COPD Harrison

7
Inflamasi dan proteolisis matriks extra seluler. Makrofag menjaga ruangan udara dalam kondisi normal. Paparan terhadap oksidant dari rokok, makrofag menjadi aktif, menghasilkan proteinase dan kemokin yang menarikcel inflamasi lainnya. 1 mekanisme aktivasi makrofag terjadi melalui inaktivasi histone deacetylase 2 yang diinduksi oxidant, mengubah balance menuju asetilat atau kehilangan kromatin, mengeluarkan faktor nuklear b sites dan menyebabkan transkripsi dari matrix metalloproteinase, sitokin proinflamasi, sperti interleukin 8 dan TNF a yang menyebabkan pengambilan netrofil. Tsel cd8+ juga diambil sebagai response terhadap rokok dan pelepasan interferon perangsang protein 10 yang menyebabkan produksi makrofag dari makrofag elastase. Matriks metalloproteinases dan serine proteinases bekerja samaMacrophages patrol the lower air space under normal conditions. Menghambat inhibitor yang lain dan merusak paru-paru. Kebocoran proteolitik menyebabkan produksi elastin juga bekerja sebagai kemokin makrofag, memenuhi perusakan feedback postiif. Mekanisme autoimun ditemukan pada PPOK dan mendorong progresifitas penyakit. Peningkatan sel B dan folikel limfoid ditemukan pada pasien dengan penyakit yang lebih lanjut. Antibodi ditemukan melawan fragment elastin juga autoantibodi IgG dengan aviditas untuk epitel paru-paru dan potensi untuk mediasi sitotoksisitas. Kebiasaan merook menyebabkan hilangnya silia pada epitel saluran napas dan gangguan fagositosi makrofag yang menyebabkan infeksi bakteri dengan neutrofil. DI penyakit paru stadium akhir, lama setelah berhenti merokok tetap ada sisa respon inflamasi, mensugestikan bahwa mekanisme merokok merangsang inflmaasi yang menyebabkan penyakit berbeda dengan mekanisme akibat inflamasi yang tersisa setelah berhenti merokok. Kematian sel Pembesaran rongga udara dengan kehilangan unit aveolar membutuhkan hilangnta matriks ekstraceluler dan sel. Kematian sel dapat terjadi akibat peningkatan stress oksidan dari rokok maupun inflamasi. Percobaan binatang menunjukkan endothelial dan sel epitel yang mati menyebabkan pembesaran rongga udara. Pengambilan cell yang apoptosis menyebabkan produksi faktor pertumbuhan dan inflamasi, merangsang perbaikan paru. Rokok menganggu pengambilan sel apoptosis dari makrofag, menghambat perbaikan. Perbaikan tidak efektif Kemampuan paru-paru dewasa untuk mmperbaiki alveoli yang rusak terbatas. Proses septasi yang bertanggung jawab pada alveologenesis selama perkembangan paru tidak dapat dimulai. Perbaikan yang terjadi tidak dapat sempurna. Manifestasi klinis Anamnesa Tiga gejala umum yang sering dijumpai pada PPOK ada batuk, produksi sputum, dan sesak saat beraktivitas. Gejala-gejala ini terjadi bulanan bahkan tahunan sebelum pasien pergi untuk berobat. Meskipun perkembangan obstruksi saluran napas terjadi secara bertahap, onset kebanyakan pasien terjadi saat serangan akut atau eksaserbasi. Anamnesa yang teliti biasanya menunjukkan gejala yang berhubungan dengan eksaserbasi akut. Timbulnya sesak saat beraktivitas sering diceritakan pasien sebagai peningkatan usaha saat bernafas, perasaan berat, kebutuhan udara yang banyak, atau pengap yang terjadi secara tiba-tiba. Sebaiknya anamnesa ditujukan terhadap aktivitas fisik dan bagaimana perubahan yang terjadi pada pasien. Aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau pada bahu dan bagian atasnya sulit dilakukan pada pasien dengan PPOK. Sebaliknya aktivitas yang menggunakan otot-otot aksesoris pernapasan lebih mudah dilakukan. Contohnya seperti mendorong kereta belanjaan, berjalan di treadmill, atau mendorong kursi roda. Bersamaan dengan semakin beratnya PPOK dapat dilihat dari semakin terganggunya kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas. Pada satdium yang lebih lanjut, pasien

description

adaf

Transcript of COPD Harrison

Inflamasi dan proteolisis matriks extra seluler.Makrofag menjaga ruangan udara dalam kondisi normal. Paparan terhadap oksidant dari rokok, makrofag menjadi aktif, menghasilkan proteinase dan kemokin yang menarikcel inflamasi lainnya. 1 mekanisme aktivasi makrofag terjadi melalui inaktivasi histone deacetylase 2 yang diinduksi oxidant, mengubah balance menuju asetilat atau kehilangan kromatin, mengeluarkan faktor nuklear b sites dan menyebabkan transkripsi dari matrix metalloproteinase, sitokin proinflamasi, sperti interleukin 8 dan TNF a yang menyebabkan pengambilan netrofil. Tsel cd8+ juga diambil sebagai response terhadap rokok dan pelepasan interferon perangsang protein 10 yang menyebabkan produksi makrofag dari makrofag elastase. Matriks metalloproteinases dan serine proteinases bekerja samaMacrophages patrol the lower air space under normal conditions. Menghambat inhibitor yang lain dan merusak paru-paru. Kebocoran proteolitik menyebabkan produksi elastin juga bekerja sebagai kemokin makrofag, memenuhi perusakan feedback postiif. Mekanisme autoimun ditemukan pada PPOK dan mendorong progresifitas penyakit. Peningkatan sel B dan folikel limfoid ditemukan pada pasien dengan penyakit yang lebih lanjut. Antibodi ditemukan melawan fragment elastin juga autoantibodi IgG dengan aviditas untuk epitel paru-paru dan potensi untuk mediasi sitotoksisitas. Kebiasaan merook menyebabkan hilangnya silia pada epitel saluran napas dan gangguan fagositosi makrofag yang menyebabkan infeksi bakteri dengan neutrofil. DI penyakit paru stadium akhir, lama setelah berhenti merokok tetap ada sisa respon inflamasi, mensugestikan bahwa mekanisme merokok merangsang inflmaasi yang menyebabkan penyakit berbeda dengan mekanisme akibat inflamasi yang tersisa setelah berhenti merokok.

Kematian selPembesaran rongga udara dengan kehilangan unit aveolar membutuhkan hilangnta matriks ekstraceluler dan sel. Kematian sel dapat terjadi akibat peningkatan stress oksidan dari rokok maupun inflamasi. Percobaan binatang menunjukkan endothelial dan sel epitel yang mati menyebabkan pembesaran rongga udara. Pengambilan cell yang apoptosis menyebabkan produksi faktor pertumbuhan dan inflamasi, merangsang perbaikan paru. Rokok menganggu pengambilan sel apoptosis dari makrofag, menghambat perbaikan.Perbaikan tidak efektifKemampuan paru-paru dewasa untuk mmperbaiki alveoli yang rusak terbatas. Proses septasi yang bertanggung jawab pada alveologenesis selama perkembangan paru tidak dapat dimulai. Perbaikan yang terjadi tidak dapat sempurna.

Manifestasi klinisAnamnesaTiga gejala umum yang sering dijumpai pada PPOK ada batuk, produksi sputum, dan sesak saat beraktivitas. Gejala-gejala ini terjadi bulanan bahkan tahunan sebelum pasien pergi untuk berobat. Meskipun perkembangan obstruksi saluran napas terjadi secara bertahap, onset kebanyakan pasien terjadi saat serangan akut atau eksaserbasi. Anamnesa yang teliti biasanya menunjukkan gejala yang berhubungan dengan eksaserbasi akut. Timbulnya sesak saat beraktivitas sering diceritakan pasien sebagai peningkatan usaha saat bernafas, perasaan berat, kebutuhan udara yang banyak, atau pengap yang terjadi secara tiba-tiba. Sebaiknya anamnesa ditujukan terhadap aktivitas fisik dan bagaimana perubahan yang terjadi pada pasien. Aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau pada bahu dan bagian atasnya sulit dilakukan pada pasien dengan PPOK. Sebaliknya aktivitas yang menggunakan otot-otot aksesoris pernapasan lebih mudah dilakukan. Contohnya seperti mendorong kereta belanjaan, berjalan di treadmill, atau mendorong kursi roda. Bersamaan dengan semakin beratnya PPOK dapat dilihat dari semakin terganggunya kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas. Pada satdium yang lebih lanjut, pasien merasa sangat sesak melakukan kegiatan harian sederhana. Obstruksi saluran napas yang semakin buruk dapat disertai peningkatan jumlah eksaserbasi. Pasien dapat mengalami hipoxemia saat beristirahat dan membutuhkan suplementasi oksigen.

Pemeriksaan fisikPada stadium awal PPOK pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan normal. Pada perokok aktif dapat ditemukan tanda-tanda seperti bau rokok atau noda nikotin pada kuku. Pada pasien dengan penykait yang lebih parah, pemeriksaaan fisik menunjukkan perpanjangan fase ekspirasi dan dapat disertai wheezing saat berekspirasi. Dapat ditemukan tanda hiperinflasi seperti barrel chest dan volume paru yang membesar dengan batas diafragma yang buruk dari perkusi. Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat menunjukkan penggunaan otot-otot pernafasan aksesoris dengan karakteristik posisi tripod untuk memfasilitasi aktivitas otot SCM, scalene, dan otot otot sela iga. Dapat timbul sianosis yang dilihati di bibir dan di kuku.

Meskipun teori lama menjelaskan istilah pink puffer untuk emfisema, yang ringan dan non sianotik saat istirahat dan penggunaan otot-otot aksesoris yang menonjol, dan pasien dengan bronkhitis kronis yang berat dan sianotik, penelitian terbaru menunjukkan kebanyakna pasien mempunyai bagian dari bronkhitis maupun emfisema sehingga pemeriksaan fisik tidak membedakan kedua keadaan ini. Satidum lebih lanjut dapat disertai wasting sistemik dengan penurunan BB yang signifikan, wasting bitemporal dan hilangnya jaringan lemak subkutan. Gejala ini disebabkan asupan oral yang tidak adekuat dan peningkatan jumlah sitokin inflamasi (TNF a). Gejala wasting ini merupakan faktor prognosis buruk pada PPOK. Beberapa pasien dengan penyakit yang lebih berat mempunyai gerakan tulang tusuk ke dalam yang paradoksikal saat inspirasi (Hoovers sign), akibat perubahan vektor kontraksi diafragma di tulang iga karena hiperinflasi kronis. Tanda-tanda gagal jantung, atau cor pulmonale jarang terjadi sejak terapi oksigen. Clubbing fingers bukan tanda dari COPD, dan pemeriksa harus mencari tahu penyebabnya. Sekarang ini penyebab paling sering adalah kanker paru2.

Pemeriksaan laboratoriumCiri khas PPOK adalah obstruksi saluran nafas. Test fungsi paru2 menunjukkan berkurangnya volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) dan FEV1/FVC (kapasitas vital paksa). Dengan derjaat penyakit yang semakin buruk, volume paru dapat meningkat, menyebabkan peningkatan kapasital total paru, kapasitas residual fungsional, dan volume residual. Pada pasien dengan emfisema, kapasitas diffus dapat berkurang, menunjukkan kerusakan parenkim paru. Derajat obsturksi saluran nafas merupakan faktor prognosis penting pada PPOK dan dinilai dari klasifikasi GOLD. Penelitian terbaru menunjukkan pengaruh multifaktor lain seperti toleransi obsturksi sal napafs, performa aktivitas, sesak, dan BMI sebagai faktor prediksi mortalitas. The hallmark of COPD is airflow obstruction (discussed above). Pmeriksaan gas darah arteri dan oksimetri menunjukkan hipoxemia saat beistirahat atau beraktivitas. Pemeriksaan gas darah arteri meberikan data tambhan mengenai ventilasi alveolar dan status asam basa dengan mengukur pco2 dan pH. Perubahan pH dengan pco2 0,08unit/10mmHg akut dan 0,03units/10mmHg kronik. Perubahan pH arteri menunjukkan kegaglan ventilasi dengan definisi pco2>45mmHG. Pmeeriksaan gas darah arteri merupakan komponen penting untuk mengevaluasi pasien dengan eksaserbasi. Peningkatan hematokirt menunnjukkan keadaan hipoksemia kronis dan adanya tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan. Pemeriksaan radiologi dapat menunjang klasifikasi pada PPOK. Adanya bula, berkurangnya corakan paru, atau hiperlusensi menunjukkan emfisema. Peningkatan volume paru dan pendataran diafragma menunjukkan hiperinflasi tetapi tidak menunjukkan kronis tidaknya perubahan tersebut. CT scan merupakan tes definit untuk menentukan ada tidaknya emfisema. Guideline terbaru menganjurkan pemeriksaan defisiensi a1Antitripsin pada PPOK atau asma dengan obstuksi saluran napas kronik. Pasien dnegan serum a1AT yang rendah, membutuhkan jenis protease inhiibitor.Hal ini dlakukan dengan fokus isoelektrik serum yang menujukkan genotipe pada lokus PI untuk alel yang umum dan jarang. Genotipe molekul DNA menggunakan PI alel umum (M,S, dan Z)

Terapi PPOKFase stabil PPOK. Hanya tiga intervensi yaitu : berhenti merokok, terapi oksigen pada pasien hipoxemia kronis, dan operasi penguran volume paru pada pasien dengan emfisema. Ada penelitian yang menunjukkan penggunaan glukokortikoids inhalasi mengubah angka mortalitas (teapi tidak pada fungsi paru). Semua terapi lain bertujuan utnuk memperbaiki gejala dan mengurangi jumlah atau berat dari eksaserbasi. Harus dipertimbangkan juga gejalanya, resikonya, biaya, dan keuntungan dari terapi.

FarmakoterapiBerhenti merokok. Penelitian menunjukkan perokok pada usia mengengah yang berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi paru kembali mirip dengan yang tidak merokok. Pasien dengan PPOK harus diedukasi untuk berhenti merokok. Penelitian menunjukkan kombinasi farmakotrapi dan pendekatan suportive meningkatkan keberhasilan berhenti merokok. Tiga terapi utama : bupropion yang digunakan sebagai antidepresi, terapi pengganti nikotin seperti permen karet, koyo, dan varenicline, reseptor agonis/antagonis. Rekomendasi dari Dokter bedah US perokok yang tidak hamil dna tidak ada kontra indikasi apapun diberikan farmakoterapi.Bronchodilators Bronkodilator digunakn untuk meredakan gejala pada pasien PPOK. Penggunaan secara inhalasi lebih disukai dibandingkan penggunaan secara parenteral karena efek sampingnya yang lebih kecil.Anticholinergic Agents Ipratropium bromide meredakan gejala dna meningkatkan FEV1 sementara. Tiotropium, antikolinergik kerja lama, meredakn gejala dan mengurangi eksaserbasi. Penggunaan ipratoprium dan tiotropium tidak mempengaruhi perubahna pada FEV1. Ada penelitian yang menunjukkan penggunaan tiotropium mengurangi angka mrotalitas walapun tidak signifikan. Efeks samping minimal dan antikolinergik inhalasi direkomendasikan pada pasien PPOK.Beta Agonists Untuk simptomatik. Efek samping yang terutama tremor dan takikardi. Inhalasi kerja lama B agonis speerti salmeterol lebih menguntungkan dibandingkan ipratropium bromida. Kerja lama lebih mneguntungkan dibandingkan kerja cepat. Penambahan B agonis pada terapi antikolinergik memberikan keuntungan. Penelitian mengenai asma pemberian B agonis kerja lama tanpa inhalasi kortikosteroid meningkatkan resiko kematian. Pada PPOK belum pernah diteliti.Inhaled Glucocorticoids Beberapa penelitian lain menunjukkan keuntungan menggunakan glukokortikoid inhalasi dalm penurunan fungsi paru walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan keuntungan. Pasien yang diteliti dari dari obstruksi saluran napas ringan hingga berat. Pasien yang menggunakan B agonist dikeluarkan dari penelitian. Penggunaannya dihubungkan dengan candidiasis orofaringeal dan peningkatan kehilangan densitas tulang. Penelitian terbaru menyatakan penggunaan glukokorikoid inhalasi mengurangi eksaserbasi sebanyak 25%. Pengaruh glukokortikoid terhadap angka mortalitas masih kontroversi. Beberapa penelitian menyebutkan keuntungan dari angka mortalitas sedangkana beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan belum mencapai angka signifikan. Pemberian glukokortikoid dipertimbangkan pada pasien dengan eksaserbas yang sering, yaitu 2 atau lebih tiap tahun dan pasien akut yang reversible dengan penggunaan inhalasi bronkodilators. Oral Glucocorticoids Penggunaan glukokortikoid oral kronis tidak direkomendasikan pada pasien PPOK karena ratio resiko dan keuntungan yang tidak sesuai. Efek samping yang timbul seperti osteoporosis, peningkatan BB, katarak, intoleransi glukosa, peningkatan resiko infeksi. Sebuah penelitian menunjukkan pasien yang diberikan dosis rendah prednisone (10mg) tidak mengalami efek terhadap eksaserbasi, kualitas hidup, fungsi paru-paru. Rata-rata pasien kehilangan 4,5kg saat pemberian steroid dihentikan.Theophylline Theophylline mengahasilkan peningkatan laju aliran ekspirasi dan kapasitas vital juga sedikit peningkatan pada kadar oksigen dan karbon dioxida dalam darah pada pasien PPOK. Mual adalah efek samping yang paling sering dijumpai, takikardi dan tremor sering dilaporkan. Pengawasan kadar theofilin dalam darah penting untuk meminimalisir toksisitas. Oxygen Suplementasi oksigen satu-satunya farmakoterapi yang mengurangi angka kematian pada psien PPOK. Pasien dengan hipoksemia saat beristirahat (saturasi O2 saat istirahat 45mmHg, yang menyebabkan pengurangan angka kematian, kebutuhan intubasi, komplikasi terapi, dan lama tinggal di rs. Kontraindikasi NIPPV adalah instabilitat kardiovaskuler, gangguan stauts mental, ketidak mampuan membersihkan secret, craniofacial abnormalitas, trauma, obesitas berlebihan, luka bakar. Invasive mechanical ventilation diindikasikan pada pasien dengan distress pernapasan berat, hipoksemia yang mengancam nyawa, hiperkarbia berat, asidosi yang ditandai dengan gangguan mental status, berhenti napas, instabilitas hemodinaki, dan komplikasi lainnya. Tujuan ventilasi mekanik untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang disebutkan sebelumnya. Faktor yang harus dipertimbangkan termasuk kebutuhan untuk meyediakan waktu ekspirasu pada pasien dengan obsturksi saluran napas berat dan adanya auto PEEP, yang dapat menyebabkan pasien membutuhkan usaha yang lebih besar untuk bernafas selama ventilasi. Angka mortalitas pasien yang membutuhkan ventilasi mekanikal adalh 17-30%. Pada pasien > 65 tahun yang dirawat di ICU, angka kematian meningkat 2 x lipat menjadi 60%.

Inflamasi dan proteolisis matriks extra seluler.Makrofag menjaga ruangan udara dalam kondisi normal. Paparan terhadap oksidant dari rokok, makrofag menjadi aktif, menghasilkan proteinase dan kemokin yang menarikcel inflamasi lainnya. 1 mekanisme aktivasi makrofag terjadi melalui inaktivasi histone deacetylase 2 yang diinduksi oxidant, mengubah balance menuju asetilat atau kehilangan kromatin, mengeluarkan faktor nuklear b sites dan menyebabkan transkripsi dari matrix metalloproteinase, sitokin proinflamasi, sperti interleukin 8 dan TNF a yang menyebabkan pengambilan netrofil. Tsel cd8+ juga diambil sebagai response terhadap rokok dan pelepasan interferon perangsang protein 10 yang menyebabkan produksi makrofag dari makrofag elastase. Matriks metalloproteinases dan serine proteinases bekerja samaMacrophages patrol the lower air space under normal conditions. Menghambat inhibitor yang lain dan merusak paru-paru. Kebocoran proteolitik menyebabkan produksi elastin juga bekerja sebagai kemokin makrofag, memenuhi perusakan feedback postiif. Mekanisme autoimun ditemukan pada PPOK dan mendorong progresifitas penyakit. Peningkatan sel B dan folikel limfoid ditemukan pada pasien dengan penyakit yang lebih lanjut. Antibodi ditemukan melawan fragment elastin juga autoantibodi IgG dengan aviditas untuk epitel paru-paru dan potensi untuk mediasi sitotoksisitas. Kebiasaan merook menyebabkan hilangnya silia pada epitel saluran napas dan gangguan fagositosi makrofag yang menyebabkan infeksi bakteri dengan neutrofil. DI penyakit paru stadium akhir, lama setelah berhenti merokok tetap ada sisa respon inflamasi, mensugestikan bahwa mekanisme merokok merangsang inflmaasi yang menyebabkan penyakit berbeda dengan mekanisme akibat inflamasi yang tersisa setelah berhenti merokok.

Kematian selPembesaran rongga udara dengan kehilangan unit aveolar membutuhkan hilangnta matriks ekstraceluler dan sel. Kematian sel dapat terjadi akibat peningkatan stress oksidan dari rokok maupun inflamasi. Percobaan binatang menunjukkan endothelial dan sel epitel yang mati menyebabkan pembesaran rongga udara. Pengambilan cell yang apoptosis menyebabkan produksi faktor pertumbuhan dan inflamasi, merangsang perbaikan paru. Rokok menganggu pengambilan sel apoptosis dari makrofag, menghambat perbaikan.Perbaikan tidak efektifKemampuan paru-paru dewasa untuk mmperbaiki alveoli yang rusak terbatas. Proses septasi yang bertanggung jawab pada alveologenesis selama perkembangan paru tidak dapat dimulai. Perbaikan yang terjadi tidak dapat sempurna.