BAB I kate fix
description
Transcript of BAB I kate fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang Pertusis Pada Anak serta bagaimana asuhan
keperawatan Pertusis Pada Anak. Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang
mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak.
(Behrman, 1992).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk
adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Serangan batuk terjadi tiba-tiba dan
berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas
dengan cepat, suara pernapasan berbunyi seperti pada bayi yang baru lahir berumur kurang
dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis
biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah
serangan batuk.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dan etiologi pertusis ?2. Bagaimana patofisiologi dan pathway terjadinya pertusis?3. Bagaimana manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari pertusis?4. Bagaimana pencegahan dan komplikasi dari pertusis?5. Bagaimana diagnosa banding dan pemeriksaan penunjang untuk pertusis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dan etiologi pertusis.
2. Mengetahui patofisiologi dan pathway terjadinya pertusis.
3. Mengetahui manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari pertusis.
4. Mengetahui pencegahan dan komplikasi dari pertusis.
5. Mengetahui diagnosa banding dan pemeriksaan penunjang untuk pertusis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pertusis
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang
rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992). Definisi
Pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk
adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan
berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga
bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir
berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar.
Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat
kelelahan setelah serangan batuk.
2.2 Etiologi Terjadinya Pertusis
Bordetella pertusis adalah satu- satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring
dan ditanamkan pada media agar Bordet- Gengou. (Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1. Berbentuk batang (coccobacilus).
2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
2
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
2.3 Patofisiologi Terjadinya Pertusis
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan
berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel
bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan
kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan
debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid
penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi
bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi
bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi
bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan pertusis, melalui:
- Droplet infection
- Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan
ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan
alat-alat makan yang dicemari kuman- kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan
perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama
sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
3
2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis Dari Pertusis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan
berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
a. Lamanya 1-2 minggu
4
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian
atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih:
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat,
sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket
2. Stadium paroksimal / stadium spasmodic
a. Lamanya 2-4 minggu
b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang
bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada
akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak
dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn
cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri
dengan muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya
infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur,
lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas
fisik (makan, minum, bersin dll).
3. Stadium konvaresens
a. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
b. Gejala yang muncul antara lain : Batuk berkurang
c. Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d. Anak merasa lebih baik
e. Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan
pada saluran pernafasan.
5
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanan Medis
1. Antibiotik
a. Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini
menghilangkan B. Pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata-rata 3-6 hari ) dan
dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga
menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila diberikan dalam stadium kataral,
mecegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam
pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.
b. Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis.
c. Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin.
2. Ekspektoran dan mukolitik.
3. Kodein diberikan bila terdapat batuk- batuk yang hebat sekali.
4. Luminal sebagai sedative
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pembersihan jalan nafas.
2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.
3. Pemberian makanan dan obat. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk
cair.
4. Pemberian terapi suportif.
a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi.
b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
6
2.7 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:
a. Secara aktif
1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak
boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan
pada umur 2 bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan
DTP selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5
pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat
ulangan DTP. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,vaksinasi DTP diberika
pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak sekolah(BIAS). Beberapa
penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1
bulan dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi
pada umur 2-4 minggu.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas yang lebih dari 38 derajatcelcius
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.
2. Perawat sebagai edukator. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya
kepada orang tua yang mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat
imunisasi bagi bayi.
b. Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis.
Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
7
2.8 Komplikasi
1. Pada saluran pernafasan
a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya
pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat
satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi
dengan bakteri. Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak
dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala
ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-
bercak infiltrate tersebar.
b. Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan
dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan
otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika
penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui
gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi
tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian
berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya
pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai
infeksi sekunder.
g. Aktifitas Tuberkulosa
h. Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga
dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian
mendadak.
8
2. Pada saluran pencernaan
a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
d. Gangguan elektrolit karena muntah
2.9 Diagnosa Banding
1. Bordetella parapertusis lebih ringan kurang lebih 5% dari penderita pertusis.
2. Bordetella broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis, sering pada binatang.
3. Infeksi oleh clamydia. Penyebab biasanya clamydia trachomatis. Pada bayi
menyebabkan pneumonia oleh karena terkena infeksi dari ibu.
4. Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5. Gejala hampir sama dengan pertusis seperti
pada penyebab penyakit sebelumnya.
5. Trakhea bronkitis. Adalah suatu sindrom yang terdiri dari batuk, suara paraudan
stridor
inspiratoir.
6. Bronkiolitis. Merupakan penyakit infeksi paru akut ditandai dengan whizing ekspirator
obstruksi broncioli.
7. Infeksi bordetellah broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis sering pada
binatang
9
2.10 Pemeriksaan Penunjang
a. Pembiakan lendir hidung dan mulut.
b. Pembiakan apus tenggorokan.
c. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai
sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel /
m³darah.
d. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
e. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.
f. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau
emphysema
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Data subyek :
a. Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya Usia yang paling
rentan terkena penyakit pertusis adalah anak dibawah usia 5 tahun
b. Cara penularanya yang sangat cepat
c. Imunisasi dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh
pertusis
d. Batuk ini disebabkan karena bordetella pertusis
e. Disalah satu Negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi rutin, masih
banyak terdapat penyakit pertusis
2. Data obyek :
a. Anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus
b. Batuk yang sukar berhenti
c. Muka menjadi merah
d. Batuk yang sampai keluar air mata
e. Kadang sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karna batuk yang
sangat keras.
f. Biasanya terjadi pada malam hari
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.
2. Pola napas tidak efektif b/d dispnea.
3. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama (penurunan kerja silia).
4. Nyeri berhubungan dengan agens cidera.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
11
3.3 Intervensi keperawatan
6. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.
Tujuan : Status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu membersihkan
secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata pernafasan normal
b. Sputum keluar dari jalan nafas
c. Pernafasan menjadi mudah
d. Bunyi nafas normal
e. Sesak nafas tidak terjadi lagi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi/ kedalamn pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering
terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada dan/ cairan paru
b. Auskultasi area paru,catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas
atventisius misalnya krekes,mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi
pada respon terhadap pengumoulan cairan, secret .
c. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk,
misalnya menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih
dalam dan kuat.
d. Pengisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
12
Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko
keparahan
7. Pola napas tidak efektif b/d dispnea
Tujuan : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentang normal dan paru jelas atau bersih
Kriteria hasil:
a. Frekuensi pernapasan normal
b. Bunyi paru jelas/bersih
c. Kedalaman paru dalam rentang normal
d. Bunyi napas normal
e. Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan,
termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
napas Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi tergantung derajat gagal napas.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada
pleuritik.
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti
krekels, mengi, gesekan pleural.
Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki
dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat
tidur dan ambulasi sesegera mungkin
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru
berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
d. Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah
dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan
berlebihan
13
e. Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral
atau naso trakeal bila diindikasikan.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
8. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama (penurunan kerja silia)
Tujuan : Tidak terjadi resiko infeksi
Kriteria hasil :
a. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
b. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
a. Pantau tanda vital dengan ketat,khususnya selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi
b. Anjurkan klien untuk memperhatikan pengeluaran secret (misalnya
meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan
warna, jumlah dan secret.
Rasional : meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya infeksi atau
menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman.
Perubahan karakteristik sputum menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.
c. Dorong teknik mencuci tangan baik
Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.
b. Kolaborasi berikan antimicrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur
sputum/darah, misalnya eritromisin.
Rasional : obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial
9. Nyeri berhubungan dengan agens cidera
Tujuan : mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi :
14
a. Kaji skala nyeri yang dialami klien.
Rasional : mengetahui tingkat skala nyeri yang di alami klien.
b. Berikan hiburan untuk mengalihkan rasa nyeri
Rasional : nyeri dapat berkurang.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
Tujuan : meningkatkan nutrisi dan berat badan menjadi normal.
Kriteria hasil :
a. Brat badan normal
b. Nutrisi terpenuhi
c. Peningkatan nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau berat badan klien
Rasional : timbat berat badan dan catat peningkatan yang ada.
b. Berikan makanan yang bernutrisi kolaborasi dengan nutrien
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien
c. Berikan makanan yang menarik perhatian klien
Rasional : meningkatkan nafsu makan klien
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang
rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk
adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan
berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas
dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang
dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis
biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah
serangan batuk.
3.2 Saran
Diharap pembaca bisa mengetahui dan memahami penyakit pertusis pada anak, penyebab,
pencegahan dan penatalaksanaan dengan baik. Sehigga dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan pertusis dapat benar dan akurat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Rendle, john dkk.1994.Penyakit Anak.Jakarta: binarupa Aksara.
Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC
Marlyn E. Doenges,dkk.2000.” Rencana Asuhan Keperawatan ”. Jakarta : EGC
Hadinegoro Sri Rejeki.2011.” Panduan Imunisasi Anak Edisi1 ”. Jakarta : IKD
dr T.H Rampengan,Dsak.1997.” Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke
III ”.Jakarta : EGC
17