Data Enyu Gerontik Kate Fiks
-
Upload
bee-daniel -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
description
Transcript of Data Enyu Gerontik Kate Fiks
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian ke 5 di seluruh dunia, Menurut WHO di prediksikan pada tahun
2020 akan menjadi penyebab kematian ke 3 di seluruh dunia. Data prevalensi PPOK
pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun
2000, prevalensi PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5 – 9% pada individu di atas
45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalensi PPOK bervariasi dari 7,8%-
32,1% dibeberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%
yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam,
Indonesia sendiri pada penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia
Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung disease (GOLD)
2009, PPOK adalah penyakit yang dapat di cegah dan di obati dengan efek
ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat keparahan
pada tiap pasien. PPOK merupakan panyakit yang memburuk secara lambat, dan
obstruksi saluran nafas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan
usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan bahkan
sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah
Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan
usia harapan hidup penduduk dunia yang berdampak pada jumlah anggota masyarakat
yang berusia lanjut lebih banyak. Serta pergeseran pola penyakit infeksi yang
menurun sedangkan penyakit degenerative meningkat, serta meningkatnya factor-
faktor lingkungan yang dapat mencetus timbulnya bermacam penyakit. Lingkungan
tersebut mencetus timbulnya suatu penyakit karena terjadi perubahan anatomik-
fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostatis
martial, kemudian dapat timbul homeostatis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling
akhir terjadi kematian sel. Salah satu factor lingkungan adalah industrialisasi,
1
kebiasaan merokok dan populasi udara, yang mana merokok merupakan salah satu
faktor risiko terbesar PPOK.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh lansia dengan PPOK.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran PPOK (definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, penatalaksanaan) pada lansia.
b. Mengetahui asuhan keperawatan PPOK pada lansia.
c. Mengetahui pengkajian ADL pada penderita PPOK dengan
menggunakan indeks Barthel
d. Mengetahui pengkajian mental pada penderita PPOK dengan
menggunakan SPMSQ dan MMSE.
1.3. Manfaat
a. Dapat memberikan informasi tentang penyakit PPOK
b. Dapat memberikan informasi tentang pengkajian ADL dan mental menggunakan
indeks Barthel, SPMSQ, dan MMSE pada pasien PPOK
c. Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan lansia dengan PPOK
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau yang biasa di kenal dengan
COPD adalah penyakit paru yang dapat di cegah dan di obati dengan efek
ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat keparahan
pada tiap pasien, penyakit ini di tandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya, disetai efek ekstrapan
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Ketiga penyakit yang membentuk
satu kesatuan yang di kenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-
paru dan asthma bronchiale. Pada bronkitis kronik merupakan suatu kondisi yang
ditandai dengan batuk disertai dahak selama paling sedikit tiga bulan dalam dua tahun
berturut-turut, dan pada emfisema terjadi pelebaran rongga udara distal sampai
bronkiolus terminal disertai destruksi septa alveolar.
Selain itu penyakit paru obstruksi kronik dapat dijelaskan yaitu kelainan paru
yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami
perubahan dalam masa observasi beberapa waktu
2.2. Etiologi
Keterbatasan aliran udara kronik yang khas pada PPOK disebabkan oleh suatu
campuran dari penyakit saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif) dan destruksi
parenkim (emfisema), dengan kontribusi relatif yang bervariasi pada setiap orang.
Inflamasi kronik menyebabkan perubahan struktural dan penyempitan saluran napas
kecil. Destruksi parenkim paru, juga oleh proses inflamasi, menyebabkan hilangnya
perlekatan alveolar pada saluran napas kecil dan menurunkan recoil elastis paru,
sebaliknya perubahan-perubahan ini mengurangi kemampuan saluran napas untuk
tetap terbuka selama ekspirasi. Keterbatasan aliran udara karena adanyaobstruksi
paling baik diukur dengan spirometri.
3
Pada dasarnya etiologi penyakit ini belum di ketahui, penyakit ini di kaitkan
dengan factor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain :
a. Merokok yang berlangsung lama. Faktor ini adalah faktor penyebab yang di
anggap paling dominan.
b. Polusi udara.
c. Infeksi paru yang berulang.
d. Umur.
e. Jenis kelamin.
f. Defisiensi alfa-1 antitripsin.
g. Defisiensi anti oksidan.
2.3. Klasifikasi
Stage Karateristik
I. Mild COPD/
PPOK ringan
FEV1/FVC < 70%
FEV1 ≥ 80% prediksi dengan atau tanpa gejala
II. Moderate COPD/
PPOK sedang
FEV/1FVC < 70%
50% < FEV1 < 80% prediksi dengan atau tanpa gejala
III. Severe COPD/
PPOK berat
FEV1/FVC < 70%
30% < FEV1 < 50% prediksi dengan atau tanpa gejala
IV. Very severe
COPD/ PPOK
sangat berat
FEV1/FVP < 70%
FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50%
prediksi disertai gagal napas kronik atau gagal jantung kanan
4
2.4. Patofisiologi
5
trauma Kelainan neurologis bronkitis
G3 syaraf pernafasan dan otot pernafasan
permeabilitas mambran alveolar kapiler
Gangguan epithelium alveolar Gangguan endothelium kapiler
Penumpukan cairan alveoli Cairan masuk ke intertitial
Odem pulmo Peningkatan tahanan jalan nafas
Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
massa paru
cairan surfaktan
G3 pengembangan paru (atelektasis) kolaps alveoli
Ventilasi & perfusi tidak seimbang
Hipoksemia, hiperkapnia
Tindakan primer A, B, C, D & E
Ventilasi mekanik
Resiko infeksi Resiko cidera
G3 pertukaran gas
O2
, Co2
, disnea, sianosis
Ketidaktahuan pasien dan kelurga dalam menangani penyakit
Difisit pengetahuan
2.5. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
a. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh
2.6. Faktor resiko
Disseluruh dunia, merokok merupakan faktor resiko yang paling umum untuk
PPOK, meskipun pada banyak negara, populasi udara yang di hasilkan dari
pembakaran kayu dan bahan bakar lain juga teridentifikasi sebagai faktor resiko
PPOK
2.6.1. Faktor genetik
Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi
dari alpha- 1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang
terbanyak beredar dalam sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan namun
paling sering dijumpai pada ras yang berasal dari North Europe. Penyebab
genetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 2q, perubahan dari
6
transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1), microsomal epoxide hydrolase
1 (mEPHX1), dan tumor necrosis factor alpha (TNFa)
2.6.2. Paparan inhalsi
Asap rokok yang terinhalasi baik secara pasif maupun aktif serta debu dan zat
kimiawi seperti uap, iritan, debu jalanan, gas buang kendaraan bermotor, asap
kompor merupakan contoh dari populasi yang sering terinhalasi dan
menyebabkan PPOK.
2.6.3. Pertumbuhan dan perkembangan paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses-proses yang terjadi selama
kehamilan, kelahiran, dan paparan pada masa anak-anak. Berkurangnya
pencapaian fungsi paru yang maksimal dapat mengidentifikasi indiviu tersebut
memiliki risiko yang meningkat terhadap berkembangnya PPOK. Semua
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama kehamilan dan masa
anak-anak potensial dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PPOK.
2.6.4. Stres oksidatif
Paru secara berkesinambungan terpapar pada oksidan yang dihasilkan baik
secara endogenos dari fagosit maupun secara eksogenos dari polutan udara
atau rokok tembakau. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan
berubah, akan terjadi stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya
menghasilkan efek membahayakan secara langsung pada paru tetapi juga
mengaktivasi mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.
2.6.5. Jenis kelamin
Peranan jenis kelamin dalam menentukan risiko PPOK masih tidak jelas.
Dahulu, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan mortalitas
PPOK lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan. Penelitian dari negara
maju menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sekarang ini hampir sama antara
laki-laki dan perempuan, yang kemungkinan merefleksikan perubahan pola
merokok tembakau. Beberapa penelitian menganggap bahwa perempuan lebih
mungkin terkena efek rokok tembakau daripada laki-laki.
2.6.6. Infeksi
Infeksi dapat berkontribusi pada ptogenesis dan progresi PPOK, dan
kolonisasi bakteri berhubungan dengan inflamasi saluran udara, dan memiliki
peran yang signifikan dalam eksaserbasi. Riwayat infeksi saluran napas
7
semasa kecil berhubungan dengan berkurangnya fungsi paru dan
meningkatkan gejala-gejala respiratori pada masa dewasa. Mungkin ada
peningkatan diagnosis infeksi berat pada anak yang memiliki penyakit dasar
hiperesponsif saluran napas, yang dianggap sebagai faktor risiko untuk PPOK.
Infeksi HIV mempercepat onset emfisema yang berhubungan dengan rokok.
Inflamasi paru yang diinduksi HIV memiliki peran dalam proses tersebut.
Riwayat tuberkulosis diketahui berhubungan dengan obstruksi saluran napas
pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.
2.6.7. Status sosial ekonomi
Terdapat bukti bahwa risiko berkembangnya PPOK berhubungan secara
terbalik dengan status sosial ekonomi. Hal itu masih tidak jelas,
bagaimanapun, jika pola ini merefleksikan keterpaparan terhadap polutan
udara indoor dan outdoor, kepadatan, nutrisi buruk, atau faktor lain yang
berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah
2.6.8. Nutrisi
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko independen untuk PPOK tidak jelas.
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan otot pernapasan, melalui mengurangi massa otot pernapasan dan
kekuatan serat otot yang tersisa. Hubungan kelaparan dan status
anabolik/katablik dengan perkembangan emfisema telah terbukti dalam
penelitian eksperimental pada hewan. CT scan paru pada perempuandengan
malnutrisi kronik akibat anorexia nervosa menunjukkan perubahan mirip
emfisema
2.6.9. Asma
Asma mungkin merupakan faktor risiko bagi PPOK, walaupun buktinya tidak
konklusif. Dalam suatu laporan kohor longitudinal dari Tucson
Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, orang dewasa dengan
asma ditemukan memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi mendapat PPOK
daripada orang yang tidak menderita asma. Penelitian longitudinal lain pada
orang denan asma menemukan bahwa sekitar 20% subjek menunjukkan tanda-
tanda fungsional PPOK, keterbatasan aliran udara irreversibel, dan koefisien
transfer menurun.
8
2.7. Pemeriksaan penunjang
2.7.1. Faal paru
a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi di tentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
c. Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru
Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2.7.2. Darah rutin
Hb, Ht, Leukosit
2.7.3. Radiologi
a. Foto thorak PA dan lateral berguna untuk menyingirkan penyakit paru lain
CT-Scan resolusi tinggi
b. Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
c. Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru
2.7.4. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang di tandai oleh pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan
2.7.5. Ekokardiografi
9
Menilai fungsi jantung kanan
2.7.6. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia
2.7.7. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
2.7.8. Analisis gas darah
Untuk menilai : gagal nafas kronik stabil dan gagal nafas akut pada gagal
nafas kronik
2.7.9. Uji latih kardiopulmoner
a. Sepeda statis (ergocycle)
b. Jentera (treadmill)
c. Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
2.7.10. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
2.7.11. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison
atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada
PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK
Derajat Penatalaksaan
I Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik,kerja cepat, Xantin) bila perlu
II 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapipemeliharaan
10
b. LABAc. Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Simptomatikd. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis ataueksasebasi
2. Rehabilitasi
IV 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Simptomatikd. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau
eksasebasi berulang2. Rehabilitasi (edukasi,nutrisi, rehabilitasi respirasi)3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas4. Ventilasi mekanis non invasive5. Pertimbangkan terapipembedahan
2.8.2. Penatalaksanaan Umum
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
11
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas sehari-hari
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala priority dengan bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan : macam obat dan jenisnya, cara penggunaannya
yang benar (oral, MDI atau nebuliser), waktu penggunaan yang tepat (rutin
dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis obat yang tepat
dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen : kapan saja oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya : Menjelaskan
mengenai tanda eksaserbasi, yaitu : batuk atau sesak bertambah, sputum
bertambah, dan sputum berubahwarna.
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
12
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.
2. Obat - Obatan a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam -
macam bronkodilator :
1. Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari ).
2. Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
3. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
4. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan 13
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika (diberikan bila terdapat infeksi). Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : - amoksisilin dan makrolid
- Lini II : - amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
Perawatan di Rumah Sakit, dapat dipilih: Amoksilin dan klavulanat,
Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti
pseudomonas yaitu Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi, Sefalosporin
generasi IV per injeksi.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin
f. Antitusif, diberikan dengan hati – hati
3. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
Manfaat oksigen yaitu untuk: mengurangi sesak, memperbaiki aktiviti,
mengurangi hipertensi pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit,
memperbaiki fungsineuropsikiatri, meningkatkan kualiti hidup
Indikasi terapi oksigen:
PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
14
PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan dirumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi
akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik Ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah
Antropometri
15
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :Simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualiti
hidup yang menurun
2.9. Komplikasi
1. Gagal napas Gagal napas kronik Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang3. Kor pulmonal
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Kasus
3.2.Tn. D asal desa Tanggul Jahe Rt 04 Rw 01 Malang, usia 70 tahun, masuk rumah sakit
Ben Buyar diantarkan anaknya tanggal 30 Desember 2012 karena sesak nafas yang
terus menerus. Keadaan umum, mimik klien cemas, lemah dan gelisah tetapi klien
masih bisa di ajak bicara. Keluarga mengatakan “Tn. D batuk terus menerus terutama
pada malam hari dan terdengar bunyi ngik-ngik ,sehingga menyebabkan beliau susah
tidur, beliau juga sering merokok ketika dirumah, padahal sudah di tegur untuk
berhenti”. Tn. D semakin sering merokok sejak istrinya meninggal 7 tahun yang lalu.
Selain itu keluarga mengatakan klien tidak nafsu makan selama di rumah. Pada
pemeriksaan fisik di dapatkan BB : 50 kg, TB: 167 cm, N: 88x/menit, TD:
140/110mmHg, RR: 30x/menit, T: 37.5°C Adanya nafas pendek (dispnea) dan
terdengar ronki di paru kanan. Bentuk dada tampak seperti tong (Barrel Chest). Klien
mengatakan pernah terkena bronkitis 5 tahun yang lalu. pada pemeriksaaan penunjang di
peroleh PH 7.1, PO2 75 mmHg, Pco2 48 mmHg, leukosit 11,8x10^3/UL. Sputum (+)
17
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
IV.1.1. Pengkajian Riwayat
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 70 tahun
c. Alamat : Desa Tanggul Jahe Rt 04 Rw 01 Malang
d. Jenis kelamin : pria
e. Suku : -
f. Agama : -
g. Status perkawinan : duda
h. Pendidikan : -
i. Penanggung jawab : anak Tn D
IV.1.2. Pengkajian Psikogerontik
IV.1.2.1. Masalah Emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah klien mengalami sukar tidur? Iya, karena klien batuk
terus-menerus terutama pada malam hari.
b. Apakah klien merasa gelisah ? Iya, karena klien sesak nafas dan
tidak tahu cara mengatasinya
c. Apakah klien murung atau menangis sendiri? Tidak
d. Apakah klien sering was-was atau kawatir ? Tidak
Pertanyaan tahap 2
a. Apa keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam
1 bulan terakhir? Tidak
b. Apa ada masalah atau banyak fikiran? Tidak
c. Apa ada gangguan atau masalah dengan orang lain? Tidak
18
d. Apa menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter?
Tidak
e. Apa cenderung mengurung diri? Tidak
IV.1.2.2. Tingkat Kerusakan Intelektual
Dengan menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status
Quessioner)
Benar Salah No. Pertanyaan
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang ?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indoneseia saat ini?
8. Siapa nama Presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan terus kurangi 3 dari
masing-masing hasil angkanya sampai habis!
Total 6
Interpretasi
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat
IV.1.2.3. Identifikasi Aspek Kognitif
Dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)
Aspek
kognitif
Nilai
max.
Nilai
klien
Kriteria
Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar (tahun, musim,
tanggal, hari, bulan) sekarang
19
5 4 Dimana kita sekarang berada? (negara,
kota, RS, lantai)
Registrasi 3 2 Anda menyebutkan 3 nama objek (kursi,
meja, kertas) kemudian minta klien
mengulangnya setelah anda tanya
Perhatian
dan
kalkulasi
5 1 Minta klien berhitung mulai dari 100,
kemudian di kurangi 7 dan hentikan setelah
jawaban ke 5 atau sebagai alternatif
pengganti, eja kata “DUNIA” dari belakang
ke depan
Mengingat 3 2 Minta klien menyebutkan benda-benda
yang disebutkan pada poin registrasi
Bahasa 2 2 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukkan benda)
1 1 Minta klien untuk mengulangi kata “tak ada
jika, dan, atau, tetapi”
3 2 Minta klien untuk mengikuti perintah 3
langkah : “ambil secarik kertas dengan
tangan kanan anda, lipat menjadi dua, dan
taruh di lantai”
1 1 Perintah klien untuk melakukan hal berikut
(baca dan ikuti perintah ini “tutup mata
anda”)
1 0 Perintah klien untuk menulis satu kalimat
1 1 Perintah klien untuk menyalin gambar
Total 30 20
IV.1.3. Pengkajian ADL
No. Kriteria Bantuan Mandiri Keterangan
1. Makan
2. Minum
3. Berpindah dari kursi roda
20
ke tempat tidur dan
sebaliknya, termasuk duduk
di tempat tidur
4. Kebersihan diri mencuci
muka, menyisir rambut dan
menggosok gigi
5. Mandi
6. Berjalan di permukaan datar
7. Naik turun tangga
8. Berpakaian
9. Mengontrol defekasi
10. Mengontrol berkemih
Total 80 Ketergantungan
moderat
Penilaian 0-20 : ketergantungan penuh 21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung 62-90 : ketergantungan moderat 91-99 : ketergantungan ringan 100 : mandiri
IV.1.4. Pengkajian Posisi dan Keseimbangan
No. Tes koordinasi Keterangan Nilai
1. Berdiri dengan postur normal 4
2. Berdiri dengan postur normal, menutup mata 4
3. Berdiri dengan kaki rapat 4
4. Berdiri dengan satu kaki 3
5. Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke posisi netral 2
6. Berdiri, lateral, dan fleksi trunk 2
7. Berjalan, tempatkan tumit salah satu kaki di
depan jari kaki yang lain
2
8. Berjalan sepanjang garis lurus 3
9. Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai 3
10. Berjalan menyamping 4
21
11. Berjalan mundur 4
12. Berjalan mengikuti lingkaran 4
13. Berjalan pada tumit 3
14. Berjalan dengan ujung kaki 3
Jumlah 45
Keterangan 4 : mampu melakukan aktivitas dengan lengkap 3 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan 2 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal 1 : tidak mampu melakukan aktivitasNilai 42-54 : mampu melakukan aktivitas 28-41 : mampu melakukan sedikit bantuan 14-27 : mampu melakukan bantuan maksimal 14 : tidak mampu melakukan
4.2. Pemeriksaan Fisik
4.2.1. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : compos mentis
GCS : 4-5-6
TTV : N: 88x/menit
TD: 140/110mmHg
RR: 30x/menit
T: 37.5°C.
BB & TB : BB : 50 kg & TB : 167 cm
Keluhan : sesak nafas
4.2.2. Head To Toe
a. Kepala
Warna : hitam/beruban/campuran
Kebersihan : bersih/kotor
Distribusi : jarang/lebat/sedang
Kerontokan Rambut : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
Jika ya, jelaskan : gatal-gatal
b. Mata
22
Bentuk : simetris/asimetris
Konjungtiva : anemis/tidak
Sklera : ikterik/tidak
Strabismus : ya/tidak
Penglihatan : kabur/terang
Peradangan : ya/tidak
Katarak : ya/tidak
Penggunaan kaca mata : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
Jika ya, jelaskan : tidak bisa melihat dengan jelas/kabur
c. Hidung
Bentuk : simetris/asimetris
Peradangan : ya/tidak
Penciuman : terganggu/tidak
Jika terganggu, jelaskan :
Keluhan lain : ya/tidak
Jika ya, jelaskan :
d. Mulut dan Tenggorokan
Kebersihan : baik/buruk/sedang
Mukosa : kering/lembab
Peradangan/stomatitis : ya/tidak
Gigi : caries/tidak, ompong : ya/tidak
Radang gusi : ya/tidak
Kesulitan mengunyah : ya/tidak
Kesulitan menelan : ya/tidak
e. Telinga
Bentuk : simetris/asimetris
Kebersihan : baik/buruk/sedang
Peradangan : ya/tidak
Pendengaran : terganggu/tidak
Jika terganggu, jelaskan : tidak bisa mendengar dengan jelas
Keluhan lain : ya/tidak
Jika ya, jelaskan : -
23
f. Leher
Posisi trachea : simetris/asimetris
Pembesaran kelenjar thyroid : ya/tidak
JVD : ya/tidak
Kaku kuduk : ya/tidak
g. Dada
Bentuk dada : normal chest/barrel chest/pigeon chest
Retraksi : ya/tidak
Suara nafas : vesikuler/tidak
Wheezing : ya/tidak
Ronchi : ya/tidak
Suara jantung tambahan : ada/tidak
Ictus cordis : ICS 5
Keluhan : ya/tidak
Jika ya, jelaskan :
h. Abdomen
Bentuk : distended/flat/lainnya
Nyeri tekan : ya/tidak
Kembung : ya/tidak
Supel : ya/tidak
Bising usus : ada/tidak, frekwensi :15 X/menit
Massa : ya/tidak di regio :
Keluhan : ya/tidak
Jika ya, jelaskan :
i. Genetalia
Kebersihan : baik/tidak
Haemoroid : ya/tidak
Hernia : ya/tidak
Keluhan : ya/tidak
Jika ya, jelaskan :
j. Ektermitas
Massa/tonus otot : 5 (skala 1-5)
Kekuatan otot
24
0 : lumpuh
1 : ada kontraksi
2 : melawan kontraksi
3 : melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
4 : melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
5 : melawan grafitasi dengan kekuatan maksimum
Postur tubuh : scoliosis/lordosis/kiposis
Gaya berjalan : gait/normal
Rentang gerak : maksimal/terbatas
Jelaskan : Klien bisa bergerak bebas
Deformitas : ya/tidak
Jelaskan :
Tremor : ya/tidak
Edema : ya/tidak, Jenis : pitting edema/tidak
Penggunaan alat bantu : ya/tidak, jenis....
Nyeri persendian : ya/tidak
Paralysis : ya/tidak
Flebitis : ya/tidak
Klaudikasi : ya/tidak
Refleks
Kanan KiriBiceps + +
Triceps + +Patela + +Achiles + +
Ket. : Refleks + : normal Rekleks - : menurun/meningkat
k. Integumen
Kebersihan : baik/buruk/sedang
Warna : pucat/tidak
Kelembaban : kering/lembab
Lesi/luka : ya/tidak
25
Perubahan tekstur : ya/tidak
Gangguan pada kulit : ya/tidak, jelaskan
26
4.3. Analisa data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS :- Klien mengeluh sesak nafas- Keluarga klien mengatakan Tn. D
batuk berdahak terus menerus terutama pada malam hari
DO : - Ronchi di paru kanan- RR : 30x/menit- TD : 140/110 mmHg- N : 88x/menit- S : 37,5 oC
2. DS : Klien mengeluh sesak nafas DO: - pH 7,1 (7,35-7,45)- PaO2 75 mmHg (80-100)- PaCO2 48 mmHg (35-45)- Ronchi di paru kanan- Nafas pendek (dispnea)
3. DS:
1. Tertahannya sekresi.2.3.4.5.6.7.8.
9. Kurangnya suplai oksigen.
Produksi Sputum
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Gangguan pertukaran gas
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
27
- Keluarga klien mengatakan Tn. D batuk berdahak terus menerus terutama pada malam hari
- Keluarga klien mengatakan Tn. D tidak nafsu makan selama di rumah
DO: - Klien tampak lemah- Klien tidak tertarik untuk makan
4. DS:-DO:- T : 37,50C- Leukosit 11,8 x 103/ul (4-10 x 103/ul)
5. DS:- Keluarga klien mengatakan tidak
mengetahui tentang penyakit klien.DO:- Klien tampak cemas terhadap
penyakitnya
Proses penyakit kronis.
Kurangnya informasi.
tubuh
Resiko tinggi terhadap infeksi
Defisit pengetahuan tentang PPOM
4.4. Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum
28
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
e. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurangnya informasi
4.5 Intervensi (NIC/NOC)
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan
tertahannya sekresi
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan
bunyi nafas bersih / jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,
misal : mengi, krekels, ronki.
2. Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio
inspirasi/ekspirasi
3. Catat derajat dispnea, misal keluhan sesak, gelisah,
distres pernafasan dan penggunaan otot bantu nafas
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal:
peninggian kepala tempat tidur, duduk dan
sandaran tempat tidur.
5. Bantu untuk mengambil posisi batuk yang nyaman
dan ajarkan teknik batuk efektif.
6. Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai selama
ekshalasi
7. Minimalkan polusi lingkungan seperti debu, asap,
dll.
8. Bantu latihan nafas abdomen / bibir
9. Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi.
29
2 Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya
suplai oksigen.
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada
tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam
rentang
normal + bebas gejala distres pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam tingkat kemampuan / situasi.
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan. Catat
penggunaan otot aksesori, nafass bibir,
ketidakmampuan bicara / berbincang.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
3. Dorong mengeluarkan sputum: Penghisapan bila
diindikasikan.
4. Kolaborasi dalam pengawasan GDA dan nadi
oksimetri
5. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
3 Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan produksi sputum.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan peningkatan berat badan
menuju tujuan yang tepat.
- Menunjukkan perilaku perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan /
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini,
catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan
ukuran tubuh.
2. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan
tisu dan sputum
3. Membantu pasien untuk melakukan batuk efektif
4. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-
hari
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan
30
mempertahankan berat yang tepat. makanan yang mudah dicerna, nutrisi seimbang
4 Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan penyakit
kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman penyebab / faktor
resiko individu
- Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
1. Awasi suhu
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif,
perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan
tisu dan sputum
4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
5. Kolaborasi dalam mendapatkan spesimen dengan
batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram
kultur / sensitivitas.
6. Kolabirasikan tentang pemberian anti mikrobia
sesuai indikasi
5 Defisit pengetahuan tentang
PPOM berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan :
Klien mampu untuk mengetahui tentang
pengertian/informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses
penyakit dan tindakan
1. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit
individu
2. Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas,
batuk efektif dan latihan kondisi umum.
3. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan
reaksi yang tak diinginkan
4. Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan
gigi
31
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala
yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab
5. Diskusikan faktor yang meningkatkan kondisi mis:
udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu
ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol,
polusi udara.
6. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan
medik, foto rontgen dan kultur
32
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau yang biasa di kenal dengan
COPD adalah penyakit paru yang di tandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya, disetai efek ekstrapan
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
Pada dasarnya etiologi penyakit ini belum di ketahui, penyakit ini di kaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain : Merokok yang
berlangsung lama, Faktor ini adalah faktor penyebab yang di anggap paling dominan,
Polusi udara, Infeksi paru yang berulang, Umur, Jenis kelamin, Defisiensi alfa-1
antitripsin, Defisiensi anti oksidan.
Diagnosa prioritas yang muncul pada kasus ini yaitu Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
5.2. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharapa agar pembaca lebih memahami tentang
PPOK, penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu penulis
berharap agar pembaca mau memberi masukan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Kushariyadi, S.Kep.,Ns. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.
Jakarta :Salemba Medika
Hermawan, Patrick dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem
Respiratori “Penyakit Paru Obstruksi Menahun (Ppom)“diakses dari http://jrpatrickgaskins.
blogspot.com/2011/05/makalah-gerontik-asuhan-keperawatan.html. diakases tanggal 15
Oktober 2011.
Janice dkk. 2010. Laporan Kasus: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). diakses dari
59792596-PPOK-LAPKAS.pdf. diakases tanggal 17 oktober 2011.
Perhimpunan dokterparu Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok )
Pedoman Diagnosis &Penatalaksanaan Di Indonesia. Diakses tanggal 15 Oktober
2011.
34