Dermatitis Atopi
-
Upload
ayu-ningtiyas-nugroho -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
description
Transcript of Dermatitis Atopi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Dermatitis atopi adalah keadaan peradangan kulit kronik dan residif yang disertai
gatal umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada penderita atau keluarganya.. Kata ”atopi” pertama kali
diperkenalkan oleh Coca (1928) yaitu suatu istilah yang dipakai untuk sekelompok
penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarga (herediter),
misalnya asma bronkhiale, rhinitis alergika, konjungtivitis alergika dan ada
kecenderungan untuk mudah terserang urtikaria. (1,2,3)
Dermatitis atopi dikenal juga sebagai eksema konstitusional, eksema fluksoral,
neurodermatitis deseminata, prurigo Besnien dan eksema atopi. (2,4)
1.2 Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini
merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan
kehidupan penderita tetapi juga melibatkan keluarganya. Di Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri lainnya,
prevalensi DA pada anak mencapai 10 – 20 persen, sedangkan pada
dewasa 1 – 3 persen. Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah.
Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3:1. (3)
DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi
maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan
pertama. Bila salah satu orang tua
menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai
usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini
meningkat sampai 75 persen (3).
1.3 Etiologi
Penyebab dermatitis atopi belum diketahui. Sekitar 70% penderita ditemukan
riwayat stigmata atopi pada pasien atau anggota keluarga, yaitu berupa ; (4,5)
1. Rhinitis alergika, asma bronkhiale, hay fever
2. Alergi terhadap berbagai alergen protein (polivalen)
3. Pada kulit : Dermatitis atopi, dermatografisme putih dan kecenderungan
timbul urtikaria.
4. Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu (panas dan dingin) dan stress.
5. Resistensi menurun terhadap infeksi virus dan bakteri.
6. Lebih sensitif terhadap serum dan obat.
7. Kadang-kadang terdapat katarak juvenelis.
1.4 Patogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik,
imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar
terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik.(3)
Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal
sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan
penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5
q31 – 33 karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM – CSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi
oleh sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan
peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik
aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara
polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan DA tetapi tidak
dengan asma bronchial ataupun rinitif alergik. Serine protease yang
diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan
berkontribusi pada resiko genetik DA.(3)
Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor
imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat
berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL)
epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa
berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super
antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka
antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada
pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.
(3)
Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcεRI), IgE
akan mengadakan cross linking dengan FcεRI, menyebabkan degranulasi
sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya.
Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate type
hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak
sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel
Langerhans (melalui reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein),
kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan
MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang
mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan
terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan
perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan
sitokin IFN-γ, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4,
IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA
didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi.(3)
Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi
dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed
type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel
netrofil. Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi
dengan FcεRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran
histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat
menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin pro inflamasi epidermis
lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.
Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar
sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA.(3)
Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN-γ yang
merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar
IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan
hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal
untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.
Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan
prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan
kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.(3)
Respons sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut: (3)
- Sintesis IgE meningkat.
- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
- Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
- Respons hipersensitivitas lambat terganggu
- Eosinofilia
- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
- Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan
IL-13
dan PGE2
Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini
diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal
water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum
meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang
rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk
menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga
memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk
melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.(3)
Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap
remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun.
Jenis makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil
umumnya susu dan telur, sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-
kacangan. Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan
alergen hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi
dapat menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE
spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen
berhubungan langsung dengan tingkat keparahan DA. Suhu dan
kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA, suhu udara
yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba
dapat menjadi masalah bagi penderita DA. Hubungan psikis dan
penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang kronik residif dapat
mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan merangsang
pengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang
menimbulkan rasa gatal. Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan
lebih mudahnya mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun,
detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki kulit. (3)
1.5 Manifestasi Klinis
Gejala utama dari dermatitis atopi adalah gatal (pruritus). Akibat garukan akan
terjadi berbagai kelainan kulit seperti likenifikasi dan lesi eksematosa berupa eritem,
papula-vesikuler, erosi, eksoriasi dan krusta. (1)
Berdasarkan golongan umur, morfologi dan lokalisasi dermatitis atopi dapat
dibagi dalam 3 bentuk klinis yaitu : (1,2,4,6)
1. Bentuk Infantil (2 bulan – 2 tahun)
Paling sering terjadi pada umur 2 – 6 bulan. Lesi mulai timbul di muka (pipi dan
dahi) dan skalp, dapat pula mengenai tempat lain yaitu badan leher, lengan dan
tungkai. Lesi yang timbul beruap eritem dan papulovesikuler miliar yang sangat
gatal, berbatas tegas. Karena garukan akan menjadi erosi, eksoriasi dan krusta.
Tempat predileksi yaitu pada kedua pipi (milk eksema), lipatan siku, lipatan lutut
dan biasanya simetris.
2. Bentuk Anak ( 3 – 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan dari bentuk infantil atau timbul sendiri. Lesi
biasanya kering (tidak eksudatif), batas tegas, karena garukan timbul eksoriasi
memanjang, hiperkeratosis, hiperpigmentasi dan kadang hipopigmentasi. Tempat
predileksi yaitu pada tengkuk, lipatan siku dan paha, pergelangan tangan dan kaki,
jarang mengenai muka.
3. Bentuk Dewasa (13 – 30 tahun)
Lesi kulit selalu kering, sukar berkeringat, ambang rasa gatal sangat rendah
sehingga bila penderita berkeringat merasa sangat gatal. Kelainan kulit berupa
likenifikasi, papul, eksoriasi dan krusta. Tempat predileksi dimuka (dahi, kelopak
mata dan perioral), leher, dada bagian atas, lipaatan siku dan lutut, punggung
tangan, biasanya simetris.
Kelainan lain yang biasanya menyertai dermatitis atopi adalah xerosis
kutis, iktiosis, hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitriasis alba, keratosis
pilaris, lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar, katarak sub kapsularis
anterior, lidah geografik, liken spinularis dan keratokonus. (1)
1.6 Pemeriksaan Penunjang (1,2)
- Pada pemeriksaan darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar Ig E
- Dermatografisme putih (+)
Pada kulit normal jika digores akan menimbulkan 3 respon yaitu ;
1. Garis merah pada tempat yang di gores selama 15 detik
2. Warna merah menjalar ke daerah sekitar garis selama beberapa detik
3. Timbul edem setelah beberapa detik
Pada pasien dengan dermatitis atopi penggoresan pada kulit tidak akan menimbulkan
kemerahan sekitar garis, melainkan kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit dan edem
tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih
- Pada pemberian suntikan asetil kolin secara intra kutan 1/5000 akan menyebabkan
hiperemia pada orang normal. Pada pasien dermatitis atopi akan timbul vasokontriksi,
terlihat kepucatan selama 1 jam.
- Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritem akan berkurang. Bila disuntikkan
secara parenteral tampak eritem bertambah pada kulit yang normal.
1.7 Diagnosa
Untuk dapat menegakkan diagnosa dermatitis atopi secara praktis dapat dilakukan
hanya berdasarkan anamnesa dan gejala klinis. Namun demikian terdapat kriteria
dermatitis atopi menurut Hanifin dan Rajka yaitu : (1,4,6, 7)
Harus terdapat :
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi khas
3. Cenderung kronis dan
kambuh
Ditambah 2 atau lebih (kriteria
mayor) :
1. Riwayat atopi pada keluarga
2. Tes kulit tipe cepat reaktif
3. Dermatografisme putih (+)
4. Katarak sub kapsular anterior
Ditambah 4 atau lebih (kriteria minor)
1. Xerosis /iktiosis/hiperlinier
palmaris
2. Pitriasis alba
3. Keratosis piliaris
4. Kepucatan fasial
5. Tanda Dennie Morgan
6. Peningkatan Ig E
7. Keratokonus
8. Kecenderungan mendapat
dermatitis non spesifik di tangan
9. Kecenderungan infeksi kulit
berulang
1.8 Diagnosa Banding
Diagnosa banding bentuk infantil adalah dermatitis seboroika, pada bentuk anak
dan dewasa adalah neurodermatitis sirkumkripta dan dermatitis kontak alergika. (1,4)
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan seperti pada dermatitis umumnya, terutama menghindari faktor
pencetus/ faktor predisposisi. Pengobatan yang bersifat kuratif belum diketahui secara
pasti. Yang penting adalah mencegah agar pasien tidak menggaruk agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Dianjurkan menggunakan sabun yang banyak mengandung lemak,
minyak mineral dan minyak pelumas. Pada bayi pembatasan diet dapat membantu
(jangan memberi minum air jeruk dan susu sapi), tapi hal ini tidak efektif pada bentuk
anak dan dewasa.(1,5)
Pengobatan sistemik bertujuan untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah gelisah
yaitu dengan memberikan antihistamin seperti Chlorpheniramine maleat, prometazin,
hydroxyzin. Jika sangat gatal dapat diberikan klorpromazin. Bila mengalami infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik eritromisin. Untuk kortikosteroid sistemik tidak di
anjurkan kecuali bila kelainan luas atau hanya pada kasus eksaserbasi akut dapat
diberikan kortikosteroid jangka waktu pendek (7-10 hari) mengingat efek samping
osteoporosis dan katarak(1,5,8)
Pengobatan topikal diberikan bila terdapat eksudatif berat atau stadium akut.
Pada bayi dapat diberikan kompres terbuka denagn menggunakan larutan asam salisil
1/1000 atau kalium permanganas 1/10.000. setelah kelainan kering dilanjutkan dengan
hidrokortison krim 1-2%. Pada anak dan dewasa tidak menggunakan kompres karena
kelinan kulit kering melainkan menggunakan salep karena daya penetrasi salep lebih
baik. Salep kortikosteroid dapat dipilih, dan untuk meningkatkan daya penetrasi dapat
ditambahkan dengan asam salisilat 3-5% pada kortikosteroid topikal. Obat lain yang
dapat digunakan adalah likuor karbonas detergen 2-5% atau ter, berkhasiat vasokontriksi,
desinfeksi, antipruritus dan memperbaiki keratinisasi abnomal dengan cara mengurangi
proliferasi epidermal dan infiltrasi dermal. Efek samping penggunaan ter yang lama
adalah folikulitis dan fotosensitisasi. Ter dapat dikombinasi dengan kortikosteroid
topikal. Obat lain juga bisa dengan urea 10% membuat kulit lemas, hidrofilik,
antibakterial dan dapat dikombinasi dengan kortikosteroid topikal.(1)
Antihistamin. AH1 berefek menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam otot polos, selain itu bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau kelainan lain yang disertai pelepasan endogen berlebihan.
Efektivitas histamin melawan reaksi hipersensitivitas tergantung pada beratnya gejala
akibat histamin. Efek perangsangan histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak
dapat dihambat oleh AH1, namun AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi
kelenjar eksokrin lain akibat histamin. Terhadap susunan saraf pusat (SSP) AH1 mampu
menghambat maupun merangsang. Efek perangsangan biasanya terjadi pada keracunan
AH1, efek perangsangan tersebut dapat berupa eksitasi dan gelisah. Sedangkan efek
penghambatan berupa rasa kantuk, namun kepekan masing-masing pasien berbeda-beda.
AH1 terbaru yang tidak menembus sawar darah otak adalah terfenadin, loratadin dan
astemizol (golongan AH1 non sedatif). AH1 juga efektif untuk mengatasi mual dan
muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain. (1,8)
Korikosteroid Topikal berefek sebagai anti inflamasi, anti pruritus, anti mitotik,
anti alergi dan vasokontriksi. Ada 7 golongan berdasarkan daya anti inflamasi dan anti
mitotiknya, dimana golongan I sangat kuat dan golongan VII paling lemah.
Pemilihannya berdasarkan kesesuaian, aman, efek samping minimal, murah dan
disesuaikan faktor jenis penyakit kulit, luas lesi, dalamnya lesi, stadium lesi, lokalisasi
serta umur penderita. Sedangkan aplikasinya sebaiknya 2-3 kali/hari sampai gejala
sembuh dan hati-hati dengan gejala takifilaksis yaitu menurunnya respon kulit terhadap
glukokortikoid karena pemberian obat berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti
efek vasokontriksinya akan menghilang setelah diistirahatkan beberapa hari efek
vasokontriksinya akan timbul kembali dan akan menghilang bila obat tetap dilanjutkan.
Adapun lama penggunaan sebaiknya tidak boleh lebih dari 4-6 minggu untuk yang lemah
sedangkan untuk yang kuat tidak boleh lebih dari 2 minggu. Efek samping terjadi bila
digunakan lama dan berlebihan, serta menggunakan kortikosteroid secara oklusif. Makin
tinggi potensialnya makin cepat efek sampingnya. Gejala dari efek samping yang terjadi
adalah : (1,6)
1. Atropi
2. Strieatrofise
3. Telangiektasis
4. Purpura
5. Dermatosis akneformis
6. Hiperkeratosis setempat
7. Hipopigmentasi
8. Dermatitis perioral
9. Menghambat penyembuhan ulkus
10. infeksi mudah terjadi dan meluas
11. Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur
Untuk mencegah efek samping tersebut dapat dimulai dengan dosis yang
dianjurkan tidak lebih dari 30 gram sehari tanpa oklusi, jika menggunakan cara oklusi
jangan lebih dari 12 jam. Pada bayi, mempunyai kulit tipis maka gunakan kortikosteroid
topilkal golongan lemah, begitu pula pada kasus akut. Pada sub akut dipakai yang
potensi sedang dan pada yang kronis dan tebal dipakai kortikosteroid golongan kuat, dan
bial telah membaik diturunkan frekuensinya menjadi 1 kali sehari atau diganti potensi
sedang/lemah. Pada wajah dan lipatan gunakan golongan sedang/lemah, serta jangan
digunakan pada infeksi bakterial, mikotik, virus dan skabies. Hati-hati sekitar mata untuk
mencegah katarak dan glaukoma. (1,9)
1.10 Prognosis
Penderita dermatitis atopi yang bermula sejak bayi, sebagian (40%) dapat sembuh
secara spontan, sebagian berlanjut ke bentuk anak dan dewasa. Ada pula yang
menyatakan bahwa 40-50% sembuh pada usia 15 tahun, sebagian besar sembuh pada usia
30 tahun. Secara umum bila ada riwayat dermatitis atopi di keluarga bersamaan denagn
asma bronkhial, masa awitan lambat atau dermatitisnya akan semakin berat maka
penyakitnya akan lebih persisten. (1,6)
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1. Kasus
Anamnesa
Nn. Riana, usia 25 tahun, pekerjaan pegawai BKD. Alamat Jl. Sinar No. 112,
datang dengan keluhan gatal-gatal. Gatal-gatal muncul sejak 2 hari yang lalu
dengan adanya bintil-bintil kecil muncul di tengkuk, leher, lipatan siku, belakang
lutut dan pinggang. Bintil-bintil tidak berisi cairan. 2 hari yang lalu penderita
mendapat kiriman ikan peda dari orang tuanya, dan mengkonsumsi dalam jumlah
cukup banyak, karena biasanya tidak gatal-gatal bila makan ikan peda. Penderita
hanya gatal-gatal bila makan ayam ras dan udang. Pasien sudah makan CTM dan
pakai bedak salisil, tapi masih gatal-gatal lagipula di kantor menjadi mengantuk.
Dalam keluarga ada riwayat gatal-gatal yang sama (saudara), asma (ibu), dan pilek
bila pagi (nenek).
Pemeriksaan
Tanda vital : TD = 110/70 mmHg
N = 88 x/’
t = 37,5o C
RR = 20 x/’
Pemeriksaan fisik :
Kulit : tengkuk, leher, fossa cubiti, fossa poplitea, sekitar pinggang nampak papul-
papul yang tersebar, tidak basah dan ada bekas garukan.
Kepala, thorax, abdomen dan ekstremitas : tidak ada kelainan
Tes dermatografisme putih : positif
Diagnosa : Dermatitis atopik
2.2. Tujuan Pengobatan
- Kausatif belum diketahui dengan pasti namun konsep dasar
terjadinya Dermatitis Atopi adalah melalui reaksi
imunologik
- Mengatasi simptomatik dengan anti histamin, anti radang dan
anti pruritus.
2.3. Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya8
Kelompok Obat Jenis Obat Contoh1. Antihistamin Etanolamin - Difenhidramin
- Dimenhidrinat- Karbinosamin maleat
Etilendiamin - Tripelenamin HCl- Tripenelamin sitrat- Pirilamin maleat
Alkilamin - Brofeniramin maleat- Klorfeniramin maleat- Dekstroeniramin maleat
Piperazin - Klorsisiklin HCl- Siklizzin laktat- Meklizin HCl- Hidroksizin HCl
Fenotiazin - Prometazin HCl- Metdilazin HCl
Piperidin ( AH non sedatif) - Terfenadin- Astemizol- Loratadin
2. Anti pruritus antipruritus - Acid salicyl- Kalamin
2.4 Perbandingan Kelompok Obat beserta Jenisnya
Terapi SimptomatisKelompok/Jenis
ObatKhasiat (Efek) Keamanan BSO
(Efek Samping Obat)
Kecocokan (Kontra Indikasi
BSO)Etanolamin Antikolinergis dan
sedatif kuatSedasi Jangan diberikan
pada pasien yang
EtilendiaminPropilaminAlkilaminPiperaziFenotiazin
Piperidin
AntihistaminAntihistaminAntihistaminAntihistaminAntihistamin
Antihistamin non sedasi
Sedatif ringanLong actingLong actingLong actingAntihistamin dan antikolenergik tidak terlalu kuat, meredakan batukNon sedatif yang berefek anti alergi
mengalami serangan asma akut, glaukoma, kesulitan mengosongkan kandung kencing, bayi dan ibu menyususi, hipersensitiv.
Hipersensitivitas
Asam salisilat Biang keringat, gatal karena udara panas, antiseptik kulit, astringent dan gatal karena gigitan serangga dan ruam popok pada bayi
Caladine Gangguan pada kulit yang gatal karena terik matahari, biang keringst, gigitan serangga,astringent dan alergi kulit
2.5 Pilihan dan Alternatif Obat Yang Digunakan sebagai Antihistamin10
Uraian Obat pilihan Obat alternativeNama Obat Loratadin TerfenadinNama Generik, nama paten, kekuatan
Generik : Loratadin (tab. 10 mg;kaptabs 10 mg;Sirup 1 mg/ml, 5 mg/5 ml) ).
Generik : Terfenadin Suspensi : 30 mg/5 mlTablet : 60 mg
Paten : Alernitis (tablet 10 mg), Allohex (tablet 10 mg, sirup 5 mg/5 ml), Alloris (tablet 10 mg, sirup 5 mg/5 ml)
Paten : Alpenaso (tablet 60 mg), Arisdan (tablet 60 mg), Forrhin ( tablet 60 mg)
BSO yang diberikan Tablet sesuai keadaan penderita Tablet sesuai keadaan penderita
Dosis referensi 10 mg/hari. Anak : 2- 12 tahunDibawah 30 kg : 5 mg/hariDiatas 30 kg : 10 mg/hari
Alergi kulit : 120 mg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi dua.Anak : 3-6 tahun: 15 mg 2 kali per hari;6-12 tahun: 30 mg 2 kali per hari
Dosis kasus tersebut dan alasannya
1 tablet/hari ( 10 mg/hari) karena pasien sudah dewasa (25 tahun)
2 tablet/ hari ( 120 mg/ hari)
Frekuensi pemberian dan alasan
1 kali/hari bisa diberikan kapan saja karena merupakan antihistamin non sedative (tidak menyebabkan ngantuk)
2 kali/hari karena sesuai dengan waktu paruhnya 12-24 jam
Cara pemberian Peroral, sesuai keadaan penderita Peroral, sesuai keadaan penderita
Saat pemberian dan alasannya
Sebelum makan karena dipengaruhi oleh makanan
Sebelum makan karena dipengaruhi oleh makan
Lama pemberian 5 hari jika gatal masih ada 5 hari jika gatal masih ada
2.6 Obat Pilihan dan Alternatif yang digunakan sebagai Antipruritus10
Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifNama obat Acid salicylat KalaminNama generik dan nama paten dan kekuatannya
Generik: Bedak Salicyl 100 gPaten : Yod saben 100 gram
Generik : tidak adaPaten : Caladine
BSO yang diberikan dan alasannya
Bedak tabur karena lebih mudah cara penggunaannya
Bedak tabur karena lebih mudah cara penggunaannya
Dosis referensi Dosis pada kasus tersebut dan alasannyaFrekuensi pemberian 3-4 x/hari pada kulit yang
gatal2x/ hari
Cara pemberian dan alasannya
Ditaburkan pada tempat yang gatal
taburkan pada tempat yang gatal
Saat pemberian dan alasannya
Setelah mandi atau bila berkeringat
Setelah mandi pagi dan sore hari
Lama pemberian 5 – 7 hari jika gatal masih ada 5 -7 hari jika gejala gatal masih ada
2.7 Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut
Resep obat pilihan
dr. Xania
SIP 9050/06/AR/2011
Alamat rumah Alamat Praktek
Jl. Gatot Subroto Jl. S. Parman No.40
Banjarmasin Banjarmasin
Banjarmasin, 23 Februari 2011
R/ Loratadin tab 10 mg No.V
S 1dd tab I p.c o.n
R/ Salycilat talc 100 mg No. I
S prn 4 dd pulv.adsp (pruritus)
Pro : Nn. Riana
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Sinar No. 112 Banjarbaru
Resep obat Alternatif
dr. Xania
SIP 9050/06/AR/2011
Alamat rumah Alamat Praktek
Jl. Gatot Subroto Jl. S. Parman No.40
Banjarmasin Banjarmasin
Banjarmasin, 23 Februari 2011
R/ Terfenadin tab. 60 mg No.X
S 2 dd tab I a.c o.n
R/ Caladine talc 100 g No. I
S prn 2dd m.et.v ue (pruritus)
Pro : Nn. Riana
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Sinar No. 112 Banjarbaru
2.8 Pengendalian Obat
Pada kasus ini dilakukan pengendalian obat dengan cara memperhatikan dosis,
lama pemberian dan efek samping dari obat yang diberikan. Penentuan dosis obat telah
disesuaikan dengan aturan dosis untuk orang dewasa.
Pengobatan dalam kasus ini dibagi menjadi 2 terapi simptomatik yaitu
antihistamin dan antipruritus. Karena terapi kausatif pada kasus dermatitis ini masih
belum diketahui secara pasti. Hanya dengan cara memberikan informasi kepada pasien
untuk menghindari faktor predisposisi/pencetus seperti
- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen, pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban
tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
mencetuskan DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen
infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan
berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
- Mengobati rasa gatal.
Prinsip utama pada pengobatan atopi adalah mencegah agar pasien tidak
menggaruk sebab akan memperberat kelainan kulit sehingga dapat menyebabkan
terjadinya infeksi sekunder. Sedangkan pengobatan simptomatik diindikasikan untuk
mengatasi rasa gatal. Pemberian dilakukan hanya bila gejala gatal timbul. Dimana disini
dipilih loratadin sebagai antihistamin karena merupakan antihistamin non sedatif yang
tidak akan menyebabkan mengantuk sehingga tidak mengganggu aktifitas (kerja).
Pemberian obat antihistamin diberikan selama 3-5 hari karena pengobatannya hanya
bersifat simptomatis yaitu selama gejala gatal masih ada. Penggunaan bedak salisyl
adalah sebagai terapi tambahan untuk antipruritus karena kandungan asam salisilat pada
bedak salicyl akan menambah efek/daya kerja dari kortikosteroid yang bersifat
keratolitik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Suria et Sularsito Sri Adi. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 1999.
2. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Infomedika. Jakarta, 1998.
3. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Informasi Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 2000
4. Lorraine M Wilson, Sylvia. Ekzema dan gangguan Vaskuler dalam Patofisiologi Penyakit. EGC. Jakarta, 2006.
5. Mansjoer Arif. Dermatitis Atopi dalam Kapita Selekta Jilid 2 edisi III. Media Aesculaplus. FKUI, Jakarta, 2001.
6. Siregar, RS. Pioderma dalam Saripati Penyakit Kulit Edisi II. EGC, Jakarta. 2005.
7. Ardhie AM. Dermatitis Dan Peran Steroid Dalam Penanganannya. Klinik Kulit dan Kelamin RASB Harapan Kita Jakarta. DEXA MEDIA. No. 4, Vol. 17,2004.
8. Ganiswara, Sulistia. Antihistamin dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi. IV. FKUI, Jakarta, 2001.
9. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Informasi Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 2000
10. Seto, Sagung. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008