penyakit atopi
Transcript of penyakit atopi
W. Sri WardaniW. Sri Wardani
SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani, SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani, GianyarGianyar
DesemberDesember20102010
Istilah atopi dan alergi sering
dipertukarkan tetapi keduanya
berbeda:
AtopiAtopi : : IgE-mediated immune responseIgE-mediated immune response
( hipersensitivitas tipe I ).( hipersensitivitas tipe I ).
AllergiAllergi : respon imun terhadap antigen : respon imun terhadap antigen
tidak tergantung dari mekanismenyatidak tergantung dari mekanismenya
PPenyakit atopi paling sering enyakit atopi paling sering mengenai:mengenai: hidunghidung, , matamata, , kulitkulit, , paruparu..
ATOPIATOPI
EtiologEtiologii GGenetienetik : k :
HLA spesifikHLA spesifik
PolPoliimormorfifissmeme beberapa beberapa gen, gen, dg afinitas tinggi padadg afinitas tinggi pada
reresseptor β-chaineptor β-chain IgE , reIgE , resseptor α-chaineptor α-chain IL-4, IL-4, IL-13, IL-4, IL-4, IL-13,
CD14, dipeptidyl-peptidase 10 (DPP10), CD14, dipeptidyl-peptidase 10 (DPP10), dandan disintegrin disintegrin, ,
metalloprotease domain 33 (metalloprotease domain 33 (ADAM33ADAM33))
LingkunganLingkungan, , paparan kronis dan paparan kronis dan sensitisensitissaassii
alergen, diet, alergen, diet, dan dan polutant polutant
site-specific factorssite-specific factors : : adhesion molecule dan sel molecule dan sel
Th2 Th2
Alergen yang paling sering Alergen yang paling sering menimbulkan alergi adalah:menimbulkan alergi adalah:
House dustHouse dust
Mite fecesMite feces
Animal danderAnimal dander
Pollens (tree, grass, and weed)Pollens (tree, grass, and weed)
MoldsMolds
Penyakit Atopi
Penyakit atopi : Penyakit yg didasari faktor keturunan melalui peranan IgE (IgE mediated) dg manifestasi klinis tertentu (asma bronchial, rhinitis alergika, dermatitis atopi, urtika)
Batasan :
Penyakit inflamasi kronis pada saluran nafas
Melibatkan berbagai sel dan elemen sel
Inflamasi kronik hiperesponsivitas sal nafas
Hiperesponsivitas sal nafas ditandai :
• Episode berulang berbagai gejala dan tanda
( sesak nafas, mengi, batuk, dada terasa penuh )
terutama malam atau dini hari
• Episode serangan berhubungan dengan obstruksi
aliran udara pernafasan dgn derajat yg bervariasi
• Dapat reversibel baik spontan / dgn pengobatan
Asma Bronkial
Epidemiologi
Prevalensi asma bronkhial pd orang dewasa: Di AS (1993) mencapai 7,1%
Di Inggris (1993) mencapai 12%
Prevalensi global diperkirakan 4-8%
Prevalensi asam bronkhial di
perkotaan Indonesia (1996) 5-7%
Asma bronkhial mrp resultante dr interaksi faktor genetik dan
lingkungan
Faktor genetik : berbagai kelainan kromoson yg berperan :
• Kromosom penyebab kerentanan alergi (kromosom 6q)
Mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II
Mempermudah pengenalan & presentasi antigen
• Kromosom pengatur produksi sitokin (kromosom 5q)
Mengatur produksi interleukin 4 (IL-4)
• Kromosom pengatur produksi reseptor sel T (kromosom 14q)
Patofisiologi
• Faktor lingkungan
• Faktor lingkungan seperti : Alergen, pengaruh diet dan infeksi
• Mempengaruhi individu dg prediposisi genetik asma individu
berfenotip asma
• Terjadi sejak dini (dalam kandungan)
infections
Th1
Early life origins of asthma
Respiratory viruses (RSV)
Diet
Th2
(Intrauterina environment)
AllergensEarly life
events
Allergen (sensitization T cells IL-4 (IL-13)
IgE
IL-5
Bone marrow
EosinophilsHistamine
Alergenre-exposure
T cells IL-4IL-5
Persisten disease process
Growth factors
Cytokines
Chemokines
Sensitization
Airway remodelling Persistent inflammation
Acute inflammation+
bronchopasm
Gambar interaksi faktor genetik dan lingkungan pada terjadinya asma bronkial
Hipotesis gangguan keseimbangan subset sel T helper (Th1, Th2)
• Hipotesis yg paling banyak dianut
• Sel Th1 memproduksi IL-2, interferon-
berperan pada mekanisme pertahanan sel
• Sel Th2 memproduksi sitokin pro inflamasi (IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-13)
merupakan mediator inflamasi alergi
• Tdpt efek yg berlawanan antara sitokin produksi Th1 dan Th2
Factors favoring the Th1 phenotype
Presence of older siblings
early exposure to day care
Tuberculosis, measles, or hepatitis A infection
Rural environment
Factors favoring theTh2 phenotype
Widespread use of antibiotics
Western lifestyle
urban environment
diet
sensitization to house-dust mites and cockroaches
Protective immunity
Allergic disease including asthma
Cytokinebalance
Th1Th1Th1Th1 Th2Th2Th2Th2
Gambar Pengaruh keseimbangan antara sel Th1 dan Th2 pada asma bronkial
Komponen imunologik reaksi inflamasi asma bronkial
A. Sel efektor
• Eosinofil :
• Terbentuk di sumsum tulang, diatur oleh IL-5 dan GM-CSF
• IL-5 diferensiasi dan pematangan eosinofil
• Granul intraselular eosinofil : protein proinflamasi
• major basic protein (MBP)
• Eosinofil derived neurotoxin
• Peroksidase dan protein kationik
kerusakan epitel saluran nafas scr langsung
hiperresponsivitas bronkus
Sel mast
• Berasal dr sumsum tulang dlm sirkulasi sebagai sel mononuklear
• Bermigrasi ke jaringan mukosa, submukosa saluran nafas
maturasi spesifik di jaringan tersebut
• Terjadi ikatan silang (cross link) antara sel mast terkait IgE dgn
alergen
degranulasi sel mast mediator release :
• Preformed mediator (histamin)
• proteoglikan proses remodeling
• sitokin proses inflamasi akut maupun kronik dari saluran nafas
Sel limfosit
• Sel Th2 menghasilkan sitokin proinflamasi
• Sel Th1 menghasilkan sitokin anti proinflamasi
• Penderita asma memiliki lebih banyak mRNA (mesenger
ribonucleic acid) utk IL-3, IL-4, IL-5
Sel netrofil
• Berperan sbg efektor pasif reaksi inflamasi melalui fungsi
fagositosis
• Melepaskan zat sitotoksik
• Melepaskan enzim pre-formed (protease)
kerusakan matrix ekstraseluler dan elastase
Makrofag
• Membentuk dan mensekresi aktivator plasminogen
merusak komponen matrik ekstraseluler sal nafas (elastase)
proses remodelling saluran nafas
Basofil
• Terbentuk di sumsum tulang dlm sirkulasi jar sal nafas
• Berperan pd proses inflamasi
B. Sitokin
• Merupakan protein dlm bentuk glikoprotein
• Berfungsi memberi signal perantara kimiawi proses komunikasi antar sel
• Sitokin yg berperan pd asma bronkial :
• Limfokin (IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, IL-15, IL-16, IL-17)
• Sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-11, TNF. GM-CSF, stem cell factor)
• Sitokin antiinflamasi (IL-10, IL-12, IL-18)
• Kemokin : RANTES, MCP-1,2,3,4,5
• Growth factor
Proses inflamasi pd asma bronkial
Inflamasi akut
a. Reaksi fase awal (early phase reaction)
• Aktivasi cepat dari sel mast dan makrofag sal nafas yg memiliki
IgE spesifik thd alergen
• Pelepasan mediator proinflamasi (histamin)
• Selanjutnya terjadi : kontraksi otot polos sal nafas
sekresi mukus
vasodilatasi pembuluh darah
kebocoran mikrovaskuler
(berlangsung sekitar 1 jam)
b. Reaksi fase lambat (late phase reaction)
• Timbul stl 6-9 jam paparan alergen, meliputi :
• Pengerahan (recruitment) dan aktivasi eosinofil, sel Th, basofil, netrofil dan makrofag
• Pelepasan mediator sekunder (newly generated mediators) seperti :
• prostaglandin (PG)
• tromboksan (TX)
• leukotrin (LT)
• platelet activating factors (PAF) menyebabkan :
• Bronkokonstriksi
• Meningkatkan permeabilitas vaskuler
• Sekresi mukus
Inflamasi kronik
• Terjadi akibat sel radang menetap pd saluran nafas
• Yang berperan :
• Sitokin : IL-3, IL-5, GM-CSF dan RANTES
• Molekul adesi : ICAM, VCAM yg memfasilitasi sel inflamasi
bermigrasi dari intravaskuler ke inflammatory site
DIAGNOSISDIAGNOSIS
Anamnesis:Anamnesis: Keluhan: sesak , mengi, batuk, riwayat Keluhan: sesak , mengi, batuk, riwayat
penyakit atopi yang lain, faktor penyakit atopi yang lain, faktor pencetus pencetus
Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik Tergantung derajat obstruksiTergantung derajat obstruksi Ekspirasi memanjang, mengi, Ekspirasi memanjang, mengi,
hiperinflasi dada, nafas cepat sampai hiperinflasi dada, nafas cepat sampai sianosissianosis
DiagnosisDiagnosis
Penunjang :Penunjang : Spirometri, Spirometri, uji provokasi bronkus, uji provokasi bronkus, sputum, sputum, eosinofil total, eosinofil total, Uji kulitUji kulit IgE total dan spesifikIgE total dan spesifik Foto dadaFoto dada Analisa gas darahAnalisa gas darah
Gambaran Klinis
Klasifikasi derajat asma
A. Sebelum pengobatanDerajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru
I. Intermitten Bulanan APE 80%
Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat
2 kalisebulan
VEP1 80% nilai prediksiAPE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan Mingguan APE 80% Gejala > 1 x/minggu,
tetapi < 1 x/hari Serangan dapat mengganggu
aktiviti dan tidur
> 2 kalisebulan
VEP1 80% nilai prediksiAPE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE 20-30%
III. PersistenSedang
Harian APE 60-80%
Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktiviti
dan tidur Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
> 1 x/minggu VEP1 60-80% nilai prediksiAPE 60- 80% nilai terbaik
Variabiliti APE >-30%
IV. Persisten Berat Kontinyu APE 60%
Gejala terus menerus Sering kambuh Aktiviti fisik terbatas
sering VEP1 60% nilai prediksiAPE 60% nilai terbaik
Variabiliti APE >- 30%
b. Dalam pengobatan
Gejala dan Faal paru dalampengobatan
Tahap IIntermitten
Tahap 2Persisten Ringan
Tahap 3Persisten sedang
Tahap I : IntermittenGejala < 1 x/mggSerangan singkatGejala malam < 2 x/blnFaal paru normal di luar serangan
Intermitten Persisten Ringan Persisten Sedang
Tahap II : Persisten RinganGejala > 1x/mgg, tetapi < 1 x/hariGejala malam >2x/bln, tetapi < 1 x/mggFaal paru normal di luar serangan
Persisten Ringan Persisten Sedang Persisten Berat
Tahap III : Persisten SedangGejala setiap hariSerangan mempengaruhi aktiviti dantidurGejala malam > 1 x/mgg60%VEP1<80% nilai prediksi50%<APE<80% nilai terbaik
Persisten Sedang Persisten Berat Persisten Berat
Tahap IV : Persisten BeratGejala terus menerusSerangan seringGejala malam seringVEP160% nilai prediksi, atauAPE 60% nilai terbaik
Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian
DIAGNOSIS BANDINGDIAGNOSIS BANDING
BRONKHITIS KRONIKBRONKHITIS KRONIK EMPHISEMA PARUEMPHISEMA PARU GAGAL JANTUNG KIRI AKUTGAGAL JANTUNG KIRI AKUT EMBOLI PARUEMBOLI PARU
KOMPLIKASIKOMPLIKASI
PNEUMOTORAKSPNEUMOTORAKS PEUMO MEDIASTINUMPEUMO MEDIASTINUM ATELEKTASISATELEKTASIS GAGAL NAFASGAGAL NAFAS FRAKTUR IGAFRAKTUR IGA
Penatalaksanaan Asma
Tujuan penatalaksanaan asma :
• Menghilangkan dan mengendalikan gejala
• Mencegah eksaserbasi akut
• meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
• mengupayakan aktivitas fisik normal (exercise)
• Menghindari efek samping obat
• Mencegah irreversible airflow limitation
• Mencegah kematian karena asma
Asma dikatakan terkontrol bila :
• Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk nocturnal attack
• Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise0
• kebutuhan bornkodilator (agonis kerja 2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan)
• variasi harian APE kurang dari 20%
• Nilai APE normal atau mendekati normal
• Efek samping obat minimal atau tidak ada
• Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor berat asam secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Penatalaksanaan Serangan Akut
• Dilakukan secara simultan mempercepat resolusi serangan akut
• Oksigen : segera berikan utk mencapai kadar saturasi 90%
• Agonis Beta-2:
• Dianjurkan pemberian inhalasi dgn nebuliser
==> Bronkodilatasi
• Alternatif lain :
• Agonis beta-2 kerja singkat injeksi (SC atau IM) : adrenalin
• Aminopilin intravena dosis 5 mg / kg BB bolus dgn
pengenceran 10 cc NaCl 0,9% (perbandingan 1:1)
Penderita pengguna aminopilin (6 jam sebelumnya) dosis
diturunkan hingga 1/2 dosis
Dilanjutkan dgn pemberian maintenance : 0,5-0,9 mg/kgBB/jam
• Glukokortikoid : glukokortikoid sistemik diberikan
==> mempercepat resolusi serangan asma (kecuali
serangan ringan),
terutama jika :
• pemberian agonis beta-2 kerja singkat inhalasi pd
pemberian awal tdk memberi respon
• serangan terjadi walaupun penderita sedang dlm
pengobatan
• serangan asma berat
• Antibiotik
• Tidak rutin (bila ada kecurigaan sekunder infeksi)
• Lain-lain
• Mukolitik : Tidak menunjukkan manfaat berarti pd serangan
asma . Bahkan dapat memperburuk obstruksi jalan nafas
(akibat evakuasi dahak yang kurang optimal)
• Sedatif : dihindarkan ==> berpotensi depresi sesak nafas
• Antihistamin
• Fisioterapi dada tidak banyak berperan pada serangan asma
Langkah paska penanganan serangan akut
• Observasi di ruangan (MRS) : bila
• Respon terapi tdk adekuat dllm 1-2 jam
• Obstruksi jln nafas menetap (APE < 30%)
• Riwayat serangan asma berat
• Dengan risiko tinggi
• Gejala memburuk
• Pengobatan yang tidak adekuat sebelumnya
• Kondisi rumah yang sulit / tdlk menolong
• Kesulitan dlm transportasi ke rumah
Indikasi Sosial
• Rawat Jalan (Penderita dipulangkan / KRS)
• terjadi perbaikan klinis
• Penderita dgn respon pengobatan awal memberikan APE >
60%
• Kriteria Masuk ICU
• Serangan berat dan tidak respon dgn
pengobatan adekuat
• Penurunan kesadaran, gelisah
• Gagal nafas : analisa gas darah :
• Pa O2 < 60 mmHg dan atau
• PaCO2 > 45 mmHg,
• saturasi O2 90%
Perencanaan Pengobatan Jangka Panjang
• Bertujuan mengontrol penyakit ==> asma terkontrol (kondisi
stabil minimal dalam waktu 1 bulan)
• Ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
• Medikasi (Obat-obatan)
• Tahapan pengobatan
• Penanganan asma mandiri
Medikasi Asma
• Ditujukan untuk mengatasi dan mencegah
gejala obstruksi jalan nafas
• Ada medikasi pengontrol (controller) dan
pelega (reliever)
• Controller :
• Medikasi asma jangka panjang ==> mengontrol asma
• Diberikan setiap hari ==> mempertahankan keadaan asma terkontrol
• Sering juga disebut pencegah
• Yang termasuk antara lain :
• Kortikosteroid inhalasi
• Kortikosteroid sistemik
• Sodium kromoglikat
• Nedokromil sodium
• Metilsantin
• agonis beta-2 kerja panjang (inhalasi, oral)
• Leukotrien modifiers
• Antihistamin (AH-1) generasi 2
• Pelega (Reliever)
• Prinsip untuk dilatasi jalan nafas (bronkodilatasi)
• Termasuk pelega :
• Agonis beta-2 kerja pendek
• Kortikosteroid sistemik
• Antikolinergik
• Aminofilin
• Adrenalin