
Pada tanggal 18 Januari 2005, RSU Provinsi Sulawesi
Tenggara telah terakreditasi untuk 5 pelayanan yaitu Administrasi
65
Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Keperawatan Dan Rekam Medis sesuai dengan SK Dirjen Yanmed
No. HK.00.06.3.5.139. Selanjutnya Akreditasi 12 Pelayanan sesuai
dengan SK Dirjen Yanmed No. HK.00.06.3.5.139 tanggal 31
Desember 2010, yang meliputi pelayanan Administrasi dan
Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Keperawatan, Pelayanan Rekam Medis, Pelayanan Radiologi,
Pelayanan Farmasi, Pelayanan Laboratorium, Pelayanan Peristi,
Pelayanan Kamar Operasi, Pelayanan Pencegahan Infeksi,
Pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sesuai dengan Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun
2009 dan untuk meningkatkan mutu pelayanan, maka RSU Provinsi
Sulawesi Tenggara telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah
yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Sulawesi
Tenggara Nomor : 653Tahun 2010 tanggal 15 Oktober 2010. Pada
tanggal 21 November 2012 RSU Provinsi Sulawesi Tenggara pindah
lokasi dan berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diresmikan
penggunaannya oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan
Keuangan RI, Ir. H. Hatta Rajasa dan Gubernur Provinsi Sulawesi
Tenggara, H. Nur Alam, SE. Pada tahun 2013 telah terakreditasi
menjadi Rumah Sakit Pendidikan.
66
4. Sarana dan Prasarana
RSU Bahteramas Prov. Sultra dengan luas lahan 17 Ha,
memiliki bangunan fisik yang sampai saat ini masih terus menerus
ditambah sesuai dengan master plan pembangunan rumah sakit.
Luas seruruh bangunan adalah 22.577,38 m2 dan halaman parkir
seluas ± 1.500 m2. Semua bangunan mempunyai tingkat aktivitas
yang sangat tinggi.
Prasarana rumah sakit antara lain terdiri dari :
a. Listrik dari PLN tersedia 1100 KVA dibantu dengan 2 unit genset
(2 x 250 KVA).
b. Air yang digunakan di RSU Bahteramas berasal sumur dalam,
sumur bor dan PDAM.
c. Sarana komunikasi berupa jaringan PABX dan jaringan internet.
d. Sentral Instalasi Oksigen Cair untuk ruangan yang membutuhkan
e. Sistem Alaram Kebakaran, Hydrant, dan Tabung Pemadam
Kebakaran di semua gedung.
f. Pembuangan limbah :
1) Limbah padat : insenerator
2) Limbah cair : IPAL
g. Fasilitas tempat tidur RSU Bahteramas tahun 2016 terdiri dari : 5
VVIP, 21 VIP, 66 kelas I, 69 kelas II, 98 kelas III, dan 57 Non Kelas
67
(ICU, ICCU, PICU, NICU). Jadi total keseluruhan tempat tidur pada
tahun 2016 berjumlah 316.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Sampai dengan akhir tahun 2016 fasilitas/sarana pelayanan
kesehatan yang ada di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
adalah :
a. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan
1) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2) Instalasi Rawat Jalan
a) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
b) Poliklinik Kesehatan Anak
c) Poliklinik Penyakit Dalam
d) Poliklinik Bedah
e) Poliklinik Neurologi
f) Poliklinik Mata
g) Poliklinik Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT)
h) Poliklinik Gigi dan Mulut
i) Poliklinik Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
j) Poliklinik Kulit dan Kelamin
k) Poliklinik Orthopedy
l) Poliklinik Gizi
m) Poliklinik Jiwa
68
n) Poliklinik Terpadu (klinik VCT)
o) Poliklinik Onkologi
p) Poliklinik Paru
q) Poliklinik Bedah Plastik
r) Poliklinik Urologi
s) Poliklinik Digestive
3) Instalasi Rehabilitasi Medik
a) Fisioterapi
b) Akupuntur
b. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap
1) Perawatan Intensif (ICU, PICU, NICU, ICCU)
2) Perawatan Kebidanan dan Kandungan
3) Perawatan inap lainnya :
a) Ruang Asoka (Kelas III)
b) Ruang Mawar (Kelas II)
c) Ruang Anggrek (Kelas I,VIP dan VVIP)
c. Pelayanan Penunjang Medik
1) Patologi klinik
2) Patologi anatomi
3) Radiologi
4) Farmasi/ Apotek
5) Sterilisasi sentral (CSSD)
69
6) Sentral Gas Medik
7) Gizi
8) Binatu
9) Pemulasaran jenazah
10) Ambulance 118
6. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) di RSU Bahteramas Provinsi
Sultra hingga Desember 2016 berjumlah 770 orang yang merupakan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai kontrak, terdiri atas tenaga
medis , paramedis dan non medis.
Jumlah tenaga medis atau dokter adalah 79 orang, dimana
terdiri dari 42 orang dokter spesialis, 33 orang dokter umum dan 4
orang dokter gigi. Dan jumlah paramedis perawatan adalah 349
orang, dimana sarjana (S-1 dan D-IV) berjumlah 65 orang, akademi
(D-III) 236 orang, diploma 1 Bidan (D-1) 3 orang, dan SLTA sebanyak
45 orng. Sedangkan paramedis non perawatan berjumlah 222 orang,
terdiri dari pasca sarjana (S-II) 34 orang, sarjana (S-1 dan D-IV) 102
orang, akademi (D-III) 71 orang, diploma 1 (D-1) 8 orang dan SLTA 7
orang. Dan jumlah tenaga non medis adalah 123 orang, terdiri dari
sarjana (S-1) 42 orang, akademi (D-III) 2 orang, SLTA 75 orang dan
SLTP 4 orang.
70
Jumlah keseluruhan tenaga masih belum memenuhi standar
jumlah tenaga untuk tipe Rumah Sakit Umum Pendidikan Kelas B.
Beberapa tenaga dengan keterampilan tertentu masih sangat
diperlukan pada saat ini, sehingga disamping permintaan tambahan
tenaga, perlu juga peatihan dan pendidikan formal lanjutan untuk staf
RSU Bahteramas Provinsi Sulaesi Tenggara.
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Ruang
Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal
20 – 25 November 2017, diperoleh data tahun 2016 yaitu terdapat 501
orang ibu yang melahirkan secara seksio sesarea dari 890 total ibu
bersalin dari tanggal 1 Januari – 31 Desembaer 2016. Termasuk
kelompok kasus adalah ibu yang melahirkan secara seksio sesarea yang
mempunyai data lengkap dan tercatat dalam Medical Record sebanyak
86 orang dan kelompok kontrol adalah ibu yang melahirkan secara
pervaginam yang mempunyai data lengkap dan tercatat dalam Medical
Record sebanyak 86 orang. Maka perbandingan antara kelompok kasus
dan kelompok kontrol adalah 1 : 1.
71
1. Analisis Univariat
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Seksio Sesarea Di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Seksio Sesarea n %
Ya 501 56,3
Tidak 389 43,7
Jumlah 890 100
Sumber : Data sekunder
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 890 total persalinan
selama tahun 2016 di RSU Bahteramas, jumlah persalinan seksio
sesarea yaitu sebanyak 501 kasus (56,3%), sedangkan yang tidak
seksio sesar sebanyak 389 kasus (43,7%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Partus Lama Di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Partus Lama n %
Ya 17 9,9
Tidak 155 90,1
Jumlah 172 100
Sumber : Data sekunder
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 172 orang ibu yang
melahirkan, terdapat 17 orang (9,9%) dengan partus lama sedangkan
yang tidak partus lama yaitu sebanyak 155 orang (90,1%).
72
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kejadian Plasenta Previa Di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Plasenta Previa n %
Ya 13 7,6
Tidak 159 92,4
Jumlah 172 100
Sumber : Data sekunder
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 172 orang ibu yang
melahirkan, terdapat 13 orang (7,6%) dengan plasenta previa
sedangkan yang tidak plasenta previa yaitu sebanyak 159 orang
(92,4%).
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Preeklampsia Berat (PEB)/ Eklampsia Di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
PEB/ Eklampsia n %
Ya 32 18,6
Tidak 140 81,4
Jumlah 172 100
Sumber : Data sekunder
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 172 orang ibu yang
melahirkan, terdapat 32 orang (18,6%) dengan preeklampsia berat
(PEB)/ eklampsia sedangkan yang tidak PEB/ eklampsia yaitu
sebanyak 140 orang (81,4%).
73
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
KPD n %
Ya 28 16,3
Tidak 144 83,7
Jumlah 172 100
Sumber : Data sekunder
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 172 orang ibu yang
melahirkan, terdapat 28 orang (16,3%) dengan ketuban pecah dini
(KPD) sedangkan yang tidak KPD yaitu sebanyak 144 orang (83,7%).
2. Analisis Bivariat
Untuk analisa adanya hubungan antara kedua variabel bebas
dengan variabel terikat dihubungkan dengan menggunakan uji Chi
square tes (tes X kuadrat) dan untuk analisa faktor risiko antara
variabel bebas dengan variabel terikat, dianalisis dengan
menggunakan uji Odds Ratio. Adapun hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
74
Tabel 4.6. Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Partus Lama
Kasus Kontrol Jumlah X2
(ρ value)
OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 15 17,4% 2 2,3% 17 9,9% 11,031
(0,001)
8,873
(1,962 - 40,121)
Tidak 71 82,6% 84 97,7% 155 90,1%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
Sumber : Data sekunder
Hasil uji statistik Chi square di atas memperlihatkan bahwa nilai
X2 hitung yang diperoleh yaitu 11,031 dengan nilai ρ value = 0,001 <
0,05. Hal ini bermakna bahwa ada hubungan antara partus lama
dengan kejadian persalinan seksio sesarea. Dan hasil uji Odds Ratio
memperlihatkan nilai OR > 1 yang berarti bahwa risiko terjadinya
persalinan seksio sesarea 8,873 kali lebih besar pada ibu bersalin
yang mengalami partus lama dibandingkan dengan ibu bersalin yang
tidak mengalami partus lama. Pada interval kepercayaan (CI) 95%,
nilai OR yang dihitung (8,873) masih berada pada rentang nilai atas
dan bawah, maka estimasi yang menyatakan bahwa ada asosiasi
positif antara faktor partus lama dan kejadian persalinan seksio
sesarea secara statistik signifikan serta dapat diterima dan
dipertanggungjawabkan.
75
Tabel 4.7. Hubungan Plasenta Previa dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Plasenta Previa
Kasus Kontrol Jumlah X2
(ρ value)
OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 13 15,1% 0 0% 13 7,6% 14,063
(0,000)
2,178
(1,840 – 2,578)
Tidak 73 84,9% 86 100% 159 92,4%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
Sumber : Data sekunder
Hasil uji statistik Chi square di atas memperlihatkan bahwa nilai
X2 hitung yang diperoleh yaitu 14,063 dengan nilai ρ value = 0,000 <
0,05. Hal ini bermakna bahwa ada hubungan antara plasenta previa
dengan kejadian persalinan seksio sesarea. Dan hasil uji Odds Ratio
memperlihatkan nilai OR > 1 yang berarti bahwa risiko terjadinya
persalinan seksio sesarea 2,178 kali lebih besar pada ibu bersalin
yang mengalami plasenta previa dibandingkan dengan ibu bersalin
yang tidak mengalami plasenta previa. Pada interval kepercayaan (CI)
95%, nilai OR yang dihitung (2,178) masih berada pada rentang nilai
atas dan bawah, maka estimasi yang menyatakan bahwa ada asosiasi
positif antara faktor plasenta previa dan kejadian persalinan seksio
sesarea secara statistik signifikan serta dapat diterima dan
dipertanggungjawabkan.
76
Tabel 4.8. Hubungan Preeklampsia Berat (PEB)/ Eklampsia dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
PEB
Kasus Kontrol Jumlah X2
(ρ value)
OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 26 30,2% 6 7% 32 18,6% 15,375
(0,000)
5,778
(2,237 – 14,920)
Tidak 60 69,8% 80 93% 140 81,4%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
Sumber : Data sekunder
Hasil uji statistik Chi square di atas memperlihatkan bahwa nilai
X2 hitung yang diperoleh yaitu 15,375 dengan nilai ρ value = 0,000 <
0,05. Hal ini bermakna bahwa ada hubungan antara preeklampsia
berat (PEB)/ eklampsia dengan kejadian persalinan seksio sesarea.
Dan hasil uji Odds Ratio memperlihatkan nilai OR > 1 yang berarti
bahwa risiko terjadinya persalinan seksio sesarea 5,778 kali lebih
besar pada ibu bersalin yang mengalami preeklampsia berat (PEB)/
eklampsia dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak mengalami
PEB/ eklampsia. Pada interval kepercayaan (CI) 95%, nilai OR yang
dihitung (5,778) masih berada pada rentang nilai atas dan bawah,
maka estimasi yang menyatakan bahwa ada asosiasi positif antara
faktor PEB/ eklampsia dan kejadian persalinan seksio sesarea secara
statistik signifikan serta dapat diterima dan dipertanggungjawabkan.
77
Tabel 4.9. Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
KPD
Kasus Kontrol Jumlah X2
(ρ value)
OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 23 26,7% 5 5,8% 28 16,3% 13,821
(0,000)
5,914
(2,129 – 16,428)
Tidak 63 73,3% 81 94,2% 144 83,7%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
Sumber : Data sekunder
Hasil uji statistik Chi square di atas memperlihatkan bahwa nilai
X2 hitung yang diperoleh yaitu 13,821 dengan nilai ρ value = 0,000 <
0,05. Hal ini bermakna bahwa ada hubungan antara ketuban pecah
dini (KPD) dengan kejadian persalinan seksio sesarea. Dan hasil uji
Odds Ratio memperlihatkan nilai OR > 1 yang berarti bahwa risiko
terjadinya persalinan seksio sesarea 5,914 kali lebih besar pada ibu
bersalin yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) dibandingkan
dengan ibu bersalin yang tidak mengalami KPD. Pada interval
kepercayaan (CI) 95%, nilai OR yang dihitung (5,914) masih berada
pada rentang nilai atas dan bawah, maka estimasi yang menyatakan
bahwa ada asosiasi positif antara faktor KPD dan kejadian persalinan
seksio sesarea secara statistik signifikan serta dapat diterima dan
dipertanggungjawabkan.
78
C. Pembahasan
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding syaraf
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohardjo,2010). Indikasi seksio sesarea menurut Prawirohardjo,
pada ibu : panggul sempit (cv kurang dari 8 cm), tumor-tumor jalan lahir,
stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disporsisi sefalo pelvic,
rupture uteri membakat, partus lama, preeklampsia berat. Pada janin :
kelainan letak dan gawat janin.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Ruang
Kebidanan RSU Bahteramas pada tanggal 20-25 November tahun 2017,
diperoleh data dari 890 total persalinan pada tahun 2016, terdapat 501
(56,29%) kejadian persalinan seksio sesarea. Peningkatan CSR
(Caesarean Section Rate) sangat pesat hampir di seluruh negara. Angka
SC terus meningkat dari insiden 3% hingga 4% pada 15 tahun yang
lampau sampai insiden 10% hingga 15% sekarang ini.
Peningkatan tindakan bedah sesar perlu menjadi perhatian
mengingat tindakan bedah sesar menimbulkan risiko morbiditas dan
mortalitas lebih tinggi dibandingkan persalinan pervaginam. Namun, pada
kenyataannya persalinan dengan seksio sesarea juga merupakan
pemilihan alternatif persalinan yang aman bagi ibu dan janin yang
memiliki faktor risiko.
79
1. Hubungan antara Partus Lama dengan Kejadian Seksio Sesarea
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan besarnya risiko antara partus lama dengan
kejadian persalinan seksio sesarea di ruang Kebidanan RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh nilai ρ value 0,001
< 0,05. Hal ini memiliki makna bahwa ada hubungan antara partus
lama dengan kejadian persalinan seksio sesarea, dengan besar risiko
8,873 kali lebih besar terjadi pada ibu bersalin yang mengalami partus
lama dibanding dengan ibu bersalin yang tidak mengalami partus
lama. Hasil penelitian ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh Dewi
Andriani (2012), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan
seksio sesarea di RSUD Kabupaten Dompu tahun 2010, yang
memperlihatkan bahwa faktor – faktor yang berhubungan dengan
tindakan persalinan seksio sesarea yaitu diantaranya : partus lama (ρ
0,000), preeklampsia berat (ρ 0,002), KJDR (ρ 0,000), dan riwayat SC
(ρ 0,017). Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang telah
dikemukakan oleh Purwaningsih dan Fatmawati (2010), bahwa partus
lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung
12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis
waspada persalinan fase aktif (Prawirohardjo, 2010).
Persalinan lama adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24
jam untuk primigravida dan 18 jam untuk multigravida dan biasanya
80
disertai komplikasi ibu maupun janin (Manuaba, 2010). Persalinan
lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang
abnormal/ sulit. Sebab – sebabnya digolongkan menjadi 3, yaitu :
kelainan tenaga/ kelainan his (power), kelainan pada janin
(passenger) dan kelainan pada jalan lahir (passage).
Permasalahan partus lama harus dikenali dan diatasi sebelum
batas waktu tercapai, mengingat partus lama dapat menimbulkan efek
berbahaya baik pada ibu maupun janin. Beratnya cedera terus
meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, dan risiko
tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam. Pada ibu terdapat
kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, kelelahan
dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin
memperburuk bahaya bagi ibu. Sedangkan pada janin akan
memberikan bahaya meningkatnya mortalitas dan morbiditas oleh
karena asfiksia, trauma kepala akibat penekanan pada kepala janin.
Persalinan yang aman adalah hal yang penting dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ibu dan bayi, dampak dari partus lama
sangat memungkinkan persalinan dengan seksio sesarea menjadi
pilihan.
Menurut peneliti, seksio sesarea mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah partus lama. Partus
lama merupakan fase dari suatu pertus macet dan berlangsung terlalu
81
lama, sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi,
kelelahan pada ibu, gawat janin, asfiksia pada bayi baru lahir dan
bahkan kematian janin dalam kandungan. Dalam keadaan partus
lama seorang ibu memiliki indikasi untuk dilakukannya persalinan
dengan seksio sesarea, hal ini dikarenakan mengingat risiko kematian
janin apabila tidak ditangani dengan benar.
2. Hubungan antara Plasenta Previa dengan Kejadian Seksio
Sesarea
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan besarnya risiko antara plasenta previa
dengan kejadian persalinan seksio sesarea di ruang Kebidanan RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh nilai ρ value 0,000
< 0,05. Hal ini memiliki makna bahwa ada hubungan antara plasenta
previa dengan kejadian persalinan seksio sesarea, dengan besar
risiko 2,178 kali lebih besar terjadi pada ibu bersalin yang mengalami
plasenta previa dibanding dengan ibu bersalin yang tidak mengalami
plasenta previa. Hasil penelitian ini sejalan penelitian yang dilakukan
oleh Aprina (2015), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
persalinan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2015, yang memperlihatkan bahwa faktor – faktor
yang berhubungan dengan tindakan persalinan seksio sesarea yaitu
diantaranya : partus tak maju (ρ 0,000), preeklampsia berat (ρ 0,000),
82
kelainan letak janin (ρ 0,000), dan plasenta previa (ρ 0,000). Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dewi Andriani (2012), dimana tidak tidak terdapat hubungan antara
plasenta previa dengan kejadian seksio sesarea dengan nilai ρ value
0,168 (ρ value > 0,05).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi
pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri
internal) dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala
memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin
dalam rahim. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak
dikorpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri
(Prawirohardjo, 2010).
Plasenta previa juga bisa terjadi bersamaan dengan kejadian
anemia sebagai akibat dari perdarahan dari plasenta yang mendapat
tekanan dari uterus. Ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu
dan janin, yaitu antara lain : 1). Terletaknya plasenta di segmen
bawah rahim sangat memungkinkan terjadinya pelepasan plasenta
dari insersinya, sehigga perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulang kali, dan penderita dapat mengalami anemia dan syok. 2).
Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis, sehingga
dengan mudah jaringan trofoblas infasi menerobos ke dalam
83
miometrium bahkan parametrium dan menjadi sebab dari kejadian
akreta dan mungkin inkreta. 3). Serviks dan segmen bawah rahim
yang rapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk
robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas
ibu dan perinatal. Plasenta previa berbahaya bagi ibu dan janin
karena dapat menyebabkan perdarahan yang hebat, infeksi, syok dan
hipoksia pada janin. Sehingga bila ditemukan ibu dalam persalinan
dengan plasenta previa tindakan seksio sesarea merupakan
pertolongan persalinan yang aman untuk mencegah terjadinya
komplikasi tersebut.
Menurut peneliti, seksio sesarea mungkin disebabkan karena
beberapa faktor. salah satu di antaranya adalah plasenta previa.
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Pada kondisi seperti ini
plasenta menghalangi bagian terendah janin untuk masuk di Pintu
Atas Panggul (PAP), sehingga pada usia kehamilan tua plasenta
mengalami tekanan dari bagian terendah janin, yang akan
meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Ibu hamil dengan plasenta
previa merupakan indikasi dilakukannya tindakan seksio sesarea,
mengingat risiko plasenta previa dapat meningkatkan mortalitas ibu
dan perinatal.
84
3. Hubungan antara Preeklampsia Berat (PEB)/ Eklampsia dengan
Kejadian Seksio Sesarea
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan besarnya risiko antara preeklampsia berat
(PEB)/ eklampsia dengan kejadian persalinan seksio sesarea di ruang
Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh
nilai ρ value 0,000 < 0,05. Hal ini memiliki makna bahwa ada
hubungan antara preeklampsia berat (PEB)/ eklampsia dengan
kejadian persalinan seksio sesarea, dengan besar risiko 5,778 kali
lebih besar terjadi pada ibu bersalin yang mengalami PEB/ eklampsia
dibanding dengan ibu bersalin yang tidak mengalami PEB/ eklampsia.
Hasil penelitian ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh Aprina
(2015), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan
Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
tahun 2015, yang memperlihatkan bahwa faktor – faktor yang
berhubungan dengan tindakan persalinan seksio sesarea yaitu
diantaranya : partus tak maju (ρ 0,000), preeklampsia berat (ρ 0,000),
kelainan letak janin (ρ 0,000), dan plasenta previa (ρ 0,000). Dan juga
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Andriani
(2012), dimana nilai ρ value untuk kasus preeklampsia berat (ρ 0,000
< 0,05).
85
Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik pada kehamilan
yang biasanya terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu, pada
wanita yang sebelumya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh
peningkatan tekanan darah yang disertai oleh proteinuria. Pada
keadaan tanpa proteinuria, tetap dicurigai sebagai preeklampsia jika
peningkatan tekanan darah disertai oleh gejala : sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri abdomen, atau hasil laboratorium yang
tidak normal terutama bila ada trobositopenia dan peningkatan tes
fungsi hati. Kriteria gejala preeklampsia berat dapat ditegakkan bila
ditemukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut, yaitu : tekanan
darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg,
tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit atau sudah menjalani tirah baring, proteinuria > 5 gr/ 24
jam atau +3/ +4 pada pemeriksaan kualitatif, oliguria (produksi urin <
400 ml/ 24 jam) yang disertai kenaikkan kadar kreatinin plasma,
trombosit < 100.000/ mm, peningkatan enzim-enzim hati, dan
gangguan visus (penglihatan), nyeri ulu hati, sakit kepala berat.
Kumpulan dari gejala dari preeklampsia berat yang disertai kejang
dinamakan eklampsia (Soemitro dkk, 2016).
Preeklampsia/ eklampsia berdampak pada 5-10% kehamilan
dan bertanggung jawab secara nyata pada angka kematian dan
kesakitan maternal dan neonatal. Untuk mencagah hal tersebut, maka
86
upaya yang dilakukan adalah dengan segera mengakhiri kehamilan.
Untuk menjamin keselamatan ibu dan janin maka melalui induksi dan
atau seksio sesarea menjadi indikasi profilaksis ibu untuk mengakhiri
kehamilannya.
Menurut peneliti, seksio sesarea mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah peeklampsia berat
(PEB)/ eklampsia. Preeklampsia berat adalah kondisi khusus dalam
kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD), edema
dan proteinuria. Dan eklampsia adalah kondisi ibu hamil yang
mengalami PEB dan disertai dengan kejang. Ibu hamil yang
mengalami PEB/ eklampsia merupakan indikasi untuk dilakukannya
tindakan seksio sesarea oleh karena kondisi ini merupakan salah satu
masalah kegawatdaruratan pada ibu hamil yang harus segera
ditangani, mengingat risiko yang ditimbulkan dapat meningkatkan
angka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan perinatal.
4. Hubungan antara Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian
Seksio Sesarea
Berdasarkan hasil uji statistik Chi square yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan besarnya risiko antara ketuban pecah dini
(KPD) dengan kejadian persalinan seksio sesarea di ruang Kebidanan
RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara diperoleh nilai ρ value
0,000 < 0,05. Hal ini memiliki makna bahwa ada hubungan antara
87
KPD dengan kejadian persalinan seksio sesarea, dengan besar risiko
5,914 kali lebih besar terjadi pada ibu bersalin yang mengalami KPD
dibanding dengan ibu bersalin yang tidak mengalami KPD. Hasil
penelitian ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2014),
tentang Faktor Persalinan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung tahun 2014, yang memperlihatkan nilai ρ value
0,048 < 0,05. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dewi Andriani (2012), dimana nilai ρ
value untuk kasus KPD (ρ 0,181 > 0,05).
Rukiyah, Ai Yeyeh (2010), menyatakan ketuban pecah dini
(KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, hal
ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan.
KPD disebabkan oleh karena kontraksi uterus dan peregangan
berulang, selaput ketuban pecah pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh. Risiko infeksi ibu dan bayi meningkat pada KPD, yang dapat
meningkatkan insiden seksio sesarea ataupun gagal persalinan
normal (Prawirohardjo, 2010). Penelitian Setianingrum (2008)
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara SC dengan
KPD.
88
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam
obstetrik berkaitan dengan persalinan prematur dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis (radang pada khorion dan amnion). Selain itu juga
terjadinya infeksi puerperalis (nifas) akibat luka jalan lahir pasca
persalinan yang terdiri dari infeksi yang bersifat ringan, sedang dan
berat. Jika tidak segera dilakukan tindakan maka kemungkinan besar
akan terjadi sepsis yang ditandai dengan peradangan akut di seluruh
tubuh, demam, peningkatan leukosit dan denyut jantung yang cepat.
Penyebab sebagian besar gejala sepsis berakibat pada kerusakan
organ serta pembuluh darah, dengan perawatan segera pun mungkin
akan berkembang menjadi sindrom disfungsi organ multipel dan
akhirnya menyebabkan kematian (Rukiyah, Ai Yeyeh (2010).
Menurut peneliti, seksio sesarea mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah ketuban pecah dini
(KPD). KPD adalah suatu kondisi dimana selaput ketuban yang pecah
sebelum adanya tanda-tanda persalinan akan dimulai. Ibu hamil harus
mewaspadai keadaan ini, karena mengingat risiko yang dapat terjadi
akan memperburuk keadaan janin di dalam kandungan. KPD
merupakan indikasi dilakukannya seksio sesarea oleh karena KPD
merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan
persalinan prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis (radang
pada khorion dan amnion) serta infeksi pada ibu pasca salin.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Determinan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016, maka dapat disimpulkan :
1. Kejadian persalinan seksio sesarea yaitu sebesar 56,3%.
2. Kejadian partus lama yaitu sebesar 9,9%.
3. Kejadian plasenta previa yaitu sebesar 7,6%.
4. Kejadian preeklampsia berat (PEB)/ eklampsia yaitu sebesar 18,6%.
5. Kejadian ketuban pecah dini (KPD) yaitu sebesar 16,3%.
6. Ada hubungan antara partus lama dengan kejadian persalinan
seksio sesarea, dimana ibu bersalin dengan seksio sesarea
memiliki risiko 8,873 kali lebih besar disebabkan oleh partus lama
dibandingkan dengan ibu yang tidak seksio sesarea.
7. Ada hubungan antara plasenta previa dengan kejadian persalinan
seksio sesarea, dimana ibu bersalin dengan seksio sesarea
memiliki risiko 2,178 kali lebih besar disebabkan oleh plasenta
previa dibandingkan dengan ibu yang tidak seksio sesarea.
8. Ada hubungan antara preeklampsia berat (PEB)/ eklampsia dengan
kejadian persalinan seksio sesarea, dimana ibu bersalin dengan
89
90
seksio sesarea memiliki risiko 5,778 kali lebih besar disebabkan
oleh PEB/ eklampsia dibandingkan dengan ibu yang tidak seksio
sesarea.
9. Ada hubungan antara ketuban pecah dini (KPD) dengan kejadian
persalinan seksio sesarea, dimana ibu bersalin dengan seksio
sesarea memiliki risiko 5,914 kali lebih besar disebabkan oleh KPD
dibandingkan dengan ibu yang tidak seksio sesarea.
B. Saran
1. Angka seksio sesarea di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara relatif sangat tinggi. Tingginya angka bedah sesar perlu
dicermati karena hal ini menambah beban biaya bagi masyarakat
maupun pemerintah yang turut andil dalam menanggung biaya bagi
masyarakat miskin. Tingginya angka seksio sesarea mengingat RSU
Bahteramas merupakan salah satu rumah sakit rujukan pemerintah
yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara yang dapat menangani
kasus obstetrik secara komprehensif. Oleh karena tingginya angka
seksio sesarea maka pihak rumah sakit harus melakukan upaya
pengendalian dan pengawasan agar tindakan seksio sesarea
dilakukan terhadap ibu dengan kasus yang sesuai dengan
kebutuhan medisnya.
2. Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya bagi tenaga bidan
dalam meningkatkan mutu pelayanan antenatal care dalam
91
mendeteksi dini faktor risiko persalinan seksio sesarea, sehingga
tidak terjadi keterlambatan dalam melakukan penanganan dan
rujukan.
3. Bagi peneliti lain selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjutan
tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian seksio
sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
Aprina, Anita Puri, 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Persalinan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Jurusan Keperawatan Tanjungkarang. (Accesed 4 Desember 2017)
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga berencana
Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2015. Jakarta
Chandra, Budiman. 20015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC. Dewi Andriani, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Seksio
Sesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Dompu Tahun 2010. Depok : Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas Universitas Indonesia. Available from : http: //lib. ui.ac. id/file?file= digital/20356130-S-Dewi%20Andriani.pdf. (Accesed 7 November 2016)
Cunningham, F.G, Leveno, K.J, Bloom, S.L, Hauth, J.C, Rause, D.J, dan
Spong, C.Y, (2013). Obstetri Williams (Williams obstetri). Volume ke-1. Edisi ke-23. Jakarta : EGC
Depkes RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta. Hoelman Mickael B, Bona Tua Parlinggoman Parhusip, Sutoro Eko, Sugeng
Bahagijo, Hamong Santono, 2015. Panduan Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta
Karundeng, 2014. Faktor-Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka
Kejadian Sectio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Lian Kendange Tahuna. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Menado. Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2, Nomor 1. Februari 2014. Available from: https :
//ejournal .unsrat .ac .id/ index .php/ jkp/article/viewFile/4052/3568. [Accesed 10 Desember 2016].
Laporan Tahun Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2016.
Manuaba, I. B.G., 2010. Gadar Obstetri Dan Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan, Jakarta : EGC.
Marlina, 2014. Faktor Persalinan Secsio Caesarea Di Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung. Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang. (Accesed 4 Desember 2017).
Mochtar, Rustam, 2014. Sinopsis Obstetri Fisiologi Dan Patologi Edisi 3.
Jakrta : EGC. Ningrum, Ema Wahyu, 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan
Bayi. Jakarta : Trans Info Media. Oxorn, H., dan Forte, W.R., 2010. Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Pilliterri A, 2003. Maternal and Child Health Nursing : Care of The
Childbearing Family. Philadelpia : Lippincott. Prasetyawati, Eka Arsyita, 2012. Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Nuha
Medika. Prawiroharjo, S, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Purwaningsih dan Sitti Fatmawati, 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta : Nuha Medika. Riyanto Agus, 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika. Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).
Jakarta : Trans Info Media. Soemitro, Monty P, Melani Shintya dan David Hadi, 2016. Obstetri Neonatal.
Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan RSUP Dr. Hasan Sadikin : Bandung.
World Health Organization, 2010. Factors Influencing Rising Caesarean
Section Rate. Available from: http://www.who.int/bulletin/90/1/11-090399/en/. [Accesed 15 Januari 2017].
World Health Organization, 2014. WHO Statement on Caesarean Section Rates. Available from: http ://apps .who.int/ iris/bitstream/ 10665/161442/ 1/WHO_ 14.02_eng.pdf?ua=1. [Accesed 17 Januari 2017].
LAMPIRAN 2
ANALISIS STATISTIK
(SPSS)
A. Hubungan dan Besar Risiko Partus Lama dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea
PartusLama * SC Crosstabulation
SC
Total Kasus Kontrol
PartusLama Ya Count 15 2 17
% within
PartusLama 17,4% 2,3% 9,9%
Tidak Count 71 84 155
% within
PartusLama 82,6% 97,7% 90,1%
Total Count 86 86 172
% within
PartusLama 100% 100% 100%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square 11.031a 1 .001
Continuity
Correctionb 9.400 1 .002
Likelihood Ratio 12.343 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association 10.967 1 .001
N of Valid Casesb 172
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 8.50.
b. Computed only for a 2x2
table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
PartusLama (0 / 1) 8.873 1.962 40.121
For cohort SC = 0 1.926 1.509 2.458
For cohort SC = 1 .217 .059 .804
N of Valid Cases 172
B. Hubungan dan Besar Risiko Plasenta Previa dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea
PlasentaPrevia * SC Crosstabulation
SC
Total Kasus Kontrol
PlasentaPrevia Ya Count 13 0 13
% within
PlasentaPrevia 15,1% 0% 7,6%
Tidak Count 73 86 159
% within
PlasentaPrevia 84,9% 100% 92,4%
Total Count 86 86 172
% within
PlasentaPrevia 100% 100% 100%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 14.063a 1 .000
Continuity
Correctionb 11.983 1 .001
Likelihood Ratio 19.086 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 13.981 1 .000
N of Valid Casesb 172
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort SC = 0 2.178 1.840 2.578
N of Valid Cases 172
C. Hubungan dan Besar Risiko Preeklampsia Berat/ Eklampsia dengan
Kejadian Persalinan Seksio Sesarea
PEB * SC Crosstabulation
SC
Total Kasus Kontrol
PEB Ya Count 26 6 32
% within PEB 30.2% 7% 18,6%
Tidak Count 60 80 140
% within PEB 69,8% 93% 81,4%
Total Count 86 86 172
% within PEB 100% 100% 100%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square 15.357a 1 .000
Continuity
Correctionb 13.860 1 .000
Likelihood Ratio 16.343 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 15.268 1 .000
N of Valid Casesb 172
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 16.00.
b. Computed only for a 2x2
table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
PEB (0 / 1) 5.778 2.237 14.920
For cohort SC =
0 1.896 1.471 2.443
For cohort SC =
1 .328 .157 .685
N of Valid
Cases 172
D. Hubungan dan Besar Risiko Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea
KPD * SC Crosstabulation
SC
Total Kasus Kontrol
KPD Ya Count 23 5 28
% within KPD 26,7% 5,8% 16,3%
Tidak Count 63 81 144
% within KPD 73,3% 94,2% 83,7%
Total Count 86 86 172
% within KPD 100% 100% 100%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-
Square 13.821a 1 .000
Continuity
Correctionb 12.328 1 .000
Likelihood Ratio 14.796 1 .000
Fisher's Exact
Test
.000 .000
Linear-by-Linear
Association 13.741 1 .000
N of Valid Casesb 172
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 14.00.
b. Computed only for a 2x2
table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
KPD (0 / 1) 5.914 2.129 16.428
For cohort SC = 0 1.878 1.458 2.419
For cohort SC = 1 .317 .142 .712
N of Valid Cases 172
LAMPIRAN 3
ANALISIS STATISTIK (SECARA MANUAL)
A. Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Persalinan Seksio Sesarea
di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2016.
Partus Lama
Kasus Kontrol Jumlah
X2 OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 15 17,4% 2 2,3% 17 9,9%
10,96
8,873
2,447 - 32,168
Tidak 71 82,6% 84 97,7% 155 90,1%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
1. Odds Ratio (OR)
a.d OR = b.c 15 x 84
= 71 x 2
1260
= 142 = 8,873
2. Chi Square (X2)
(t – 1) [(ad) – (bc)]2
X2 = (a + b) (c + d) (a + c) (b + d) (172 – 1) [(1260) – (142)]2
= 17 x 155 x 86 x 86
(171) [1118]2
= 19488460
213737004 = 19488460
X2 = 10,96 X = 3,3
Interval kepercayaan (95%) = OR (1 ± z/x)
Upper OR = 8,873 (1 + 1,96/3,3)
= 8,873 (1 + 0,59)
= 8,873 (1,59)
= 32,168
Lower OR = 8,873 (1 – 1,96/3,3)
= 8,873 (1 - 0,59)
= 8,873 (0,41)
= 2,447
OR = 8,873 (95% C1 : [2,447 – 32,168])
B. Hubungan Plasenta Previa dengan Kejadian Persalinan Seksio
Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2016.
Plasenta Previa
Kasus Kontrol Jumlah
X2 OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 13 15,1% 0 0% 13 7,6%
47,79 0
(0) Tidak 73 84,9% 86 100% 159 92,4%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
1. Odds Ratio (OR)
a.d OR = b.c 13 x 86
= 73 x 0
1118
= 0 = 0
2. Chi Square (X2)
(t – 1) [(ad) – (bc)]2
X2 = (a + b) (c + d) (a + c) (b + d) (172 – 1) [(2067) – (0)]2
= 13 x 159 x 86 x 86
(171) [2067]2
= 15287532
730595619 = 15287532
X2 = 47,79 X = 6,9
Interval kepercayaan (95%) = OR (1 ± z/x)
Upper OR = 0 (1 + 1,96/6,9)
= 0 (1 + 0,28)
= 0 (1,28)
= 0
Lower OR = 0 (1 – 1,96/6,9)
= 0 (1 - 0,28)
= 0 (0,72)
= 0
OR = 0 (95% C1 : 0)
C. Hubungan Preeklampsia Berat (PEB)/ Eklampsia dengan Kejadian
Persalinan Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
PEB
Kasus Kontrol Jumlah
X2 OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 26 30,2% 6 7% 32 18,6%
15,267
5,778
(2,403 – 13,888)
Tidak 60 69,8% 80 93% 140 81,4%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
1. Odds Ratio (OR)
a.d OR = b.c 26 x 80
= 6 x 60
2080
= 360 = 5,778
2. Chi Square (X2)
(t – 1) [(ad) – (bc)]2
X2 = (a + b) (c + d) (a + c) (b + d) (172 – 1) [(2080) – (360)]2
= 32 x 140 x 86 x 86
(171) [1720]2
= 33134080
505886400 = 33134080
X2 = 15,267 X = 3,9
Interval kepercayaan (95%) = OR (1 ± z/x)
Upper OR = 5,778 (1 + 1,96/3,9)
= 5,778 (1 + 0,50)
= 5,778 (1,50)
= 13,888
Lower OR = 5,778 (1 – 1,96/3,9)
= 5,778 (1 - 0,50)
= 5,778 (0,50)
= 2,403
OR = 0 (95% C1 : [2,403 – 13,888])
D. Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Persalinan
Seksio Sesarea di Ruang Kebidanan RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
KPD
Kasus Kontrol Jumlah
X2 OR
(CI 95 %) n % n % n %
Ya 23 26,7% 5 5,8% 28 16,3%
13,741
5,914
(2,346 – 14,902)
Tidak 63 73,3% 81 94,2% 144 83,7%
Jumlah 86 100% 86 100% 172 100%
1. Odds Ratio (OR)
a.d OR = b.c 23 x 81
= 5 x 63
1863
= 315 = 5,914
2. Chi Square (X2)
(t – 1) [(ad) – (bc)]2
X2 = (a + b) (c + d) (a + c) (b + d) (172 – 1) [(1863) – (315)]2
= 28 x 144 x 86 x 86
(171) [1548]2
= 29820672
409767984 = 29820672
X2 = 13,741 X = 3,7
Interval kepercayaan (95%) = OR (1 ± z/x)
Upper OR = 5,778 (1 + 1,96/3,7)
= 5,778 (1 + 0,52)
= 5,778 (1,52)
= 14,902
Lower OR = 5,778 (1 – 1,96/3,7)
= 5,778 (1 - 0,52)
= 5,778 (0,48)
= 2,346
OR = 0 (95% C1 : [2,346 – 14,902])