Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

18
Dengue Fever dan Dengue Hemorrhagic Fever Etiologi Dengue fever (Demam Dengue) dan Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue) disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Jalur Infeksi dan Penularan Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadata vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk (Suhendro et.al, 2007). Patogenesis dan Patofisiologi Perubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD atau DSS adalah 1) vaskulopati, 2) trombopati, 3) koagulopati, dan 4) perubahan imunologi humoral dan seluler. Diperkirakan perubahan patofisiologi tersebut disebabkan oleh tidak hanya satu faktor tetapi disebabkan oleh multifaktorial. Pada perubahan vaskuler terjadi kerapuhan pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler. Trombosit pada fase awal penyakit akan terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul trombositopenia, gangguan agregasi, penurunan

description

DBD

Transcript of Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Page 1: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Dengue Fever dan Dengue Hemorrhagic Fever

Etiologi

Dengue fever (Demam Dengue) dan Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue) disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

Jalur Infeksi dan Penularan

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadata vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk (Suhendro et.al, 2007).

Patogenesis dan Patofisiologi

Perubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD atau DSS adalah 1) vaskulopati, 2) trombopati, 3) koagulopati, dan 4) perubahan imunologi humoral dan seluler. Diperkirakan perubahan patofisiologi tersebut disebabkan oleh tidak hanya satu faktor tetapi disebabkan oleh multifaktorial.

Pada perubahan vaskuler terjadi kerapuhan pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler. Trombosit pada fase awal penyakit akan terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul trombositopenia, gangguan agregasi, penurunan betathromboglobulin, kenaikan PF4 dan umurnya memendek. Koagulopati yang terjadi berupa penurunan sejumlah faktor koagulasi, dan terjadi pula koagulasi intravaskuler. Perubahan imunologi seluler dan humoral antara lain munculnya leukopenia, aneosinofilia, limfosit plasma biru, penurunan limfosit –T dan kenaikan limfosit-B, peningkatan imunoglobulin dan komplek imun.

Saat ini terdapat banyak teori patogenesis DBD yang menunjukkan belum jelas patogenesis yang sesungguhnya. Patogenesis tersebut antara lain infeksi sekunder yang berturutan dengan tipe virus yang lain, yang ada hubungannya dengan ADE, IgM dan makrofag, teori virulensi virus, teori trombosit-endotel, dan teori mediator. Tidak satupun teori patogenesis itu dapat menjelaskan terjadinya DI-1F secara tuntas. Diharapkan penelitian biologi molekuler dapat membantu men jelaskan patogenesis DBD (Sutaryo, 1992).

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:

Page 2: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

* Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik* Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

–          Uji bendung positif

–          Petekie, ekimosis, atau purpura

–          Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain

–          Hematemesis atau melena* Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl* Terdapat minimal salah satu tanda kebocoran plasma (plasma leakage) sebagai

berikut:

–          Peningkatan hematokrit >20%  dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

–          Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

–          Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Dari keterangan diatas, terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma, sedangkan pada DD tidak (Suhendro et.al, 2007).

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription-polymerase chain reaction(RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1(NS1).

Page 3: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.

Staging dan Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa yang telah ditetapkan oleh PAPDI adalah berdasarkan kriteria (i) penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi, (ii) praktis dalam pelaksanaannya, dan (iii) mempertimbangkan cost-effectiveness, yang terbagi atas 5 kategori:

No Protokol Keterangan1 Penanganan tersangka

(probable) DBD dewasa tanpa syok

Petunjuk dalam pertolongan pertama penderita DBD atau diduga DBD di IGD, juga untuk memutuskan indikasi rawat.

2 Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Untuk pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif dan tanpa syok.

3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Peningkatan Ht 20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebesar 5%.

4 Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Diberikan cairan, heparin atau transfusi sesuai indikasi

5 Tatalaksana sindrom syok dengue pada orang dewasa

Mengatasi renjatan dengan menggantikan cairan intravaskular.

(Suhendro et.al, 2007).

BAB III

PEMBAHASAN

Page 4: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Demam tinggi pada pasien terjadi akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat oleh pirogen endogen (IL-1) yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada pada agen infeksius, dalam hal ini virus. Agen infeksius ini mengacaukan set point suhu pada hipotalamus, sehingga tubuh berusaha untuk mencapai set point “palsu” tersebut dengan mekanisme demam.

Nyeri kepala pada pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai mekanisme respon imun terhadap agen infeksius. Mediator proinflamasi ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga kemudian disampaikan sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang menyebabkan penderita merasakan nyeri kepala.

Mual terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian menimbulkan gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang sebelumnya diawali dengan rasa mual. Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai mediator proinflamasi yang akan menimbulkan rangsangan tersebut.

PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena menaikkan kepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi rendahnya kadar PGE2 mempunyai korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar PGE2 yang menurun menyebabkan mialgia berkurang (Tamtomo, 2007). Jadi, mialgia terjadi sebagai salah satu efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses demam.

Nafsu makan pasien berkurang, karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin, yang dilepaskan pada proses radang, yaitu iritasi mukosa, mempunyai mekanisme menekan nafsu makan dengan menekan pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar di hipotalamus.

Badan pasien terasa lemas, karena pasien tidak mendapatkan makanan yang ada sebagai sumber energi akibat kurangnya asupan nutrisi karena pasien merasa mual dan nafsu makan berkurang.

Bintik kemerahan yang timbul pada pasien terjadi akibat gangguan hemostasis primer sebagai konsekuensi dari keadaan trombositopenia. Trombositopenia sendiri yang terjadi pada kasus DD dan DBD timbul akibat supresi sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup eritrosit oleh virus dengue. Kapiler yang sering mengalami ruptur dalam keadaan normal mudah diperbaiki, namun dalam keadaan trombositopenia, kapiler tersebut tidak dapat diperbaiki dengan cepat, sehingga timbul bintik kemerahan, atau petechie. Selain itu, bintik kemerahan juga dapat timbul akibat permeabilitas kapiler yang meningkat.

Tidak terjadinya batuk dan pilek dapat menjadi satu jalan untuk mempertimbangkan diagnosis banding. Hal ini dapat terjadi karena disamping manifestasi klinis virus tidak mengarah ke traktus respiratorik, mungkin juga karena port d’entrée virus memang bukan di saluran pernafasan.

Pasien tetap demam walaupun sudah minum obat parasetamol. Hal ini terjadi karena parasetamol hanya menurunkan demam, dengan mekanisme menyerupai antagonis PGE2.

Page 5: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Jika virus tetap memproduksi pirogen, maka jika pemberian parasetamol dihentikan suhu tubuh akan naik kembali.

Interpretasi hasil lab. Takikardi terjadi akibat kompensasi tubuh karena terjadinya vasokontriksi pasca rilis mediator inflamasi. Pasien mengalami leukopenia akibat sifat virus dengue yang dapat membuat perubahan imunologi seluler, sehingga pada fase akut terjadi leukopenia. Pasien mengalami trombositopenia, tetapi hematokrit masih termasuk normal, sehingga pasien dikategorikan menderita DD.

Berdasarkan teori tentang daur hidup serta epidemiologi penyakit Demam Berdarah Dengue, adanya tetangga penderita yang meninggal akibat DBD menunjukkan bahwa penderita mendapatkan risiko penularan DBD dari lingkungannya, karena vektor, yaitu nyamuk Aedes sp., hanya dapat terbang dalam jarak 100 meter. Jika nyamuk tersebut setelah menggigit anak usia 3 tahun yang merupakan tetangga pasien, kemudian menggigit pasien, maka pasien tersebut kemudian tertular virus dengue.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindkan yang dibuat sesuai atas indikasi Praktis dalam pelaksanaannya Mempertimbangkan cost effectiveness

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :Protokol 1 : Penatalaksanaan Tersangka (Propable) DBD dewasa tanpa syokProtokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawatProtokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasaProtokol 5 : Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

Pada kasus ini, pasien memiliki DHF derajat II, maka pengobatan yang akan diberikan adalah protokol 1 dan 2.Protokol 1 : Penatalaksanaan Tersangka (Propable) DBD dewasa tanpa syokProtokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagi petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang menderita DBD dilakukan pemeriksaan Hb, hematokrit, dan trombosit, bila :

Hb, HT, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan HB, Ht, leukosit, dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht, normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Page 6: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawatPasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan caairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut :

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Pada kasus ini, berat badan pasien adalah 72 kg, maka : 1500 + {20 x (72 kg – 20)} = 2540 ml. Setelah pemberiam cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000, jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%.

Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.

Page 7: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

1.7 Follow-up Harian4/9/2015S Demam hari ke-11, mimisan (+), pusing, BAB cair namun tidak ada darahO KU : Tampak sakit sedang

K: Compos mentisTV : 110/80 | 64x/m | 20x/m | 38,9◦CMata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/ Pemeriksaan LaboratoriumLeukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 8,2 / 4,7 /14,4 / 42 / 73↓ Leukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 7,4 / 4,4↓ /13,4 / 40↓ / 19↓

A DHFP Medikamentosa

IVFD Asering/6 jam Adona 3x1 amp IV Vit K 3x1 amp IV Voluven/12 jam Cefoperazone 2x1gr IV Sistenol 2x1 IV PCT 3 x 1 Dexamethason 2x1 IV (k/p)

Non Medikamentosa Tirah baring Konsumsi makanan lunak Banyak minum air putih Pemeriksaan Tubex TF Pemeriksaan Malaria

5/9/2015

S Pusing, lemas, mulut terasa pahit, mimisan (-)O KU : Tampak sakit sedang

K: Compos mentisTV : 100/70 | 84x/m | 17x/m | 38◦CMata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Page 8: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/

Pemeriksaan LaboratoriumLeukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 7,1 / 3,9↓ / 12,4↓ / 35↓ / 98↓Leukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 5,8 / 4,4↓ / 11,7↓ / 34↓ / 132↓Anti Dengue IgM / Anti Dengue IgG = Negatif / PositifTubex TF = 2 (negatif, tidak menunjukkan tifoid aktif)

A DHF grade IIP Medikamentosa

IVFD Asering/6 jam Inj Adona 3x1 Inj Vit K 3x1 Inj Cefoperazone 2x1gr PCT 3x1 Syrup Episan 4xC1

Non Medikamentosa Tirah baring Konsumsi makanan lunak Banyak minum air putih Pemeriksaan Darah Samar Pemeriksaan H2TL / hari

6/9/2015

S OS mengeluh masih pusing, tadi malam demam dan menggigil, mual(-), muntah(-)

O KU : Tampak sakit sedangK: Compos mentisTV : 110/80 | 82x/m | 18x/m | 38,3◦CMata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/

Pemeriksaan LaboratoriumLeukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 6,5 / 4,1↓ / 12,8↓ / 37↓ / 143↓ Leukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 7,7 / 4,2↓ / 12,8↓ / 38↓ / 161

Page 9: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Diff. Count Eosinofil / Neutrofil batang / Monosit = 0↓ / 0↓ / 11↑A DHF grade IIP Medikamentosa

IVFD Asering/6 jam Inj Adona 3x1 Inj Vit K 3x1 Inj Cefoperazone 2x1gr PCT 3x1 Syrup Episan 4xC1

Non Medikamentosa Tirah baring Konsumsi makanan lunak Banyak minum air putih Pemeriksaan CRP Pemeriksaan USG Abdomen

8/9/2015S Demam, sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, mual (-), muntah (-)O KU : Tampak sakit sedang

K: Compos mentisTV : 110/70 | 84x/m | 22x/m | 38,2◦CMata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/

Pemeriksaan LaboratoriumLeukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 9,6 / 4,3↓ / 13,9 / 38↓ / 108↓ Leukosit / Eritrosit / Hb / Ht / Tombosit = 9,6 / 4,1↓ / 12,8↓ / 37↓ / 106↓ CRP Kuantitatif = 52↑Malaria = NegatifUSG Abdomen = Splenomegali Ringan

A DHF grade IIP Medikamentosa

Asering/6 jam Inj Adona 3x1 Inj Vit K 3x1 Inj Cefoperazone 2x1gr PCT 3x2 Syrup Episan 4xC1

Page 10: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Non Medikamentosa Tirah baring Konsumsi makanan lunak Banyak minum air putih

9/9/2015

S Lemas, demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-)O KU : Tampak sakit sedang

K: Compos Mentis TV : 100/70 | 84x/m | 21x/m | 37,4◦C

Mata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), spleenomegali (-)Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/

A DHF grade II klinis perbaikanP Medikamentosa

IVFD Asering/6 jam Inj Adona 3x1 (STOP) Inj Vit K 3x1 Inj Cefoperazone 2x1gr PCT 3x1 Syrup Episan 4xC1

Non Medikamentosa Tirah baring Konsumsi makanan lunak Banyak minum air putih Pemeriksaan H2TL/hari

10/9/2015S Hanya lemas dan sulit tidurO KU : Tampak sakit ringan

K: Compos mentisTV : 110/80 | 80x/m | 22x/m | 37,4◦CMata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -Leher : Pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)Thoraks : Cor S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen : Datar, BU + 2x/m Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), spleenomegali (-)

Page 11: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

Ekstremitas : Akral hangat +/+/+/+, oedem -/-/-/A DHF grade II klinis perbaikanP Medikamentosa

IVFD Asering/6 jam Inj Vit K 3x1 Inj Cefoperazone 2x1gr (STOP) PCT 3x1 Syrup Episan 4xC1

Non Medikamentosa Rawat Jalan

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/Chapter%20II.pdfhttps://agathariyadi.wordpress.com/2009/09/04/demam-dengue-dan-demam-berdarah-dengue-sebagai-penyakit-tropis-terkait-infeksi-virus/

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=78871&val=4901

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO meng-anjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.Scara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik. Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan

Page 12: Dengue Fever Dan Dengue Hemorrhagic Fever

hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan.Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi. Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.

KesimpulanDemam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera ditentukan. Di samping modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus Dengue, antigen nonstructural protein 1(NS1) Dengue, sedang dikembangkan dan memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini. Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris untuk menilai respon kecukupan cairan.