CRS

17
BAB III A. Penyebab CRS (Cervical Roots Syndrome) Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degenerative dan herniasi dari discus intervertebralis. B. Tanda dan gejala CRS (Cervical Roots Syndrome) Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.

description

tugas CRS

Transcript of CRS

Page 1: CRS

BAB III

A. Penyebab CRS (Cervical Roots Syndrome)

Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar

saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari

Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degenerative

dan herniasi dari discus intervertebralis.

B. Tanda dan gejala CRS (Cervical Roots Syndrome)

Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan

bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti

distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh

saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4)

terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke

lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher,

lengan bahu, dan tangan.

Page 2: CRS

C. Pengobatan CRS (Cervical Roots Syndrome)

III.C.1 Pengobatan Konservatif

Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini

biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari

golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang

diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga

diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental.

Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang

diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.

Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam

posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral.

Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok

nyeri non spesifik.

Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:

Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)

Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)

Page 3: CRS

Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)

Vit. B1, B6, B12

III.C.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri

1.   Epidural   Kortikosteroid   Injection 

Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid

diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan

injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang

bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di

seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid

serviks epidural secara signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut

serviks dan selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.

2.   Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz

Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi tulang

belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah undertreated

dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz diindikasikan. 

Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti

untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada

bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol

pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang

neuropatik.

3.   Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)

Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion akar

dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,

penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia

bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang

diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya

telah membatasi durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini,

bagaimanapun, menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot

sedikit di lengan.

Page 4: CRS

4.  S   Stimulasi Cord Pinal 

Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang

invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah

signifikan.

III.C.3 Fisioterapi

Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi

defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.

1. Traksi

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada

pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat

dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.

Traksi

2. Cervical Collar

Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi

kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar

mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace

(Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).

Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah

secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan

Page 5: CRS

imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi

otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada

nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan

waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat

dijadikan indikasi pelepasan collar.

Cervical Collar

3. Thermoterapi

Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas

terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres

dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres

panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil

yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung

persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Page 6: CRS

Thermoterapi

4. Latihan

Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai

pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau

penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun

flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan

melakukan pijatan.

Teknologi Fisioterapi

Modalitas fisioterapi  yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan

terapi latihan.

1.      SWD (Short Wave Diatermy)

            SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus

bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27

MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter

Page 7: CRS

akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh.

Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.

Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD

). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga

akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan

berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek

relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot

berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.      

2. Ultra Sonic

Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.

Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan

perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel

bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan

“dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.

Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif

untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme

dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap

gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa

rendah .

a. Efek Ultra sonic

1) Efek mekanik

           Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic

menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama

dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage.

Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan

meningkatkan metabolisme.

          Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang

timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.

2) Efek termal

Page 8: CRS

           Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas

dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan

otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel,

vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar

proses metabolisme.

3)  Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan

termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:

b. Memperbaiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan

vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan

memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan

nutrisi menjadi meningkat

c. Relaksasi otot

Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit

tidak ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses

pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.

d. Meningkatkan permeabilitas jaringan

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh

mekaniknya dapat memperlunak jaringan pengikat.

e.  Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf.

Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik

pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini

Page 9: CRS

diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan

dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.

f. Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak .

Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat

penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.

g. Pengaruh terhadap saraf parifer

  Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,

ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang

kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek

panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.

3.      Terapi latihan

a. Dengan metode PNF

Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam

pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau

pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu

cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya

hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup

secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.

          Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot

yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat

usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang

telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat

beraktifitas normal.

Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan

menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan

rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan

perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah

Page 10: CRS

untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang

menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal.

Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang

lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.

Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:

1. Tahanan maksimal  (optimal)

Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh

penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi

(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.

         Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan

diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara

kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-

kecilnya tahanan yang diberikan.

2. Manual contact

            Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh

terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan

tahanan ataupun assisted.

3. Stimulasi verbal (komando)

            Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-

aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.

4. Body position dan body mechanic

            Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu

memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan

terapis.

5. Traksi dan aproksimasi.

          Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap

segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.

Page 11: CRS

          Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau

ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.

6. Pola gerak

            Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-

eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-

endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated

contrationadalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–

bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan

kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya

tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran

antagonis, serta penguatan (strengtening).

      b. Dengan traksi cervical.

         Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka

penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot

leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis

dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan

tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan

sebesar 1-1,5mm

Problematika fisioterapi

1. Impairment, yaitu berupa nyeri,  penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan

lingkup gerak sendi bahu dan leher..

2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun

tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.

3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.

II.6.4 Operasi

Page 12: CRS

Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi

terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta

melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan

dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi

medikamentosa biasa.

D. Penatalaksanaan Fisioterapi dengan Arus InterferensialPersiapan :Posisi pasien : pasien berada dalam posisi terlentang dengan bagian bawah lutut disangga dengan guling. Lengan kanan pasien dalam posisi mid fleksi.

Posisi terapis : terapis berada disamping pasien, dekat dengan bagian yang sakit. Posisi alat : alat berada di kanan bagian tungkai bawah pasien. Pelaksanaan terapi:- Terapis membasahi spons yang akan digunakan. - Menggunakan metode crisscross, membalut spons pada 4 area yaitu pada servikal,

acromion, epicondylus lateralis dan styloideus ulnaris.- Mensetting alat dengan menggunakan arus interferensial. Berikut merupakan hasil

penyettingan yang kami lakukan :

Page 13: CRS

Intensitas:Frekuensi: 80 HzWaktu : 15 menitModulation program: 1/1 s