dari emil 2

46

description

sdsdsasssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssseeeeeeeeeeeeeee

Transcript of dari emil 2

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalaporan tutorial Skenario C Blok 17 ini dapat diselesaikan dengan baik.Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran PBL di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan atau kelemahan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan agar di lain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Nova Kurniati, SpPD selaku tutor kelompok B9 yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya laporan tutorial ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.Palembang, 22 April 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2Daftar Isi 3Hasil Tutorial Skenario C Blok 17Skenario C Blok 17

I. Klarifikasi Istilah

II. Identifikasi Masalah

III. Analisis Masalah

IV. HiHHipotesis

V. Kerangka Konsep

VI. Learning Issues

1. Anatomi dan Fisiologi Intestinal

2. Diare

VII. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Hasil Tutorial Skenario C Blok 17

Skenario C Blok 17

Amir a boy, 12 month was hospitalized due to diarrhea, four days before admission, the patient had non projectile vomiting six times a day. He vomited what he ate. 3 days before admission the patient got diarrhea ten times a day around half glass in every defecation, there was no blood and mucous / pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those four days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild fever. Yesterday, he looked worsening , still had diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8 hours was less than usual. Amirs family lives in slum area.Physical examination

Patient look severely ill , compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg , RR 38x /m , HR 144x/m regular but weak, body temperature 38,7 oC, BW 8,8 kg BH 75 cm

Head : sunken eye, no tears drop and dry mouth

Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-) vesicular breath sound, normal heart sound

Abdomen : flat, shuffle , bowel sound increases. Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus , spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowy (longer than 2 seconds. Redness skin surrounding anal orifice

Extremities : cold hand and feetLaboratory Examination

Hb 12,8 g/dl, WBC 9000/mm3, differential count : 0/1/16/48/35/0

Urine routine

Macroscopic: yellowish colour,Microscopic: WBC (-) , RBC (-) , Protein (-)

Faeces routine

Macroscopic : water more than waste material , blood (-) , mucous ()

WBC 2-4/HPF . RBC 0-1/HPI. Klarifikasi Istilah

Non projectile vomiting: muntah tanpa disertai semburan yang kuat

Diarrhea

: pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal

Retraction

: tindakan menarik kembali atau keadaan yang tertarik kembali

Lethargic: penurunan tingkat kesadaran yang ditandai dengan lesu ,mengantuk dan apatis , acuh tak acuh

HPF

: lapang pandang kuat

II. Identifikasi Masalah

1. Amir a boy, 12 month was hospitalized due to diarrhea, four days before admission, the patient had non projectile vomiting six times a day. He vomited what he ate ****

2. Three days before admission the patient got diarrhea ten times a day around half glass in every defecation, there was no blood and mucous / pus in it. The frequency of vomiting decreased. 3. Along those four days, he drank eagerly and was given plain water .he also got mild fever. Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. 4. The amount of urination in 8 hours was less than usual. Amirs family lives in slum area.5. Physical examination

Patient look severely ill, compos mentis but weak (lethargic) BP 70/50 mmHg, RR 38x /m, HR 144x/m regular but weak, body temperature 38,7 oC, BW 8,8 kg BH 75 cm

Head : sunken eye, no tears drop and dry mouth

Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-) vesicular breath sound , normal heart sound

Abdomen : flat , shuffle , bowel sound increases. Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus , spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowy (longer than 2 seconds. Redness skin surrounding anal orifice

Extremities : cold hand and feet

6. Laboratory examination

Hb 12,8 g/dl , WBC 9000/mm3, differential count : 0/1/16/48/35/0

Urine routine

Macroscopic: yellowish colour

Microscopic: WBC (-) , RBC (-) , Protein (-)

Faeces routine

Macroscopic : water more than waste material , blood (-) , mucous (-)

WBC 2-4/HPF . RBC 0-1/HPFIII. Analisis Masalah

1. Amir a boy, 12 month was hospitalized due to diarrhea, four days before admission, the patient had non projectile vomiting six times a day. He vomited what he ate.a. Apakah jenis kelamin, umur dan lama diare berhubungan dengan pathogenesis diagnoiss dan penanggulangan prognosis keluhan ? 4b. Bagaimana etiologi dan mekanisme dari diarrhea ? 1 c. Bagaimana etiologi dan mekanisme muntah tidak proyektil? 2d. Mengapa Amir muntah tidak proyektil 6 kali sehari ? 2e. Apa dampak dari muntah 6 kali sehari ? 22. Three days before admidssion the patient got diarrhea ten times a day around half glass in every defecation, there was no blood and mucous / pus in it. The frequency of vomiting decreased. a. Bagaimana criteria dan klasifikasi diare ? 1

b. Bagaimana makna klinis dari tidak ada darah dan tidak ada mucus pada feces ? 3

c. Mengapa frekuensi muntah menurun ?4

d. Apakah frekuensi diare berhubungan dengan derajat dehidrasi? 3

e. Apa hubungan muntah dengan diare pada kasus ? 1

3. Along those four days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild fever. Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. a. Bagaimana peran pemberian air biasa pada penderita diare ? 3

b. Mengapa muntah tidak terjadi lagi setelah 4 hari ? 4

c. Bagaimana etiologi dan mekanisme demam ringan pada diare? 1

4. The amount of urination in 8 hours was less than usual. Amirs family lives in slum area.a. Apa pengaruh tempat tinggal dan lingkungan terhadap keluhan Amir ? 1

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme berkurangnya pengeluaran urin pada kasus ? 45. Physical examination

Patient look severely ill , compos mentis but weak (lethargic) BP 70/50 mmHg, RR 38x /m, HR 144x/m regular but weak, body temperature 38,7 oC, BW 8,8 kg BH 75 cm

Head : sunken eye, no tears drop and dry mouth

Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-) vesicular breath sound, normal heart sound

Abdomen : flat, shuffle, bowel sound increases . Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus , spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowy (longer than 2 seconds). Redness skin surrounding anal orifice

Extremitas : cold hand and feeta. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus ? 3

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus? 3

c. Bagaimana cara pemeriksaan kesadaran pada balita ? 2

d. Apa saja derajat dehidrasi? 1

e. Pada waktu masuk rumah sakit bagaimana kondisi anak tersebut ? Preshock/ Shock atau dehidrasi berat? 4

f. Apa indikasi masuk rumah sakit pada penderita diare ? 2

g. Bagaimana mekanisme dan etiologi sekitar anus merah ? 2

6. Laboratory examination

Hb 12,8 g/dl, WBC 9000/mm3, differential count : 0/1/16/48/35/0

Urine routine

Macroscopic: yellowish colour

Microscopic: WBC (-) , RBC (-) , Protein (-)

Faeces routine

Macroscopic : water more than waste material , blood (-) , mucous (-)

WBC 2-4/HPF . RBC 0-1/HPF

a. Bagaimana intepretasi pemeriksaan laboratorium ? 4

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium ? 4

7. Analisis aspek klinis

a. Bagaimana anatomi dan fisiologi intestinal ? 4b. Bagaimana cara penegakan diagnosis ? 2

c. Bagaimana diagnosis banding dan diagnosis kerja pada kasus ?2

d. Bagaimana etiologi pada kasus ? 1

e. Bagaimana epidemiologi pada kasus? 1

f. Apa saja faktor resiko pada kasus? 1

g. Bagaimana Patofisiologi pada kasus ? 2

h. Apa manifestasi klinisnya? 3

i. Apa saja pemeriksaan penunjang lain ? 1j. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi? 3

k. Bagaimana penatalaksanaan (emergency, farmakologi dan non farmakologi, edukasi ) 3

l. Bagaimana 10 langkah preventif menurut WHO? 4m. Apa prognosis pada kasus? 2

n. Apa SKDI pada kasus? 4IV. Hipotesis

Amir, 12 bulan, mengalami diare akut, dehidrasi berat dengan penyebab rotavirus tanpa komplikasi.V. Kerangka Konsep

VI . Learning Issue

VI.I Anatomi dan fisiologi

Anatomi dan Fisiologi Intestinal Anatomi dan fisiologi GI tract anak

Diagram sistem pencernaan

1. Kelenjar ludah

2. Parotis

3. Submandibularis (bawah rahang)

4. Sublingualis (bawah lidah)

5. Rongga mulut

6. Esofagus

7. Pankreas

8. Lambung

9. Saluran pankreas

10. Hati

11. Kantung empedu

12. duodenum

13. Saluran empedu

14. Kolon transversum

15. Kolon ascenden

16. Kolon descenden

17. Ileum

18. Sekum

19. Appendiks

20. Rektum

21. Anus

Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran pencernaan (bahasa Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa sisa makanan melalui anus.

Saluran gastrointestinal yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inchi) menjadi distensi bila makanan melewatinya. Bagian sisa dari saluran gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal. Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Lambung dapat dibagi ke dalam empat bagian anatomis, kardia, fundus, korpus dan pilorus. Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Untuk sekresi dan absorbsi, usus halus dibagi dalam 3 bagian yaitu bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut yeyunum, bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak dibagian bawah kanan duodenum.Ini disebut sekum pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal.Yang berfungsi untuk mengontrol isi usus ke dalam usus besar, dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen.Yang mana fungsinya mengabsorbsi air dan elektrolit yang sudah hampir lengkap pada kolon.Bagian ujung dari usus besar terdiri dua bagian. Kolon sigmoid dan rektum kolon sigmoid berfungsi menampung massa faeces yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorbsi sekitar 600 ml air perhari sedangkan usus halus mengabsorbsi sekitar 8000 ml kapasitas absorbsi usus besar adalah 2000 ml perhari. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya adalah karena adanya kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare. Rektum berlanjut pada anus, jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.

FISIOLOGI SISTEM DIGESTIF

Motilitas usus halus hanya sedikit berkembang sebelum umur kehamilan 28 minggu. Kontraksi gastrik yang belum teratur pertama kali ditemukan pada awal minggu ke 26 kehamilan.

Motilitas gastrointestinal mulai dapat diukur pada usia kehamilan 28 sampai 30 minggu walaupun belum mendapatkan diet enteral. Usus halus menunjukkan pola motilitas yang tidak teratur antara umur kehamilan 27 dan 30 minggu, dan menjadi pola yang lebih matang pada kehamilan 33 sampai 34 minggu dimana terdapat kompleks migrasi mioelektrik. Transit gastroanal berkisar 8 sampai 96 jam pada bayi preterm sedangkan pada orang dewasa 4 sampai 12 jam.

Peningkatan koordinasi dan kekuatan kontraksi gaster dan usus halus mulai didapatkan pada usia kehamilan 30 minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu pola motilitas saluran cerna janin mulai menyerupai pola motilitas usus bayi yang telah cukup bulan, saat ini gerakan menghisap dan menelan telah teratur, janin menelan cairan amnion kira-kira 450 mL/hari pada trimester ketiga.

Motilitas organ saluran cerna diatur oleh input dari miogenik, neural dan neuroendokrin baik saat puasa atau saat digesti. Berikut berapa faktor yang mempengaruhi motilitas saluran cerna antara lain aktivitas listrik otot polos gastrointestinal dan ion Kalsium, kalium dan kontraksi otot, system syaraf dan neurotransmitter dan hormon yang disekresi oleh neuron-neuron enterik yang berpengaruh terhadap motilitas gastrointestinal.

Rasio kalium intra dan ekstraseluler merupakan faktor penentu potensial listrik di sel membran. hal ini berperan dalam bangkitan potensial jaringan saraf dan otot.

Pada keadaan hipokalemi dapat terjadi keadaan eksitabilitas neuromuskuler (hiporefleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus).

Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan yang disebut system saraf enteric,seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus mamanjang sampai ke anus. Sistem ini terutama mengatur pergerakan dan sekresi gastrointestinal

VI.II Diare

a. Etiologi

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.

Infeksi

Enteral:

Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero colytica, Compylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll. Enterotoxigenic E.coli (ETEC), mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa. Enterophatogenic E.coli (EPEC), mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase. Enteroaggregative E.coli (EAggEC), bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan. Enteroinvasive E.coli (EIEC) , secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome. Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea. Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis. Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) danzonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus. Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.

Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV), echovirus. Virus-virus tersebut merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 : terdapat pada manusia, Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan. Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person. Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa.

Parasit: - protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli. Giardia lamblia, parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung. Entamoeba histolytica,prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.Cryptosporidium, dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

Worm:A.lumbrocoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.strercoralis, cestodiasis dll. Strongyloides stercoralis, kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare. Schistosoma spp, cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus. Capilaria philippinensis, cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen. Trichuris trichuria, cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Fungus: Kandida/moniliasis

Parenteral:

Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Travelers diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.

Makanan:

intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus lyticus dll.

Alergi:

susu sapi, makanan tertentu. Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.

Imunodefisiensi:

Hipogma globulinemia, panhipogama globulinemia (Bruton), penyakit grnaulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavy combinationa. Terapi obat, antibiotic, kemoterapi, antacid dll.

Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic) Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor psikisb. Faktor Resiko

Faktor GiziSutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare menyebabkan kekurangan dan akan memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup merupakan komponenutama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.

Faktor Sosial EkonomiFaktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare (Suharyono, 1991).

Faktor PendidikanTingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah (Simatupang, 2004).

Faktor PekerjaanAyah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata empunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).

Faktor Umur BalitaSebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).

Faktor ASIASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997), menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).

Faktor JambanResiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat (Simatupang, 2004).

Faktor Sumber AirSumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004).

c. Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi dan anak akan menajdi cengeng dan gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cari dan mungkin disertai lender atau darah. Warna tinja makin lama mungkin berubah menjadi kehijau-hijauan karna tercampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena seringknya defekasi dan tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat di absorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang, dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedang berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonic, dan hipertonik.

Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu : denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, dan kadang-kadang sampai spoor, teus). Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

Bila sudah ada asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul). Asidosis metabolic terjadi karena :1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja

2. Ketosis kelaparan

3. Produk-produk metabolic yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan oleh karena oliguria dan anuria.

4. Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel.

5. Penimbunan asalm laktat (anoksia jaringan tubuh).

Dehidrasi hipotomik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila K dan Na dalam plasma kurang dari 130mEQ/L, dehidrasi isotonic (dehidrasi isotremia) bila kadar natrium dalam plasma 130-150mEQ/L, sedangkan dehidrasi hipertonik (hypernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150mEQ/L. Pada dehidrasi isotonic dan hipotonik, penderita tampak tidak begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperrefleksi, dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk.

d. Patofisiologi Diare

Banyaknya air pada feces daripada ampas karena infeksi virus (Rotavirus) yang menginvasi 2/3 proximal ileum. Rotavirus akanberikatan dengan enterosit pada villi sehingga virus dapat berkembang biak yang menyebabkan enterosit lisis. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada villi (pemendekan villi), kripta hipertropi dan hiperplasi, kripta semakin dalan, sekresi meningkat, absorpsi berkurang,enterosit kurang matang dan pembentukan enzim-enzim pencernaan kurang sempurna. Makanan yang dimakan menjadi tidak sempurna didigesti mengakibatkan beban osmotic intraluminal menjadi tinggi, penarikan cairan ke intraluminal menyebabkan banyaknya air daripada ampas pada feces (Diare)

e. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding

Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan beberapa pertanyaan :

1. Karakteristik feses (jumlah, konsistensi, warna, frekuensi)

2. Adanya gejala enterik lain seperti mual, muntah, demam, sakit perut

3. Apakah anak suka dititipkan ke penitipan anak (patogen umum : Rotavirus , astrovirus , calicivirus , Campylobacter , Shigella , Giardia , dan spesies Cryptosporidium)

4. Riwayat konsumsi makanan , seperti makanan mentah, makanan yang tercemar, ataupun keracunan makanan

5. Paparan air seperti air kolam renang, ataupun lingkungan laut

6. Riwayat camping atau berpergian (patogen umum mempengaruhi daerah-daerah tertentu , seperti rotavirus dan Shigella , Salmonella , sedangkan Campylobacter spp merupakan organisme ini umum di seluruh dunia)

7. Paparan hewan ( misalnya , anjing muda / kucing : Campylobacter spp ; kura-kura : Salmonella spp )

8. Kondisi predisposisi ( misalnya , rawat inap , penggunaan antibiotik , immunocompromised )

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

1. Dehidrasi : Kelesuan , kesadaran tertekan , fontanel anterior cekung , membran mukosa kering , mata cekung , kurangnya air mata , turgor kulit buruk , perlambatan pengisian kapiler

2. Gagal tumbuh dan kekurangan gizi : Mengurangi massa otot / lemak atau edema perifer

3. Nyeri perut / kram

4. Borborygmi

5. Eritema perianal atau eritema natum

Laboratorium tinja

1. Pemeriksaan untuk telur dan parasit

2. Jumlah leukosit

3. Tingkat pH : Tingkat pH 5,5 atau kurang atau adanya pengurangan zat menunjukkan intoleransi karbohidrat , yang biasanya sekunder terhadap penyakit virus

4. Pemeriksaan eksudat untuk ada / tidaknya leukosit

5. Kultur : kultur harus dialkukan untuk mencari etiologi dari diare untuk beberapa mikroorganisme, seperti Salmonella , Shigella , dan Campylobacter spp dan Y enterocolitica , tanda klinis yang dapat ditemukan adalah kolitis atau adanya leukosit pada feses .

Jika disebabkan oleh Clostridium difficile biasanya ditandai dengan radang usus besar dan / atau tinja berdarah. Jika disebebkan karena E.Coli, feses juga terdapat darah dan ada riwayat memakan daging sapi. Jika diare disebabkan Vibrio dan Plesiomonas spp , pasien memiliki riwayat makan seafood mentah atau bepergian ke luar negeri

6. Immunoassay enzim untuk rotavirus atau antigen adenovirus

7. Assay aglutinasi lateks untuk rotavirus

Laboratorium lain yang dapat ditemukan

1. Tingkat albumin serum karena kehilangan kehilangan enteropathies dari infeksi enteroinvasif usus ( misalnya , Salmonella spp , enteroinvasif E coli

2. Tingkat alpha1 antitrypsin pada tinja : Tinggi pada infeksi usus enteroinvasif3. Anion gap untuk menentukan sifat diare (yaitu , osmolar vs sekretori )Biopsi usus : Dapat diindikasikan dengan adanya diare kronis atau berlarut-larut , serta dalam kasus-kasus di mana pencarian untuk penyebab menjadi wajib (misalnya pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome [ AIDS ] atau pasien immunocompromised )

Diagnosis Banding

Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga dapat memberikan pengobatan yang lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam atau tinja berdarah dan diare akut yang tidak disertai dengan demam atau tinja berdarah.

1. Diare akut yang disertai demam atau tinja berdarah

Observasi umum : diare sebagai akibat mikroorganisme infasif, lokasi sering didaerah kolon, diarenya berdarah sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawali diare air.

Patogen :

a) Shigella spp(disentri basiler, shihellosis)

b) Campylobacterjejunic) Salmonella spp, aeromonas hydrophila,d) Dll

Diagnosis :

Diferensiasi klinik sulit, terutama membedakan dengan penyakit usu inflamatorik idiopatik non infeksi.

Banyak leukosit di tinja

Kultur tinja untuk salmonella, shigella, "amphyloba"ter, yersinia

Darah tebal untuk malaria

2. Diare akut yang tidak disertai dengan demam atau tinja berdarah

Observasi umum : patogen non#invasif ( tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), sering disertai nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare turis, pada kasus kolera tinja seperti "u"ian bera, sering disertai muntah.

Patogen :

a) ETEC, penyebab tersering dari diare turis.b) Giardia lambliac) Rotavirus , virusNorwalkd) Eksotoksin dari S. Aureus, Bacillus cereuse) Penyebab lain : vibrio,parahaemolyticus, vibrio cholerae, bahan toksik pada makanan, jamur, kriptosporidium, dll

Diagnosis :

Tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja (sangat rendah pada diare air), tes untuk ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja segar, sering beberapa pemeriksaan ulang dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lamblia

f. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan juga jika mukosa terlihat inflamasi berat.

Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:

a. Feses

1) Makroskopis dan Mikroskopis

2) pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

3) Biakan dan uji resisten.

b. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.

c. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.

e. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit.

g. Penatalaksaan

Preventif

10 langkah preventif menurut WHO 1. Selalu pakai alas kaki, terutama jika berada di tempat yang becek atau terdapat genangan air hujan, untuk mencegah masuknya kuman melalui kulit.

2. Jaga kebersihan diri dengan cara mencuci tangan dengan sabun hingga bersih setiap sebelum dan sesudah mengolah makanan, sebelum makan, setelah bepergian, dan setelah dari toilet.

3. Jaga kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun di sekitar rumah Anda, dengan membuang sampah pada tempatnya, dan membersihkan selokan yang tersumbat oleh sampah, dan sebagainya.

4. Selalu cuci sayuran dan buah sebelum dikonsumsi.

5. Sebaiknya tidak memotong maupun mengolah bahan makanan makanan yang mentah dengan yang matang dengan alat masak yang sama, untuk mencegah kontaminasi silang.

6. Masak makanan hingga matang, terutama bahan makanan seperti daging, ayam, ikan maupun telur, minimal hingga suhu 70 derajat Celcius.

7. Sebaiknya simpan makanan matang yang tidak habis dimakan dalam lemari es dan panaskan kembali terlebih dahulu jika ingin dikonsumsi kembali.

8. Selalu konsumsi air minum dan air untuk memasak dalam kondisi matang atau sudah dimasak hingga mendidih, agar bakteri yang terdapat dalam air tersebut mati.

9. Konsumsi makanan dengan nutrisi yang cukup, terutama protein, vitamin, mineral, dan air untuk menjaga daya tahan tubuh tetap kuat sehingga terlindungi dari infeksi kuman penyakit.

10. Berolahraga teratur untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.

Non Farmako1. cukupi kebutuhan vitamin yang larut lemak, perbanyak cairan untuk menghindari dehidrasi

2. Kolesistektomi laparoskopi merupan teknik pembedahan invansif menimal didalam rongga abdomen -> jika tidak memadai atau tidak bisa dilakukan, lakukan kolesistektomi terbuka

3. ERCP (endoscopic retrogard cholangio-pancreatography)

Farmakologi

Pada kasus harus dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Jadi oralit yang harus diberikan; 75 X 8,8 kg = 660 cc selama 3 jam diberikan dengan sendok. Apabila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Bila kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit dihentikan sementara sampai edem hilang kemudian dapat diberikan oralit lagi. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik apakah tetap memburuk. Bila keadaan membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan dirumah.

Pengobatan yang dilakukan dirumah:

1. Berikan oralit pada penderita setiap kali buang air besar. Berikan oralit 50-100 ml tiap kali BAB.

2. Berikan zinc selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus dan mempercepat regenerasi epitel usus. Dosis yang diberikan 20 mg per hari. Berikan 10-14 hari berturut-turut meskipun penderita telah sembuh diare.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai dengan umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan dulu diberikan karena dapat menyebabkan diare semakin berat.

4. Pemberian antibiotic tidak diperlukan karena tidak ada indikasi kolera dan disentri.

Secara umum, depkes menetapkan 5 langkah penatalaksanaan untuk menangani kasus diare, yang kita biasa kenal sebagai Lintas Diare (Lima langkah tuntaskan diare) 1. Berikan cairan yang cukup

2. Berikan zinc

3. Teruskan pemberian makanan

4. Pemberian antibiotic yang rasional

5. Berikan edukasi pada pengasuh

Cairan yang cukup merupakan terapi utama pada diare, untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Saat ini digunakan cairan rehidrasi oral yang berosmolaritas lebih rendah yaitu 245 mmol/L. Zinc diberikan sesuai dosis dengan alasan Zinc mempunyai efek imunomodulator, merangsang regenerasi sel-sel epitel dan vili usus, serta mengurangi frekuensi diare. Pemberian nutrisi harus ditingkatkan selama masa diare, karena saat diare anak cenderung kehilangan nutrisi yang cukup banyak. Namun, tetap nasihati ibu agar jangan memberi anak makanan-makanan yang bersifat merangsang seperti makanan pedas, asam, jus, dll.

Dahulu kala, hampir semua diare diberikan antibiotic, contohnya pemberian Nitrofuran (antibiotic) pada kasus diare. Sekarang, penggunaan antibiotic justru jarang, karena hampir sebagian besar kasus diare disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotic yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan flora normal, dan menimbulkan infeksi oportunistik oleh berbagai patogen, khususnya Clostridium difficile.

Antibiotik hanya boleh diberikan pada kasus suspek shigelosis, suspek kolera dehidrasi berat, dan kasus giardiasis dan amubiasis yang telah terbukti, atau kasus-kasus bacterial overgrowth.

Berdasarkan derajat dehidrasinya, depkes melalui MTBS telah menentukan 3 jenis rencana terapi :

Rencana terapi tipe A tidak jauh berbeda dengan penatalaksanaan umum pada lintas diare. Mintalah ibu agar pemberian ASI (jika masih diberi ASI) diteruskan, atau jika tidak diberi ASI, berikanlah anak cairan makanan seperti kuah sup, air tajin, bersama dengan oralit. Jangan hentikan pemberian makanan karena akan memperparah status gizi anak.

Berikan oralit pada anak dengan rencana terapi tipe A dengan takaran :

* < 1 tahun : 50-100 ml tiap kali BAB (sekitar setengah gelas)

* >1 tahun : 100-200 ml tiap kali BAB (sekitar satu gelas penuh)

Berikan juga tablet Zinc (1 tablet : 20 mg) 1 kali sehari selama 10 hari sesuai dosis pada Lintas Diare :

* 2-6 bulan : tablet Zinc

* >6 bulan : 1 tablet Zinc

Lanjutkan dengan pemberian nasihat kepada ibu mengenai pemberian oralit di rumah, dan kapan harus kontrol kembali. Nasihati ibu untuk kembali segera jika dalam 3 hari anak :

* BAB lebih sering

* Terus menerus muntah

* Demam

* Tinja berdarah

* Rasa haus yang nyata, namun keinginan untuk minum berkurang

Rencana terapi tipe B masih mengandalkan terapi cairan rehidrasi oral, namun dengan jumlah yang lebih besar.

Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Umur4 bulan4-