Data Analisa Kasus Hhnk
-
Upload
itha-juwita-kimiko -
Category
Documents
-
view
268 -
download
13
description
Transcript of Data Analisa Kasus Hhnk
Perubahan status mental dapat bervariasi mulai dari sadar penuh pada kasus ringan sampai letargi atau koma pada kasus yang berat.Walaupun infeksi merupakan faktor pemicu utama terjadinya KAD atau KHH, pada pengukuran suhu tubuh dapat menunjukkan suhu tubuh yang normal (normotermik) atau bahkan hipotermik, terutama karena adanya vasodilatasi perifer. Hipotensi merupakan petanda prognosis yang jelek pada kedua komplikasi ini.
Kebanyakan pada pasien dengan krisis hiperglikemik ditemukan adanya lekositosis. Kadar natrium
serum biasanya mengalami penurunan karena perubahan aliran air dan elektrolit
dari ruang intravaskuler menuju ekstraseluler akibat adanya hiperglikemi. Kadar kalium serum dapat
mengalami peningkatan karena perpindahan kalium ekstraseluler akibat defisiensi insulin,
hipertonisitas dan asidemia. Penderita yang pada saat pertama kali datang dengan kadar kalium yang
normal rendah atau rendah, sebenarnya sudah menunjukkan defisiensi kalium yang berat sehingga
memerlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan gangguan fungsi jantung sehingga perlu
diberikan suplemen kalium yang cukup untuk mencegah terjadinya aritmia jantung. Terjadinya
stupor atau koma pada penderita DM tanpa adanya kelainan osmolalitas perlu segera
dipertimbangkan adanya penyebab lain dari perubahan status mental ini. Osmolalitas efektif dapat
dihitung dengan rumus :2 [Na+(mEq/l)] + glucose(mg/dl)/18
Terapi cairan initial/ awal dimaksudkan untuk memperbaiki volume cairan intra dan ekstravaskuler serta memperbaiki perfusi ginjal. Bila tidak ada kelainan / gangguan fungsi jantung, diberikan cairan isotonis NaCl 0,9 % dengan kecepatan 15 sampai 20 ml/kgBB/jam. Pada 1 jam pertama tetesan cairan dipercepat (1-1,5 liter). Pada jam berikutnya, terapi cairan tergantung derajat dehidrasi, kadar elektrolit serum dan diuresis (jumlah urin). Secara umum, infus 0,45% NaCl dengan dosis 4-14 ml/kgBB/jam dapat diberikan bila kadar Na serum normal atau meningkat. Bila kadar Na rendah, diberikan 0,9% NaCl dengan kecepatan yang sama. Setelah fungsi ginjal membaik, terlihat dengan adanya diuresis, segera diberikan infus Kalium sebanyak 20-30 mEq/l sampai kondisi pasien stabil dan dapat menerima suplemen Kalium oral.
Regular Insulin (RI) melalui infus intravena berkesinambungan merupakan terapi pilihan. Pada
pasien dewasa, bila tidak ada hipokalemi (K+ <>
Pada pasien pediatric, diberikan infus RI berkesinambungan dgn dosis 0,1 UI/kg/jam.Dosis rendah ini biasanya dapat menurunkan kadar glukosa plasma sebesar 50-75 mg/dl per jam, sama seperti pada pemberian regimen insulin dgn dosis yang lebih tinggi. Bila kadar glukosa plasma tidak turun sebesar 50 mg/dl dari kadar awal, periksa keadaan hidrasi pasien. Infus insulin dapat ditingkatkan 2 kali lipat setiap jam sampai kadar glukosa plasma turun antara 50 sampai 75 mg/dl per jam. Bila kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dl pada KAD atau 300 mg/dl pada KHH, dosis insulin diturunkan menjadi 0,05-0,1 UI/kgBB/jam (3-6 UI/jam) dan pemberian Dextrose (5-10%). Selanjutnya kecepatan insulin atau konsentrasi Dextrose disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa plasma normal sampai asidosis pada KAD atau gangguan mental dan keadaan
hiperosmolar pada KHH dapat diatasi. Ketonemia memerlukan perawatan yang lebih lama daripada hiperglikemi.
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik (KHH) merupakan komplikasi akut yang serius pada penderita diabetes melitus. Berbagai keadaan dapat mencetuskan terjadinya krisis hiperglikemik dimana infeksi merupakan faktor pencetus utama. Prinsip penatalaksanaan krisis hiperglikemi meliputi koreksi terhadap dehidrasi, hiperglikemidan gangguan keseimbangan elektrolit, serta pengenalan dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Sebaiknya penderita dirawat di ruang rawat intensif dengan follow up yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi akibat penyakitnya maupun efek samping akibat penatalaksanaannya. Hal yang paling penting adalah pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya krisis hiperglikemik dengan edukasi terhadap pasien dan keluarga tentang pengenalan dini tanda-tanda awal krisis hiperglikemik.
Daftar Pustaka :
1. Kitabchi AE, et.al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes, Diab Care.
2001;24(1):131-153.
2. Jean-Louis Chiasson, et. al.Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state.CMAJ.2003; 168 (7):859-866.
3. American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Diabetes, Diab Care. 2004; 27(Suppl
1):94-102.
4. Kitabchi AE et.al. Thirty Years of Personal Experience in Hyperglycemic Crises: Diabetic
Ketoacidosis and HyperglycemicHyperosmolar State, J Clin Endocrinol Metab. 2008; 93: 1541–
1552.5. Fowler M. Hyperglycemic Crisis in Adults: Pathophysiology,Presentation, Pitfalls, and Prevention. Clin Diab.2009; 27(1):19-23.
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan menggunakan cairan, yaitu:
a. NaCl isotonik atau hipotonik ½ normal, diguyur 1.000 ml/jam sampai keadaan
cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan
kekurangannya dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonik
harus dipertimbangkan untuk pasien dengan gagal jantung, penyakit ginjal,
atau hipernatremia.
b. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa darah sekitar 200-250 mg%.
Infus glukosa 5% harus disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa
darah 250-300 mg% agar risiko edema serebri berkurang.
2. InsulinPada kenyataannya penggantian cairan dapat menurunkan hiperglikemia. Jumlah insulin yang lebih sedikit dari ketoasidosis diabetik mungkin dibutuhkan. Pengobatan dapat menggunakan skema mirip protokol ketoasidosis diabetik.
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera ditanganin.
produksi insulin yang kurang pun akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Kegagalan tubuh
mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam.
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar
American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes.
Diabetes Care. 2004;27(Suppl 1):S15-S35.
Foster, Daniel W. 2000. Diabetes Mellitus. Dalam : Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam edisi 13/ editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et al; editor bahasa
Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih. Jakarta : EGC.
Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam : Aru W.
Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI