Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

85
1 Penggunaan Ventilasi Mekanik pada penderita Penyakit paru obstruktif kronik I. Pendahuluan Penggunaan Ventilasi Mekanik (VM) pada pasien-pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) masih merupakan perdebatan hangat diantara para ahli dan indikasi penggunaannya pun bervariasi dari berbagai penelitian. Variasi ini akibat dari populasi yang berbeda dan definisi dari eksaserbasi PPOK yang berbeda-beda. Tindakan invasif ventilator sering dihubungkan dengan meningkatnya angka kematian dan kesakitan, meskipun kematian sendiri lebih berkorelasi dengan penyakit dasar yang diderita pasien tersebut. (1,8) Pilihan penggunaan VM harus melalui pertimbangan klinis yang akurat berdasar, penyebab eksaserbasi, progresivitas penyakit, simptom pasien, cadangan kardiopulmonal maupun penyakit penyerta. Beberapa ahli pernah membuat perhitungan

Transcript of Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

Page 1: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

1

Penggunaan Ventilasi Mekanik pada penderita

Penyakit paru obstruktif kronik

I. Pendahuluan

Penggunaan Ventilasi Mekanik (VM) pada pasien-pasien dengan Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK) masih merupakan perdebatan hangat diantara para ahli dan

indikasi penggunaannya pun bervariasi dari berbagai penelitian. Variasi ini akibat dari

populasi yang berbeda dan definisi dari eksaserbasi PPOK yang berbeda-beda. Tindakan

invasif ventilator sering dihubungkan dengan meningkatnya angka kematian dan kesakitan,

meskipun kematian sendiri lebih berkorelasi dengan penyakit dasar yang diderita pasien

tersebut. (1,8)

Pilihan penggunaan VM harus melalui pertimbangan klinis yang akurat berdasar,

penyebab eksaserbasi, progresivitas penyakit, simptom pasien, cadangan kardiopulmonal

maupun penyakit penyerta. Beberapa ahli pernah membuat perhitungan indikasi medis

penderita PPOK menjalani ventilasi mekanik namun sampai saat ini belum ada yang

memuaskan.

Tipe dari ventilator yang digunakan juga merupakan pilihan yang harus ditentukan

dengan pertimbangan klinis yang tepat, kebanyakan para ahli merujuk penggunaan VM non

invasif. Kesulitan yang timbul saat seorang klinisi harus mengambil keputusan apakah

penderita PPOK dengan gagal nafas akut, akan dilakukan intubasi yang dilanjutkan VM

ataukah menjalani terapi konvensional. Hal ini disebabkan hasil akhir dari penderita dengan

VM sangat bervariasi, ada yang tidak dapat dilakukan weaning atau sebagian yang berhasil di

weaning mengalami komplikasi berulang sehingga harus masuk kedalam ventilator ulang. (1,8)

Page 2: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

2

Pada referat ini akan membahas mengenai indikasi, mekanisme, follow up

penggunaan ventilator dan weaning penderita PPOK dari ventilator.

II. Mekanisme pernafasan normal

Tujuan dari bernafas adalah terhantarkannya oksigen ke jaringan dan membuang

karbondioksida. Proses bernafas terdiri dari 4 aspek diantaranya ventilasi-difusi-perfusi dan

transportasi. (2,3,4,5)

Ventilasi : Proses keluar masuknya udara dari atmosfer ke dalam alveoli dan

sebaliknya dari alveoli menuju atmosfer.

Difusi : Proses pertukaran gas yang berada di alveoli dengan pembuluh kapiler

Perfusi : Besarnya aliran darah kapiler pulmonal yang melewati membran

alveoli

Transportasi : Pengangkutan oksigen yang sudah diperfusi oleh darah menuju

sel dan dikeluarkannya CO2 dari sel menuju atmosfer ( melalui alveoli )

II.1 Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses

ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari

paru-paru). Ventilasi dapat terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada

saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari

atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan

intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari

paru-paru. (2,3,4,5)

Page 3: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

3

Perubahan tekanan intra pulmonal ini terjadi melalui pengembangan dan

pengempisan rongga dada yang terjadi melalui 2 mekanisme :

1. Penurunan dan peningkatan dari diafragma yang menimbulkan rongga dada menjadi

mengembang atau mengempis.

2. Elevasi dan depresi dari iga yang menyebabkan peningkatan dan penurunan dari

diameter anteroposterior dari rongga dada.

Pada pernafasan normal hampir seluruhnya dicapai melalui mekanisme yang

pertama. Saat inspirasi kontraksi dari diafragma akan mendorong permukaan bawah dari

paru-paru ke bawah. Sedangkan saat ekspirasi, diafragma berelaksasi. (2,3,4)

Gb.1 perubahan diafragma saat inspirasi dan ekspirasi. Tortora, Gerard J and Grabowski Sandra

Reynolds ; Principles of Anatomy and Physiology. John Willey and Sons Inc.Toronto 2000).

Sekali lagi perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena

perubahan volume rongga dada akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma.

Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis

Page 4: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

4

eksternus dan diafragma) sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan

menyebabkan peningkatan volume rongga dada, secara bersamaan paru-paru juga

akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup

ke dalam paru-paru.

Gambar 2 : Meknisme pernafasan (Principles of Anatomy and Physiology. John Willey and Sons

Inc.Toronto 2000)

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan

cavum toraks akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi

maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa

menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu

muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis. (2,3,4,5)

Ventilasi dipengaruhi oleh :

1. Kadar oksigen pada atmosfer

2. Kebersihan jalan nafas

Page 5: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

5

3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru

4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru

dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan

sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan

permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air &

mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan

cairan dan udara.

Gambar 3 : Struktur paru-paru dan rongga thoraks (Thieme’s, Atlas of

Pathophysiology)

Page 6: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

6

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal

sebagai compliance. Ada dua bentuk compliance:

- Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas

( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal :

100 ml/cm H2O

- Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal:

±50 ml/cm H2O

Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer

dan paru-paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini : (2,3,4,5)

Gambar 4. Kapasitas rongga thoraks (Principles of Anatomy and Physiology. John Willey and Sons

Inc.Toronto 2000)

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam

pernafasan normal. IRV (volume cadangan inspirasi)/ UK adalah volume udara yang

masih bisa dihirup paru-paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan

ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal/

Page 7: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

7

UC. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam

paru-paru setelah ekspirasi kuat / UR.

Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh

berbagai faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka

kebutuhan oksigen akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat.

Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh

sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : (2,3,4,5)

Page 8: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

8

Gambar 5 Mekanisme Regulasi pernafasan (Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula

oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan

pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan

pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi

sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area

mengeksitasi sirkuit inspirasi. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2,

pada keadaan biasa maka kadar PaCO2 merupakan rangsangan utama seseorang untuk

bernafas, namun pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dimana seseorang menjadi

terbiasa dengan PaCO2 yang tinggi, kadar PaO2 menjadi rangsang utama pernafasan.

Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2” : 3”.

Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan

inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah

inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi

Page 9: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

9

pada sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus

terjadi sehingga tercipta pernafasan yang ritmis. (2,3,4,5)

Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh :

1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.

2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap

perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri

karotis.

3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.

4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru

agar optimal.

5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan

iritasi saluran nafas

Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan

darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi

dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan

parsial.

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus

yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan

kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat

Page 10: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

10

sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70

m2 pada orang dewasa normal.

Gambar 6. Kapasitas rongga thoraks (Principles of Anatomy and Physiology. John Willey and Sons

Inc.Toronto 2000)

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara

simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat

ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke

atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap

perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi

oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka

Page 11: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

11

kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai

dilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat.

Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja

meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit. (2,3,4,5)

Gambar 7. Mekanisme difusi di alveoli ((Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi

2. Koefisien difusi

3. Luas permukaan membran respirasi*

4. Perbedaan tekanan parsial

Transportasi

Page 12: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

12

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel

yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa

metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan

cara berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma.

Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan

Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion

bikarbonat).

Gambar 8. Struktur hemoglobin (Principles of Anatomy and Physiology. John Willey and Sons

Inc.Toronto 2000)

Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit.

Jika curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan

sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat. (2,3,4,5)

Transportasi gas dipengaruhi oleh :

Page 13: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

13

1. Cardiac Output

2. Jumlah eritrosit

3. Aktivitas

4. Hematokrit darah

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas

pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih

rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya

tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu

diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

III. Penyakit paru obstruktif kronik

III.1 Definisi

Terdapat beberapa definisi yang diajukan oleh beberapa institusi paru dunia. (6,7)

American Thoracic Society ( ATS ,1995) : PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai oleh

adanya obstruksi aliran napas yang disebabkan oleh bronkitis kronik atau emfisema.

Obstruksi ini umumnya progresif , disertai dengan hipereaktifitas saluran napas dan sebagian

reversibel.

Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease ( GOLD 2001) : PPOK adalah suatu

penyakit yang ditandai oleh adanya pembatasan aliran napas yang tidak sepenuhnya

reversibel . Pembatasan aliran napas ini biasnya progresif dan diserta dengan respons

inflamasi paru yang abnormal terhadap beberapa zat dan gas.

Page 14: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

14

Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan PPOK harus terdapat adanya

hambatan/pembatasan pada aliran napas, hambatan tersebut bersifat progresif, hambatan

tersebut sebagian bersifat reversibel, sebagian ireversibel serta adanya hiperreaktifitas pada

saluran napasnya. Definisi yang diajukan oleh ATS 1995 secara khusus mencantumkan kausa

dari PPOK yaitu bronkitis kronik dan emfisema paru. (6,7)

Pemahaman beberapa terminologi yang terdapat pada definisi PPOK sangat penting

karena berkaitan dengan upaya penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit PPOK.

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk kronik produktif untuk paling tidak

selama 3 bulan tiap tahunnya dan terjadi selama 2 tahun berturut turut tanpa diserta adanya

penyebab lain dari batuk tersebut. Emfisema paru adalah pelebaran abnormal yang permanen

dari saluran napas distal dari bronkiolus terminal, disertai dengan destruksi dinding tanpa

disertai dengan fibrosis. (6,7)

III.2 Patofisiologi

Obstruksi saluran napas difus terdiri dari empat unsur, yaitu : (6,7)

1. Hipertrofi otot polos bronkus

2. Peningkatan sekresi muk ke dalam lumen bronkus

3. Edema mukosa bronkus

4. Infiltrasi sel inflamasi oleh eosinofil dan netrofil pada dinding saluran napas dan lumen.

Mekanisme obstruksi saluran napas yang terjadi sangat kompleks, tetapi interaksi

dengan hiperaktivitas bronkus merupakan faktor utama. Pada bronkitis kronik obstruksi

saluran napas terjadi melalui mekanisme lain. Faktor pencetus penyakit ini adalah suatu

Page 15: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

15

iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi. Asap rokok merupakan campuran

partikel dan gas. Pada tiap hembusan asap

rokok terdapat l014 radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar radikal

bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan

yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya

dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas. Anti

elastase berfungsi menghambat netrofil. Oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu,

sehingga timbul kerusakan jaringan intersititial alveolus. Partikulat dalam asap rokok dan

udara terpolusi mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga

menghambat aktivita silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga

iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa.

Keadaan ini ditandai dengan gangguan aktifitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan

ekpektorasi. obstruksi saluran napas yang terjadi sangat kompleks, tetapi interaksi dengan

hiperaktivitas bronkus merupakan faktor utama. Pada bronkitis kronik obstruksi saluran

napas terjadi melalui mekanisme lain. Faktor pencetus penyakit ini adalah suatu iritasi kronik

yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi

Page 16: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

16

Gambar 9 Patofisiologi PPOK (Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada tiap hembusan asap rokok

terdapat l014 radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar radikal bebas ini

akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat

merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding

alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas. Anti elastase

berfungsi menghambat netrofil. Oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu, sehingga timbul

Page 17: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

17

kerusakan jaringan intersititial alveolus. Partikulat dalam asap rokok dan udara terpolusi

mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat

aktivita silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel

epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini

ditandai dengan gangguan aktifitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan ekpektorasi.

Produk mukus yang berlebihan memudahkan timbulnya infeksi serta menghambat proses

penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi.

Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta

pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi skuamosa dan penebalan

lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat

irreversibel. (4,5,6,7)

Gambar 10. Patofisiology PPOK (Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

Page 18: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

18

Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang permanen

dan destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan dengan penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK) yaitu emfisema pan acinar dan emfisema sentri-acinar. Pada jenis

pan-acinar kerusakan acinar relatif difus dan dihubungkan dengan proses menua serta

pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya elasticrecoil paru

sehingga timbul obstruksi saluran napas. Pada jenis sentri-acinar kelainan terjadi pada

bronkiolus dan daerah perifer acinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap

rokok dan penyakit saluran napas perifer. (4,5,6,7)

Pada sindrom obstruksi pasca Tb (SOPT) mekanisme obstruksi terjadi oleh karena

rusaknya parenkim paru akibat penyakit tuberkulosis. Timbulnya fibrosis mengakibatkan

saluran napas yang tidak teratur, serta emfisema kompensasi karena proses fibrosis dan

atelektasis mungkin mempunyai peran dalam terjadinya obstruksi saluran napas pada

penyakit ini.

III.3 Diagnosis

Dignosis PPOK harus selalu dipertimbangkan pada seorang penderita dengan

keluhan batuk , bersputum banyak atau sesak napas dengan/tidak disertai riwayat paparan

terhadap faktor risiko PPOK. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan yang objekktif untuk

adanya hambatan pada aliran napas (spirometri). (4,5,6,7)

Page 19: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

19

Keluhan

Batuk kronik : Dapat terjadi intermiten atau tiap hari, seringnya sepanjang hari, jarang hanya

pada malam hari Produksi sputum kronik : semua pola dari produksi sputum kronik dapat

mengindikasikan adanya PPOK

Sesak napas :

Progresif ( makin memburuk )

Persisten ( terjadi setiap hari)

Digambarkan oleh penderita sebagai : penambahan tenaga untuk bernapas, rasa berat,

lapar udara, tersengal

Memburuk dengan latihan/aktifitas

Memburuk saat terjadi infeksi sal napas

Riwayat paparan terhadap faktor risiko :

rokok

debu/zat kimia tempat kerja

asap pemasakan di rumah

III.3.1 Riwayat Penyakit

Paparan terhadap faktor risiko

Asma, alergi, polip nasal, ISPA saat anak, dan penyakit paru lainnya

Riwayat keluarga dengan COPD

Pola timbulnya keluhan

Riwayat eksaserbasi atau perawatan untuk penyakit paru

Page 20: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

20

Adanya faktor komorbid yang berpengaruh pada pembatasan aktifitas seperti : gagal

jantung dan penyakit rematik

Adekuat/tidaknya pengobatan yang diterima sekarang

Dampak penyakit terhadap kehidupan penderita : pembatasan aktifitas, dampak pada

pekerjaan dan ekonomi, depresi dan anxietas

Support keluarga dan sosial terhadap penderita

Kemungkinan penghentian paparan terhadap faktor risiko terutama penghentian

rokok.

Gambar 11. Manifestasi klinis PPOK (Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

III.3.2 Pemeriksaan Fisik

Page 21: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

21

Toraks

1. Tanda hambatan aliran napas

- Wheezing

- Perlambatan waktu ekspiratori paksa

2. Tanda emfisema

- Distensi paru, diafragma rendah

- Penurunan suara napas dan bunyi jantung

3. Tanda penyakit yang sudah berat

- Pursed lips breathing

- Penggunaan otot napas tambahan

Pemeriksaan fisik lain :

- Posisi abnormal untuk mengurangi sesak pada saat istirahat

- Jari tabuh

- Edema ( mungkin terjadi bila telah ada gagal jantung kanan )

Page 22: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

22

Gambar 12. Manifestasi klinis PPOK (Thieme’s, Atlas of Pathophysiology)

III.3.3 Pengukuran Hambatan Aliran Udara

Pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada penderita dengan keluhan seperti pada

anamnesa diatas, meskipun tidak jelas terdapat adanya keluhan sesak napas. Pemeriksaan

yang dilihat adalah FEV1 dan ratio antara FEV1/ FVC. Pada penderita dengan PPOK kedua

parameter tersebut menurun. Terdapatnya penurunan FEV1 <80% saat pemeriksaan pasca

Page 23: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

23

bronkodilator disertai dengan rasio FEV1/FVC < 70% mengkonfirmasi adanya hambatan

aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.

III.3..4 Pemeriksaan Tambahan

Tes reversibilitas bronkodilator

Dikerjakan hanya satu kali saat diagnosis. Tes ini berguna untuk menyingkirkan

asma, menentukan faal paru terbaik yang dapat dicapai oleh penderita asma, menentukan

prognosis dan tuntunan untuk terapi. (4,5,6,7)

Tes reversibilitas glukokortikoid

Untuk menentukan apakah penderita berespons baik terhadap pemberian jangka panjang

glukokortikoid.

Tes dilakukan dengan cara memberikan inhalasi glukokortikoid selama 6 minggu – 3 bulan.

Peningkatan FEV1 sebesar 200 ml dan lebih besar dari 15% mengindikasikan manfaat terapi

jangka panjang glukokortikoid. Dalam melakukan tes ini harus selalu diperhitungkan adanya

efek bronkodilator. (4,5,7)

Pemeriksaan radiologis dada

Jarang diagnostik untuk PPOK, namun sangat bermanfaat dalam menyingkitkan

penyakit lain. CT scan hanya dilakukan jika terdapat keraguan diagnosis atau direncananakn

bulektomi atau operasi lung volume reduction surgery (LVRS).

Pemeriksaan analisa gas darah (AGD).

Page 24: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

24

Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada penderita dengan FEV1 <40% atau terdapat

tanda gagal napas atau gagal jantung kanan.

Pemeriksaan alfa1 antitripsin

Dilakukan pada penderita PPOK yang timbul dini ( usia <45 tahun) atau adanya

riwayat keluarga yang jelas.

III.4 Auto PEEP

Auto/intrinsik PEEP adalah meningkatnya tekanan alveoli atau meingkatnya udara

yang terperangkap (dinamik hiperinflasi) pada akhir ekspirasi akibat adanya akumuasi udara

yang disebabkan ekspirasi yang tidak komplit sebelum inspirasi selanjutnya. Pembahasan kali

ini lebih dititikberatkan pada Auto PEEP yang timbul akibat dari ventilasi mekanik. Auto

PEEP dapat juga timbul saat pernafasan spontan biasa pada pasien PPOK.

Auto PEEP akan meningkatkan tekanan intratorakal sehingga menurunkan venous

return dan menurunkan kardiak output sehingga menimbulkan hipotensi. Hal ini paling sering

terjadi pada penderita yang hipovolemi.

Auto PEEP juga dapat menimbulkan overdistensi dari alveolar, peningkatan ini akan

meningkatkan kejadian barotrauma dan ventilator associated lung injury. Overdistensi dari

alveolar dapat menimbulkan hipoksemia bila V/Q mismatch meningkat dan juga

berhubungan dengan tingginya kompresi pada pembuluh darah paru. (8,9,10)

IV. Tinjauan Umum Ventilator

Deskripsi tentang ventilasi tekanan positif pertama kali dikemukakan oleh Vesalius

sejak 400 tahun yang lalu, namun penerapan konsep tersebut dalam penatalaksanaan pasien

Page 25: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

25

dimulai pada tahun 1955, saat epidemi polio terjadi hampir di seluruh dunia. Pada saat itu

dibutuhkan suatu bentuk bantuan ventilasi yang dapat bertindak sebagai tangki ventilator

bertekanan negatif yang dikenal dengan istilah iron lung. Di Swedia, seluruh pusat

pendidikan kedokteran tutup, dan seluruh mahasiswanya bekerja selama 8 jam sehari sebagai

human ventilator, yang memompa paru pada pasien-pasien dengan gangguan ventilasi. Di

Boston, Amerika Serikat, Emerson Company berhasil membuat suatu prototipe alat inflasi

paru bertekanan positif yang kemudian digunakan di Massachusetts General Hospital dan

memberikan hasil yang memuaskan dalam waktu singkat. Sejak saat itu, dimulailah era baru

penggunaan ventilasi mekanik bertekanan positif serta ilmu kedokteran dan perawatan

intensif. (8,9,11)

Ventilator tekanan positif yang pertama kali ditemukan, bertujuan untuk

mengembangkan paru-paru hingga mencapai tekanan yang diinginkan (preset pressure).

Ventilasi dengan jenis pressure-cycle ini kurang disukai karena volume inflasi bervariasi

sesuai dengan perubahan pada properti mekanik di paru-paru. Sebaliknya, ventilasi volume-

cycled yang dapat mengembangkan paru-paru sampai volume yang ditentukan awal serta

menyalurkan volume alveolar yang konstan meskipun terjadi perubahan properti mekanik

paru-paru, sehingga ventilasi volume-cycled dijadikan sebagai metode standar pada ventilasi

mekanik tekanan positif. (11,13)

IV.1. Indikasi Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik dapat diaplikasikan secara klinis dalam keadaan :

Resusitasi jantung paru

Gagal nafas

Page 26: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

26

Paska operasi besar yang memerlukan bantuan ventilasi untuk memperbaiki

homeostasis, gangguan keseimbangan asam basa serta keadaan anemia

Sepsis berat dimana pasien tidak dapat memenuhi peningkatan work of breathing

akibat tingginya produksi CO2

Pengendalian kadar CO2 sebagai salah satu bagian dari pengelolaan TTIK

(misalnya akibat cedera kepala).

Sebagai bantuan ventilasi pada penderita yang diintubasi atas indikasi

mempertahankan jalan nafas.

Mengurangi beban jantung pada syok kardiogenik

Kriteria objektif untuk penggunaan ventilasi mekanik adalah:

Laju nafas > 35 x/mnt

Volume tidal < 5ml/kg

Kapasitas < 15ml/kg

Oksigenasi: PaO2 < 50mmHg dengan fraksi oksigen 60%

Ventilasi: PCO2 > 50mmHg

IV.2 Sasaran/Tujuan Ventilasi Mekanik

Tujuan fisiologis:

Memperbaiki oksigenasi arteri (PO2, saturasi dan CaO2)

Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi

Meningkatkan FRC (Kapasitas residu fungsional)

Menurunkan kerja otot-otot pernafasan (Work of Breathing)

Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2 dan Ph)

Page 27: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

27

Tujuan klinis:

Koreksi asidosis respiratorik akut (Life threatening acidemia), Koreksi hipoksemia

(meningkatkan PaO2;Saturasi > 90% atau PaO2 > 60 mmHg, untuk mencegah hipoksia

jaringan)

Menghilangkan "respiratory distress"

Mencegah dan mengembalikan atelektasis

Menghilangkan kelelahan otot bantu nafas

Untuk fasilitasi akibat pemberian sedasi yang dalam atau pelumpuh otot

Menurunkan konsumsi oksigen miokard atau sistemik (ARDS, syok kardiogenik)

Menurunkan tekanan intrakranial (hiperventilasi) pd trauma kepala tertutup.

Klasifikasi Ventilator

Klasifikasi dari ventilator selalu bervariasi dar textbook satu ke text book yang lain, berikut

adalah suatu klasifikasi yang paling mudah dipahami (14)

1. Kontrol

a. Kontrol Volume (pembatasan volume atau terget volume), sehingga tekanan

menjadi bervariasi

b. Kontrol tekanan (Pembatasan tekanan atau target tekanan), sehingga volume

menjadi bervaiasi

c. Dual kontrol (target volume dengan pembatasan tekanan)

2. Siklus, adalah metode ventilator berpindah dari inspirasi ke ekspirasi, Sirkulasi mesin

mengalirkan udara berdasarkan target olume atau tekanan

Page 28: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

28

a. Siklus berdasarkan waktu, seperti pada ventilasi kontrol

b. Siklus berdasarkan aliran udara, seperti pada pressure support

c. Siklus berdasarkan volume, Ventilator akan mengawali fase ekspirasi sesaat

setelah volume tidal tersampaikan, seperti pada ventilasi volume kontrol.

3. Pencetus (trigger), penyebab ventilator memulai inspirasi, daat berupa triger waktu,

triger tekanan maupun triger alliran.

a. Triger waktu : Ventilator telah mengatur jumlah pernafasan seperti pada

mode kontrol

b. Pressure : Upaya bernafas dari penderita akan dirasakan oleh ventilator dan

akan mencetuskan inspirasi

Gambar 13. Skema gambaran triger di layar ventilator (Shapiro, resp care)

c. Aliran : Pada ventilator yang lebih baru, ventilator akan memberikan aliran

yang konstan ke sirkuit sepanjang siklus respirasi. Bila terdapat perubahan

akibat upaya inspirasi pasien maka akan terdeteksi oleh ventilator dan

memberikan suatu inspirasi. Melalui mekanisme ini pasien akan memberikan

upaya bernafas yang lebih sedikit dibanding pressure trigering.

Page 29: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

29

4. Pernafasan, penyebab siklus dari inspirasi ventilator

a. Mandatory (kontrol), ditentukan oleh jumlah pernafasan

b. Assisted (assist kontrol, SIMV, pressure suport)

c. Spontan (tidak ada bantuan inspirasi seperti pada CPAP)

5. Aliran nafas, konstan, meningkat, penurunan atau sinusoidal

a. Sinusoidal, seperti pada pernafasan normal atau CPAP

b. Decelerating, inspirasi menurun saat tekanan alveoli meningkat (aliran insial

tinggi). Kebanyakan intensivist menggunakan mode ini pada volume target

ventilasi karena akan menghasilkan tekanan puncak yang tidak terlalu tinggi

dam konstan dan distribusi udara yang lebih baik.

c. Accelerating : Aliran udar meningkat secara progresif, Hal tersebut

sebaiknya tidak digunakan dalam prakti sehari-hari

d. Konstan : Aliran udara berlangsung spontan sesuai pengaturan tidal volume

Gambar 14. Skema aliran nafas dalam ventilator (shapiro, respiratory care)

6. Mode/pola pernafasan

a. CMV atau mode ventilasi kontrol konvensional, dimana tidak ada pernafasan

spontan

Page 30: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

30

b. Assist kontrol

c. Intermitten mandatory ventilation (IMV)

d. Syncronized Intermitten mandatory ventilation (SIMV)

e. Pressure Support (PS)

f. High Frekwensi ventilation, takanan aliran nafas berlangsung spontandan

ratusan pernafasan kecil-kecil berlangsung

Selanjutnya mode pernafasan ini akan dibahas lebih dalam di pembahasan

berikutnya.

IV.3 Setting Ventilator

Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode ventilasi

yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain: (12,13,14)

Inspiratory flow

I:E ratio

Positive End Ekspiratory Pressure (PEEP)

Fraksi Oksigen (FiO2)

Respiratory rate (RR)

Tidal volume (TV)

Pressure settings

Inspiratory trigger

Laju aliran (Flow)

Ventilator mode

Page 31: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

31

4.3.1 Inspiratory Flow

Bervariasi tergantung dari TV, rasio I : E dan frekuensi nafas. Normal sekitar 60 l/mnt.

4.3.2 Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

Merupakan perbandingan antara waktu inspirasidan ekspirasi, umumnya I:E rasio

diset 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Tergantung

keadaan dapat diubah menjadi 1:3 atau 1:4.

4.3.3 PEEP ( Positive End Expiratory Pressure )

Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif

jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan dari

tekanan positif jalan napas kontinyu / CPAP, berdasarkan waktu digunakannya.

PEEP hanya digunakan pada fase ekspirasi, sementara CPAP berlangsung selama

siklus respirasi. Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat

yang potensial. Pada gagal napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan

alveolar rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis dan dapat mendorong

cairan dari ruang alveolar menuju interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang

sebelumnya tertutup atau terendam cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran

gas. Pada edema kardiopulmonal, PEEP dapat mengurangi preload dan afterload

ventrikel kiri sehingga memperbaiki kinerja jantung.

Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien

sering mengalami kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan

hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto- PEEP yaitu tekanan

akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Bila didapatkan

auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan negatif

Page 32: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

32

jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas pemicu maupun auto-PEEP. Jika

pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan dapat

meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing). Pemberian PEEP dapat

mengatasi hal ini karena dapat mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif total

yang dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP ditingkatkan secara

bertahap sampai usaha napas pasien dapat memicu ventilator secara konstan hingga

mencapai 85% dari auto-PEEP yang diperkirakan.

4.3.4 Fraksi Oksigen, (FiO 2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke

pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2

pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100%

tidak boluh terlalu lama sebab resiko keracunan oksigen. Keracunan O2

menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema part,

atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil,

FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup.

4.3.5 Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap

menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan pasien, dan target

PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang

diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas

12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya

hiperventilasi atau hipoventilasi. Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif)

biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien

Page 33: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

33

normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting

RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti

siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.

4.3.6 Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien

setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-10 cc/kgBB, tergantung dari

compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pada pasien PPOK cukup

dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive

hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn

cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini

dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume

diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat

perlu jika kita memakai Pressure Cycled.

4.3.7 Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator,

sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi

adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cm H2O. Jika limit ini dicapai maka

secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure

l imit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya

sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit

ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga

dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau

Page 34: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

34

kinking pada tubing ventilator.

4.3.8 Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai

inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik

untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena

dapat megurangi kerja nafas. Nilai sensitivity berkisar 2-20 cmH20. Jika PaCO2 pasien

perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat

diatas 5 cmH2O. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh

ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot

(musclerelaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun

jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat

dibawah 5 cm H2O

4.3.9 Laju aliran (flow rate)

Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran ini

penting terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja pernapasan,

hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar ventilator, laju aliran diatur

secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc, laju aliran

ditentukan secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.

Contohnya adalah sebagai berikut:

Laju pernapasan = 10

Waktu siklus respirasi = 6 detik

I:E ratio = 1:2

Waktu inspirasi = 2 detik

Page 35: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

35

Waktu ekspirasi = 4 detik

Volume tidal = 500 ml

Laju aliran = volume/ waktu inspirasi

= 500 ml tiap 2 detik

IV.4 Mode Ventilator

Secara keseluruhan pengaturan ventilator meliputi 2 hal yaitu pemilihan mode dan

setting.

Mode ventilator terbagi menjadi 3 target utama : (12,13,14)

Target Volume : Besarnya volume udara yang masuk ke dalam paru-paru tergantung

dari jumlah TV dan atau MV yang kita tentukan dalam ventilator. Mode dengan

target volume diantaranya : Volume Controlled ( VC ), Controlled Minute

Ventilation ( CMV), SIMV

Target Pressure : Besarnya volume udara yang masuk ke dalam paru-paru

tergantung besarnya tekanan udara inspirasi ( P insp atau IPL ). Pada mode ini

jumlah TV atau MV tdk perlu kita tentukan karena besarnya volume udara yang

dihasilkan tergantung dari kecukupan IPL yang kita set pada ventilator. Mode dengan

target pressure diantaranya : PC, PS,PCV,CPAP

Gabungan volume dan tekanan : Besarnya volume udara dalam paru-paru tergantung

pada TV atau MV dan P insp yang kita setting, misalnya SIMV

IV.4.1 Controlled Minute Ventilation (CMV)

Page 36: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

36

Pada mode ventilasi ini laju nafas ( RR ) dan TV ditentukan oleh klinisi. CMV

digunakan bila nafas spontan tidak ada atau minimal, misalnya pada penderita dengan

hipoksia yang berat

IV.4.2 Pressure Controlled Ventilation (PCV)

Klinisi mengatur RR dan rasio I:E. PCV digunakan untuk melimitasi tekanan pada

jalan nafas pada paru-paru dengan komplians yang rendah atau resistensi yang tinggi untuk

mencegah risiko barotrauma. Dengan demikian akan diperoleh volume tidal dan minute

volume yang bervariasi sesuai dengan perubahan komplians dan resistensi.

IV.4.3 Assist-control ventilation (ACV)

Bila penderita sudah mempunyai nafas spontan maka CMV atau PCV akan menjadl

ACV. Pada saat ini berisiko untuk terjadinya hiperventilasi.

IV.4.4 Synchronised intermittent mandatory ventilation (SIMV)

Bila ada upaya nafas, maka mesin ventilator akan memberikan volume tidal, atau jika

tak ada upaya nafas maka mesin ventilator akan memberikan laju nafas. Dengan demikian

minute volume akan selalu terjamin keberadaannya. Selanjutnya setiap nafas spontan tidak

dibantu lagi, akan tetapi sirkuit akan mengalirkan oksigen.

Pada SIMV, pengaturan volume tidal disesuaikan dengan usaha nafas spontan

penderita atau jika tidak ada nafas spontan volume tidal yg dikeluarkan oleh ventilator akan

disesuaikan dengan pengaturan frekwensi nafas (preset rate).sehingga volume minimal

terpenuhi. Bila pasien bernafas spontan maka bantuan ventilator untuk memberikan volume

Page 37: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

37

tidal tidak ada, akan tetapi mesin akan tetap mengalirkan oksigen. Dengan demikian dapat

dihasilkan volume semenit yang lebih tinggi. SIMV digunakan untuk menyapih pasien dari

CMV dengan mengurangi secara bertahap frekwensi nafas sehingga merangsang ventilasi

spontan. Pressure support dapat ditambahkan pada penderita yang sudah bernafas spontan

IV.4.4 Pressure Support

Pada keadaan ini terdapat nafas spontan pasien dan tidak ada pengaturan frekuensi

nafas. Ventilator akan memberikan tekanan positif pada jalan nafas sebagai respon terhadap

upaya pernafasan. Volume tidal bervariasi sesuai dengan komplain rongga dada dan

resistensi jalan nafas . Biasanya dimulai dengan tekanan 20-30 cm H2O dan diturunkan

bila gerakan respirasi pasen membaik. Kadang dapat dikombinasikan dengan SIMV untuk

membantu frekuensi pernafasan spontan. Sesuai dengan usaha inspirasi pasen, maka

ventilator akan memberikan bantuan tekanan inspirasi. Volume assured pressure support

adalah suatu modifikasi alternatif dimana ventilator secara otomatis dapat mpngatur

tekanan inspirasi yang harus diberikan untuk mencapai tidal volume minimal yang

diinginkan.

Indikasi:

Untuk pasien yang sudah dapat bernafas spontan (sudah ada trigger). Semakin kecil ETT

semakin tinggi resitensi, oleh sebab itu pada pasien dewasa setting level pressure inspirasi

biasanya antara 5-10 cmH2O, sedangkan anak kecil lebih besar yaitu 10 cmH2O

Kontraindikasi:

1. Pasien yang belum ada trigger (belum bernafas spontan), atau pasien yang menggunakan

obat pelumpuh otot (esmeron, norcuron atau pavulon)

1. Namun PS/Spontan dapat diback up oleh SIMV, jika weaning pada pasien cedera

Page 38: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

38

kepala dimana trigger masih jarang.

IV.4.5 Positive End Expiratory Pressure (PEEP) dan Continous Positive Airway Pressure

( CPAP)

Pada mode ini tekanan jalan nafas dibuat selalu lebih tinggi dari based line baik

pada saat ventilasi mekanik (PEEP) maupun saat ventilasi spontan (CPAP). Dengan cara ini

oksigenasi dan pergerakan nafas dinding dada akan tetap baik karena volume alveolus pada

akhir ekspirasi tetap dipertahankan. Hal ini akan memperbaiki volume paru yang tadinya

berkurang pada saat akhir ekspirasi menjadi normal kembali.

Ventilasi dengan rasio terbalik (Inverse ratio ventilation)

Siklus respirasi adalah satuan waktu yang diperlukan untuk memasukkan dan

mengeluarkan udara pada setiap tarikan nafas yang dihasilkan oleh ventilator. Siklus ini

dibagi menjadi waktu inspirasi dan ekspirasi .Rasio inspirasi dan ekspirasi yang normal

adalah 1:2-3.Pemanjangan relatif waktu inspirasi [invers rasio ventilasi ] sering digunakan

untuk memperbaiki pertukaran gas pada pasen dengan oksigenasi kurang. Umumnya

dipakai ratio 1:1. Cara ini digunakan baik pada mode pressure control maupun volume

control ventilation

IV.5 Bantuan Ventilasi Non Invasif

Saat ini telah tersedia berbagai modifikasi ventilator yang dapat memberikan

tekanan positif pada jalan nafas dengan cara menggunakan masker yang melekat erat

dengan wajah atau nasal. Masker ini dapat berupa masker nasal atau full face masker.

Page 39: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

39

Dengan cara ini dapat digunakan CPAP atau tanpa tambahan tekanan positif pada saat

inspirasi. Penderita dapat juga memakai semacam helm kemudian bantuan insprasi diberikan

melalui mouthpiece. Ventilator jenis ini ada yang dapat dipakai untuk penderita yang

diintubasi tapi dapat bernafas spontan. Tujuannya adalah untuk menghindari atau mencegah

penderita dari tindakan intubasi endotracheal.

Indikasi

Hipoksia sehingga kebutuhan laju nafas, upaya nafas dan FiO2 meningkat

Hiperkapni dan tampak kelelahan

Mencegah supaya jangan sampai diintubasi bila misalnya pada pasien dengan yang

mengalami keterbatasan aliran udara secara kronis, pemakaian imunosupresi

Mengurangi beban otot pernafasan pada penderita dengan PEEP internal yang tinggi

(asma, chronic airflow limitasi). Dipergunakan dengan hati-hati dan pengawasan ketat.

Tehnik fisioterapi untuk untuk meningkatkan Functional Residual Capasity (FRC)

Sleep apnoea

Suatu tahapan dalam proses penyapihan.

IV.5.1 CPAP

Tekanan inspirasi yang di berikan oleh ventilator dicetuskan oleh nafas pasien.

Besarnya tekanan ini disesuaikan dengan upaya nafas yang dimiliki pasien . Beberapa mesin

akan memberikan frekuensi nafas dengan rasio I:E secara otomatis sesuai dengan kebutuhan.

Volume tidal yang dihasilkan tergantung dari komplian paru-paru.

IV.5.2 BiPAP (Bi-level Positif Airways Pressure)

Page 40: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

40

Mesin ventilator ini dapat mengatur PS dan PEEP. Laju nafas bisa berasal dari pasien

dan/atau mesin. Beberapa mesin BiPAP menggunakan udara luar untuk meningkatkan FiO2,

sedangkan pemberian O2 dapat dilakukan melalui lubang masuk yang berada pada masker.

Penatalaksanaan

Pilih tipe dan mode bantuan ventilasi yang sesuai

Gunakan masker yang paling sesuai ukurannya sehingga kedap udara dan penderita

merasa nyaman. Pada awal pemasangan dapat diberikan tekanan 10 -15 cmH2O yang

kemudian disesuaikan dengan respon pasien (laju nafas, derajat kelelahan, kenyamanan

pasien serta hasil AGD

Expiratory pressure support biasanya berkisar sekitar 5-12cmH2O

Pada awalnya penderita dengan Resplratory Distress biasanya tidak toleran dengan cara

ini. Diperlukan pengamatan yang ketat dan terus menerus untuk membiasakan pasien

memakai masker. Sementara itu kita terus mencari mode support dan rasio I : E yang

paling optimal.

Dosis rendah opiat (diamorfin 2.5mg) untuk menenangkan pasien tanpa menyebabkan

depresi nafas harus diberikan secara hati-hati.

Pada beberapa pasien setelah memakai masker yang melekat erat selama beberapa hari

dapat timbul gejala clautrophobia . Hal ini dapat diatasi dengan jalan mengistirahatkan

beberapa saat secara berkala.

Daerah yang mendapat tekanan seperti batang hidung harus dilindungi untuk mencegah

perlukaan.

IV.6 Weaning (menyapih) ventilasi mekanik

Page 41: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

41

Pasen yang mendapatkan ventilasi mekanik dalam waktu singkat misalnya setelah

operasi besar sering kali dapat disapih dengan cepat seperti yang dilakukan diruangan

operasi yaitu mengakhiri sedasi, kemudian dengan cepat memakai T-piece lalu diekstubasi.

Kondisi ini berbeda sekali dengan pasen sakit kritis yang kadang dalam proses

penyapihan ventilator mengalami hambatan. Perubahan kondisi pasen dari hari kehari pada

masa pemulihan fungsi organ pernafasan sering kali secara temporer membutuhkan bantuan

ventilasi mekanik kembali. Pengukuran fungsi sistem pernafasan sehubungan dengan

keberhasilan proses penyapihan dari ventilasi mekanik adalah:

1. Volume tidal > 5 ml/kg

2. Kapasitas vital > 10-15 ml/ kg

3. Fungsional Residual Capacity >50 % nilai prediksi

4. Kekuatan inspirasi maksimal > -25 cmH2O

5. Laju nafas < 30x/ menit

6. Minute Volume < 10 L/ menit

7. PH > 7,3

8. Peningkatan PaCO2 pada respirasi spontan < 1,5 kPa

9. PaO2 > 8 kPa pada kadar oksigen < 40 %.

Yang paling penting pada penilaian ini adalah keberhasilan pertukaran gas. Oleh

karena itu penilaian klinis menjadi sangat penting dan dapat memberikan petunjuk adanya

kegagalan pernafasan yang memerlukan bantuan ventilasi.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan saat menyapih dari ventilator mekanik

adalah :

1. Kelainan patologi primer yang menetap.

Page 42: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

42

2. Gagal ginjal atau kardiovaskular yang tidak dapat diobati

3. Malnutrisi

4. Sepsis atau pireksia (peningkatan kebutuhan metabolik).

5. Kelebihan cairan

6. Residual dari zat sedatif

7. Ketidakseimbangan elektrolit (terutama Ca, Mg, K, PO4)

8. Anemia

9. Nyeri

10. Distensi abdommen

Pada weaning, bantuan ventilator diturunkan secara perlahan menggunakan beberapa

strategi ventilasi yang dapat berbeda dengan yang telah disebutkan diatas. Contoh nya seperti

di bawah ini :

1. Controlled ventilator dengan atau tanpa PEEP, dilanjutkan dengan

2.SIMV + Pressure Support dengan atau tanpa PEEP, dilanjutkan dengan

3. Pressure support dengan atau tanpa PEEP, dilanjutkan dengan

4. CPAP

Trakheostomi merupakan salah cara proses penyapihan , terutama pada pasien yang

telah lama sakit. Keuntungan trakheostomi adalah:

Mengurangi kebutuhan zat sedatif. Kebanyakan pasien yang ditrakheostomi

membutuhkan hanya sedikit atau tidak sama sekali sedatif dibandingkan dengan

pemasangan ETT (karena lebih mengakibatkan stimulasi).

Karena penderita menjadi lebih tenang maka metabolisme menjadi lebih efisien dan

nutrisi lebih mudah diperbaiki

Page 43: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

43

Memperbaiki oropharingeal toilet sehingga dapat mengurangi kejadian infeksi

nosokomial.

Mengurangi resistensi jalan nafas.

Mempermudah pengeluaran sekret dari saluran nafas bagian bawah.

Memberikan kemudahan dalam mengganti sistem bantuan pernafasan (misalnya

penderita perlu ventilator lagi).

IV.7 Komplikasi bantuan ventilasi

Kolaps dari sistem kardiovaskular: Biasanya terjadi pada awal pemakaian ventilasi

mekanik dengan tekanan positif. Penyebabnya adalah efek depresi dari obat sedasi,

hambatan pada daya dorong thorak yang akan mengakibatkan peningkatan venous

return, tamponade ventrikel kiri akibat tekanan intra torak yang positif. Tinggi nya

tekanan inflasi dan PEEP akan memperberat keadaan. Perburukan akan terjadi pada

penderita yang hipovolumia, sepsis atau syok kardiogenik.

Ketidak seimbangan asam basa: Asidosis respiratoris atau alkalosis sangat mungkin

terjadi bila minute volume tidak tercapai. Hiperventilasi yang berkepanjangan akan

menyebabkan penurunan kapasitas sistem bufer di CSF ; sehingga pada saat proses

penyapihan setiap kenaikan PaCO2 akan menyebabkan penurunan pH di CSF yang

besar dan tak terprediksi. Penderita tampak semakin sesak.

Atropi otot pernafasan: Cara kerja ventilator yang memang dibuat untuk mengurangi

beban kerja otot pernafasan akan menyebabkan disuse athropy. Dan akan

menyebabkan proses penyapihan menjadi lebih sulit.

Barotrauma pada paru: Pemaparan pada paru dengan tekanan puncak (peak airway

Page 44: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

44

pressure ) > 35 - 40cm H2O akan meningkatkan resiko pneumotorak. Kerusakan ini

disebabkan oleh karena shears forces yang terjadi bila alveolus yang kolaps berulang

kali mengembang kembali (reinflated) saat inspirasi. Disini PEEP dapat membantu

mengurangi kerusakan tersebut dengan menjaga supaya alveolus tetap terbuka

selama siklus pernafasan .

Ventilator lung : Regangan lama dan berkepanjangan pada paru dengan volume tidal

yang tinggi akan menyebabkan kerusakan paru

Komplikasi dari intubasi endotrakea:

Kerusakan laring dan faring terjadi bila ETT terpasang selama > 3 minggu.

Pemasangan ETT akan menyebabkan kebersihan rongga mulut tidak dapat

terjaga dengan memadai sehingga terjadi mikro aspirasi dari cairan faring yang

infeksius; ini akan mengakibatkan infeksi nosokomial. Sering kali dl perlukan

pemberian obat sedasi untuk mempermudah proses intubasi (terutama melalui

oral).

Intubasi melalui nasotrakea membawa risiko sinusitis

V. Penggunaan Ventilator pada penderita PPOK

Tujuan dari penggunaan ventilasi mekanik untuk mengurangi upaya nafas yang

berlebihan sehingga mencegah kelelahan dari otot-otot pernafasan, dilain pihak penggunakan yang

terlalu lama atau tidak tepat dapat menimbulkan atropi dari otot pernafasan.

V.1 Indikasi Penggunaan Ventilator pada PPOK

Keputusan untuk menggunakan ventilasi mekanik harus berdasarkan berbagai

Page 45: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

45

pertimbangan klinis diantaranya adalah faktor pencetus, tingkat keparahan berdasarkan gejala

klinis, penyakit komorbid lain dan cadangan kardiovaskular. Beberapa ahli pernah membuat

perhitungan/skoring namun sampai saat ini belum ada yang memuaskan.

Keadaan respiratory distress yang tidak membaik dengan terapi konservatif merupakan

alasan yang paling sering penggunaan VM pada penderita PPOK. Seperti keadaan hipoksemia

yang tidak membaik walaupun telah menggunakan oksigen nasal kanul/face mask. Keadaan

respiratory asidosis juga merupakan alasan digunakan VM. Manifestasi klinis dari hipoksemia

dapat berupa sesak nafas berat, penggunaan otot pernafasan tambahan, retraksi suprasternal

intercosta, pulsus paradoksus, diphoresis dan gerakan paradoksical dari dinding dada dan

abdomen.

Sebagai catatan disini penggunaan non invasive positive pressure ventilation (NIPPV)

merupakan lini pertama terapi VM pada PPOK, bila terdapat kontraindikasi penggunaan VM

pada penderita ini barulah penggunaan invasif ventilator dipertimbangkan.

V.2 Mode Ventilator

V.2.1 Non Invasive Positive Pressure Ventilation

Non Invasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), melalui nasal maupun full face

mask saat ini makin sering digunakan sebagai terapi pada penderita PPOK dengan gagal

nafas hiperkapnia. Beberapa percobaan menunjukkan NIPPV adalah lini pertama dari

manajemen eksaserbasi akut dari PPOK. NIPPV dapat menurunkan kebutuhan akan intubasi,

menurunkan angka kesakitan dan kematian dan lama tinggal di rumah sakit. (16,19,20,21)

Keadaan hiperkapnia merupakan prognosis yang buruk pada penderita PPOK,

sehingga upaya menurunkan kadar PCO2 akan memperbaiki angka harapan hidup penderita.

Page 46: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

46

Sehingga penggunaan NIPPV juga diberikan pada penderita PPOK stabil dengan harapan

dapat menurunkan kadar PCO2. Dari berbagai penelitian penggunaan mode NIPPV dengan

tekanan maksimal 30 cm H2O pada penderita PPOK stabil selama 2 jam setiap harinya akan

menurunkan hiperkarbia menjadi normokarbi dalam 6 bulan pertama penggunaannya. (16,20,21)

Pemberian NIPPV pada penderita PPOK eksaserbasi akut atas indikasi klinis pasien

tampak sesak berat dengan respiratory rate > 24 kali, penggunaan otot-otot nafas bantuan,

pernafasan paradoksal dan dari AGD menunjukkan PaCO2>45 atau 7.10<pH<7.3. Sedangkan

kontraindikasi penggunaan NIPPV pada penderita dengan henti nafas, kondisi pasien tidak

stabil seperti hipotensi, iskemia jantung atau aritmia, tidak mampu proteksi jalan nafas,

sekresi nafas yang berlebihan, agitasi atau tidak kooperatif dan tidak bisa memakai sungkup

seperti pada luka bakar di wajah atau ada kelainan anatomi

Protokol pemasangan NIPPV dimulai dari pengaturan kepala pasien 30-45, lalu

ventilator disiapkan dengan mode awal, tekanan inspirasi awal 5-10 cm H2O dan dapat

dinaikkan bertahap sampai maksimal 20 cm H2O, tekanan awal ekspirasi 0-2 cm H2O dan

bisa dinaikkan bertahap sampai 5 cm H2O. Pengaturan titrasi naik atau turun ini dengan

melihat klinis pasien apakah pasien merasa nyaman, dan upaya pernafasan pasien berkurang.

Pengaturan Fraksi Oksigen mulai dari 100% kemudian dititrasi turun, pada PPOK stabil

biasanya fraksi oksigen hanya rendah berkisar dari 35%-45% saja.

Setelah ventilator disiapkan maka pilih ukuran sungkup yang paling cocok dan

persilahkan pasien mencobanya, kemudian ikat karet sungkup pada kepala pasien dan

sambungkan pasien pada tubing ventilator setelah itu ulang AGD 1-2 jam kemudian. Bila

penderita agitasi dapat diberikan sedasi ringan, bila penderita tidak membaik dengan ventilasi

non invasif (20-30%), maka pertimbangan ventilasi invasif. Sebagai catatan disini adalah

Page 47: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

47

tindakan NIPPV tidak boleh menunda intubasi bisa diperlukan, karena ventilasi non invasif

bukanlah pengganti intubasi endotrakheal

V.2.2 Invasive Positive Pressure Ventilation

Sebelum penderita PPOK menjalani intubasi dan dihubungkan dengan ventilator, klinisi

harus meyakinkan bahwa penderita memang tidak memungkinkan atau ada kontra indikasi dengan

NIPPV atau sudah dengan NIPPV namun tidak berhasil. Hal ini mengingat tingginya angka

kematian dan dan angka kesakitan dan reintubasi, kesulitan weaning pada penderita PPOK,

walaupun angka ini bervariasi berdasarkan keparahan dari PPOK, penyakit komorbid dan faktor

pencetus.\

Indikasi dari IPPV adalah sesak berat dengan menggunakan otot-otot pernafasan

tambahan dan pernafasan paradoksikan abdomen, frekwensi pernafasan > 35 x/menit, hipoksemia

berat dan hiperkapnia, asidosis berat pH<7.25 dan hiperkarbia PaCO2 . 60 mmHg. Penderita

dengan henti nafas, somnolen atau gangguan status mental, komplikasi kardiovascular seperti syok

hipotensi dan gagal jantung, komplikasi lainnya seperti kelainan metabolik, sepsis, pneumonia,

emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif, dan gagal dengan ventilasi non invasif. (18,19)

Page 48: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

48

Gambar 15. PPOK eksaserbasi akut (Hill NS, Ventilator in COPD)

Tujuan dari VM adalah mencegah Work of braething yang berlebihan, namun dilain pihak

haurs dapat mencegah atropi otot-otot pernafasan. Hal ini dapat tercapai dengan mode ventilator

assisted (upaya bernafas dicetuskan oleh pasien), contoh mode assist control ventilation (ACV),

Intermitten mandatory ventilation (IMV), dan pressure support ventilation (PSV). (18,19)

Sebaiknya pasien PPOK eksaserbasi akut dengan dibantu dengan ventilasi ACV atau

SIMV/PSV sampai proses yang mencetuskan eksaserbasi tersebut dapat diatasi dan penderita

dapat diweaning. Dengan mode ini target oksigenasi lebih mudah dicapai.

Yang perlu mendapat perhatian atau perbedaan target ventilasi mekanik pada penderita PPOK

adalah :

1. Meningkatkan PaO2 sampai 60 mmHg dan SaO2 sampai 90-95%

2. Volume Tidal (5-8 ml/kg).

3. Minute volume lebih rendah

4. Waktu Ekspirasi diperpanjang

Page 49: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

49

5. Aliran inspirasi tinggi dengan waktu inspirasi diperpendek sehingga tercapai waktu

ekspirasi yang makin panjang

6. Frekwensi nafas ditingkatkan.

7. Mode pressure lebih dipilih dibandingkan mode volume

Lebih lanjut penderita dengan PPOK akan memerlukan pengawasan untuk suatu tindakan ventilasi

mekanik disebabkan oleh :

1. Stiff Lung, sehingga kapasitas inspirasi menurun, memudahkan terjadinya barotruma

2. Refleks bernafas hanya mengandalkan dari hipoksemia karena penderita sudah terbiasa

dengan keadaan hiperkarbia, sehinggi pemberian oksigen yang terlalu tinggi akan

menyebabkan kelumpuhan dari refleks bernafasan penderita

3. Auto PEEP yaitu akibat udara yang terperangkap di dalam alveoli pada saat akhir ekspirasi,

hal ini akan menyebabkan udara semakin bertupuk dan memerlukan tekanan inspirasi yag

lebih besar pada saat inisisasi pernafasan

V.3 Auto PEEP

Auto PEEP akan meningkatkan tekanan intratorakal sehingga menurunkan venous return

dan menurunkan kardiak output sehingga menimbulkan hipotensi. Hal ini paling sering

terjadi pada penderita yang hipovolemi.

Auto PEEP juga dapat menimbulkan overdistensi dari alveolar, peningkatan ini akan

meningkatkan kejadian baroteuma dan ventilator associated lung injury. Overdistensi dari

alveolar dapat menimbulkan hipoksemia bila V/Q mismatch meningkat dan juga

berhubungan dengan tingginya kompresi pada pembuluh darah paru.

Page 50: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

50

Auto PEEP juga akan menigkatkan upaya pasien untuk mentrigger mesin ventilator

pada mode ventilator dengan pressure-triggering, hal ini terjadi karena pasien harus

mengupayakan tekanan negatif yang lebih untuk mengatasi sensitivitas dari trigger dan auto

PEEP. Sebagai contoh penderita dengan auto PEEP 8 cm H2O dan trigger sensitivitas -2

maka harus menghasilkan tekanan -10 cm H2O untuk dapat memulai inspirasi. Keadaan ini

dapat menimbulkan pasien-ventilator asyncroni, dyspnea dan ventilator yang tidak efektif.

(18,20)

Etiologi

Ada tiga hal yang merupakan penyebab paling sering dari Auto PEEP yaitu minute volume

yang tinggi pembatasan dari waktu ekspirasi dan hambatan saat ekspirasi

1. Minute Volume yang tinggi

Minute volume yang tinggi disebabkan oleh volume tidal yang tinggi, frekwensi

nafas yang tinggi atau keduanya. Volume tidal yang tinggi menyebabkan

meningkatnya volume udara yang harus dikeluarkan oleh paru-paru sebelum periode

pernafasan berikutnya. Semakin tinggi volume tidal maka semakin kecil

kemungkinan tercapainya volume ekspirasi yang sama dengan volume tidal tadi.

Frekwensi nafas yang cepat akan menurunkan waktu ekspirasi. Semakin cepat

frekwensi pernafasan maka semakin singkat waktu ekspirasi dan akan menurunkan

kemampuan tercapainya volume tidal pada pernafasan berikutnya

2. Pembatasan aliran ekspirasi

Timbul saat aliran ekspirasi dilambatkan oleh penyempitan jalan nafas akibat kolaps,

bronkospasme, inflamasi atau remodelling. Hal ini akan menimbulkan volume tidal

tidak akan tercapai pada pernafasan berikut dan akan menimbulkan auto-PEEP.

Page 51: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

51

Kebanyakan pasien dengan PPOK memiliki pembatasan aliran udara, dan sebagai

hasilnya akan terjadi auto PEEP pada saat digunakan ventilasi mekanik. Penyempitan

aliran ekspirasi tidak menjadi pemeriksaan rutin pada ICU, karena penilaian meliputi

paralisis neuromuscular dan spesial teknik. Bagaimanapun penyempitan aliran

ekspirasi ketika penderita dalam posisi supine dibandingkan dengan posisi setengah

duduk.

3. Pembatasan ekspirasi

Konsep dari pembatasan ekspirasi sebenarnya sama dengan penyempiran aliran

ekspirasi dimana terjadi perlambatan ekspirasi sehingga menimbulkan vulume tidak

berikutnya tidak tercapai sebagai akibat tidak tercapai volume ekspirasi sebelum

inspirasi berikutnya. Bagaimanapun hambatan ekspirasi ini tidak berhubungan

langsung dengan saluran nafas. Contoh dari pembatasan ekspirasi ini adalah diameter

ETT yang kecil atau ada kinking pada ETT, sputum yang menyumbat, asinkron dari

ventilator antara ekshalasi dan waktu PEEP.

Tatalaksana

Auto PEEP dapat diidentifiksai melalui grafik ventilator generated flow terhadap waktu yang

menunjukkan grafik meningkat yang menunjukkan suatu inspirasi terjadi sebelum ekspirasi

mencapai nilai 0, atau dengan palpasi plus auskultasi dari dinding dada yang diperhatikan

adalah aliran inspirasi udara sudah terdengar sebelum aliran ekspirasi berakhir. Palpasi dan

auskultasi dapat menunjukan timbulnya auto PEEP namun tidak dapat menunjukkan bahwa

auto PEEP tidak terjadi. (16,18,20)

Page 52: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

52

Gambar 16 Mekanisme AutoPEEP (Hill NS, Ventilators in COPD)

Setting Ventilasi mekanik

Secara umum kombinasi dari frekwensi tinggi, pemanjangan waktu ekspirasi dan

pembatasan volume tidal dapat mencegah resiko barotrauma, hiperinflasi dinamik dan

sinkronisasi yang lebih baik antara nafas dari mesin dan dari pasien.

Mode ventilasi apa saja yang terbukti efektif dapat diberikan pada penderita PPOK,

asal bisa memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien dan tidak meningkatkan work of breathing,

namun yang lebih banyak digunakan adalah modus tekanan dibandingkan modus volume,

karena dengan modus tekanan didapatkan peak inspiritory flow bervariasi sesuai kebutuhan

ventilasi pasien. Bila digunakan modus volume maka harus diatur peak inspiratory flow yang

cukup tinggi unutk memenuhi kebutuhan inspirasi pasien dan meminialkan beban pasien.

Peak flow di set >60L/menit dengan waktu inspirasi antara 0.6-1.2 detik. Pattern flow yang

dianjurkan adalah descending ramp, kaena kebutuhan ventilasi pasien tertinggi pada awal

inspirasi diikuti oleh end inspiratory flow yang lebih rendah sehingga distribusi gas akan

lebih baik. Biasanya frekwensi nafas diatur 8-12x/menit, tergantung kebutuhan pasien dan

adanya auto PEEP. Disarankan volume tidal moderat yaitu 6-10 cc/kg agar frekwensi nafas

dapat diatur lebih rendah untuk mencegah air trapping atau auto PEEP. Karena telah ada

gangguan parenkim paru yang kronik maka peak alveolar pressure dipertahankan serendah

Page 53: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

53

mungkin (<30 cmH2O) untuk mencegah volutrauma. Auto PEEP merupakan hal yang harus

dipertimbangkan saat memberikan ventilasi mekanik pada penderita PPOK. Usaha untuk

meminimalkan auto PEEP seperti terapi steroid untuk obstruksi jalan nafas dan mobilisasi

sekresi dengan bronkhoskopi atau suctioning . Usaha tambahan lainnya yaitu meminimalkan

ventilasi semenit dan frekwensi nafas. Auto PEEP akan meningkatkan gradien tekanan

inspirasi saat bernafas spontan, demikian juga saat mentrigger ventilator. Diklinis pasien akan

menggunakan otot-otot nafas bantuan, adanya retraksi dan meningkatnya usaha nafas.

Beberapa pasien PPOK tidak mampu melawan Auto PEEP dan mentrigger pernafasan.

Dengan bantuan PEEP dari luar melawan auto PEEP akan mempermudah triggering. PEEP

biasanya di set 5 cm H2O dan PEEP diatas 10 cm H2O jarang diperlukan untuk mengatasi

auto PEEP. (18,19)

Kebutuhan FiO2 pasien PPOK jarang diatas 50% kecuali ada komplikasi ekserbasi

akut. Biasanya dengan mengurangi beban kerja nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi

dengan memperbaiki vetilasi perfusi, PaO2 dapat dipertahankan hanya dengan sedikit

peningkatan FiO2. Biasanya PaO2 yang adekuat dinatara 55-75 mmHg. Penting mencegah

hiperventilasi, pertahankan PaCO2 antara 50-60 mmHg atau mempertahankan pH mendekati

normal 7.35. Dengan seting awal yang sesuai kebutuhan ventilasi dan dengan sedasi minimal,

biasanya pasien akan istirahat dengan bantuan ventilasi karena pasien sudah merasa lelah

setelah beberapa hari dengan kebutuhan ventilasi yang meningkat. Istirahat yang cukup

direkomendasikan pada 24-48 jam pertama bantuan ventilasi, setelah itu dievaluasi untuk

kemungkinan weaning.

Monitoring selama ventilasi mekanik :

Sinkronisasi pasein –ventilator

Page 54: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

54

Peak alveolar pressure, auto PEEP

Hemodinamik

Pulse oksimetri dan analisis gas darah

Gejala klinis distress kardiopulmonal

Kalau ada auto PEEP harus dipantau secara reguler, bisa dengan evaluasi expiratory

flow wave form atau observasi adanya ventilatory pattern apsien, tetapi hal ini tidak bisa

menentukan besarnya autoPEEP. Dengan ventilasi pasif besarnya autoPEEP dapat diukur

saat akhir ekspirasi, klinis penting memonitor frekwensi nafas, penggunaan otot-otot bantuan

nafas, suara nafas, denyut jantung dan tekanan darah. Pasien yang merasa nyaman tanpa

takipnea, hipertensi atau takikardi dan saturasi diatas 90%, biasanya tiak perlu dimonitoring

lebih anjut. Tetapi perlu diingat bahwa saturasi memberikan sedikit informasi ventilasi atau

keseimbangan asam basa. (18,19)

VI. Kesimpulan

Ventilator mekanik dengan tekanan positif, bertujuan untuk mengembangkan paru-

paru hingga mencapai tekanan yang diinginkan maupun volume paru yang diharapkan.

Penggunaan Ventilasi Mekanik (VM) pada pasien-pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK) masih merupakan perdebatan hangat diantara para ahli dan indikasi

penggunaannya pun bervariasi dari berbagai penelitian. Variasi ini akibat dari populasi yang

berbeda dan definisi dari eksaserbasi PPOK yang berbeda-beda. Tindakan invasif ventilator

sering dihubungkan dengan meningkatnya angka kematian dan kesakitan, meskipun kematian

sendiri lebih berkorelasi dengan penyakit dasar yang diderita pasien tersebut. (1,8)

Page 55: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

55

Pilihan penggunaan VM harus melalui pertimbangan klinis yang akurat berdasar,

penyebab eksaserbasi, progresivitas penyakit, simptom pasien, cadangan kardiopulmonal

maupun penyakit penyerta. Beberapa ahli pernah membuat perhitungan indikasi medis

penderita PPOK menjalani ventilasi mekanik namun sampai saat ini belum ada yang

memuaskan.

Mode ventilasi apa saja yang terbukti efektif dapat diberikan pada penderita PPOK,

asal bisa memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien dan tidak meningkatkan work of breathing,

namun yang lebih banyak digunakan adalah modus tekanan dibandingkan modus volume,

karena dengan modus tekanan didapatkan peak inspiritory flow bervariasi sesuai kebutuhan

ventilasi pasien.

Peak flow di set >60L/menit dengan waktu inspirasi antara 0.6-1.2 detik. Pattern flow

yang dianjurkan adalah descending ramp, kaena kebutuhan ventilasi pasien tertinggi pada

awal inspirasi diikuti oleh end inspiratory flow yang lebih rendah sehingga distribusi gas

akan lebih baik. Biasanya frekwensi nafas diatur 8-12x/menit, tergantung kebutuhan pasien

dan adanya auto PEEP. Disarankan volume tidal moderat yaitu 6-10 cc/kg agar frekwensi

nafas dapat diatur lebih rendah untuk mencegah air trapping atau auto PEEP. Karena telah

ada gangguan parenkim paru yang kronik maka peak alveolar pressure dipertahankan

serendah mungkin (<30 cmH2O) untuk mencegah volutrauma. Auto PEEP merupakan hal

yang harus dipertimbangkan saat memberikan ventilasi mekanik pada penderita PPOK.

Usaha untuk meminimalkan auto PEEP seperti terapi steroid untuk obstruksi jalan nafas dan

mobilisasi sekresi dengan bronkhoskopi atau suctioning . Usaha tambahan lainnya yaitu

meminimalkan ventilasi semenit dan frekwensi nafas

Page 56: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Pesola G, Eissa N, Kvetem. Pulmonary complications and respiratory therapy. In : Frost

EAM, Goldiner PL (eds) Postanesthetic care. Connecticut : Appleton & Lange, 1990 :

63 – 79

2. Ganong WF, Review of medical physiology, 15-th ed., 1995, Prentice Hall

Int., London.

3. Guyton AC, Physiology of the human body, 6-th ed., 1984, Suanders College

Publ., Philadelphia.

4. Jubran A. Pulse oximetry. In: Tobin MJ, ed. Principles and practice of intensive care

monitoring. New York, NY:McGraw-Hill, 1998; 261–287McArdle W.D., Katch F.I.,

Katch V.L., Essentials of exercise physiology (2-nd edition); Lippincott,

Williams and Wilkins, London 2000.

5. Straub NC, Section V, The Respiratory System, in Physiology, eds. RM Berne

& MN Levy, 4-th edition, Mosby, St. Louis, 1998.

Page 57: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

57

6. American Thoracic Society. Standards for the diagnosis and care of patients with

chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med

1995;152:Suppl:S77-S121. (Also available at http://www.thoracic.org.)

7. Pauwels RA, Buist AS, Calverley PMA, Jenkins CR, Hurd SS. Global strategy for

the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary

disease: NHLBI/WHO Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) Workshop summary. Am J Respir Crit Care Med 2001;163:1256-76. (Also

available at http://www.goldcopd.com.)

8. Marino PL. ICU book. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1998 : 468 – 79 2.

9. Shapiro BA, Peruzzi WT. Respiratory care. In : Miller RD (ed) Anesthesia. 5th ed.

Philadelphia : Churchill Livingstone, 2000 : 2403 – 42

10. Tan IKS, Oh TE. Mechanical ventilatory support. In : Oh TE (ed) Intensive care

manual. 4th ed. Oxford : Butterworth-Heinemann, 1997 : 246 – 55

11. Garrity ER, Tobin MJ. Weaning from mechanical ventilation. In: Ayres SM, Grenvik A

12. Holbrook PR, Shoemaker WC (eds) textbook of critical care. 3rd ed. Philadelphia : WB

Saunders Co., 1995 : 923 – 31

13. Geer RT. Critical care of the surgical patients. In : Longnecker DE, Murphy FL (eds)

Introduction to anesthesia. 9th ed. Philadelphia : WB Saunders Co., 1997 : 440 – 455

14. Rivera L, Weismann C. Dynamic ventilatory characteristics during weaning in

postoperative critically ill patients. Anaesthesia Analgesia 1997, 84 : 1250 – 5

Page 58: Mechanical Ventilator on COPD Indonesia

58

15. Turner MO, Patel A, Ginsburg S, Fitzgerald JM. Bronchodilator delivery in

acute airway obstruction. A meta analysis. Arch intern med 1997; 157(15):

1736-44

16. Rossi A, Hill NS. Pro-con debate: noninvasive ventilation has been shown to be

effective/ineffective in stable COPD. Am J Respir Crit Care Med 2000; 161:688–691

17. Pauwels RA, Buist AS, Calverley PMA, et al. Global strategy for the diagnosis,

management and prevention of chronic obstructive lung disease: NHLBI/WHO

global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) workshop summary.

Am J Respir Crit Care Med 2001; 163:1256–1276

18. Nava S, Ambrosino N, Rubini F, et al. Effect of nasal pressure support ventilation

and external PEEP on diaphragmatic activity in patients with severe stable COPD.

Chest 1993; 103:143–150

19. Clinical indications for noninvasive positive pressure ventilation in chronic

respiratory failure due to restrictive lung disease, COPD, and nocturnal

hypoventilation: a consensus conference report. Chest 1999; 116:521–534

20. Mehta S, Hill NS. Noninvasive ventilation. Am J Respir Crit Care Med 2001;

163:540–577

21. Hill NS. Noninvasive ventilation for chronic obstructive pulmonary disease. Respir

Care 2004; 49:72–89