CRS
-
Upload
dwi-susilowati -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of CRS
BAB III
A. Penyebab CRS (Cervical Roots Syndrome)
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar
saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari
Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degenerative
dan herniasi dari discus intervertebralis.
B. Tanda dan gejala CRS (Cervical Roots Syndrome)
Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan
bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti
distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh
saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4)
terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke
lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher,
lengan bahu, dan tangan.
C. Pengobatan CRS (Cervical Roots Syndrome)
III.C.1 Pengobatan Konservatif
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini
biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari
golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga
diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental.
Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang
diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam
posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral.
Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok
nyeri non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
III.C.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri
1. Epidural Kortikosteroid Injection
Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan
injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang
bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di
seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid
serviks epidural secara signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut
serviks dan selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.
2. Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz
Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi tulang
belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah undertreated
dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz diindikasikan.
Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti
untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada
bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol
pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang
neuropatik.
3. Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)
Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion akar
dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,
penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia
bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang
diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya
telah membatasi durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini,
bagaimanapun, menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot
sedikit di lengan.
4. S Stimulasi Cord Pinal
Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang
invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah
signifikan.
III.C.3 Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi
defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.
1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada
pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat
dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.
Traksi
2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar
mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace
(Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah
secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan
imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi
otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada
nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan
waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat
dijadikan indikasi pelepasan collar.
Cervical Collar
3. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas
terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres
dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres
panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung
persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
Thermoterapi
4. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai
pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau
penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun
flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan
melakukan pijatan.
Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan
terapi latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus
bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27
MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter
akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh.
Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD
). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga
akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan
berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek
relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot
berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.
2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan
perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel
bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan
“dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif
untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme
dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap
gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa
rendah .
a. Efek Ultra sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic
menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage.
Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan
meningkatkan metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang
timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas
dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan
otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel,
vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar
proses metabolisme.
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan
termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
b. Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan
vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan
nutrisi menjadi meningkat
c. Relaksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit
tidak ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses
pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.
d. Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh
mekaniknya dapat memperlunak jaringan pengikat.
e. Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf.
Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik
pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini
diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan
dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.
f. Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak .
Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat
penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
g. Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang
kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau
pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu
cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya
hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup
secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot
yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat
usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang
telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat
beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal.
Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang
lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh
penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi
(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan
diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara
kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-
kecilnya tahanan yang diberikan.
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh
terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan
tahanan ataupun assisted.
3. Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-
aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu
memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan
terapis.
5. Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap
segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau
ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
6. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-
eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-
endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated
contrationadalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–
bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan
kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya
tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran
antagonis, serta penguatan (strengtening).
b. Dengan traksi cervical.
Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka
penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot
leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis
dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan
tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan
sebesar 1-1,5mm
Problematika fisioterapi
1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan
lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun
tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
II.6.4 Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.
D. Penatalaksanaan Fisioterapi dengan Arus InterferensialPersiapan :Posisi pasien : pasien berada dalam posisi terlentang dengan bagian bawah lutut disangga dengan guling. Lengan kanan pasien dalam posisi mid fleksi.
Posisi terapis : terapis berada disamping pasien, dekat dengan bagian yang sakit. Posisi alat : alat berada di kanan bagian tungkai bawah pasien. Pelaksanaan terapi:- Terapis membasahi spons yang akan digunakan. - Menggunakan metode crisscross, membalut spons pada 4 area yaitu pada servikal,
acromion, epicondylus lateralis dan styloideus ulnaris.- Mensetting alat dengan menggunakan arus interferensial. Berikut merupakan hasil
penyettingan yang kami lakukan :
Intensitas:Frekuensi: 80 HzWaktu : 15 menitModulation program: 1/1 s