demam thypoid
-
Upload
arviantyintan -
Category
Documents
-
view
119 -
download
4
Transcript of demam thypoid
LATAR BELAKANG
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya.
Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000
penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari
penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit
infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan
melaporkan demam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).
Demam typhoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada
usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhoid dengan masa tunas 6-14
hari. Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik Di Indonesia penderita Demam Typhoid cukup banyak diperkirakan
800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di manamana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam typhoid dapat ditemukan pada semua
umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5 - 9 tahun dan laki-laki lebih banyak
dari perempuan dengan perbandingan 2 - 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam typhoid bila terdapat demam terus menerus
lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan
anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Latif Bahtiar, 2008).
ANALISA KASUS
Erika 6 th, BB 18 kg, TB 128 cm, mengalami panas badan yang terus memnerus dan sudah
berlangsung hamper 2 minggu. Pada minggu pertama panas terjadi terutama menjelang sore
dan puncaknya pada dini hari yang diikuti dengan turun sampai normal saat menjelang pagi.
Ia sudah dibawa ke Puskesmas saat panas badannya baru 3 hari karena tidak turun walau
sudah di beri obat penurun panas. Ia mendapat amoxilin 3x2 sendok obat dab proris 3x1
sendok obat. Sampai dengan obat habis panas badan tidak turun, dan ia kembali ke
puskesmas diberi obat yang sama. Karena sampai obat habis anak tetap panas akhirnya
dibawa ke RSHS. Ternyata Erika juga sejak sakit tidak buang air besar. Dari pemeriksaan
lebih lanjut didapatkan: lidah kotor di bagian tengah dan kemerahan pada pinggirannya serta
tremor, Pulse : 88x/m, suhu 39,4°C, anak mengeluh nyeri epigastrium dan nyeri kepala, tidak
nafsu makan, teraba hepatomegali dan splenomegali. Ia harus menjalani pemeriksaan
laboratorium, dan sambil ,menunggu hasil pemeriksaan darah ia mendapat terapi
chlorampenicol serta antipiretik. Anak harus menjalani hospitalisasi. Sudah 2 hari ia dirawat,
dan anak tidak mau lepas dari pelukan ibunya. Setiap ada perawat atau dokter memeriksa ia
selalu meronta dan menangis menjerit-jerit, padahal menurut ibunya anak ini biasanya tidak
rewel. Dari pemeriksaan leboratorium didapatkan data menunjang kearah demam thypoid.
STEP 1
1. Proris : Penurun panas
2. Amoxilin : antibiotic
3. Tremor : Bergetar, gemetaran
4. Chlorampenicol : LO
5. Demam Thypoid : penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada usus halus
6. Antipiretik : Penurun demam
STEP 2
1. Obat-obatan selain yang dikasus? (Sarah R.)
2. Obat dari cacing bisa menyembuhkan tipes? Kenapa? Cacing jenis apa? (Tammy)
3. Patofisiologi? (Tiara Tri P.)
4. Mekanisme tremor � masuk k patofisiologi (Tri Andini)
5. Pemeriksaan diagnostic? (susi)
6. Kenapa masih tetap panas, padahal obat sudah habis? (Sri Melva)
7. Masa awitan ? (Salas Auladi)
8. Efek samping, Indikasi, Kontraindikasi proris dan amoxilin?dan mekanisme? (siti anisa)
9. Tindakan jika sudah kronis? (Sella)
10. Penatalaksanaan medis? (Tiara Arum K.)
11. Komplikasi? (Sarah R)
12. Dampak hospitalisasi terhadap tumbuh kembang anak? (Tammy)
13. Diagnosa banding? (Tiara Tri P.)
14. Sikap perawat dalam memberikan penyakit buat anak? (Sri Handini)
15. Efek samping chlorampenicol pada penderita leukopeni? (Susi)
16. Health Education untuk keluarga? (Tri Andini)
17. Klasifikasi demam thypoid dan stadiumnya? (Sri Melva)
18. Diet yang baik untuk anak? (Salas Auladi)
19. Cara pemberian obat yang baik (6 prinsip pemberian obat)? (Siti Anisa)
20. Kenapa typhus bisa muncul timbul lagi apabila sudah sembuh? Vaksin apa yang
diberikan? (Silvia J.)
21. Etiologi?
22. Faktor resiko?
23. Anatomi dn fisisologi Usus Halus?
24. Manifestasi klinis?
25. Asuhan keperawatan?
26. Penyebaran penyakit?
27. Pencegahan?
28. Pravelensi di Indonesia? (Salas Auladi)
29. Indikator untuk mendiagnosis penyakit typhoid? (Silvia J)
30. Aspek legal etis? (Tri andini)
31. Masa penyembuhan? (Sri Handini)
STEP 3
1. LO
2. LO
3. LO
4. LO
5. Pemeriksaan Antigen O, Biopsi, Pemeriksaan darah tepi, SGOT, SGPT. ���� LO
6. Bakteri Salmonella Thypi merangsang pirogen ���� LO
7. 10-14 hari
8. LO
9. Syok Hipovolemik ���� LO
10. LO
11. Perforasi, Perdarahan usus ���� LO
12. Kehilangan masa bermain ���� LO
13. DBD, Apendisitis ���� LO
14. Mengalihkan perhatian, berikan tips pendekatan anak ���� LO
15. Leukosit ↓� infeksi menyebar
16. Pentingnya cuci tangan, berikan bekal, jaga kebersihan, jangan makan sembarangan,
jangan kecapean, 4 sehat 5 sempurna, makan makanan berserat, kurangi tingkat stress
anak, memberikan informasi tentang penyakit yang dialami.
17. Klasifikasi bakteri
a. Salmonella typi
b. Salmonella paratypi A,B,C
Stadium:
a. Masa inkubasi (10-14 hari)
b. Masa permulaan (> 7 hari)
c. Masa lanjutan (minggu ke-3)
d. Minggu ke-4
� LO
18. a. Tidak makan gorengan
b. Makan-makanan yang lunak
c. Minum air putih yang banyak
� LO
19. Prinsip 5 benar
a. Benar orang
b. Benar dosis
c. Benar waktu
d. Benar cara
e. Benar obat
20. LO
21. Bakteri Salmonella typi
22. a. orang yang pernah menderita
b. Kontak dengan penderita
c. Pola hidup tidak sehat
23. LO
24. Febris, lidah putih, demam hilang timbul (1 minggu atau lebih), tremor, hepatomegali,
splenomegali, ada ruam (bintik-bintik) di kulit, bibir kering, 5L, tidak nafsu makan, mual
dan muntah, nyeri di epigastrium.
25. LO
26. Melalui:
a. Makanan
b. Feses
c. Tangan
d. Muntah
e. Lalat
27. LO
28. LO
29. LO
30. A. autonomy
B. Inform Concent
31. Dikatakan sembuh apabila demam hilang.
STEP 5 (Jawaban Learning Objective)
1. Chloramphenicol?
Jawab:
Chloramphenicol adalah obat pilihan utama untuk demam tifoid sejak dikenalkan
pada tahun 1948. Alternatif lain adalah ampicillin (atau amoxicillin) atau trimethoprim-
sulfamethoxazole. Tetapi multidrug resistance yang terjadi pada era 1970 - 1990
menyebabkan obat-obat tersebut saat ini lebih sering digantikan dengan fluoroquinolone
atau cephalosporin generasi ketiga. Sebagai tindakan pencegahan dapat diberikan
imunisasi di daerah endemik tifoid seperti Indonesia.
Chlorampenicol merupakan obat antibiotik. Obat ini bekerja dengan cara membunuh
atau perlambatan pertumbuhan bakteri sensitif. n untuk merawat infeksi serius yang
disebabkan oleh bakteri tertentu.
Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7
hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianurkan
karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa
nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
(Sella, Sarah R., Sri Melva)
2. Obat-obatan yang digunakan selain dikasus?
Jawab:
a. Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan
kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang
daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam
tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari
b. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-
trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2
kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80
mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-
rata turun d setelah 5-6 hari.
c. Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin
generasi ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk
demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan
pasti.
d. Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama
pemberian belum diketahui dengan pasti.
Ceftriaxon, cefotaxime, dan cefixime oral merupakan terapi efektif untuk
demam tyhpoid yang multi-drug resistant. Antibiotik ini menghilangkan demam
dalam waktu ~ 1 minggu, dengan angka kegagalan 5-10%, dan angka relas 3-6%.
Walaupun secara efisien membunuh Salmonella secara in vitro, cephalosporin
generasi pertama dan kedua begitupula aminoglikosida tidak efektif menangani
infeksi klinis.9 Penanganan standard dengan chloramphenicol atau amixicillin
terkait dengan angka relaps secara berturut-turut sebesar 5-15% atau 4-8% dimana
quinolon jenis terbaru dan cephalosporin generasi ketiga terkait dengan angka
penyembuhan yang lebih tinggi.
(Susi, Sarah R.)
3. Obat dari cacing bisa menyembuhkan typus? Mengapa? Cacing jenis apa?
Jawab:
Cacing tanah di dunia telah teridentifikasi sebanyak 1.800 spesies. Dari jumlah
tersebut, ada dua spesies, yaitu Lumbricus rubellus (dikenal dengan cacing eropa atau
introduksi) dan Pheretima aspergillum (dikenal dengan nama cacing kalung atau di
long), yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. L. rubellus telah banyak
dibudidayakan di Indonesia, sedangkan Ph. aspergillum belum banyak dibudidayakan.
Jika kita pergi ke toko obat Cina untuk mencari obat demam atau tifus, penjual akan
menyarankan supaya menggunakan cacing kering untuk direbus dan diminum airnya,
atau kalau tidak suka dengan baunya yang cukup menyengat, bisa memakan dalam
bentuk kering yang sudah dimasukkan dalam kapsul. Cacing kering yang diberikan itu
adalah jenis Ph. aspergillum.
Kandungan senyawa kimia cacing tanah memang unik. Kadar protein cacing tanah
sangat tinggi, yaitu 58 persen hingga 78 persen dari bobot keringnya (lebih tinggi
daripada ikan dan daging) yang dihitung dari jumlah nitrogen yang terkandung di
dalamnya. Selain itu, cacing tanah rendah lemak, yaitu hanya 3 persen hingga 10 persen
dari bobot keringnya. Protein yang terkandung dalam cacing tanah mengandung asam
amino esensial dan kualitasnya juga melebihi ikan dan daging.
Pemanfaatan cacing tanah untuk antipiretik lebih aman karena komponen kimia
cacing tanah tidak menimbulkan efek toksik bagi manusia sehingga aman dikonsumsi.
Satu-satunya efek toksik cacing tanah adalah cacing tanah dapat mengakumulasi logam
berat yang ada pada tanah dalam tubuhnya. Cacing tanah dapat menoleransi logam berat
dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan efek antibakteri dari ekstrak cacing tanah.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa dalam kasus penyakit tifus, ekstrak cacing tanah bisa
bekerja dari dua sisi, yaitu membunuh bakteri penyebabnya sekaligus menurunkan
demamnya. Jika ekstrak cacing tanah bisa menurunkan demam dengan baik, mungkin
ekstrak ini juga bisa berperan dalam penyembuhan penyakit SARS yang marak
belakangan ini walaupun memang harus diteliti lebih jauh lagi karena karakteristik
bakteri dan virus sangat berbeda. Akan tetapi, setidaknya untuk pertolongan pertama
masih memungkinkan untuk meredakan demam tinggi yang merupakan gejala awal
penyakit sindrom akut tersebut.
(Siti Anisa)
4. Kenapa masih tetap panas, padahal obat sudah habis?
Jawab:
Obat golongan antiinflamsi nonsteroid mengandung zat aktif (improven � ↓ demam),
menyebabkan:
a. Menghambat prostaglandin
b. Menghambat penyebaran infeksi
c. Mencegah nyeri
5. Efek samping, Indikasi, kontraindikasi Proris dan Amoxilin?
Jawab:
a. Proris
KANDUNGAN : Ibuprofen.
INDIKASI :
Menurunkan demam, Menghilangkan nyeri pada sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot,
nyeri sesudah operasi yang, berkaitan dengan cabut gigi & penyakit rematik.
KONTRA INDIKASI :
Riwayat ulkus peptikum, Pasien yang akan mengalami gejala-gejala asma, rinitis,
atau urtikaria. (biduran/kaligata) bila mengkonsumsi Aspirin & obat-obat anti radang
non steroid lainnya.
INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL
Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin maupun
penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak memperlihatkan efek
merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak ada penelitian terkendali
yang mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil semester pertama (dan tidak ada
bukti risiko pada trisemester selanjutnya).
KEMASAN : Sirup 100 mg/5 ml x 60 ml.
PENYAJIAN : Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
CARA KERJA OBAT :
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi non- steroid yang mempunyai efek
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Obat ini menghambat prostaglandin dan
dengan kadar 400 mg atau lebih digunakan dimana rasa nyeri dan inflamasi
merupakan gejala utama.
DOSIS
1) Proris Suspensi Forte
• Dewasa, untuk meringankan nyeri : 3 – 4 kali / hari @ 1 sendok takar (200 mg)
• Anak-anak, untuk menurunkan demam dan meringankan nyeri. Dosis yang
direkomendasikan 20 mg/ kg berat badan/ hari dalam dosis terbagi :
1 – 2 tahun : 3 – 4 kali/hari @ ¼ sendok takar (50 mg)
8 – 7 tahun : 3 – 4 kali/hari @ ½ sendok takar (100 mg)
8 – 12 tahun : 3 – 4 kali/hari @ 1 sendok takar (200 mg)
2) Proris Suspensi
Dewasa, untuk meringankan nyeri : 3 – 4 kali / hari @ 2 sendok takar (200 mg)
Anak-anak, untuk menurunkan demam dan meringankan nyeri. Dosis yang
direkomendasikan 20 mg/ kg berat badan/ hari dalam dosis terbagi :
1 – 2 tahun : 3 – 4 kali/hari @ ½ sendok takar (50 mg)
3 – 7 tahun : 3 – 4 kali/hari @ 1 sendok takar (100 mg)
8 – 12 tahun : 3 – 4 kali/hari @ 2 sendok takar (200 mg)
EFEK SAMPING
Walaupun jarang terjadi, tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti gangguan
pada saluran pencernaan termasuk mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung.
Pernah dilaporkan terjadi ruam kulit, penyempitan bronkus, trombositopenia,
limfopenia. Bisa terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kesulitan
membedakan warna tapi sangat jarang terjadi dan akan sembuh bila obat dihentikan.
(Silvia J.)
b. Amoxilin
Amoxilin itu adalah nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub
golongan amoksisilin, yaitu amoksisilin trihidrat. Obat golongan ini bekerja sebagai
broad-spectrum (bisa untuk membunuh bakteri gram positif dan negatif), seperti
salmonella, shigella dan lainnya.
INDIKASI
Amoksisilina efektif terhadap penyakit:
• Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut: pneumonia, faringitis (tidak untuk
faringitis gonore), bronkitis, langritis.
• Infeksi sluran cerna: disentri basiler.
• Infeksi saluran kemih: gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis, pielonefritis.
• Infeksi lain: septikemia, endokarditis.
KONTRAINDIKASI
Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilina.
KOMPOSISI
• Tiap sendok teh (5 ml) suspensi mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan
amoksisilina anhidrat 125 mg.
• Tiap kapsul mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan amoksisilina
anhidrat 250 mg.
• Tiap kaptab mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan amoksisilina
anhidrat 500 mg.
CARA KERJA OBAT
Amoksisilina merupakan senyawa penisilina semi sintetik dengan aktivitas anti
bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan ampisilina,
efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang
patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci,
Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan
P. mirabilis. Amoksisilina kurang efektif terhadap spesias Shigella dan bakteri
penghasil beta-laktamase.
Dosis amoksisilina disesuaikan dengan jenis dan beratnya infeksi.
• Anak dengan berat badan kurang dari 20 kg: 20 - 40 mm/kg berat badan sehari,
terbagi dalam 3 dosis.
• Dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 20 kg: 250 - 500 mg sehari,
sebelum makan.
• Gonore yang tidak terkompilasi: amoksisilina 3 gram dengan probenesid 1 gram
sebagai dosis tunggal.
EFEK SAMPING
Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi seperti urtikaria, ruam kulit,
pruritus, angioedema dan gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah,
glositis dan stomatitis.
Interkasi Obat
Probenesid memperlambat ekskresi amoksisilina.
Peringatan dan Perhatian
Pasien yang alergi terhadap sefalosporin mengakibatkan terjadinya "cross
allergenicity" (alergi silang). Penggunaan dosis tinggi atau jangka lama dapat
menimbulkan superinfeksi (biasanya disebabkan: Enterobacter, Pseudomonas, S.
aureus, Candida), terutama pada saluran gastrointestinal. Hati-hati pemberia pada
wanita hamil dan menyusui dapat menyebabkan sensitivitas pada bayi.
(Tiara Arum)
6. Tindakan jika sudah kronis?
Jawab:
- Beri intervensi tambahan sesuai komplikasi
- Typoid berat : Dextametase 3 mg/kg BB
(Tiara Rachmawati, Siti Anisa)
7. Dampak hospitalisasi terhadap tumbuh kembang anak?
Jawab:
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
• Kebiasaan sehari-hari berubah
• Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya.
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
(Tri Andini, Sri Handini)
8. Diagnosa Banding
Jawab:
a. Influenza
b. Bronchitis
c. Broncho Pneumonia
d. Gastroenteritis
e. Tuberculosa – Lymphoma
f. Malaria
g. Sepsis
h. I.S.K
i. Keganasan : – Leukemia
j. Komplikasi intestinal
• Perdarahan usus
• Perporasi usus
• Ilius paralitik
k. Komplikasi extra intestinal
• Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
• Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
• Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
• Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
• Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
• Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
• Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
(Siti Anisa, Salas Auladi, Tiara Arum)
9. Sikap perawat dalam memberikan penyuluhan untuk anak?
Jawab:
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai peran dan fungsi
sebagai perawat anak, diantaranya:
1. Pemberi perawatan
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai
perawat anak, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah, asih, dan asuh
• Kebutuhan asuh
Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan fisik yang harus diepenuhi dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan ini dapat meliputi kebutuhan akan
gizi atau nutrisi, kebutuhan pemberian tindakan keperawatan dalam meningkatkan dan
mencegah terhadap penyakit, kebutuhan perawatan dan pengobatan apabila sakit,
kebutuhan akan tempat atau perlindungan yang layak, kebutuhan hygiene
perseorangan dan sanitasi lingkungan yang sehat, kebutuhan akan pakaian kebutuhan
kesehatan jasmani dan rekreasi, dan lain-lain, yang semuanya harus dipenuhi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak.
Dalam kasus terlihat anak sulit berkomunikasi dengan perawat dan tenaga
medis lainnya, untuk itu diperlukan komunikasi yang baik dan menjaga hubungan
dengan anak. Komunikasi yang terjalin dengan baik akan memudahkan perawat
melakukan tindakan asuhan keperawatan.
Perkembangan komunikasi pada anak usia sekolah (5-11 tahun) dapat dimulai
dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang
besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah dapat dimulai. Cara komunikasi dengan anak
antara lain:
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga
b. Bercerita
c. Biblioterapi (menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak)
d. Meminta untuk menyebutkan keinginan
e. Menulis
f. Menggambar
g. Bermain
• Kebutuhan asih
Kebutuhan ini berdasarkan adanya pemberian kasih sayang pada anak atau
memperbaiki psikologi anak. Perkembangan anak dalam kehidupan banyak
ditentukan perkembangan psikologis yang termasuk didalamnya ada perasaan
kasih sayang atau hubungan anak dengan orang tua atau orang di sekelilingnya
karena akan memperbaiki perkembangan psikososialnya. Terpenuhinya kebutuhan
ini akan meningkatkan ikatan kasih sayang yang erat (bonding) dan terciptanya
basic trust (rasa percaya yang kuat).
• Kebutuhan asah
Kebutuhan ini bertujuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal dan sesuai dengan usia tumbuh kembang. Pemenuhan kebutuhan
asah (stimulasi mental) akan memperbaiki perkembangan anak sejak dini sehingga
perkembangan psikososial, kecerdasan, kemandirian, dan kreativitas pada anak
akan sesuai dengan harapan atau usia pertumbuhan dan perkembangan.
2. Sebagai advocat keluarga
Perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberian pelayanan/informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Perawat juga
harus mampu sebagai advocat keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan
haknya sebagai klien. Misalnya dalam mengambil keputusan perubahan terapi
antibiotika dan berkonsultasi dengan dokter.
Pedoman untuk berkomunikasi dengan anak
a. Usia 0 – 1 tahun
- Gendong, timang dan berbicara dengan bayi, terutama ketika ia sedang marah
atau ketakutan.
- Gunakan suara lembut dan pelan
- Dekati bayi dengan perlahan dan hindari gerakan yang menakutkan.
b. Usia 2 – 5 tahun
- Berikan instruksi yang singkat dan jelas
- Izinkan anak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan ( jika
perlu )
- Bersikap jujur dan beritahu anak jika prosedur itu menyakitkan
c. Usia 6 – 12 tahun
- Libatkan anak dalam diskusi bersana orang tua
- Beri kesempatan pada anak untuk berpartisipasi melalui bermain peran atau
mendongeng.
d. Remaja
- Beri kesempatan untuk mewawancarai anak tanpa kehadiran orang tua
- Pertahankan sikap yang tidak menghakimi
- Gunakan pertanyaan terbuka dan teknik pengulangan.
e. Berkomunikasi dengan anak dan keluarga
Karena keluarga bertindak sebagai system pendukung anak, mereka harus
diperlakukan sebagai satu kesatuan. Untuk itu, menciptakan kominikasi dengan
semua anggota keluarga merupakan hal yang esensial. Komunikasi efektif adalah
kominikasi yang jelas, konsisten, dan sering. Strategi yang dapat digunakan untuk
mempermudah pengambilan riwayat keperawatan dan menbuat hubunga
terapeutik dengan keluarga :
a) Sebelum interaksi, tentukan siapa yang akan diwawancarai.
b) Pilih tempat yang tenang dan pribadi untuk melakukan wawancara
c) Melalui wawncara dengan memperkenalkan diri perawat pada anak dan
keluarga.
d) Jelaskan alasan dan lamanya wawancara, serta dapatkan izin verba untuk
melanjutkan.
e) Gunakan teknik pertanyaan terbuka untuk mengarahkan dari sesi tersebut.
f) Libatkan anak dengan pertanyaan yang sesuai usia untuk menunjukka
ketertarikan pada anak.
g) Gunakan teknik komunikasi terpeutik ( mis : teknik diam ) dan mendengar
aktif
h) Tunjukkan empati, ketulusan dan perhatian untuk membentuk rasa percaya
i) Observasi petunjuk nonverbal, seperti ekspresi wajah dan postur tubuh.
(Salas Auladi, Susi Hanifah)
10. Diet yang baik untuk anak?
Jawab:
Di masa lampau, pasien dengan demam typhoid diberi bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Banyak pasien tidak
menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya
makan sedikit, keadaan umum gizi pasien semakin mundur dan masa penyembuhan
menjadi lama. Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien dengan demam
typhoid. Karena ada juga pasien dengan demam typhoid yang takut makan nasi, maka
selain macam atau bentuk yang diinginkan, terserah pada pasien sendiri apakah mau
makan bubur saring, bubur kasar atau nasi dengan lauk pauk rendah selulosa.
Pasien dengan demam typhoid diberikan:
• Bubur saring (pada pasien dengan demam tyhpoid akut)
Dalam pembuatan bubur saring atau nasi tim, perhatikan saja komposisinya.
Usahakan terdiri dari:
a. Somber karbohidrat: beras, kentang, makaroni, havermut, dan lain-lain.
b. Sumber protein: daging, ikan, ayam, telur, hati tahu, dan tempe.
c. Sumber zat pengatur: sayuran. Pilih yang seratnya rendah, seperti wortel, bayam,
daun kangkung, tomat dan labu kuning. Selanjutnya, secara bertahap jenis
sayurannya bisa ditambah dengan brokoli, kembang kol, buncis. Sayuran dapat
diolah dengan disaring atau bisa diberikan dalam bentuk cincang.
Syarat bubur saring yang harus diperhatikan:
a. Bubur tidak boleh mengandung banyak selulose dan serat
b. Mudah dicernakan
c. Tidak boleh diberikan bahan yang membentuk gas dalam saluran pencernaan
d. Dihindarkan dari bumbu yang merangsang (pedas, asin, asam)
e. Bahan lemak diambil dari bahan yang sudah berbentuk emulsi
f. Diberikan dalam porsi kecil dan sering (5-6 kali sehari)
Berikut terdapat berbagai macam jenis bubur saring:
- Bubur saring kacang hijau
- Bubur saring ubi apel
- Bubur saring sagupaya
- Bubur saring kakap
- Bubur saring ayam
- Bubur saring daging sapi
(Sella, Salas Auladi, Siti Anisa)
11. Vaksin apa yang diberikan?
Jawab:
Vaksin yang digunakan adalah:
a. Vaksin yang dibuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan.
Pada pemberian oral, vaksin ini ternyata tidak memberikan perlindungan yang baik.
b. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty21-a). Diberikan
secara oral, pada usia >6 tahun, dengan interval selang sehari (hari 1, 3, 5), ulangan
setiap 3-5 tahun. Vaksin ini memberikan perlindungan 87-95% selama 1,5 tahun.
c. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi).
Vaksin ini disuntikkan sc atau im 0,5 mL dengan booster (diulang setiap) 2-3 tahun.
Vaksin typhoid dapat diberikan pada anak usia 2 tahun. Satu kali suntikan
menjamin perlindungan terhadap Salmonella paratyphi A dan B, dan melindungi
penyakit ini sekurang-kurangnya 3 tahun.
(Susi Hanifah)
12. Indikator untuk mendiagnosis penyakit thypoid?
Jawab:
a. Dikatakan (+) apabila pemeriksaan penunjang mengarah ke Demam Thypoid
b. Gejala berdasarkan stadium dini, misalnya panas, dll.
13. Masa penyembuhan?
Jawab:
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun.
(Silvia J.)
14. Anatomi dan fisiologi Usus Halus
Jawab:
http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/11/usus-halus.jpg
Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa (
Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang
berarti "kosong".
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
(Tiara Arum)
15. Konsep penyakit (etiologi, factor resiko, manifestasi klinis demam thypoid)?
Jawab:
Konsep penyakit
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.
1999).
Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Faktor resiko
a. orang yang pernah menderita
b. Kontak dengan penderita
c. Pola hidup tidak sehat
Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.
(Sri Handini, Tiara Tri P.)
16. Epidemiologi dan Pravelensi Demam Thypoid?
Jawab:
Epidemiologi
• Umur: Anak yang berumur < 5 tahun Dewasa > 70 tahun, Puncak insidens: < 1 tahun
• Mortalitas: (infeksi invasif) tinggi pada yang lemah imun: Bayi, Lanjut usia, HIV,
Hemoglobinopati, Kanker. 10% balitA tanpa Rx mati
• Infektifiti: Sangat bervariasi
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan
hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik
dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.
• Penyebaran Geografis dan Musim
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya
tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah
yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
• Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki
atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau
sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat
pada tabel di bawah ini.
• Usia Persentase
12 – 29 tahun 70 – 80 %
30 – 39 tahun 10 – 20 %
> 40 tahun 5 – 10 %
Pravelensi
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap
tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per
100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan
salah satu dari penyakit infeksi terpenting . Angka kejadian penyakit tifus di Indonesia
rata-rata 900.000 kasus/tahun dengan angka kematian lebih dari 20.000 di mana 91%
kasus terjadi pada usia 3-19 tahun.
Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang menderita demam tifoid dan yang
lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih
mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama lebih dari satu tahun.
(Sri Handini, Silvia J., Tiara Tri P.)
17. Klasifikasi dan Stadium Demam Thypoid
Jawab:
Klasifikasi
a. Salmonella typi
b. Salmonella paratypi A,B,C
Stadium
a. Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan
yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual,
muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan
semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare
lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode
tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi
pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari
ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak
ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola
terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua
ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau
dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura
kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami
distensi.
b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran
umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat
sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa.
Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus
menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu
jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-
gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada
saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya
kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani
masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.
Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya
perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi
yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita
demam tifoid pada minggu ketiga.
d. Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
(Sri Melva, Tiara Arum)
18. Komplikasi
Jawab:
a. Komplikasi intestinal
• Perdarahan usus
• Perporasi usus
• Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
• Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
• Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
• Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
• Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
• Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
• Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
• Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
(Tammy)
19. Pemeriksaan diagnostic
Jawab:
a. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
b. PEMERIKSAAN DARAH TEPI
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis
biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan
limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.11 Penelitian oleh beberapa ilmuwan
mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi
adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam
tifoid
c. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam
biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots.
Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan
dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium
berikutnya di dalam urine dan feses.2,9 Hasil biakan yang positif memastikan demam
tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan
meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media
empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.9
d. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan
mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3
mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.4 Beberapa uji serologis
yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes
TUBEX®; (3) metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA); dan (5) pemeriksaan dipstik.
• Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a) Faktor yang berhubungan dengan klien :
- Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
- Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam
darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu
ke-5 atau ke-6.
- Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
- Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti
mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
- Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
- Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan
kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai
nilai diagnostik.
- Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan
ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil
titer yang rendah.
- Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin
terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang
bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b) Faktor-faktor Teknis
- Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O
dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
- Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji
widal.
- Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian
yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain
salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
e. TES TUBEX®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk
meningkatka sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9
yang benar-benar spesifi yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini
sangat akurat dalam diagnosi infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi
IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
f. METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan Ig
terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal
infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG
menunjukkan demam tifoid pad fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis
dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoi yang tinggi akan terjadi
peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus
akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang merupaka
modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingg
menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen
terhadap Ig M spesifik.
g. METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi
IgG IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d
(Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
mendeteksi adany antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody
sandwich ELISA. Chaicumpa dk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar
95% pada sampel darah, 73% pada sampel fese dan 40% pada sampel sumsum
tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uj ELISA pada
sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada
pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%.
h. PEMERIKSAAN DIPSTIK
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapa
mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan
menggunakan membra nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita
pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol.
Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang suda distabilkan, tidak memerlukan
alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
i. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DN
(asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi
asam nuklea atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR)
melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.2
(Sri Handini, Silvia J.)
20. Penatalaksanaan Medis
Jawab:
Penderita yang harus dirawat dengan diagnosa praduga tifoid harus dianggap dan dirawat
sebagai penderita demam tifoid secara garis besar mencakup 3 hal, yaitu:
a. Perawatan
Penderita demam tifoit perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, untuk mencegah
terjadianya komlikasi sangat fatal, tetapi tidak harus tirah baring sempurna.
Pergantian posisi tidur juga diperlukan untuk menghindari dekubitus dan bronchitis
hipostatik. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi
penderita dan dilakukan secara bertahap. Pada penderita dengan kesadaran yang
menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komlikasi
demam tifoid yang lain, termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu mendapat
perhatian.
b. Diet
Kualitas makanan dan minuman perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan
kebuatuhan caiaran dan elektrolit, kalori, protein, vitamin maupun mineral serta
diusahakan makan makanan yang rendah atau bebas selulosa/serat (pantang sayur
dan buah-buahan), menghindari makanan yang merangsang/menimbulkan gas. Pada
penderita dengan gangguan kesadaran diberikan makanan cair berupa nutrisional
parental begitu juga untuk penderita yang mengalami komplikasi, misalnya
perdarahan usus, maka pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
c. Medikamentosa
1) Antimikroba
• Kloramfenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah,
masa toksik lebih singkat, gejala/keluhan lebih cepat hilang, menurunkan
komplikasi. Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah:
a) Typus yang pertama, bukan yang relaps/karier
b) Tidak ada pansitopeni
c) Lekosit > 300/mm4. Wanita tidak hamil (karena dapat sebabkan Gray
Baby Sindrom). Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3 dosis. Jika tidak bisa peroral maka diberikan secara iv
dengan dosis 50 mg, neonates sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis
tidak boleh melebihi 25 mg/KgBB/hari.
• Tiamfenikol
Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan
kimianya hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih
jarang dilaporkan. Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi
dalam 3-4 dosis. Indikasi untuk pengobatan demam tifoid relaps/karier (sebab
disekrasikan lewat empedu dalam bentuk aktif).
• Cotrimoxazole
Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak yang controversial.
Kelebihan contrimoxazole antara lain dapat digunakan untuk kasus yang
resisten terhadap kloramfenikol. Penyerapan di usus cukup baik, kemungkinan
timbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol.
Kelemahan obat ini adalah terjadinya skin rash (1-5%), Stevent Jhonson
Sindrom, Agranulositosis, Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisis
eritrosit terutama pada penderita defesiensi G6PD. Dosis oral obat ini adalah
30-40 mg/Kg/KgBB/hari untuk trimetroprim, diberikan dalam 2 kali
pemberiaan.
• Ampisilin dan Amoksisilin
Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan
dengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta toksik.
Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%). Amoksisilin
mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan
per oral lebih baik, sehingga kadar obat yang mencapai 2 kali lebih tinggi,
timbulnya kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%). Dosis yang
dilanjutkan pada obat ini adalah: Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari.
Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari. Pengobatan demam tifoid yang menggunakan
obat kombinasi tidak memberikan keuntungan lebih bila diberikan obat
tunggal.
2) Simptomatis
Untuk menghilangkan gejala-gejala yang menyertai, misalnya antipiretik dan anti
flatulen.
3) Suportif
Untuk memperbaiki keadaan umum, misalnya:
• Kortikosteroid. Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat
menyebabkan perdarahan usus dan relaps serta memperburuk regenerasi sel.
Tetapi pada kasus berat seperti toxsic sepsis (akibat kematian bakteri yang
serempak dan mengeluarkan toksik) maka penggunaan kortikosteroid dapat
bermanfaat menurunkan angka kematian. Efek samping obat ini adalah
agronulositosis.
• Ruboransia, misalnya vitamin B komplek dan vitamin C.
d. Pembedahan
Diperlukan bila terjadi perforasi usus.
KESIMPULAN
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah
penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga
dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever.
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai
gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid)
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C.
Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang
disebabkan oleh S typhi.
Kualitas makanan dan minuman pada penderita demam thypoid juga perlu
diperhatikan dan disesuaikan dengan kebuatuhan cairan dan elektrolit, kalori, protein, vitamin
maupun mineral serta diusahakan makan makanan yang rendah atau bebas selulosa/serat
(pantang sayur dan buah-buahan), menghindari makanan yang merangsang/menimbulkan
gas. Pada penderita dengan gangguan kesadaran diberikan makanan cair berupa nutrisional
parental begitu juga untuk penderita yang mengalami komplikasi, misalnya perdarahan usus,
maka pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
Kategori obat-obat pada demam thypoid adalah:
a. Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam
tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai
7 hari bebas demam.
b. Tiamfenikol : Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang
daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid
dapat turun rata-rata 5-6 hari.
c. Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : demam rata-rata turun d
setelah 5-6 hari.
d. Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,efektivitas
ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.
Untuk mencegah terkena demam thypoid ada beberapa tips, yaitu buah-buahan
hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum menyedia atau memakan makanan, minum air yang telah dimasak.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. Jakarta: EGC.
http://etd.eprints.ums.ac.id/6359/1/J200060043.pdf
http://pt-sar.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=23
http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_5000.html
http://www.pharosindonesia.com/our-product/otc/53-proris.html
http://milissehat.web.id/?p=42