demensia

download demensia

of 51

Transcript of demensia

EFUSI PLEURA

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju, dan telah menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-penyakit degenarif(yang beberpa diantaranya merupakn faktor risiko timbulnya demensia) sertamakin meningkatnya usia harapan hidup hampir diseluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas 65 tahun, persentase orang dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kalilipat setiap pertambahan umur 5 tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050. Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien dengan penyakit Alzheimer juga sangat luar biasa, sekitar US$ 3,9 milyar samapai US$ 100 milyar pertahun (data Amerika Serikat tahun 2002). Biaya-biaya tersebut selain meliputi biaya medis,perawatan jangka panjang (long term care),dan perawatan di rumah (home care),juga perlu diperhitungkan hilangnya produktivitas pramuwherda (caregiver). Dari segi sosial, keterlibatan emosional pasien dan keluarganya juga patut menjadi pertimbangan karena akan menjadi sumber mordibitas yang bermakna, antara lain akan mengalami stress psikologis yang bermakna.Secara klinis munculnya demensia pada orang usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Selain itu, pasien dan keluarganya juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya diatandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya akan mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya.saat ini telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia, karena terntaya berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala-gejala penurunan fungsi kognitf dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan demensia.

Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan fungsi kognitif dan demensia awal, tenaga kesehatan juga mempunyai peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko (seperti hipertensi, diabetes mellitus, strok, riwayat keluarga, dll) berhubungan dengan funsi kognitif yang lebih cepat pada setiap orang usia lanjut, maka diharapkan tenaga kesehatan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-pasiennya. Selain itu, bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif pasien maka tenaga kesehatan dapat merencanakan beberapa upaya untuk memodifikasinya, baik secara farmakologis maupun non-farmakologis. Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami membuat makalah laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia agar mengetahui bagaimana memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang muncul yaitu diantaranya :1. Apakah definisi dari demensia?

2. Bagaimana epidemiologi dari penyakit demensia?

3. Apakah etiologi dari penyakit demensia?

4. Apakah tanda dan gejala penyakit demensia?

5. Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit demensia?6. Apa sajakah pemeriksaan diagnostic untuk penyakit demensia?

7. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit demensia?8. Apa sajakah yang perlu dikaji pada pengkajian keperawatan penyakit demensia?

9. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit demensia?

10. Apa sajakah intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan pada penyakit demensia?

11. Apa sajakah implementasi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan pada penyakit demensia?

12. Apa sajakah evaluasi keperawatan pada penyakit demensia.C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita simpulkan beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui definisi dari demensia.2. Mengetahui epidemiologi dari penyakit demensia.3. Mengetahui etiologi dari penyakit demensia.4. Mengetahui tanda dan gejala penyakit demensia.5. Mengetahui patofisiologi dari penyakit demensia.6. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic untuk penyakit demensia.7. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis penyakit demensia.8. Mengetahui apa saja yang perlu dikaji pada pengkajian keperawatan penyakit demensia.9. Mengetahui apa saja diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit demensia.10. Mengetahui apa saja intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan pada penyakit demensia.11. Mengetahui apa saja implementasi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan pada penyakit demensia.12. Mengetahui apa saja evaluasi keperawatan pada penyakit demensia.D. Metode Penulisan

Dalam penulisan paper ini ditempuh metode-metode tertentu untuk mengumpulkan beberapa data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan Data dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai sumber yang memuat materi yang terkait dengan demensia. Sumber tersebut seperti internet dan berbagai buku referensi. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode dengan jalan menyusun data atau fakta-fakta yang telah diperoleh secara sistematis dan menuangkannya dalam suatu simpulan yang disusun atas kalimat-kalimat..

BAB IITINJAUAN TEORIA. Konsep Dasar Penyakit1. Definisi

Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari. Christine R. Kovach/Sarah A. Wilson.

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Wasilah Rochmah/Kuntjoro HarimurtiDemensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Bentuk gangguan yang sangat menyolok adalah penurunan perilaku yang secara lengkap disebut perilaku sosial (social skill) dan perilaku ini dapat dirinci lebih lanjut menjadi: a. ADL (Activity of Daily Living yaitu kemampuan seseorang untuk mengurung dirinya sendiri) dimulai dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya sampai pergi tidur kembali, pokoknya segala kegiatan orang untuk mengurus kebutuhannya sendiri. b. Perilaku Okupasional yaitu perilaku yang dilaksanakan seseorang untuk menjalankan kehidupannya untuk bekerja dan mencari nafkah, yaitu sekolah, bekerja, berorganisasi, menjalankan ibadah, mengisi waktu luang. c. Partisipasi sosial yaitu perilaku seseorang untuk hidup bermasyarakat seperti mematuhi kewajiban sebagai warga masyarakat, misalnya mengurus KTP, SIM, Kerja Bakti, berorganisasi sosial, menghadiri undangan dan sebagainya. Zainuddin Sri Kuntjoro,2002.2. Epidemilogi

Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setelah pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer, sedangkan Asia diperkirakan diperkirakan demensia vascular merupakan penyebab tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body, demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit parkinson.Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini di konfirmasi oleh penelitian Swedia yang menyebutkan44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun mengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari seluruh penduduk sentenarian (usia 100 tahun atau lebih), 70% mengalami demensia dengan 76%-nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara eksposional seiring bertambahnya umur,walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95 tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subjek di atas usia 90 tahun. Secara umum dapa dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20-40% populasi berusia 85 tahun atau lebih.Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki sekitar 2/3 pasien adalah perempuan), hal ini disebabkan perempuan mempunyai harapan hidup yang lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutakn berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit alzheimer.faktor-faktor resiko lain dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalh hioertensi, diabetes mellitus,dislipidemia, serta berbagai faktor tombulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.

Mutasi beberapa gen familiar penyakit Alzheimer pada kromosom 21, kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang 5% pasien dengan penyakit Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4dari Apoliprotein E pada lebih adri 30% pasien dengan penyakit ini bisa mengidikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya penyakit ini. Seorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama (first dgree relative) memounyai resiko dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer, walaupun sebagian besar pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini merupakan utama yang mempermudah seseorang menderita penyakit Alzheimer.Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).3. EtiologiDisebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis.

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,

Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :

Penyakit degenerasi spino-serebelar.

Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

Khorea Huntington

penyakit jacob-creutzfeld dll

c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini diantaranya :

Penyakit cerebro kardiofaskuler

penyakit- penyakit metabolik

Gangguan nutrisi

Akibat intoksikasi menahun

Hidrosefalus komunikans

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.

Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak biasa.

Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).

4.Tanda dan Gejala

Pada umumnya gejala yang tampak pada demensia adalah: a. Terganggunya fungsi daya ingat yang makin lama makin berat terutama daya ingat jangka pendek. Ingatan masa lalu masih tetap baik dan bertahan.

b. Terganggunya fungsi berfikir antara lain : aphasia, apraxia, agnosia, atau gangguan fungsi eksekutif.

c. Penurunan fungsi daya ingat dan daya pikir ini menimbulkan gangguan fungsi kehidupan sehari-hari (mandi, berpakaian, kebersihan diri, buang air besar/kecil, dll)

d. Makin lama gangguan yang terjadi semakin berat.

Gangguan Psikologis dan Perilaku

Gangguan psikologis dan perilaku pada penderita demensia adalah sebagai berikut:

Gangguan Psikologis Gangguan Perilaku

Jenis Bentuk Jenis Bentuk

1. Wahana (Delusi) a. Isi pikiran yang salah diyakini kebenarannya

b. Tidak dapat dikoreksi melalui bukti-bukti yang ada 1. Wandering a. Mondar-mandir

b. Mencari-cari/ membututi pengasuh/keluarga/ orang lain kemana pun pergi.

c. Berjalan mengelilingi rumah

d. Keluar rumah /kabur /keluyuran

2. Halusinasi a. Halusinasi dengar

b. Halusinasi penglihatan

c. Halusinasi Haptic 2. Restlessness a. Sangat gelisah sehingga tidak bisa diam barang sejenak

3. Misidentifikasi / Mispersepsi a. Merasa bukan dirinya

b. Merasa bahwa istri/suami bukan lagi pasangan hidupnya c. Tidak dapat mengidentifikasi kejadian 3. Agitasi a. Aktivitas verbal (bicara) maupun motorik (fisik) yang berlebihan dan tidak selaras. Misalnya marah-marah, ngamuk-ngamuk, ngomel terus, dsb.

4. Depresi a. Murung, sedih, menangis b. Ingin mengakhiri hidupnya

c. Uring-uringan dan mudah tersinggung 4. Agresivitas a. Agresivitas fisik seperti : memukul, menendang, mendorong, mencakar, menggigit orang atau menggerayangi barang orang lain b. Agresivitas Verbal seperti : menjerit, berteriak, membuat suara gaduh, marah meledak-ledak.

5. Apatis a. Tak ada minat terhadap hal-hal yang biasanya disukai, termasuk kegiatan sehari-hari.

b. Perawatan diri terganggu.

c. Interaksi sosial menjadi sangat berkurang. 5. Disinhibisi Kelakuan yang tidak sesuai budaya dan norma-norma sosial yang berlaku karena terganggunya/hilangnya fungsi pengendalian diri. Perilakunya menjadi kurang sopan, kurang terpuji, memalukan dan sebagainya.

6. Cemas a. Menanyakan hal yang sama berulang-ulang

b. Meremas-remas tangan

c. Tidak dapat duduk diam

Penyakit Alzheimer dan penyakit lain yang menyebabkan demensia dikenal dengan keanekaragaman penyakitnya, munculnya dan berkembangnya gejala. Berbagai system klasifikasi hadir untuk menjelaskan perkembangan penyakit ini. Tahapan demensia dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: Tahap Awal, Tahap Pertengahan dan Tahap Akhir. Tabel di bawah ini akan menjelaskan perbedaan demensia pada setiap tahapan.

AwalPertengahanAkhir

1. Perubahan alam perasaan atau kepribadian

2. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah

3. Konfusi tentang tempat (tersesat)

4. Konfusi tentang waktu

5. Kesulitan dengan angka, uang dan tagihan

6. Anomia ringan

7. Menarik diri atau depresi1. Gangguan memori saat ini dan masa lalu.

2. Anomia, agnosia, apraksia, afasia

3. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah

4. Konfusi tentang waktu dan tempat semakin memburuk

5. Gangguan persepsi

6. Kehilangan pengendalian impuls

7. Ansietas, gelisah, mengeluyur, berkeras

8. Hiperoralitas

9. Kemungkinan, kecurigaan, delusi, atau halusinasi

10. Konfabulasi

11. Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar

12. Mulai terjadinya inkontinensia

13. Gangguan siklus tidur, bangun.1. Gangguan yang parah pada semua kemampuan kognitif

2. Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman.

3. Gangguan komunikasi yang parah (dapat menggerutu, mengeluh atau menggumam)

4. Sedikitnya kapasitas perawatan diri

5. Inkontinensia kandung kemih dan usus

6. Kemungkinan menjadi hiperoral dan memiliki tangan yang aktif

7. Penurunan nafsu makan, disfasia, dan resiko aspirasi

8. Depresi system imun yang menyebabkan resiko infeksi

9. Gangguan mobilitas dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku otot, dan paratonia

10. Refleks menghisap dan menggenggam

11. Menarik diri

12. Gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan waktu tidur.

5. PatofisiologiPenyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya 2/3 kasus demensia. Penyebab spesifik penyakit Alhzeimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yan pernah populer, tetapi saat ini kurang mendukung,antara lain adalah efek toksik dari alumunium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon autoimun atau defisiensi biokimia.Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendekripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat penderita penyakit alzheimer:plak amiloid dan kekusutan neurofibril. Terdapt juga penurunan neurotransmiter tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak.plak amiloid berasal dari protein yang lebih besar, protein perkusor amiloid (amyloid precusor protein [APP]). Keluarga-keluarga dengan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagai suatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami muatsi gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan dengan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidwntifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin., yang disebut pasangan filamen heliks. Asetilkolin dan neurotransmiter lain merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan lewat sitem saraf. Defisit neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks diantara sel-sel pada sistem saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molekular di sel-sel tersebut.Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia.. dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat mewujudkan beberapa perbaikan diantara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.Sebagian besar pasien dengan penyakit parkison yang menderita perjalanan penyakit lama dan parah akan mengalami demensia. Pada suatu studi, pasien diamati selam 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% diantaranya menderita demensiasedan atau parah sebelum akhitnya meninggal dunia.Pathway (Terlampir)

6. Klasifikasi

a. Menurut Umur:

1) Demensia senilis (>65th)

2) Demensia prasenilis (