Contoh Skripsi PTK Geografi
-
Upload
andri-tampani -
Category
Education
-
view
6.960 -
download
16
description
Transcript of Contoh Skripsi PTK Geografi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia dalam kebersamaannya
baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Masalah
pendidikan muncul bersama dengan keberadaan manusia, bahkan pendidikan
merupakan refleksi dari kebudayaan manusia. Melalui pendidikan, kebudayaan
manusia dari generasi ke generasi diwariskan. Seiring dengan perkembangan
zaman yang semakin maju dan kompleks maka manusia dituntut untuk
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan hanya bisa
diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan
informal.
Berkaitan dengan hal ini dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003,
pasal 36 yang menyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Hal ini menuntut perubahan-
perubahan dalam mengorganisasikan kelas, penggunaan metode mengajar,
strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses
belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitor yang berusaha mencipatakan
ondisi belajar mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan proses elajar
mengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkn
kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan
pedidikan yang harus mereka capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru
dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan
rangsangan kepada siswa, sehingga ia mau belajar karena siswalah subyek
utama dalam belajar.
Berkaitan dengan strategi – strategi yang wajib dilakukan seorang guru
yang profesional alam usaha untuk meningkatkan kualitas mengajarnya maka
1
maka salah satu cabang dalam dunia pendidikan yakni ilmu geografi, ilmu
yang merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan
mendorong peningkatan kehidupan yang bidang kajiannya memungkinkan
peserta didik memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang
menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia
(Depdiknas, 2000 : 533). Pembelajaran Geografi bukan hanya untuk menguasai
tentang pengetahuan belaka, tetapi juga untuk mampu menggunakan ilmu yang
telah dipelajarinya dan membentuk siswa agar menjadi warga masyarakat yang
percaya diri dalam berperan serta secara produktif (Depdiknas, 2000 : 47).
Pembelajaran menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ciri utama dari pembelajaran
adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan
komponen-kompoen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan
evaluasi pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Kegiatan belajar adalah kegiatan mengubah tingkah laku yang tidak
hanya bergayut dengan persoalan pengetahuan, tetapi juga terkait dengan nilai-
nilai moral, sikap mental dan keterampilan. Karena itu belajar dapat dikatakan
sebagai proses mengolah dan mengembangkan tingkah laku peserta didik
dalam rangka pembentukan pribadinya. maka Guru memiliki peranan yang
sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat
perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
Mengajar adalah membimbing belajar siswa sehingga ia mampu
belajar. Dengan demikian aktifitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan
belajar-mengajar sehingga siswalah yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa
sebagai subyek didik adalah yang merencanakan, dan ia sendiri yang
melaksanakan belajar. Pada kenyataan, di sekolah-sekolah seringkali guru yang
aktif, sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif.
2
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif.
Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar
aktif. Namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasana
kelompok kecil akan memungkinkan untuk menggalakkan kegiatan belajar
aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-
temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya
memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi
pelajaran.
Hasil yang diharapkan dalam belajar tidak sekedar pengetahuan, tetapi
juga pengalaman, sikap mental, perluasan minat, penghargaan terhadap norma-
norma serta kecakapan dan keterampilan dalam berkehidupan. Pengertian
mengajar harus diartikan sebagai proses pembelajaran, yakni suatu proses
menyediakan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan bagi
peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, memiliki sikap dan keterampilan
yang membawa perubahan tingkah laku maupun pengembangan pribadinya,
oleh karena itu guru perlu mengadakan keputusan-keputusan, seperti model
pembelajaran apakah yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi
tercapainya tujuan pembelajaran, alat dan media apakah yang di perlukan
untuk membantu peserta didik untuk membuat suatu catatan, melakukan
praktikum, menyusun makalah diskusi atau cukup dengan mendengar ceramah
saja.
Proses Pembelajaran Geografi di Kelas XI IPS¹ Sekolah Menengah
Atas Negeri 9 Kupang, Guru Geografi mengakui mengalami masalah yaitu
pada saat guru menjelaskan materi dengan menggunakan metode pembelajaran
ceramah, banyak peserta didik yang belum menunjukkan peran aktifnya untuk
memperoleh pengetahuan, masih ada peserta didik yang duduk bercerita
dengan teman sebangkunya, meskipun guru sudah menegur dan sesekali
memakai kekerasan fisik namun hal ini tidak dihiraukan oleh peserta didik dan
terus melakukan kesalahan yang sama. Selain itu dengan penggunaan metode
ceramah penyerapan materi oleh peserta didik cenderung lebih lambat sehingga
apabila guru bertanya peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan yang
3
diberikan guru. Hal ini dialami oleh guru sejak mengajar di kelas XI IPS pada
materi yang sama yaitu pada tiga tahun terakhir (2010, 2011, 2012), pada tahun
ajaran 2011/ 2012 peserta didik yang sudah mencapai standar nilai Kriteria
Ketuntasan Mengajar (KKM) yaitu 75 sebanyak 8 orang atau 20% dan peserta
didik yang belum tuntas sebanyak 32 orang atau 80%; pada tahun ajaran 2011/
2012 peserta didik yang sudah mencapai standar nilai Kriteri Ketuntasan
Mengajar (KKM) sebanyak 6 orang atau 14,28% dan peserta didik yang belum
tuntas sebanyak 36 orang atau 85,72%; dan pada tahun 2011/ 2012 peserta
didik yang sudah mencapai standar nilai Kriteri Ketuntasan Mengajar (KKM)
sebanyak 8 orang atau 25,80% dan peserta didik yang belum tuntas sebanyak
23 orang atau 74,19%. Data ini sesuai daftar nilai guru geografi SMA Negeri 9
Kupang.
Hasil ulangan harian tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan belajar
peserta didik baik secara individu maupun klasikal belum tercapai. Ini berarti
peserta didik belum memahami secara keseluruhan apa yang telah diajarkan
oleh guru Mata Pelajaran Geografi dalam proses pembelajaran tersebut
sehingga berpengaruh pada peroleh hasil belajar mereka. Guru geografi juga
menyadari bahwa proses pembelajaran yang diberikannya masih cenderung
mengacu pada model pembelajaran konvensional yang masih berpusat pada
guru, dimana guru lebih sering menggunakan metode ceramah sehinggah
proses pembelajaran menjadi pasif, tidak menyenangkan, dan membosankan
bagi peserta didik karena peserta didik hanya melihat, mendengar dan
mencatat.
Upaya yang telah dilakukan yakni dengan menyiapkan bahan ajar dan
terkadang menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran Geografi
namun ternyata belum bisa meningkatkan pemahaman peserta didik. Terbukti
pencapaian nilai hasil tes yang diberikan masih dibawah standar KKM, yaitu
75, dari 31 peserta didik hanya 8 orang yang bisa mencapai standar nilai KKM
sedangkan 23 orang siswa dinyatakan belum tuntas. Ini berarti peserta didik
tersebut belum bisa memahami materi yang diajarkan oleh guru, padahal jam
pelajaran Geografi umumnya pada pagi hari, yakni berkisar dari jam pelajaran
4
pertama-kedua, ketiga-keempat, keempat-kelima, dan jam pembelajaran
kelima-keenam.
Materi pokok standar kompetensi satuan pendidikan SMA Mata
Pelajaran Geografi salah satunya Lingkungan Hidup dasarnya adalah agar
peserta didik mampu mengelolah lingkungan hidup secara arif berdasarkan
prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Indikatornya adalah : (1) makna Lingkungan Hidup, (2)
Mengidentifikasi komponen-komponen ekosistem, (3) Makna berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan, (4) Mendeskripsikan pemanfaatan lingkungan
hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pada akhir
pembelajaran materi pokok tersebut dilakukan penilaian, untuk menilai hasil
pembelajaran peserta didik. Hasil pembelajaran merupakan gambaran
kemampuan peserta didik dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian
pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Hasil belajar meliputi aspek
kognitif, afektif dan konatif. Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan
intelektual peserta didik, aspek afektif berhubungan dengan sikap dan minat
peserta didik terhadap matapelajaran dan proses pembelajaran, sedangkan
aspek konatif berhubungan dengan kinerja peserta didik dalam meragakan
sesuatu.
Hasil ulangan dari 31 orang peserta didik kelas XI IPS¹ pada SMA
Negeri 9 kupang menunjukan bahwa 75 persen peserta didik tidak tuntas dalam
pokok materi tersebut. Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) yang ditetapkan
adalah 75, sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Merujuk dari
berbagai masalah tersebut, maka perlu dilaksanakan penelitian tindakan kelas
tentang “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dalam Pembelajaran Geografi pada materi
tersebut. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) sangat cocok untuk diterapkan pada
pembelajaran geografi khususnya pada materi Lingkungan Hidup karena
menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana
yang kondusif, kepada siswa untuk memperoleh dan mengembangkan
5
pengetahuan, sikap, nilai, serta ketrampilan-ketrampilan sosial yang yang
bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat. Pembelajaran kooperatif sangat
sesuai untuk digunakan, karena dalam pembelajaran kooperatif ini siswa
dituntut untuk aktif dan memiliki sikap terbuka serta demokratis. Ada banyak
alasan mengapa pembelajaran kooperatif mampu memasuki mainstream
(kelaziman) Praktik pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang keberhasilan
pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat berpendidikan menyadari
betapa pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta
menggabungkan kemampuan dan keahlian. Selain itu pembelajaran dengan
menggunakan Model Pembelajaran Koopertif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) peserta didik tidak hanya menerima apa yang
disampaikan guru dalam pembelajaran akan tetapi dapat memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan konsep pelajarannya dan
mendorong siswa menuju pemahaman yang lebh mendalam mengenai materi
yang ada. Untuk itu aktifitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-
latihan atau tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil dan menjelaskan ide-
ide kepada orang lain. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi
antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama
temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai
materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami
penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru, karena taraf
pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. Pete Tschumi
dari Universitas Arkansas Little Rock memperkenalkan suatu ilmu
pengetahuan pengantar pelajaran komputer selama tiga kali, yang pertama
siswa bekerja secara individu, dan dua kali secara kelompok. Dalam kelas
pertama hanya 36% siswa yang mendapat nilai C atau lebih baik, dan dalam
kelas yang bekerja secara kooperatif ada 58% dan 65% siswa yang mendapat
nilai C atau lebih baik. Diharapkan degan penerapan model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) secara optimal,
akan membuat siswa lebih tertantang dalam mengikuti pembelajaran, dimana
mereka akan lebih aktif dan kreatif dalam mencari sumber-sumber atau
6
referensi sehingga mereka benar-benar memhami materi pembelajaran.
Pengusaan materi pembelajaran, memungkinkan siswa untuk mendapatkan
nilai yang optimal dan indeks prestasinya meningkat, dengan demikian sekolah
SMA Negeri 9 Kupang akan menghasilkan lulusan yang berprestasi dan
berkualitas.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis melakukan
penelitian dengan judul:
“PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ( STAD ) UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS¹ DALAM
MATERI LINGKUNGAN HIDUP DI SMA NEGERI 9 KUPANG
TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014”.
B. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka perumusan
masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) agar dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas XI IPS¹ pada materi Lingkungan Hidup di SMA
Negeri 9 Kupang dilihat dari taraf inteligensianya?
2. Bagaimana perkembangan Hasil belajar siswa dalam materi lingkungan
hidup setelah menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) di kelas XI IPS¹ SMA
Negeri 9 Kupang dilihat dari taraf inteligensianya?
7
2. Pemecahan Masalah
Masalah rendahnya tingkat pemahaman peserta didik pada materi
Lingkungan Hidup selanjutnya berpegang terhadap hasil belajar dapat
diatasi melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) dengan cara siswa dibentuk ke dalam
kelompok belajar yang berdasarkan tingkat kemampuan dan jenis kelamin
yang berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja
dalam kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua
anggota kelompok telah menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian,
siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus
mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya. Guna melakukan
penilaian dan bersama siswa membuat simpulan.
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis tindakan yang akan
diajukan adalah sebagai berikut: melalui penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat
meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa kelas XI IPS¹
dalam materi pokok Lingkungan Hidup di SMA Negeri 9 Kupang Tahun
Pelajaran 2013/2014.
D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas XI IPS¹ SMAN 9 Kupang pada proses
pembelajaran materi Lingkungan Hidup dengan menggunakan model
pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD).
8
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut.
a. Bagi Siswa
1. Meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dengan penerapan model
pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dilihat dari taraf inteligensianya.
2. Memberi dorongan kepada siswa kelas XI IPS¹ agar lebih aktif dan
kreatif dalam mengikuti pembelajaran, dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran.
3. Meningkatkan Hasil belajar peserta didik, meningkatkan ketrampilan-
ketrampilan kooperatif peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan
tugas yang dihadapinya.
b. Bagi Guru
1. Sebagai salah satu alternatif penggunaan model pembelajaran pada
proses belajar mengajar yakni dengan memanfaatkan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). dan
untuk memperbaiki metode mengajar guru.
2. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pemahaman guru tentang
penelitian tindakan kelas.
3. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam bidangnya dan dapat
berkembang secara profesional sehingga menunjukan bahwa guru mampu
memiliki dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
c. Bagi Sekolah
1. Untuk memperbaiki manajemen pembelajaran di sekolah.
2. Untuk dipakai dalam mengambil kebijakan kepala sekolah dalam
memberi pengarahan terhadap pembaharuan model pembelajaran.
3. Untuk membantu teman-teman guru disekolah dalam memilih model
pembelajaran khususnya model pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD), agar dapat meningkatkan minat
dan hasil belajar peserta didik.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Menurut Sudjana ( 2004 ), Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap
upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi
kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik
(warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan
membelajarkan.
Pengertian pembelajaran secara khusus adalah sebagai berikut :
a. Menurut Teori Behavioristik, (Bell Gredler, E. Margaret. 1991) :
Pembelajaran adalah suatu usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan dengan (stimulus). Agar
terjadi stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan,
dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement
(penguatan).
b. Menurut Teori Kognitif, (Piaget, J. (1954) :
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang
dipelajari.
c. Menurut Teori Humanistik, (Arthur W. Combs, 2006) :
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat
dan kemampuanya. Tentu saja kebebasan yang dimaksud tidak keluar dari
kerangka belajar.
Dari beberapa pengertian pembelajaran, maka ciri-ciri pembelajaran
adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam
belajar.
10
c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan
menantang bagi siswa.
d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik.
b. Tujuan Pembelajaran
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran
adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Bedasarkan
kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan
dikembangkan dan diapresiasi. Tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar
2. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan
dapat diamati.
3. Tujuan menyatakan tingkat minimal prilaku yang dikehendaki.
Pembelajaran bedasarkan makna berarti proses, cara, perbuatan
mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya
guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran, yang mana guru
menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya. Jadi subjek
pembelajaran adalah peserta didik. Namun yang menjadi kunci dalam
menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa itu sendiri karena
dalam pembelajaran para siswa bukan hanya menerima.
2. Pembelajaran Kooperatif
a. . Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam
kelompok-kelompok yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda
(Depdiknas, 2007). Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota
saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran. Balajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok
belum menguasai bahan atau materi pembelajaran.
11
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) berasal dari kata
cooperative yang artinya mengajarkan sesuatau secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu
tim. Slavin (1995) mengemukaan pembelajaran kooperatif adalah suatu
metode pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia
dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson (1994)
pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke
dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain
dalam kelompok tersebut.
Jadi pembelajaran kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan
pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah
mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling
membantu sehingga pencapaian proses dan hasil belajar yang produktif.
Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui tentang pengertian
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok kecil atau tim yang di
dalamnya terdiri dari 4-6 orang. Dalam proses pembelajarn kooperatif siswa
dituntut untuk bekerja sama dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru, dengan memaksimalkan kondisi belajar
dalam mencapai tujuan belajar.
b. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson (2000), mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, harus menyusun lima komponen mendasar ke dalam
aktivitas pengajaran :
12
a) . Interdependensi Positif (saling ketergantungan positif)
Unsur ini merupakan inti dari pembelajaran kooperatif, yang mana
siswa harus percaya bahwa mereka berenang bersama. Karena setiap
kelompok memiliki dua tanggung jawab, yaitu; tanggung jawab
mempelajari bahan yang ditugaskan dan menjamin semua anggota
kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
Maka siswa harus yakin bahwa mereka secara positif saling tergatung
dengan anggota lainya dalam kelompok belajar mereka.
b) . Interaksi promotif langsung
Adalah kemampuan untuk saling mempengaruhi penalaran dan
kesimpulan orang lain, pemodelan sosial, saling membantu, mendukung,
menolong dan saling menghargai upaya belajar masing-masing anggota
kelompok.
c) . Akuntabilitas Individu (tanggung jawab individu)
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah: membentuk semua anggota
kelompok menjadi pribadi yang kuat. Siswa belajar bersama sehingga
mereka pada akhirnya bisa bekerja dengan lebih baik secara perseorangan.
Untuk memastikan semua anggota kelompok memiliki pribadi yang kuat
guru bisa melakukan berbagai cara, contohnya; memililih siswa secara acak
untuk mewakili kelompok.
d) Keterampilan Sosial
Kontribusi terhadap keberhasilan pembelajaran kooperatif adalah
saling mengenal dan percaya, mampu berkomunikasi, dan mengelola
konflik secara konstruktif.
e) . Pemrosesan Kelompok
Pemrosesan kelompok terjadi saat para anggota kelompok
mendiskusikan beberapa baik mereka mencapai tujuan dan menjaga
hubungan kerja efektif. Paparan mengenai unsur-unsur dari pembelajaran
kooperatif merupakan komponen-komponen yang harus dilakukan oleh guru
saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Siswa dapat memahami bahan
ajar jika komponen yang ada dilakukan dengan baik. Manfaat pembelajaran
13
kooperatif ini pun bisa dirasakan di saat komponen-komponen ini
dilaksanakan. Karena dalam unsur-unsur tersebut terdapat hal-hal yang
menjadi inti dari pembelajaran kooperatif, yaitu pertangung jawaban
individu, penghargaan kelompok dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif :
a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya.
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan - keterampilan
interpersonal kelompok
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukaan.
Dari ciri-ciri prmbelajaran kooperatif dapat diambil garis besar bahwa
pembelajaran kooperatif mengutamakan keaktifan dari semua pihak, baik
siswa maupun guru, namun guru tidak sepenuhnya berinteraksi dengan
siswa. Guru berinteraksi sepenuhnya saat siswa membutuhkannya.
d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif dikembangkan setidak-
tidaknya untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
oleh Ibrahim, et al. (2000) yaitu :
1. Hasil belajar akademik
Metode ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
kosep yang sulit. Metode struktur penghargaan kooperatif dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Penerimaan secara luas dari orang-orang yang bebeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidak mampuan.
Dari hal ini siswa akan belajar untuk saling menghargai.
3. Pengembangan keterampilan individu
14
Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
Sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu :
a) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok
untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok
diperoleh jika kelompok mencapai sekor diatas kriteria yang ditentukan.
Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antara personal yang
saling mendukung, saling membantu dan saling peduli.
b) Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik
beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam
menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran menggunakan metode sekoring yang mencakup nilai
perkembangan bedasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa
dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode sekoring ini setiap
siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama
memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik
bagi kelompoknya.
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman
peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan
lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami
aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan
persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik
dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan
pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
15
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata
pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik
untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggung jawab dalam
menghadapi masalah sosial, ekonomi dan ekologis. Tujuan mata pelajaran
geografi seperti yang tertuang dalam lampiran Permendiknas nomor 22
tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk jenjang
pendidikan SMA sebagai berikut, Memahami pola spasial, lingkungan dan
kewilayahan serta proses yang berkaitan.
Menurut Degeng (2013), daya tarik suatu mata pelajaran
(pembelajaran) ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu
sendiri, dan kedua oleh cara mengajar guru. Hakikat mengajar adalah
membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara
berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana
belajar. Kemampuan yang harus diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran yaitu (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran,
(3) metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik pembelajaran,
dan (6) model pembelajaran dengan tepat sesuai dengan karakteristik
materinya.
Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi
dasar (KD) ditetapkan antara 0%-100%. Kriteria ideal untuk masing-masing
indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria
atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan
itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuan
akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru serta
ketersediaan sarana dan prasarana. Namun, kualitas sekolah akan dinilai
oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil
penilaian ini akan menunjukan peringkat suatu sekolah dibandingkan
dengan sekolah lain. Melalui pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu
untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria
pencapaian indikator semakin mendekati 100%.
16
Mengerti atau memahami adalah dua kata yang mengandung
pengertian-pengertian yang berbeda misalnya merasa dan bukannya
menangkap makna gagasan atau memahami secara menyeluruh tentang sifat
atau hakekat sesuatu dan lain-lain.
3. Pendekatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievment Division ( STAD ).
Model pembelajaran adalah Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Metode STAD merupakan metode diskusi sederhana
yang merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks
pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusi bahan belajar
LKS, modul secara kolaboratif, sajian presentasi kelompok siswa atau
kelompok, umumkan rekor tim dan individual serta memberikan
penghargaan (reward) sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan
dibuat skor perkembangan tiap kelompok.
Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang
yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan
suku. Berikut ini uraian selengkapnya dari pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) :
1. Pengajaran
Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi
pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian
kelas.
Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan
terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian
materi pelajaran.
a). Pembukaan :
1) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan
mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan
17
demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau
cara lain.
2) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan
konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.
3) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat
mutlak.
b). Pengembangan
1). Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok.
2). Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami
makna bukan hapalan.
3). Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan.
4). Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau
salah.
5). Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok
masalahnya.
c). Latihan Terbimbing
1). Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan.
2). Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal.
Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik
mungkin.
3). Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama.
Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung
diberikan umpan balik.
2. Belajar Kelompok
Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai
materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk
menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat
digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk
mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok.
18
Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif,
guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah,
mereview konsep atau menjawab pertanyaan.
Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut :
1) .Mintalah anggota kelompok memindahkan meja / bangku mereka
bersama-sama dan pindah kemeja kelompok.
2) . Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok.
3) . Bagikan lembar kegiatan siswa.
4) . Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau
satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika
mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal
sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu
tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok
bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan
jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian
antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha
menjawab pertanyaan itu.
5) Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai
mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai
100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut
untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi
siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan
teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan
siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya
menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru.
6) Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam
kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya
bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk
mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.
19
3. Kuis
Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam
kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan
disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.
4. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah
menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi
sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan
kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam
kelompoknya.
Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat
kuis mereka tidak boleh saling membantu. Dan relevan dengan Kompetensi
Dasar (KD). Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). salah satu
teknik yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Teknik
ini merupakan contoh pembelajaran efektif yang dikeluarkan oleh
Kementrian Pendidikan Nasional. Dalam model pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). komponen utama
adalah presentasi kelas, kelompok, tes, nilai peningkatan individu, dan
penghargaan kelompok. dalam mendukung proses pengajaran.
4. Langkah-langkah :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 atau lebih orang secara
heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-
lain)
b. Guru menyajikan pelajaran dalam bentuk presentasi di depan kelas.
Dan membuat siswa menemukan konsep-konsep terhadap materi
pelajaran yang sedang diajarkan.
20
c. Guru memberi tugas kepada keompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada
anggota lain. Sebelumnya dibuat aturan tim sebagai berikut:
1) .Para siswa punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman
satu tim mereka telah mempelajari materinya
2) .Tak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua teman satu tim
menguasai pelajaran tersebut.
3) .Mintalah bantuan dari semua teman satu tim untuk membantu
temannya sebelum bertanya kepada guru
4) .Guru memberi kuis pada seluruh siswa, pada saat menjawab dilarang
saling membantu.
5) .Kesimpulan
5. Evaluasi Hasil Belajar
Seperti langkah-langkah sebelumnya, tim-tim pada Student Teams
Achievement Divisions (STAD) mewakili seluruh bagian dalam kelas.
Maka dalam mengevaluasi hasil pembelajaran ada penilaian tim dan
penilaian individual. Menghitung skor kemajuan individual dan skor tim
dan memberikan sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya, sesegera
mungkin setelah melakukan kuis, hitunglah skor kemajuan individual dan
skor tim, dan berikanlah sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya kepada
tim dengan skor tertinggi. Jika memungkinkan umumkanlah skor tim pada
setiap periode setelah mengerjakan kuis. Ini akan membuat jelas hubungan
antara melakukan tugas dengan baik dan menerima rekognisi, pada akhirnya
akan meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik.
6. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2001), hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Begitu juga menurut Usman (1995), Perubahan kognitif siswa merupakan
suatu perubahan yang menyangkut tujuan yang berhubungan dengan
ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual yang menyatakan bahwa
21
perubahan kognitif siswa/domain kognitif terdiri atas 6 bagian sebagai
berikut :
a. Pengetahuan
Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah
dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.
b. Pemahaman
Mengacu pada kemampuan memahami makna materi.
c. Penerapan
Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang
sudah dipelajari pada situsi yang baru dan menyangkut pada penggunaan
aturan dan prinsip.
d. Analisis
Mengacu pada kemampuan menguraikan materi kedalam komponen-
komponen atau faktor penyebab, dan mampu memahami hubungan
diantara bagian yang satu dengan lainya sehingga struktur dan aturannya
dapat lebih dimengerti.
e. Sintesis
Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-
komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.
f. Evaluasi
Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai
materi untuk tujuan tertentu.
Perubahan psikomotor mencakup perubahan yang dengan tujuan yang
berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Hasil
belajar yang diharapkan pada perubahan psikomotor tersebut berhubungan
dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk mengerjakan sesuatu
sebagai hasil penguasaan materi yang telah dipelajari. Hal tersebut dapat
dilihat dari performance atau kinerja yang dilakukan oleh siswa terhadap
tugas yang diberikan, dimana siswa diminta untuk dapat menunjukkan
kinerja yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau
kreasi mereka untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan materi.
22
Sedangkan perubahan afektif merupakan suatu perubahan yang
menyangkut tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan
minat pada diri siswa. Hasil belajar yang diharapakn dari perubahan
afektif ini adalah sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi,
menilai, mengelola dan menghayati yang daapat mempengaruhi pikiran
dan tindakan siswa. Misalnya sikap teliti dan cermat dalam mengerjakan
tugas pengamatan di sekitar sekolah atau tempat tinggal siswa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses hasil belajar Menurut
Syaiful Bahri (2002), faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
ada empat yaitu :
a. Faktor Lingkungan : yaitu faktor lingkungan alami dan faktor lingkungan
sosial budaya
b. Faktor Instrumental meliputi : kurikulum, program, sarana, fasilitas dan
guru.
c. Kondisi Psikologis meliputi : minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan
kemampuan kognitif.
d. Kondisi Fisiologis yaitu : keadaan jasmani dari peserta didik (mata,
hidung, telinga, dan tubuh) yang dapat bekerja dengan baik.
7. Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dalam materi Pemanfaatan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup dalam kaitanya dengan Pembangunan
Berkelanjutan.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievment Division (STAD) sangat cocok untuk diterapkan pada
pembelajaran geografi khususnya pada materi pemanfaatan dan pelestarian
lingkungan hidup dalam kaitanya dengan pembangunan berkelanjutan.
karena menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan
suasana yang yang kondusif, kepada siswa untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta ketrampilan-ketrampilann
sosial yang yang bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat. Selain itu
23
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) membuat peserta didik tidak
hanya menerima apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran akan
tetapi dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan konsep pelajarannya dan mendorong siswa menuju pemahaman
yang lebih mendalam mengenai materi yang ada.
Berikut adalah gambar skema diskusi kelompok dalam Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievment Division
(STAD).
Gambar .1 Skema Diskusi Kelompok
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) pada mata pelajaran geografi khususnya pada pemanfaatan dan
pelestarian lingkungan hidup dalam kaitanya dengan pembangunan
berkelanjutan.
Dimulai dari proses perencanaan yaitu: menyiapkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan media pembelajaran
khususnya media gambar yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas,
kemudian dilanjutkan pada tahap pelaksanaan yaitu eksplorasi, pada tahap
ini siswa diajak untuk membentuk kelompok kemudian dihimbau untuk
memperhatikan dan menganalisis gambar yang sudah dipaparkan dan
mendiskusikannya.
Guru pada tahap eksplorasi berperan sebagai penyedia fasilitas dan
sumber belajar dan memfasilitasi interaksi antara individu dalam kelompok.
24
Guru
K.
1
K.
1K.2K.2
K.3
K.3
K.
4
K.
4
K.5
K.5
KET :
K = Kelompok
Diskusi
pada tahap elaborasi siswa melaporkan hasil diskusi, menanggapi hasil
laporan dari kelompok yang lain, menyimpulkan bersama dan
mempersentasikan hasil temuan untuk di bahas bersama. Guru pada tahap
ini memfasilitasi dan membimbing peserta didik untuk berpikir kritis,
menganalisis dan membuat deskripsi singkat dari gambar yang dipaparkan,
memfasilitasi peserta didik untuk mempersentasikan hasil diskusinya.
Tahap selanjutnya yaitu konfirmasi dimana siswa melakukan
refleksi terhadap pengalaman belajarnya, menuliskan rangkuman materi
yang telah diterima. Guru pada tahap ini memberikan umpan balik positif
untuk memotivasi peserta didik, guru juga berperan sebagai narasumber dan
fasilitator untuk menjawab semua persoalan dalam proses pembelajaran.
8. Kerusakan Lingkungan Hidup dalam kaitannya dengan
Pembangunan Berkelanjutan serta Pengelolaan Berdasarkan prinsip
Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan.
Perubahan lingkungan terjadi karena adanya mata rantai yang terputus
dalam daur kehidupannya. Salah satu contoh perubahan lingkungan adalah
berubahnya kawasan hutan menjadi pertanian, perkebunan, ataupun
pemukiman. Hutan yang terbuka secara tidak langsung akan memutuskan
regenerasi vegetasi berikutnya. Akibatnya akan terjadi kepunahan baik flora
maupun fauna penghuninya. Perubahan lain dari pembukaan hutan adalah
adanya perubahan daur hidrologi. Air hujan yang melalui tanah bekas hutan
yang miring akan menyebabkan erosi dan banjir di daerah hilir, karena
hanya sedikit terjadinya penyerapan air ke dalam tanah. Wujud kerusakan
lingkungan tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu oleh kegiatan manusia
dan proses alam. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan sumber daya
alam yaitu: kerusakan hutan, pertanian dan perikanan, teknologi dan
industri, gunung meletus, gempa bumi, badai siklon dan musim kemarau
dan penghujan. Masalah utama dalam pembangunan nasional adalah
terbatasnya jumlah sumber daya alam. Sementara itu, kebutuhan manusia
semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
25
Kondisi ini menuntut adanya kebijakan yang tepat memnfaatkan lingkungan
agar tidak cepat habis, seperti :
1. Memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.
Pembangunan tidak semata-mata hanya akan menghabiskan sumber daya
alam yang ada. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang terampil
dan cerdas yang akan mengarahkan jalannya roda pembangunan
2. Meningkatkan nilai sumber daya alam yang tersedia.
Sumber daya alam yang berhasil di eksploitasi tidak serta merta langsung
dijual ke luar negeri, melainkan harus melalui pengolahan terlebih dahulu.
Hal ini akan menambah nilai jual sehingga harganya lebih mahal. Untuk itu,
diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan yang memadai untuk
mengolahnya.
3. Membangun masa sekarang dan masa yang akan datang.
Pembangunan hendaknya bukan hanya untuk saat ini saja. Sudah
seharusnya kita tidak membebani kepada anak cucu kita nanti. Oleh karena
itu, pembangunan harus berkesinambungan dengan generasi berikutnya.
4. Menerapkan etika lingkungan.
Etika lingkungan adalah kebijaksanaan moral manusia dalam pergaulannya
dengan lingkungannya, termasuk manusia dengan makhluk hidup lainnya,
manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhannya. Untuk membuat
lingkungan menjadi seimbang dan harmonis, berarti harus
memperlakukannya dengan bijaksana.
5. Menjamin pemerataan dan keadilan.
Strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan dilandasi oleh
pemerataan distribusi lahan dan factor produksi, lebih meratanya
kesempatan kerja perempuan, dan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan.
6. Menghargai keanekaragaman hayati.
26
Keanekaragaman hayati merupakan dasar bagi tatanan lingkungan.
Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber
daya alam selalu tersedia secara berkesinambungan untuk masa yang akan
datang.
7. Menggunakan pendekatan integrative.
Dengan menggunakan pendekatan integrative maka keterkaitan yang
kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan untuk
masa kini dan masa yang akan datang.
8. Menggunakan pendekatan AMDAL dalam merencanakan pembangunan
lingkungan.
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah studi mengenai
suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Selain beberapa kebijakan tersebut di atas, beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk melestarikan Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut:
a. Reboisasi
b. Sengkedan
c. Pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS)
d. Pengolahan air limbah
e. Penertiban pembuangan sampah
27
A. Kerangka Kerja Penelitian
28
Aktivitas Siswa
Membentuk kelompok,menganalisis, berdiskusi dan mengolah data
Melaporkan hasil diskusi, menanggapi hasil laporan dan berdiskusi secara seksama
Melakukan refleksi, kesimpulan
Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD)
Perencanaan
PelaksanaanPeran Guru
Eksplorasi Menyediakan
berbagai gambar yang berkaitan dengan materi
Memfasilitasi peserta didik dalam menganalisis, berdiskusi dan mengolah data
Elaborasi
Berperan sebagai narasumber dan fasilitator dalam proses diskusi
Konfirmasi
Penilaian
(Tes – Non tes)
Gambar 2. Kerangka Kerja Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di Kelas XI IPS¹ SMA
Negeri 9 Kupang Tahun ajaran 2013 - 2014.
2. Subyek penelitian
Subyek penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPS¹ SMA Negeri 9
Kupang yang berjumlah 25 orang yang di bagi dalam 5 kelompok yaitu 1
kelompok terdiri dari 5 orang.
3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini diterapkan dibagi dalam dua
siklus berikut : (1) siklus I dan (2) siklus II. Setiap siklus tersebut, dibagi
pula dalam empat tahap kegiatan berikut :
1. Tahap Perencanaan (Planning)
a. Mengidentifikasi masalah dan kondisi awal siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan sesuai pembelajaran Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD).
b. Menyiapkan perangkat pembelajaran yaitu silabus dan RPP, media
pembelajaran, lembar soal (kuis) dan lembar observasi.
2. Tahap Pelaksanaan (Action)
a. Melaksanakan pembelajaran dalam menerapkan metode pembelajaran
Tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
29
Hasil belajar
Pemahaman
siswa
b. Aktivitas pembelajaran dilakukan oleh siswa dengan yang difasilitasi oleh
guru.
3. Tahap Observasi
Mengobservasi dan mencatat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
dan melakukan test pencapaian atau ketuntasan belajar.
4. Refleksi
Peneliti melihat hasil observasi dan menghubungkan antara hasil proses
pembelajaran dengan pelaksanaan diskusi untuk menemukan kekurangan
dan akan memperbaiki sebagai dasar untuk tindakan selanjutnya dalam
siklus berikut.
Tabel 1.1
Prosedur Kegiatan PTK
Komponen TindakanHasil yang
DiharapkanPelaku
1 2 3 4
Siklus I
Perencanaan
(Planning)
Menyiapkan bahan diskusi,
RPP, instrumen, lembaran
soal,lembar pengamatan
kinerja dan lembar observasi.
Bahan-bahan
tersedia
Peneliti
Pelaksanaan
(Action)
1. Membagi siswa dalam 5
kelompok masing-msing
terdiri dari 7-8 orang
2. Menentukan ketua kelompok
dan sekretaris.
3. Memberikan materi diskusi
4. Mempersilahkan masing-
masing kelompok untuk
Pada siklus 1
siswa diharapkan
dapat mencapai
nilai 70 ke atas
sebesar 70%
Peneliti dan
siswa
30
berdiskusi, mencatat dan
merangkum hasil diskusi.
5. Mengamati proses diskusi dan
menilai kinerja setiap
kelompok dan individu.
6. Hasil diskusi diplenokan
secara klasikal
7. Menyimpulkan hasil diskusi
8. Melakukan evaluasi proses
Observasi Mengamati proses diskusi dan
menilai kinerja setiap kelompok
dan individu . Mencatat aktivitas
siswa pada proses diskusi untuk
diperbaiki sebagai tindakan pada
siklus berikutnya.
Adanya data hasil
rekaman tentang
proses pelaksanaan
diskusi kelompok.
Peneliti
1 2 3 4
Refleksi Hasil test dan hasil observasi
setiap siklus dianalisa dan
menjadi bahan pertimbangan
pada intervensi tindakan
dalam siklus berikutnya
Diketahui faktor-
faktor yang
menyebabkan
rendahnya kinerja
diskusi kelompok
dan hasil belajar.
Peneliti
Siklus 2
Perencanaan
(Planning)
1. Rencana perbaikian terhadap
kinerja diskusi kelompok hasil
refleksi pada siklus satu
2. Menyiapkan bahan diskusi, RPP,
Instrumen, Lembaran soal,
Lembar pengamatan kinerja dan
Bahan-bahan
tersedia
Peneliti
31
lembar observasi yang merupakan
hasil perbaikan dari pelaksanaan
siklus 1
Pelaksanaan
(Action
)
1.Peserta diskusi dari tiap-tiap
kelompok tidak berubah.
2.Memberikan materi diskusi
kepada masing-masing kelompok.
3.Masing-masing kelompok
diberikan kesempatan untuk
berdiskusi dan mencatat dan
merangkum hasil diskusi.
4.Hasil diskusi setiap kelompok
diplenokan secara klasikal
5.Guru menyimpulkan hasil diskusi.
6.Guru melakukan evaluasi proses.
Pada siklus 2
siswa diharapkan
mencapai nilai 70
ke atas sebesar 80%
Peneliti dan
siswa
Observasi Guru mengamati proses
diskusi, mencatata kekurangan,
menilai kinerja kelompok dan
individu.
Adanya data hasil
rekaman tentang
proses pelaksanaan
diskusi kelompok
Peneliti
Refleksi Melanjutkan siklus 1 sampai hasil
evaluasi mencapai skor maksimal
yang diharapkan.
Pada siklus 2
siswa diharapkan
dapat mencapai
nilai 70 ke atas
sebesar 90%
Peneliti dan
siswa
4. Instrumen Pengumpulan Data
Menjawab masalah dalam penelitian ini diperlukan data yang diperoleh
melalui lembar observasi bertujuan untuk mengetahui kinerja guru dan
siswa dalam proses pembelajaran model Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD). Obesrvasi diperoleh melalui catatan
lapangan cek list untuk mengetahui perilaku siswa dalam selama proses
32
pembelajaran dengan kategori sebagai berikut : Baik (skor 3), sedang
(skor 2) dan rendah (skor 1).
5. Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan akan diolah dan dianalisis secara
deskriptif kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk tabel, grafik ataupun
diagram dengan maksud untuk mengetahui persentase hasil belajar siswa
lebih baik dari sebelumnya atau tidak. dan untuk mengetahui
perkembangan kinerja siswa dalam kelompok kooperatif dan ketuntasan
belajar siswa dari siklus yang satu ke siklus yang lainnya. Teknik
analisisnya dengan menggunakan persentase keberhasilan atau
ketercapaian peserta didik dalam menguasai materi pengelolaan alam
berdasarkan prinsip wawasan lingkungan hidup berkelanjutan pada setiap
siklus dari hasil tes akhir.
Perhitungan yang dilakukan bahwa satu peserta didik dikatakan
meningkat pemahamannya apabila telah tuntas belajarnya dinyatakan
dengan rumus (Gau, 2005) :
Perhitungan yang menyatakan bahwa suatu kelas telah meningkat
pemahamannya apabila keseluruhan peserta didik telah tuntas belajarnya,
dinyatakan dengan rumus Gau, (2005) dalam Mongko, (2012) :
6. Indikator Kinerja dan Kriteria Ketercapaian
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan atau
ketercapaian penerapan model pembelajaran model Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan ranah
kognitif siswa pada materi pokok pemanfaatan dan pelestarian lingkungan
33
hidup dalam kaitanya dengan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan nasional.
Dalam mata pelajaran geografi oleh siswa kelas XI IPS¹ SMA
Negeri 9 Kupang adalah sebagai berikut : untuk ketercapaian kinerja
apabila 80 persen siswa telah berpartisipasi aktif untuk setiap aspek
penilaian. Sedangkan untuk pengukuran ketercapaian keberhasilan atau
peningkatan ranah kognitif siswa pada sejumlah indikator materi pokok
tersebut sudah tuntas, digunakan besarnya persentase siswa yang sudah
tuntas.
Besarnya persentase yang digunakan 80 persen siswa telah mencapai
ketuntasan dengan mencapai standar nilai kriteria Ketuntasan Mengajar
(KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 75 ke atas.
34
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum SMA Negeri 9 Kupang
a. Riwayat Status SMA Negeri 9 Kupang
SMA Negeri 9 Kupang didirikan pada tanggal 25 Oktober 2003. Berdirinya
sekolah ini tanpa ada gedung sendiri atau sekolah ini masih melakukan kegiatan
belajar mengajar pada gedung sekolah lain yaitu pada SMP Negeri 10 Kupang
selama ± lima tahun. Adapun sekolah ini mempunyai gedung sendiri pada tahun
2008 yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI yaitu Prof. Dr.
Bambang Sudibyo, MBA. Pada tanggal 9 September 2008 dengan identitas
sekolah sebagai berikut :
Nama sekolah : SMA Negeri 9 Kupang
No Statistik : 301 24 600 2013
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
Otonomi Daerah : Kota Kupang
Kecamatan : Kelapa Lima
Kelurahan : Lasiana
Jalan : Prof. Dr. Herman Johanes-Lasiana
Kode Pos : 85361
Daerah : Perkotaan
Status Sekolah : Negeri
35
SK : NO: 174/ Kep/ HK Tanggal 25
Oktober 2003
Tahun berdiri : 2003
Bangunan sekolah : Milik sendiri
Jarak ke pusat kecamatan : 6 KM
Jarak ke pusat Otoda : 8 KM
Organisasi Penyelenggara : Pemerintah
Waktu Penyelengaraan : Pagi – Sore
b. Visi dan Misi SMA Negeri 9 Kupang
1. Visi “ Menghasilkan keluaran yang cerdas berdaya saing, berakar budaya,
berbasis iman”.
2. Misi :
1) Mengelola dan mengembangkan proses pembelajaran yang berkualitas.
2) Mengembangkan proses pendidikan dan pembelajaran yang efisien dan
efektif.
3) Menumbuhkembangkan semangat belajar mengkaji ilmu pengetahuan dan
penguasaan teknologi dalam mengembangkan daya kreasi dan inovasi.
4) Membina dan mengembangkan profesionalisme guru dan staf administratif.
5) Menata dan meningkatkan daya dukung sarana dan sarana prasarana belajar
yang representatif.
6) Membina, memantapkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
7) Menumbuhkembangkan toleransi kerukunan, kebersamaan dan kekeluargaan
serta akhlak mulia.
8) Menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap seni budaya daerah dan nilai
luhur yang merupakan kearifan lokal.
c. Jumlah Siswa dan Keadaan Guru SMA Negeri 9 Kupang Menurut Status
Dan Jenis Kelamin.
Jumlah siswa SMA Negeri 9 Kupang berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada table berikut :
36
TABEL 1.2
JUMLAH SISWA SMA NEGERI 9 KUPANG BERDASARKAN
JENIS KELAMIN
37
No Kelas Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 X a 17 19 36
2 X b 18 18 36
3 X c 15 18 33
4 X d 19 16 35
5 X e 16 20 36
6 XI IPA 13 30 43
7 XI IPS1 19 6 25
8 XI IPS2 20 11 31
9 XI IPS3 19 9 28
10 XI
BAHASA
9 28 37
11 XII IPA 12 31 43
12 XII IPS1 13 18 31
13 XII IPS2 30 9 39
14 XII
BAHASA
8 28 36
Jumlah 222 273 495
Sumber: Kantor SMA Negeri 9 Kupang 2013
Keadaan guru SMA Negeri 9 Kupang menurut status dan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 1.3
KEADAAN GURU SMA NEGERI 9 KUPANG MENURUT STATUS DAN
JENIS KELAMIN
N
o
Status Jenis kelamin Juml
ahLaki-laki Perempua
n
1 PNS 13 23 36
2 Guru bantu - 1 1
3 Guru Honorer 8 10 18
Jumlah 21 35 55
Sumber: Kantor SMA Negeri 9 Kupang 2013
B. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievment Division (STAD) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
Hasil penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Student
Teams Achievment Division (STAD) untuk meningkatkan pemahaman dan hasil
belajar siswa di kelas XI IPS¹ SMA Negeri 9 Kupang disajikan secara deskriptif.
Pada kegiatan pra siklus yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan atau
pemahaman awal siswa. Hasil awal siswa pada pra siklus sangat rendah. Hal ini
dilihat dari hasil tes pra siklus banyak siswa yang tidak tuntas belajar. Berikut
38
dapat dilihat hasil prestasi belajar siswa yang di tunjukkan pada tabel 1.4 (data
terlampir ) dibawah ini :
Tabel 1.4
Hasil Tes Pra-Siklus Peserta Didik
No Hasil Tes Pra Siklus F %
1 Tuntas 9 36
2 Tidak tuntas 16 64
Jumlah 25 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel diatas dapat dibuat diagram persentase ketercapaian hasil
belajar pada pra siklus.
Diagram 1.1
Persentase Ketercapaian Hasil Belajar
Pada Pra Siklus
39
Berdasarkan data pada tabel 1.4 dapat dijelaskan bahwa 25 siswa yang ada
pada kelas XI IPS¹ , terdapat 9 siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas ( 36 % )
sedangkan 16 orang mendapatkan nilai 74 ke bawah ( 64 % ) . Data tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar siswa di kelas tersebut belum mencapai
ketuntasan belajar sesuai dengan yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Setelah
peneliti merefleksi kembali proses pembelajaran maka dapat ditemukan adanya
masalah antara siswa dengan guru dimana siswa takut untuk bertanya dan
menyampaikan pendapatnya karena takut salah dan guru masih menerapkan
metode ceramah atau monoton oleh karena itu perlu diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievment Division (STAD) untuk
meningkatkan pemahaman siswa serta terjalin suasana pembelajaran yang
kondusif.
a. Pelaksanaan Siklus I
Berdasarkan data pada tabel 1.4 maka peneliti menerapkan suatu tipe dari
model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Student Teams Achievment Division
(STAD). Siklus I dilaksanakan pada tanggal 19 November 2013 jam pelajaran
dua, tiga dan empat selama 135 menit dengan perincian 20 menit digunakan untuk
kegiatan awal atau pendahuluan, 85 menit digunakan untuk kegiatan inti yang
terdiri dari 3 tahap yaitu, tahap menyimak materi, tahap bekerja sama dan tahap
berpikir bersama serta kegiatan akhir atau penutup 30 menit digunakan untuk
melakukan tes secara individu dan pemberian pekerjaan rumah. siswa dibagi
dalam 5 kelompok adapun syarat pembagian kelompok yaitu pembagiannya
berdasarkan tingkat prestasi, jenis kelamin, ras dan suku, dan masing-masing
kelompok beranggotakan 5 orang, setiap kelompok menentukan ketua dan
sekertarisnya yang masing-masing mempunyai tugas untuk memimpin diskusi dan
mencatat setiap pendapat dari anggota kelompok dan bersama-sama membuat
ringkasan materi serta bekerja sama menjawab pertanyaan dari kelompok lain.
1) . Pelaksanaan (Action)
Dalam tahap ini peneliti merancang skenario pembelajaran berupa
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
(a) Kegiatan pendahuluan
40
1. Apersepsi. Peneliti memberikan pemahaman dan menggali pengetahuan
siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman siswa tentang Lingkungan hidup.
2. Motivasi. Peneliti membimbing dan mengarahkan siswa agar melaksanakan
proses diskusi dengan sebaik - baiknya untuk melatih diri dalam
mengembangkan kemampuan berpikir dan memahami suatu konsep materi
setelah berinteraksi dengan teman lain dalam kelompok.
3. Peneliti menyampaikan indikator yang hendak dicapai dalam diskusi
kelompok yaitu kerjasama, aktivitas diskusi, penguasaan materi, kemampuan
bertanya dan menanggapi pertanyaan.
4. Peneliti mengarahkan dan menyampaikan penilaian terhadap kegiatan
diskusi yaitu kerjasama, aktivitas diskusi, penguasaan materi, kemampuan
bertanya dan menanggapi pertanyaan.
(b) Kegiatan inti
A. Aktivitas Peneliti
1. Peneliti menyampaikan materi pokok termasuk pengertian Lingkungan
Hidup, anggapan-anggapan tentang Lingkungan Hidup, Pembangunan
Berwawasan Lingkungan.
2. Peneliti mengatur siswa secara acak (heterogen, prestasi, jenis kelamin,suku)
untuk duduk membentuk kelompok sesuai dengan kelompok yang sudah
dibagikan, kemudian menentukan ketua dan sekretaris kelompoknya.
Peneliti membagikan materi diskusi dalam bentuk fotokopi sekaligus
memberikan materi diskusi kepada masing-masing kelompok. Kelompok 1
dan kelompok II membahas tentang Teori-teori asal mula Lingkungan Hidup,
Kelompok III dan kelompok IV membahas tentang Pengertian Pembangunan
Berwawasan Lingkungan Hidup, sedangkan kelompok V membahas tentang
Tata cara pelestarian lingkungan yang sesuai dengan pembangunan
berwawasan nasional.
3. Peneliti bersama mitra kerja mengamati pelaksanaan diskusi pada setiap
kelompok sambil memperhatikan keaktivan tiap-tiap kelompok, mencatat
atau menilai kinerja kelompok maupun individu serta memberikan dorongan
41
atau motivasi, semangat bagi siswa yang kurang aktif dan belum berani
mengemukakan pendapat dalam proses diskusi.
B. Pelaksanaan Diskusi
Proses diskusi dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut : siswa
duduk dalam kelompok kemudian ketua kelompok mengajak anggotanya
untuk membaca materi hasil diskusi kemudian secara bergiliran masing-
masing anggota mengemukakan pendapat sesuai dengan pemahamannya
terhadap materi diskusi dan sekretaris mencatat semua pendapat yang
disampaikan. Setelah semua anggota menyampaikan pendapat ketua
memberikan kesempatan lagi jika ada salah satu anggota kelompok mau
menambahkan atau memperjelas pendapat dari teman lain, untuk diplenokan.
C. Pleno Hasil Diskusi
Hasil diskusi kelompok diplenokan secara tertib yang dipandu oleh
peneliti dengan mekanisme pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Ketua kelompok/ sekretaris bersama anggota kelompoknya maju ke depan
kelas dengan membawa kursi masing-masing dan membacakan hasil
diskusinya.
2. Ketua kelompok membacakan hasil diskusinya dan kelompok yang lain
mendengarkan secara cermat pembacaan hasil diskusi kelompok yang
mempresentasikan dengan mempersiapkan ninimal 2 pertanyaan.
3. Pertanyaan dari kelompok lain dicatat oleh anggota kelompoknya yang
sedang mempresentasikan materi
4. Pertanyaan dari kelompok lain akan dijawab oleh kelompok yang
bersangkutan baik ketua maupun anggotanya.
(c) Penutup
1. Setelah semua kelompok mempresentasikan hasil diskusinya peneliti
memberikan kuis (2 kuis) kepada seluruh siswa dan pada saat menjawab kuis
tidak boleh saling membantu.
2. Peneliti memberikan kesimpulan dari semua materi diskusi.
42
3. Peneliti memberikan evaluasi (pos tes) untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dibahas. Lembar tes terlampir.
2) Observasi (pengamatan)
Kegiatan observasi (pengamatan) yang dilakukan dikelas XI IPS¹`peneliti
dibantu oleh mitra kerja (guru PPL dan guru mata pelajaran geografi) pada
kelas XI IPS¹`, disamping mengamati juga turut memberikan penilaian kinerja
kelompok dan memberikan bantuan kepada siswa yang kurang aktif dalam
proses diskusi observasi ini dilakukan dalam pelaksanaan setiap siklus
penelitian.
Berdasarkan hasil observasi atau pengamatan pada siklus I (satu) maka
peneliti dapat mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut :
1. Di awal pelaksanaan diskusi sebagian besar siswa nampak tegang dan kaku
karena belum terbiasa dengan proses/ mekanisme diskusi yang baik dan
belum ada keberanian untuk mengemukakan pendapat / menanggapi
pertanyaan,yang dilihat pada saat pelaksanaan pleno serta masih ragu--ragu
untuk mengajukan pertanyaan.
2. Sebagian siswa tidak memiliki buku pedoman / bahan materi sehingga siswa
menjadi pasif dalam proses diskusi dan menyebabkan proses diskusi
menjadi tidak lancar.
3. Masih ada siswa yang belum terampil dalam mengajukan pertanyaan
dengan bahasa Indonesia yang benar sehingga setiap pertanyaan yang
diajukan oleh siswa harus dicatat dan direvisi oleh peneliti lalu disampaikan
sebagai pertanyaan yang tepat.
4. Kemampuan siswa dalam penguasaan materi diskusi masih kurang, nampak
dari animo siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan hanya 2 atau 3
orang dalam satu kelompok.
5. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan diatas, peneliti
bersama mitra peneliti membimbing siswa yang masih pasif dengan memberi
motivasi untuk tidak takut atau enggan dalam mengajukan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Ada lima indikator dalam diskusi
43
kelompok untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa tentang materi
Lingkungan Hidup yaitu : kerjasama, aktivitas diskusi, penguasaan materi,
kemampuan bertanya, dan menanggapi pertanyaan dalam melaksanakan
tugas-tugas diskusi kelompok.
a) Kinerja Guru Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I (data
terlampir)
Aspek yang diamati guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I adalah
kegiatan inti dalam hal membuka pelajaran. Pada proses pembelajaran
gurulah yang paling pertama berperan penting untuk membuka pelajaran
sekaligus menarik perhatian siswa. Pada aspek ini guru masih kurang
membuat siswa tertarik dengan pelajaran kemudian dalam memberikan
motivasi atau dorongan guru sudah baik sehingga siswa untuk lebih
bersemangat mengikuti pembelajaran.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kegiatan awal pembelajaran yaitu
guru sudah mampu membuat kaitan materi sebelumnya dengan materi yang
akan diajarkan dan guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran dengan
maksud agar siswa bisa mengetahui materi yang akan di bahas pada hari ini.
Kegiatan inti, 1) implementasi langkah-langkah pembelajaran, pada
pembelajaran siklus I guru sudah menyajikan materi sesuai dengan langkah-
langkah yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
antusiasme dalam menanggapi dan menggunakan respon siswa cukup baik,
mencerminkan komunikasi guru dan siswa tetapi guru kurang efisien dalam
memanfaatkan waktu sesuai dengan alokasi waktu 85 menit. 2), dalam
mengaitan materi dengan pengetahuan yang relevan sudah baik. 3)
Penggunaan model pembelajaran, Kooperatif STAD merupakan salah satu
model yang dipakai untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Ciri dari model pembelajaran ini adalah penyelidikan kelompok
berdasarkan topik. Media yang disediakan oleh guru sudah lengkap.
4). Evaluasi, guru sudah mampu melakukan evaluasi sesuai dengan tuntutan
aspek kompetensi, kurang tepat dalam penggunaan model pembelajaran
karena waktu yang dimanfaatkan kurang efisien, Kegiatan penutup, guru
44
sudah mampu merefleksi atau menyimpulkan materi kompetensi yang
diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
tentang materi pembelajaran pada siklus I.
Berdasarkan penejelasan pengamatan kinerja guru selama pembelajaran
pada siklus I dapat disimpulkan bahwa ada beberapa aspek yang belum
dilaksanakan oleh guru secara maskimal yakni waktu yang digunakan kurang
efisien,
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu mengembangkan proses
pembelajaan dapat di ketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai yang diperoleh kemudian dibagikan dalam tiga kategori berdasarkan
rentangan nilai berikut yang dikemukakan oleh Ikhbal dalam Mongko 2012 :
a. 0 - 59% ( kategori rendah)
b. 60 - 69% ( kategori sedang)
c. 70 - 100% ( kategori tinggi )
Berdasarkan data yang ada menujukan bahwa kemampuan guru dalam
melaksanakan tindakan silkus I selama proses belajar mengajar dilihat dari
aspek yang diamati yakni dari kegiatan awal sampai pada kegiatan penutup
dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievment Division (STAD) masuk dalam kategori sedang yaitu 65,83 %.
Dengan demikian kinerja guru dalam mengelola kelas dan membimbing
peserta didik perlu ditinjau lebih lanjut pada siklus berikutnya.
b) Kinerja Siswa Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pada Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain : tahap eksplorasi, tahap elaborasi dan tahap
konfirmasi. Masing- masing tahap mempunyai kriteri penilaian yakini 1)
tahap eksplorasi dengan kriteria penilaiannya berupa, kesiapan menerima
tugas, kesiapan dalam melaksanakan, kemampuan mencatat data atau
informasi, kelengkapan data atau informasi, dan kemampuan
45
mengkontruksikan hasil. 2) Tahap elaborasi, kriteria penilaiannya berupa
kerja sama kelompok, aktivitas dikusi, penguasaan materi, kemampuan
bertanya, kemampuan kerjasam tim dan kemampuan menghargai dan
menanggapi pertanyaan. 3) Tahap konfirmasi dengan kriteri penilaiannya
sebagai berikut : keseriusan dalam melaksanakan, keaktifan bertanya, dan
kemampuan menanggapi. Dari ketiga tahap ini akan dibahas lebih jelas sesuai
dengan aspeknya.
1) Tahap Eksplorasi (Data Terlampir)
Pada tahap eksplorasi adalah tahap awal dalam proses pembelajaran yang
melibatkan siswa dan guru. Pada tahap ini peneliti mengamati proes
pembelajaran dengan kriteria penilaian yakni :
1) Kesiapan menerima tugas
Aspek pertama dalam kriteria penilaian tahap eksplorasi adalah kesiapan
menerima tugas menjelaskan bahwa umumnya berada pada kategori cukup
baik atau 64 persen berarti banyak siswa yang cukup siap menerima tugas,
kategori baik sebanyak 28 persen sedangkan kategori kurang baik 8 persen.
Untuk lebih jelas mengenai aspek kesiapan menerima tugas pada siklus I
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.5
Kesiapan Menerima Tugas Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 7 28
2 Cukup baik 16 64
3 Kurang baik 2 8
46
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolah Data Primer, 2013
Dari tabel 1.5 dapat dibuat diagram 1.2 persentase kesiapan menerima
tugas pada siklus I.
Diagram 1.2
Kesiapan Menerima Tugas Pada Siklus I
Berdasarkan tabel 1.5 dan diagram 1.2 tentang aspek kesiapan menerima
tugas nampak bahwa terdapat variasi kesiapan siswa untuk menerima tugas
pada pembelajaran siklus I, dimana ada variasi baik, cukup baik dan kurang
baik, dengan persentase tertinggi pada kategori cukup baik. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa kesiapan siswa menerima tugas pada
proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori cukup baik.
2) Keseriusan Dalam Melaksanakan
Berdasarkan pengolahan data pada aspek keseriusan dalam melaksanakan
menjelaskan bahwa, selama pembelajaran siklus I berlangsung pada
umumnya berada pada kategori cukup baik sebanyak 80 persen, sedangkan
kategori baik 16 persen dan kategori kurang baik hanya 4 persen. Berikut ini
47
dapat dilihat kejelasan mengenai keseriusan dalam melaksanakan dapat
disajikan dalam tabel 1.6 berikut ini :
Tabel 1.6
Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus I
No Indikator
ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 4 16
2 Cukup baik 20 80
3 Kurang baik 1 4
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 1.6 dapat dibuat diagram 1.3 persentase keseriusan dalam
melaksanakan pada siklus I sebagai berikut :
Diagram 1.3
Persentasi keseriusan dalam melaksanakan
48
Berdasarkan tabel 1.6 dan diagram 1.3 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada pembelajaran siklus I, dimana
adanya variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi
dalam kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
keseriusan siswa dalam melaksanakan tugas pada proses pembelajaran rata-
rata masuk dalam kategori cukup baik.
3) Kemampuan Mencatat Informasi
Selama proses pembelajaran sebagian besar siswa cukup baik dalam
mencatat informasi atau data sebanyak 72 persen, sedangkan kategori baik
24 persen dan yang masuk dalam kategori kurang baik 4 persen. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table 1.7 sebagai berikut.
Tabel 1.7
Kemampuan Mencatat Informasi Pada Siklus I
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 6 24
2 Cukup Baik 18 72
3 Kurang Baik 1 4
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
49
Dari tabel 1.7 dapat buat diagram persentase kemampuan siswa dalam
mencatat informasi pada siklus I
Diagram 1.4
Kemampuan Mencatat Informasi Pada Siklus I
Berdasarkan tabel 1.7 dan diagram 1.4 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan siswa saat mencatat informasi sesuai dengan topik yang
diselidiki pada siklus I, dimana adanya variasi baik, cukup baik, dan kurang
baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori cukup baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kemampuan mencatat informasi
pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori cukup baik.
4) Kelengkapan Data atau Informasi
Data atau informasi berkaitan dengan materi yang diselidiki sangat penting,
karena pada saat materi yang dipresentasikan siswa kurang lengkap maka
akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Pelaksanaan observasi
ditemukan ada beberapa siswa yang datanya kurang lengkap. Dilihat dari
kategorinya sebagian besar siswa umumnya berada pada kategori cukup
sebanyak 72 persen, sedangkan kategori baik 20 persen dan siswa yang
mendapat kategori kurang baik yaitu 8 persen . Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1.8
Kelengkapan Data Atau Informasi Pada Siklus I
50
No Indikator
ketecapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 5 20
2 Cukup Baik 18 72
3 Kurang Baik 2 8
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 1.8 dapat dibuat diagram persentase kelengkapan data atau
informasi pada siklus I.
Diagram 1.5
Kelengkapan Data Atau Informasi Pada Siklus 1
Berdasarkan tabel 1.8 dan diagram 1.5 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kelengkapan data atau informasi pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kelengapan
data atau informasi pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori
cukup baik.
5) Kemampuan Mengkontruksikan Hasil
51
Perolehan kategori pada aspek kemampuan mengkontruksikan hasil sebagai
berikut : siswa yang berada pada kategori baik 8 persen, kategori cukup baik
pada umumnya lebih banyak 68 persen dan pada kategori kurang baik 24
persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1, berikut ini.
Tabel 1.9
Kemampuan Mengkontruksikan Hasil Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 2 8
2 Cukup Baik 17 68
3 Kurang Baik 6 24
Jumlah 30 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 1.9 dapat dibuat diagram persentase kemampuan
mengkontruksikan hasil pada siklus I.
Diagram 1.6
Kemampuan Mengkonstruksikan Hasil Pada Siklus 1
52
Berdasarkan tabel 1.9 dan diagram 1.6 nampak bahwa terdapat
variasi pada aspek kemampuan mengkontruksikan hasil pada siklus
I, dimana adanya variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan
persentase tertinggi dalam kategori cukup baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kemampuan
mengkontruksikan hasil pada proses pembelajaran rata-rata masuk
dalam kategori cukup baik.
2) Tahap Elaborasi ( Data terlampir )
Tahap ini masuk dalam diskusi kelompok. Kriteria penilaian yang akan
diamati selama proses pembelajaran pada siklus 1 ini adalah kerjasama
kelompok atau individu, aktivitas diskusi, penguasaan materi, kemampuan
bertanya, kemampuan kerjasama tim, kemampuan menghargai dan
kemampuan menanggapi pertanyaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
permasing-masing aspek sebagai berikut :
1) Kerjasama Kelompok atau Individu
Dalam diskusi kelompok, kerjasama tim atau individu sangat penting
sehingga pada saat salah seorang siswa mengalami kesulitan biasanya dibantu
oleh siswa lain sehingga saling melengkapi satu sama lain.
Tabel 2.1
Kerjasama Kelompok atau Individu Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 8 32
53
2 Cukup Baik 12 48
3 Kurang Baik 5 20
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Persentase kerjasama kelompok atau individu maka perolehan kategori pada
umumnya berada pada kategori cukup baik 48 persen, sedangkan kategori
baik atau 32 pesen dan kategori kurang baik 20 persen.
Dari tabel 2.1 dapat dibuat diagram persentase kerjasama kelompok atau
individu pada siklus I.
Diagram 1.7
Kerjasama Kelompok Atau Individu Pada Siklus 1
Berdasarkan tabel 2.1 dan diagram 1.7 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kerjasama kelompok atau individu pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
kerjasama kelompok pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam
kategori cukup baik.
1) Aktivitas Diskusi
54
Aktivitas diskusi ini merupakan salah satu aspek dalam tahap elaborasi
siklus I. Setelah peneliti melakukan pengamatan terhadap aspek ini dan
menemukan bahwa selama kegiatan pembelajaran belangsung sebagian besar
siswa cukup aktif dalam berdiskusi sebanyak 72 persen, sedangakan siswa
yang aktif hanya 12 persen dan yang kurang aktif 16 persen. Uraian ini dapat
dibuat tabel berikut ini.
Tabel 2.2
Aktivitas Diskusi Pada Siklus I
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Aktif 3 12
2 Cukup aktif 18 72
3 Kurang aktif 4 16
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari Tabel 2.2 dapat dibuat diagram persentase aktivitas diskusi pada siklus
I.
Diagram 1.8
Aktivitas Diskusi Pada Siklus 1
55
Berdasarkan tabel 2.2 dan diagram 1.8 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek aktivitas pada siklus I, dimana adanya variasi baik, cukup baik, dan
kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori cukup baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek aktivitas diskusi kelompok
pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori cukup baik.
2) Penguasaan Materi
Setiap aspek yang diamati dalam tahap elaborasi semuanya sangat penting
salah satu dari aspek tersebut adalah aspek penguasaan materi. Selama
kegiatan pembelajaran apabila siswa tidak menguasai materi sesuai informasi
yang diselidiki ,maka situasi belajar menjadi konduktif. Penguasaan materi
pembelajaran pada siklus I pada umumnya masuk dalam kategori cukup baik
sebanyak 53,33 persen, sedangkan 36,67 persen berada pada kategori baik
dan 10 pesen berada pada kategori kurang baik berarti kurang menguasai
materi.
Tabel 2.3
Penguasaan Materi Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 11 44
56
2 Cukup Baik 12 48
3 Kurang Baik 2 8
Jumlah 30 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 2.3 dapat dibuat diagram persentase penguasaan materi pada
siklus I.
Diagram 1.9
Persentase Penguasaan Materi Pada Siklus I
Berdasarkan tabel 2.3 dan diagram 1.9 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek penguasaan materi pada siklus I, dimana adanya variasi baik, cukup
baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori cukup baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek penguasaan materi pada
proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori cukup baik.
57
3) Kemampuan Bertanya
Suasana belajar menjadi kondusif apabila siswa selalu aktif untuk bertanya
sehingga tidak terkesan gurunya aktif sedangakn siswa pasif. Pada aspek
ini,16 persen siswa berada pada kategori baik, sebanyak 76 persen siswa
berada pada kategori cukup baik dan 8 pesen berada pada kategori kurang
baik. Berdasarkan data yang ada disimpulkan bahwa pembelajarn pada siklus
I ini terkesan banyak siswa yang aktif untuk bertanya. Diharapkan kondisi
seperti ini harus dipertahankan karena mempunyai pengaruh yang positif
pada pribadi siswa yang bisa meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4
Kemampuan Bertanya Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 4 16
2 Cukup Baik 19 76
3 Kurang Baik 2 8
Jumlah 30 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 2.4 dapat dibuat diagram persentase kemampuan bertanya pada
siklus I.
Diagram 2.1
58
Persentase Kemampuan Bertanya pada Siklus I
Berdasarkan tabel 2.4 dan diagram 2.1 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan bertanya pada siklus I, dimana adanya variasi baik, cukup
baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori cukup
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan bertanya
pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori cukup baik.
4) Kemampuan Menghargai
Pembelajaran pada siklus I tahap konfirmasi, aspek kemampuan menghargai
siswa umumnya masuk pada kategori cukup baik sebanyak 60 persen siswa,
28 persen siswa berada pada kategori baik sedangkan 12 persen berada pada
kategori kurang baik. Untuk lebih jelas mengenai kemampuan menghargai
pada siklus I dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 2.5
Kemampuan Menghargai Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 7 28
2 Cukup Baik 15 60
3 Kurang Baik 3 12
Jumlah 25 100,00
59
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase tingkat kemampuan menghargai
pada tahap konfirmasi.
Diagram 2.2
Persentase Kemampuan Menghargai Siklus I
Berdasarkan tabel 2.5 dan diagram 4.1 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
keseriusan dalam melaksanakan pada proses pembelajaran rata-rata masuk
dalam kategori cukup baik.
5) Kemampuan Menanggapi Pertanyaan
Kemampuan menanggapi yang dinilai adalah baik berupa pertanyaan.
Siswa yang berada pada kategori baik sebanyak 20 persen, kategori cukup
baik sebanyak 56 persen siswa sedangkan kategori kurang baik sebanyak 24
persen.
Tabel 2.6
Kemampuan Menanggapi Pertanyaan Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 5 20
60
2 Cukup Baik 14 56
3 Kurang Baik 6 24
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 2.6 dapat dibuat diagram persentase kemampuan menanggapi
pertanyaan pada siklus I.
Diagram 2.3
Persentase Kemampuan Menanggapai Pertanyaan Pada Siklus I
Berdasarkan tabel 2.6 dan diagram 2.3 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan menanggapi pertanyaan pada siklus I, dimana adanya
variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
kemampuan menanggapi pertanyaan pada proses pembelajaran rata-rata
masuk dalam kategori cukup baik.
3) Tahap Konfirmasi (Data Terlampir)
61
Kriteria yang dinilai pada tahap konfirmasi adalah keseriusan dalam
melaksanakan, keaktifan bertanya, dan kemampuan menanggapi.
1) Keseriusan Dalam Melaksanakan
Berdasarkan hasil observasi pada tahap konfirmasi, banyak siswa yang
cukup baik atau serius dalam melaksanakan sebanyak 52 persen, 28 persen
siswa berada pada kategori baik dan sisa 20 persen masuk dalam kategori
kurang baik. Untuk melihat lebih jelasnya mengenai keseriusan dalam
melaksankan pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.7
Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus I
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 7 28
2 Cukup Baik 13 52
3 Kurang Baik 5 20
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 2.7 dapat dibuat diagram persentase keseriusan dalam
menanggapi pada siklus I
Diagram 2.4
Persentase Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus I
62
Berdasarkan tabel 2.7 dan diagram 2.4 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
keseriusan dalam melaksanakan pada proses pembelajaran rata-rata masuk
dalam kategori cukup baik.
2) Keaktifan Bertanya
Hasil pengamatan untuk mengetahui kemampuan siswa mengenai keatifan
bertanya pada tahap konfirmasi, indikator pencapainnya lebih dominan pada
kategori cukup baik sebanyak 56 persen, 12 persen masuk dalam kategori
baik sedangkan kategori kurang baik sebanyak 32 persen. Untuk melihat
lebih jelas mengenai keaktifan pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.8
Keaktifan Bertanya Pada Siklus I
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 3 12
2 Cukup Baik 14 56
3 Kurang Baik 8 32
63
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase keaktifan bertanya pada tahap
konfirmasi siklus I
Diagram 2.5
Persentase Keaktifan Bertanya Siklus I
Berdasarkan tabel 2.8 dan diagram 2.5 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
keseriusan dalam melaksanakan pada proses pembelajaran rata-rata masuk
dalam kategori cukup baik.
3) Kemampuan Menanggapi
Pada aspek ini siswa yang berada pada kategori baik hanya 12 persen,
sedangkan kategori cukup baik sebanyak 68 persen dan kategori kurang baik
20 persen. Melihat perbandingan dari kategori baik, cukup baik dan kurang
baik, lebih mendominasi pada kategori cukup baik berarti pada aspek ini
banyak siswa sudah cukup mampu menanggapi. Untuk melihat lebih jelas
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.9
Kemampuan Menanggapi Pada Siklus I
No Indikator Frekuensi %
64
Ketercapaian Ketercapaian
1 Baik 3 12
2 Cukup Baik 17 68
3 Kurang Baik 5 20
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase kemampuan menanggapi pada siklus
I untuk melihat tingkat kemampuan menanggapi pada tahap konfirmasi.
Diagram 2.6
Persentase Kemampuan Menanggapi Siklus I
Berdasarkan tabel 2.9 dan diagram 2.6 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan menanggapi pertanyaan pada siklus I, dimana adanya
variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori cukup baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek
65
kemampuan menanggapi pertanyaan pada proses pembelajaran rata-rata
persen masuk dalam kategori cukup baik.
4) Tes Akhir Hasil Belajar Siswa Siklus I (Data Terlampir)
Kegiatan pembelajaran pada siklus I diakhiri dengan evaluasi dalam bentuk
tes akhir untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Dilihat dari hasinya
banyak siswa yang tuntas belajarnya tetapi ada juga yang belum tuntas. Untuk
mengetahui persentase ketercapaian belajar siswa digunakan rumus sebagai
berikut. Nilai yang diperoleh kemudian dibagikan dalam tiga kategori
berdasarkan rentang nilai berikut yang dikemukakan oleh Ikhbal dalam
Mongko 2012 sebagai berikut :
a. 0 - 59% (Kategori rendah)
b. 60 - 69 % (Kategori sedang)
c. 70 - 100% (Kategori tinggi)
Tabel 3.1
Persentase Hasil Belajar Siswa Siklus I
No Kategori
Siklus I
Frekuensi %
1 Tinggi 17 68
2 Sedang 5 20
3 Rendah 3 12
Nilai rata-rata 72,4
Kategori Tinggi
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Diagram 2.7
Ketercapaian Hasil Belajar Siswa Siklus I
66
Dari Tabel 3.1 menjelaskan bahwa kategori tinggi sebanyak 68 persen,
kategori sedang 20 persen dan kategori rendah 12 persen. Rata – rata prestasi
belajar siswa pada siklus I adalah 72,4 persen berada pada kategori tinggi.
Siswa dikatakan hasil belajarnya meningkat apabila siswa mendapat nilai
sesuai standar KKM sebanyak 80 persen sedangkan ketuntasan klasikal suatu
kelas 90 persen atau lebih siswa telah mencapai skor perorangan 75 ke atas.
Berdasarkan KKM pada siklus I siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 15
orang dari 25 orang sedangkan ketuntasan klasikal 60 persen sedangkan
siswa yang belum tuntas belajarnya sebanyak 10 orang siswa atau 40 persen.
Dari hasil tes pada siklus I dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas
dengan menggunakan model pembelajaran model pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD akan dilanjutkan pada siklus ke II karena ketuntasan klasikal
untuk suatu kelas belum mencapi 90 persen atau lebih.
5) Refleksi
Penelitian tidakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD pada siklus I terdiri dari tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan atau tindakan, tahap observasi dan terakhir refleksi atas segala
kegiatan yang telah dilakukan. Hasil rata-rata nilai 72,4 persen dengan
ketuntasan belajar mencapai 60 persen. Berarti ketuntasan belajar belum
mencapai 90 persen sehingga penelitian tindakan kelas dilanjutkan pada
siklus berikutnya. Alasan peneliti untuk melakukan penelitian ulang pada
67
siklus berikutnya karena ada beberapa aspek baik dari kinerja guru, maupun
kinerja siswa selama proses pembelajaran belum semaksimal mungkin,
sehingga mempengaruhi prestasi belajar siswa yang masih rendah. Dari hasil
refleksi ada beberapa aspek yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar
siswa dan ketuntasan belajar belum mencapai 90 persen antara lain sebagai
berikut :
1) Kinerja guru pada siklus I
a) Kurang tepat dalam pengguanaan model pembelajaran karena waktu yang
dimanfaatkan kurang efisien
b) Pembelajaran belum mencerminkan komunikasi guru dan siswa, serta
belum menujukan antusiasme mimik dan penampilanya.
c) Penyediaan media pembelajaran kurang lengkap sehingga menjadi salah
satu kendala.
d) Guru harus melakukan penekan kembali pada materi yang berkaitan dengan
soal – soal yang tidak dapat dijawab dengan tepat.
2) Kinerja siswa pada siklus I
a) Banyak siswa yang kurang serius dalam melaksanakan tugas kelompok.
Ada siswa yang hanya mengandalkan temannya yang dianggap mampu
untuk mengerjakan tugas kelompok sehigga pada siklus berikutnya guru
harus lebih mengontol siswa semaksimal mungkin.
b) Pada saat aktivitas dikusi kelompok berjalan ada siswa yang mengalami
kesulitan dalam mengajukan pertanyaaan dan kurang menguasai materi.
c) Pada saat diberikan kesempatan untuk bertanya orang-orang tertentu saja
yang memberikan pertanyaan atau tangapan balik terutama ketua kelompok
yang lebih dominan dalam menyampaikan pendapat.
d) Ada sebagian kelompok yang kurang kreatif atau kurang terampil
mengerjakan tugas kelompoknya
e) Kurang menghargai pendapat teman atau kelompok yang menanggapi
pertanyaan atau masukan dari teman.
f) Ada kelompok yang kesulitan dalam mencari informasi sesuai dengan topik
yang diselidiki karena kurang mendapat sumber bacaan.
68
b. Siklus II
Penelitan tindakan siklus II merupakan lanjutan dari siklus sebelumnya
dimana pada siklus sebelumnya belum ada peningkatan prestasi belajar
peserta didik dan ketutasan klasikalnya belum mencapai 90 persen sehingga
peneliti berusaha lebih fokus untuk memperbaiki pada silkus II. Materi
pokok yang dibahas pada siklus I sama juga dibahas pada siklus II yakni
lingkungan hidup dengan tujuan pembelajaranya dapat menjelaskan
pengertian Lingkungan hidup, dan menjelaskan ciri-ciri pembangunan
berwawasan lingkungan hidup .
a) Proses Perencanaaan
Proses perencanaan pada siklus ini sama halnya dengan proses perencanaan
pada siklus sebelumnya yaitu menyiapkan kerangka pembelajaran berupa
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), silabus instrument penilaian
berupa lembaran diskusi kelompok, lembaran kinerja siswa dalam tahap
eksplorasi, lembaran kinerja siswa dalam tahap konfirmasi, lembran kinerja
guru dan soal tes setiap akhir siklus II. Pada proses pembelajaran adapun
langkah-langkah yang disusun sesuai dengan model pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup, disesuaikan
dengan alokasi waktu yang tercantum dalam RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran).
a) Pelaksanaan Tindakan
Proses pelaksanaan tindakan pada siklus I adalah sebagai berikut:
1) Pada siklus sebelumnya guru sudah menjalaskan metode Kooperatif Tipe
STAD dan materi yang dibahas pada silkus II juga sama sehingga guru
hanya menyampaikan secara garis besar materi pokok lingkungan hidup
yang akan dibahas pada silkus ini sekaligus memberikan motivasi.
2) Pembagian kelompok pada siklus II juga berdasarkan akademik, jenis
kelamin dan etnik. Kelompok yang dibagi pada siklus sebelumnya tidak
dirubah yakni terdiri dari 5 kelompok masing- masing beranggotakan 5
oarang. Materi yang akan dibahas adalah lingkungan hidup. Sub materi
69
Sumber : Data
yang akan diselidiki kelompok I, II membahas tentang factor-faktor yang
mempengaruhi sifat lingkungan hidup, kelompok III dan IV membahas
tentang teori lingkungan hidup dan kelompok V membahas tentang
pengertian pembangunan yang berwawasan lingkungan.
3) Setelah guru membagi kelompok, masing-masing kelompok mencari,
menemukan informasi dari buku atau internet dan meringkas dalam
penyajian yang menarik sesuai dengan topik yang diselidiki.
4) Selanjutanya siswa mempersentasikan hasil informasi yang diselididki .
Sebelumnya guru menyarankan bahwa masing-masing kelompok harus
benar-benar menguasai topik yang akan dipresentasikan. Guru menujukan
salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil yang diwakili oleh
salah seorang siswa sedangkan kelompok lain diminta untuk menanggapi.
Hal yang sama juga diberikan kesempatan kepada kelompok lainnya.
5) Setelah presentasi guru menarik kesimpulan dan menanyakan kembali
materi yang yang sudah dijelaskan.
6) Untuk mengetes daya ingat maka siswa diberi kesempatan untuk
mengerjakan soal yang sudah disediakan oleh guru.
a. Proses Pengamatan
Pada tahap ini peneliti akan mengamati kemampuan guru dalam proses
pembelajaran yang dijalankan pada siklus II dengan menggunakan model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD serta menilai kinerja siswa dalam
diskusi kelompok, kinerja siswa dalam tahap eksplorasi dan kinerja siswa
dalam tahap konfimasi.
1) Kinerja Guru Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II (Data
Terlampir)
Aspek yang diamati guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus II sama
dengan siklus sebelumnya. Dalam melaksanakan pembelajaran siklus II
kemampuan guru dalam membuka pelajaran dalam hal ini menarik perhatian
siswa, memotivasi siswa dan membuat kaitan materi sebelumnya dan materi
yang akan diajarakan sangat baik serta menyampaikan tujuan pembelajaran
70
dengan baik berarti kemampuan guru dalam membuka pelajaran pada siklus
II sudah sangat baik dan bisa memperbaiki kelemahan pada siklus
sebelumnya.
Impementasi langkah-langkah pembelajaran, pada pembelajaran siklus II
guru sudah menyajikan materi sesuai dengan langkah-langkah yang tertuang
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), antusiaisme dalam
menanggapi dan mengguanakan respon siswa baik, komunikasi guru dan
siswa sangat baik. Kejelasan dalam mempromosikan materi yang
disampaikan dengan materi lainnya sesuai dengan tuntutan aspek kompetensi
sangat baik. Penyediaan media sesuai dengan materi dan model pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD sudah lengkap sehingga tidak ada kendala.
Guru juga tidak lepas memberikan penguatan pada siswa tentang model
pembelajaran yang di gunakan dengan materi yang diselidiki oleh siswa. Pada
saat evaluasi, guru sudah mampu melakukan evaluasi dengan tuntutan aspek
kompetensi, guru sudah cermat dalam memanfaatkan waktu sesuai dengan
yang direncanakan dan sudah menujukan antusiasme mimik dan
penampilanya . Kegiatan penutup, guru sudah mampuh merefleksi atau
menyimpulkan materi kompetensi yang diajarkan, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi pembelajaran pada
siklus II. Berdasarkan penejelasan pengamatan kinerja guru selama
pembelajaran pada siklus II dapat disimpulkan bahwa, refleksi tentang
kelemahan pada siklus sebelumnya sudah sudah diperbaiki. Berdasarkan data
yang ada (data terlampir ) menujukan bahwa kinerja guru dalam
melaksanakan tindakan silkus II selama proses belajar mengajar dilhat dari
aspek yang diamati yakni dari kegiatan awal sampai pada kegiatan penutup
dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD masuk
dalam kategori tinggi yaitu 92,50 persen. Dengan demikian kinerja guru
dalam pelaksanaan tindakan siklus tidak perlu ditinjau kembali karena pada
siklus II ini sudah mencapai kemampuan atau kompetensi guru.
2) Kinerja Siswa Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pada Siklus II
71
Pelaksanana pembelajaran pada siklus II beberapa hal yang perlu di
perhatikan antara lain : tahap eksplorasi, tahap elaborasi dan tahap
konfirmasi. Masing- masing tahap mempunyai kriteri penilaian yakini 1)
tahap eksplorasi dengan kriteria penilaiannya berupa, kesiapan menerima
tugas, kesiapan dalam melaksanakan, kemampuan mencatat data atau
informasi, kelengkapan data atau informasi, dan kemapuan
mengkontruksikan hasil. 2) Tahap elaborasi, kriteria penilaiannya berupa
kerja sama kelompok, aktivitas dikusi, penguasaan materi, kemapuan
bertanya, kemampuan kerjasama tim, kemampuan mengharagai dan
menanggapi pertanyaan. 3) Tahap konfirmasi dengan kriteri penilaiannya
sebagai berikut : keseriusan dalam melaksanakan, keaktifan bertanya, dan
kemampuan menanggapi,. Dari ketiga tahap ini akan dibahas lebih jelas
sesuai dengan aspeknya.
a) Tahap Eksplorasi (Data Terlampir)
Pada tahap eksplorasi adalah tahap awal dalam proses pembelajaran yang
melibatkan siswa dan guru. Pada tahap ini peneliti mengamati proes
pembelajaran dengan kriteria penilaian yakni:
1) Kesiapan menerima tugas
Pembelajaran pada siklus II tentang aspek pertama dalam kriteria penilaian
tahap eksplorasi adalah kesiapan menerima tugas telah mengalami
peningkatan. Siswa umumnya berada pada kategori baik sebanyak 80 persen
siswa, kategori cukup baik sebanyak 20 persen. Untuk lebih jelas mengenai
aspek keseiapan menerima tugas pada siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3.2
Kesiapan Menerima Tugas Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 20 80
2 Cukup baik 5 20
72
3 Kurang baik 0 0
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolah Data Primer, 2013
Dari tabel 3.2 dapat dibuat diagram persentase kesiapan menerima tugas
pada siklus II.
Diagram 2.8
Persentase Kesiapan Menerima Tugas Pada Siklus 1I
Berdasarkan tabel 3.2 dan diagram 2.8 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kesiapan menerima tugas pada siklus II, dimana adanya variasi baik,
cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kesiapan menerima
tugas pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
2) Keseriusan Dalam Melaksanakan
Pada umumnya aspek ini berada pada kategori baik sebanyak 72 persen,
sedangkan kategori cukup baik sebanyak 30 persen. Berikut ini dapat dilihat
kejelasan mengenai keseriusan dalam melaksanakan dapat disajikan dalam
table 3.4 berikut :
73
Tabel 3.3
Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 18 72
2 Cukup baik 7 28
3 Kurang baik 0 0
Jumlah 25 100
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 3.3 dapat dibuat diagram 2.9 persentase keseriusan dalam
melaksanakan pada siklus II sebagai berikut :
Diagram 2.9
Pesentase Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus II
74
Berdasarkan tabel 3.3 dan diagram 2.9 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada siklus II, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek keseriusan dalam
melaksanakan pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori
cukup baik.
3) Kemampuan Mencatat Informasi
Pada aspek ini umumnya siswa berada pada kategori baik sebanyak 80
persen siswa, sedangkan kategori cukup baik 20 persen siswa. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 3.4
Kemampuan Mencatat Informasi Pada Siklus II
SumSumber : Pengolahan Data Primer, 2013
75
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 20 80
2 Cukup Baik 5 20
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Dari tabel 3.4 dapat buat diagram persentase kemampuan siswa dalam
mencatat informasi pada siklus II.
Diagram 3.1
Persentase Kemampuan Mencatat Informasi Pada Siklus Il
Berdasarkan tabel 3.4 dan diagram 3.1 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan mencatat informasi pada siklus I, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan mencatat
informasi pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik
4) Kelengkapan Data atau Informasi
Dilihat dari kategorinya sebagian besar siswa umumnya berada pada
kategori baik sebanyak 68 persen siswa, sedangkan kategori cukup baik
sebanyak 32 persen siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut ini.
Tabel 3.5
Kelengkapan Data Atau Informasi Pada Siklus II
No Indikator ketecapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 17 68
2 Cukup Baik 8 32
3 Kurang Baik 0 0,00
76
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 3.5 dapat buat diagram persentase kelengkapan data atau
informasi pada siklus II
Diagram 3.2
Persentase Kelengkapan Data Atau Informasi Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 3.5 dan diagram 3.2 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kelengkapan data atau informasi pada siklus II, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kelengkapan data atau
informasi pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
5) Kemampuan Mengkontruksikan Hasil
Perolehan kategori pada aspek kemampuan mengkontruksikan hasil sebagai
berikut : kategori baik pada umumnya lebih banyak sebanyak 72 persen dan
77
pada kategori kurang baik sebanyak 28 persen siswa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
Tabel 3.6
Kemampuan Mengkontruksikan Hasil Pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 18 72
2 Cukup Baik 7 28
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 3.6 dapat dibuat diagram persentase kemampuan
mengkontruksikan hasil pada siklus II
Diagram 3.3
Persentase Kemampuan Mengkontruksikan Hasil Pada
Siklus II
Berdasarkan tabel 3.6 dan diagram 3.3 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan mengkontruksikan hasil pada siklus II, dimana adanya
variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan
78
mengkontruksikan hasil pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam
kategori baik.
b) Tahap Elaborasi ( Data terlampir )
Tahap ini masuk dalam diskusi kelompok. Kriteria penilaian yang akan
diamati selama proses pembelajaran pada siklus 1 ini adalah kerjasama
kelompok atau individu, aktivitas diskusi, penguasaan materi, kemampuan
bertanya, kemampuan kerjasama tim, kemampuan menghargai dan
kemampuan menanggapi pertanyaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
masing-masing aspek sebagai berikut.
1) Kerjasama Kelompok atau Individu
Tabel 3.7
Kerjasama Kelompok atau Individu Pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 19 76
2 Cukup Baik 6 24
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 3.7 kerjasama kelompok atau individu maka perolehan
kategori pada umumnya berada pada kategori baik sebanyak 80 persen siswa,
dan kategori cukup baik 20 persen siswa. Dari tabel 3.7 dapat dibuat diagram
persentase kerjasama kelompok atau individu pada siklus II.
Diagram 3.4
Persentase Kerjasama Kelompok Atau Individu Pada Siklus II
79
Berdasarkan tabel 3.7 dan diagram 3.4 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kerjasama kelompok atau tim pada siklus II, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kerjasama kelompok
atau tim pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
2) Aktivitas Diskusi
Setelah peneliti melakukan pengamatan terhadap aspek ini dan menemukan
bahwa selama kegiatan pembelajaran belangsung sebagian besar siswa selalu
aktif berdiskusi sebanyak 76 pesen siswa, sedangakan siswa cukup aktif 30
persen siswa. Untuk melihat lebih jelas mengenai keaktifan siswa dalam
diskusi pada siklus II ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8
Aktivitas Diskusi Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Aktif 19 76
2 Cukup aktif 6 24
3 Kurang aktif 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
80
Berikut merupakan diagram persentase aktivitas diskusi siswa pada siklus II
untuk melihat tingkat aktivitas diskusi pada siklus II
Diagram 3.5
Persentase Aktivitas Diskusi Pada Siklus II
Berdasarkan table 3.8 dan diagram 3.5 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek aktivitas diskusi pada siklus II, dimana adanya variasi baik, cukup baik,
dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek aktivitas diskusi pada proses
pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
3) Penguasaan Materi
Penguasaan materi pembelajaran pada siklus II pada umumnya masuk
dalam kategori baik sebanyak 80 persen siswa, sedangkan 20 persen berada
pada kategori cukup baik.
Tabel 3.9
Penguasaan Materi Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 21 84
2 Cukup Baik 4 16
3 Kurang Baik 0 0,00
81
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 3.9 dapat dibuat diagram persentase penguasaan materi pada
siklus II
Diagram 3.6
Persentase Penguasaan Materi Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 3.9 dan diagram 3.6 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek penguasaan materi pada siklus II, dimana adanya variasi baik, cukup
baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek penguasaan materi pada
proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
4) Kemampuan Bertanya
Pada aspek ini, 72 persen siswa berada pada kategori baik, dan 28 persen
berada pada kategori cukup baik. Berdasarkan data yang ada disimpulkan
bahwa pembelajarn pada siklus II ini terkesan banyak siswa yang aktif untuk
bertanya. Diharapkan kondisi seperti ini harus dipertahankan karena
mempunyai pengaruh yang positif pada pribadi siswa yang bisa
meningkatkan Hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.1
Kemampuan Bertanya Pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
82
1 Baik 18 72
2 Cukup Baik 7 28
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 4.1 dapat dibuat diagram persentase kemampuan bertanya pada
siklus II
Diagram 3.7
Persentase Kemampuan Bertanya Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 4.1 dan diagram 3.7 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan bertanya pada siklus II, dimana adanya variasi baik, cukup
baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik.
83
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan bertanya pada
proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
5) Kemampuan Menghargai
Aspek kemampuan menghargai siswa umumnya masuk pada kategori baik
sebanyak 84 persen siswa, sedangkan sebanyak 16 persen siswa berada pada
kategori cukup baik. Untuk lebih jelas mengenai kemampuan menghargai
pada siklus II dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Kemampuan Menghargai Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 21 84
2 Cukup Baik 4 16
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase kemampuan menghargai pada siklus
II untuk melihat tingkat kemampuan menghargai pada tahap konfirmasi.
Diagram 3.8
Persentase Kemampuan Menghargai Siklus II
84
Berdasarkan tabel 4.2 dan diagram 3.8 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan menghargai pada siklus II, dimana adanya variasi baik,
cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan menghargai
pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
6) Kemampuan Menaggapi Pertanyaan
Pembelajaran pada siklus II berkaitan dengan aspek kemampuan
menanggapi yang dinilai adalah baik berupa pertanyaan maupun jawaban
mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Siswa yang berada pada
kategori baik sebanyak 88 persen dan kategori cukup baik hanya 12 persen.
Tabel 4.3
Kemampuan Menanggapi Pertanyaan Pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 22 88
2 Cukup Baik 3 12
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
85
Dari tabel 4.3 dapat dibuat diagram persentase kemampuan menanggapi
pertanyaan pada siklus II
Diagram 3.8
Persentase Kemampuan Menanggapai Pertanyaan Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 4.3 dan diagram 3.8 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan menanggapi pertanyaan pada siklus II, dimana adanya
variasi baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam
kategori baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan
menanggapi pertanyaan pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam
kategori baik.
c) Tahap Konfirmasi ( Data Terlampir)
Kriteria yang dinilai pada tahap konfirmasi adalah keseriusan dalam
melaksanakan, keaktifan bertanya, dan kemampuan menanggapi.
1) Keseriusan Dalam Melaksanakan
Berdasarkan hasil observasi pada tahap konfirmasi, banyak siswa yang baik
atau serius dalam melaksanakan sebanya 72 persen siswa, sedangkan 28
persen berada pada kategori cukup baik. Untuk melihat lebih jelasnya
mengenai keseriusan dalam melaksankan pada siklus II dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.4
Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus II
86
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 18 72
2 Cukup Baik 7 28
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Dari tabel 4.4 dapat dibuat diagram persentase keseriusan dalam
melaksanakan pada siklus II.
Diagram 3.9
Persentase Keseriusan Dalam Melaksanakan Pada Siklus II
Berdasarkan tabel 4.4 dan diagram 3.9 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keseriusan dalam melaksanakan pada siklus II, dimana adanya variasi
baik, cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori
baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek keseriusan dalam
melaksanakan pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik
87
2) Keaktifan Bertanya
Hasil pengamatan untuk mengetahui kemampuan siswa mengenai keaktifan
bertanya pada tahap konfirmasi, indikator pencapainnya lebih dominan pada
kategori baik sebanyak 68 persen, sedangkan kategori cukup baik sebanyak
32 persen. Untuk melihat lebih jelas mengenai keaktifan pada siklus I dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5
Keaktifan Bertanya Pada Siklus II
No Indikator
Ketercapaian
Frekuensi %
Ketercapaian
1 Baik 17 68
2 Cukup Baik 8 32
3 Kurang Baik 0 0,00
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase keaktifan bertanya pada tahap
konfirmasi siklus II.
Diagram 3.9
Persentase Keaktifan Bertanya Siklus II
88
Berdasarkan tabel 4.5 dan diagram 3.9 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek keaktifan bertanya pada siklus II, dimana adanya variasi baik, cukup
baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek keaktifan bertanya pada
proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
3) Kemampuan Menanggapi
Pada aspek ini siswa yang berada pada kategori baik sebanyak 68 persen
siswa, kategori cukup baik sebanyak 32 persen. Melihat perbandingan dari
kategori baik, cukup baik dan kurang baik, lebih mendominasi pada kategori
baik berarti pada aspek ini mengalami peningakatan. Untuk melihat lebih
jelas mengenai kemampuan menanggapi pada siklus II dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.6
Kemampuan Menanggapi Pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian
Frekuensi % Ketercapaian
1 Baik 17 68
2 Cukup Baik 8 32
3 Kurang Baik 0 0,00
89
Jumlah 25 100,00
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Berikut merupakan diagram persentase kemampuan menanggapi pada siklus
II untuk melihat tingkat kemampuan menanggapi pada tahap konfirmasi.
Diagram 4.1
Persentase Kemampuan Menanggapi Siklus II
Berdasarkan tabel 4.6 dan diagram 4.1 nampak bahwa terdapat variasi pada
aspek kemampuan menanggapi pada siklus II, dimana adanya variasi baik,
cukup baik, dan kurang baik, dengan persentase tertinggi dalam kategori baik.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aspek kemampuan menanggapi
pada proses pembelajaran rata-rata masuk dalam kategori baik.
3) Tes Akhir Hasil Belajar Siswa Siklus II
Kegiatan pembelajaran pada siklus II diakhiri dengan evaluasi dalam bentuk
tes akhir untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui
persentase ketercapaain belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut :
Nilai yang diperoleh kemudian dibagikan dalam tiga kategori berdasarkan
rentang nilai berikut yang dikemukakan oleh Ikhbal dalam Mongko 2012
sebagai berikut :
a. 0 - 59% (kategori rendah)
b. 60 - 69% (kategori sedang)
90
c.70 - 100% (kategori tinggi)
Tabel 4.7
Persentase Hasil Belajar Siswa Siklus II
No Kategori
Siklus II
Frekuensi %
1 Tinggi 25 100,00
2 Sedang 0 0,00
3 Rendah 0 0,00
Nilai rata-rata 90,4
Kategori Tinggi
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013
Diagram 4.2
Ketercapaian Hasil Belajar Siswa Siklus II
91
Dari tabel 4.7 menjelaskan bahwa persetasi belajar siswa umumnya semua
siswa masuk dalam kategori tinggi 100 persen. Rata–rata prestasi belajar
siswa pada siklus I adalah 90,4 persen berada pada kategori tinggi.
Siswa dikatakan meningkat prestasi belajarnya apabila sebanyak 80 persen
siswa mendapat nilai 75, sedangkan ketuntasan klasikal suatu kelas 90 persen
atau lebih siswa telah mencapai skor perorangan 75 keatas. Berdasarkan
KKM pada siklus II ketuntasan klasikal 96 persen sedangkan siswa yang
belum tuntas belajarnya 4 persen . Dari hasil tes pada siklus II dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya
karena ketuntasan klasikal untuk suatu kelas sudah mencapai 90 persen.
d. Refleksi
Setelah pelaksanaan pembelajaran pada siklus II, peneliti melakukan
refleksi kegiatan belajar tentang kinerja guru dan kinerja siswa. Dari hasil
refleksi bahwa kinerja guru semakin meningkat dari siklus sebelumnya,
dimana guru sudah memanfaatkan waktu secara efesien sedangkan kinerja
siswa dari tahap eksplorasi, tahap elaborasi dan tahap konfirmasi juga
mengalami peningkatan. Setiap aspek pembelajaran juga mengalami
peningkatan seperti kesiapan siswa, keseriusan siswa mengikuti pelajaran,
dan kemampuan bertanya semakin meningkat dibandingkan siklus I. Dalam
proses diskusi siswa juga berani bertanya dan percaya diri, hal ini karena
adanya motivasi dan penguatan dari guru.
92
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dianggap sudah cukup, karena
melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa tentang materi lingkungan hidup.
Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa kelas XI IPS ¹ SMA Negeri 9
Kupang yang mencapai nilai rata-rata di atas tolak ukur keberhasilan. Nilai
rata-rata 90,4 pesen, dengan ketuntasan belajar 96 persen .Pelaksanaan tes
untuk siklus II masih ada 4 persen siswa yang belum tuntas. Namun peneliti
sudah memberikan remedial sehingga siswa bisa tuntas belajarnya.
Dilihat dari hasil refleksi pada siklus II ini secara keseluruhan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS ¹ SMA Negeri 9 Kupang tahun
pelajaran 2013/2014 pada materi ajar mengenai lingkungan hidup.
1. Perkembangan
Tujuan dari penelitian juga mengetahui perkembangan hasil belajar siswa
setelah diterapkannya model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada
materi pokok lingkungan hidup.
Perkembangan hasil belajar siswa dapat dilihat dari perbandingan kinerja
guru selama pelaksanaan pembelajaran dari siklus I sampai pada siklus II, dan
kinerja siswa selama proses pembelajaran mulai dari tahap eksplorasi,
elaborasi dan tahap konfirmasi.
Berdasarkan hasil observasi selama kegiatan pembelajaran pada siklus I dan
siklus II peneliti telah berhasil menerapkan model pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD dari siklus I dengan kategori sedang 65,83 persen kemudian
meningkat pada siklus II dengan kategori tinggi atau 92,50 persen.
Peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 26,67 persen.
Untuk melihat secara jelas mengenai perkembangan kinerja guru selama
pembelajaran dapat dilihat pada diagram berikut.
Diagram 4.3
Perbandingan Kinerja Guru Pada Siklus I Dan Siklus II
93
Sedangkan perkembangan kinerja siswa selama proses pembelajaran dari
tahap eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi juga mengingkat dari siklus I ke
siklus II. Rata- rata kinerja siswa siklus I yaitu 2,03 persen berada pada
kategori cukup baik, dan rata-rata kinerja siswa pada siklus ke II yaitu 3,00
persen berada pada kategori baik. Untuk melihat secara jelas mengenai
perkembangan kinerja siswa dapat dilihat pada diagram perbandingan kinerja
siswa berikut ini.
Diagram 4.4
Perbandingan Kinerja Siswa Pada Siklus I Dan Siklus II
Perkembangan hasil belajar siswa juga meningkat dari pra siklus, siklus I ke
siklus II. Pada siklus I rata-rata prestasi belajar berada pada kategori tinggi
yaitu 72,4 persen dan pada siklus II rata-rata hasil belajar berada kategori
tinggi 90,4 persen. Peningkatan hasil belajar siswa dari pra siklus 36,4
sedangkan dari siklus I ke siklus II naik 18,04 persen. Perbandingannnya
dapat dilihat pada diagram berikut.
Diagram 4.5
Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I Dan
94
Siklus II
2. Pembahasan
Hasil belajar siswa selama kegiatan pembelajaran dengan penerapan model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD menujukan adanya peningkatan.
Peningkatan hasil belajar siswa juga diikuti meningkatnya akitvitas yang
positif peserta didik. Aktivitas tesebut antara lain, mendengar dan
memperhatikan guru, menulis hal-hal penting yang berkaitan dengan materi
yang diselidiki, kerjasama tim dalam mengerjakan tugas kelompok,
mempersentasikan hasil kelompok, dan kesungguhan dalam melaksanakan
evaluasi.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa sekaligus melihat perkembangan prestasi belajar setalah diterapkannya
model pembelajaran Student Teams Achievment Division ( STAD )
Kegiatan pembelajaran pada pra siklus menujukan hasil belajar peseta didik
tegolong kategori rendah, dan kegiatan pembelajaran pada siklus I
menunjukan bahwa hasil belajar siswa tegolong kategori tinggi yakni 72,4
persen. Adapun hal-hal yang dialami saat peneliti melakukan penelitian
tidakan kelas antar lain, peneliti belum bisa mengkondisikan peserta didik di
kelas, terutama pada kegiatan presentasi di kelas sehingga kurang konduktif.
Ketika kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Student
95
Teams Achievment Division ( STAD ), peneliti masih terlihat belum
maksimal dalam penerapanya sehingga waktu yang digunakan belum efektif,
banyak siswa yang belum aktif bertanya, menanggapi pertanyaan atau
masukan selama kegiatan diskusi, karena masih kurang percaya diri banyak
siswa cendrung hanya menjadi penonton saat kelompok lain
mempresentasikan hasil investigasinya, sehingga membuat diskusi menjadi
kurang menarik.
Kegiatan pembelajaran pada siklus II menujukan bahwa hasil belajar siswa
mulai mengalami peningkatan dimana rata-rata hasil belajar siswa adalah
90,4 persen, masuk dalam kategori tinggi. Peningkatan dari siklus I ke siklus
II yaitu 18,04 persen. Peningkatan terjadi karena peneliti telah belajar dari
pengalaman ketika di siklus I, dan memperbaikinya pada siklus II sehingga
siswa memperlihatkan perubahan sikap dan tingkah laku dalam bertindak
dalam kegiatan belajar megajar. Kondisi seperti ini yang diharapkan para ahli
pendidikan yang mendefiniskan belajar, menurut Winkel (1996 : 53) belajar
adalah suatu akivitas mental psiksi yang berlangsung dalam interaktif aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahun pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Karektersistik model
pembelajaran Student Teams Achievment Division ( STAD ) menujukan
hasil yang memuaskan peserta didik biasanya pasif dalam kegiatan
pembelajaran, menjadi aktif dan lebih berani mengajukan atau menjawab
pertanyaan baik dari guru maupun dari teman-temannya. Peserta didik dapat
meningkatkan kerjasama didalam kelompok selama kegiatan proses belajar
berlangsung.
Peningkatan hasil belajar siswa dari pra siklus, siklus I ke, siklus II ini dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ini sangat
cocok untuk diterapkan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada
materi pokok lingkungan hidup di kelas XI IPS¹ SMA Negeri 9 Kupang,
karena pembelajaran ini membuat suasan saling kerja sama dan berinteraksi
antara siswa dengan kelompok kemampuan baik berkomunikasi, dan adanya
96
motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses pembelajaran
sehingga suasan belajar terasa lebih efektif.
BAB V
`PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan tujuan diadakan penelitian ini maka, dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-
Achievement Division (STAD) telah meningkatkan hasil belajar siswa di kelas
XI IPS¹ SMA Negeri 9 Kupang dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang. Hal
ini dijelaskan oleh hasil penelitian bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar
yang baik yang diindikasikan oleh ketuntasan belajar dari 15 orang siswa
yang tuntas pada siklus I menjadi 24 orang siswa pada siklus II. Hal ini
didukung oleh kinerja diskusi siswa yang sangat antusias dalam menjalankan
proses diskusi kooperatif. Hasil penelitian ini pula telah membawa implikasi
terhadap beberapa refleksi sebagai berikut :
1. Metode diskusi kelompok merupakan salah satu bentuk dari teknik
pembelajaran yang dilakukan secara kelompok untuk memecahkan masalah
atau memacu timbulnya pemikiran baru yang bersumber dari proses diskusi.
97
2. Metode diskusi kelompok jika dilakukan dengan memperhatikan kinerja
partisipasi siswa dalam kemampuan kerjasama, aktivitas diskusi, penguasaan
materi, kemampuan bertanya dan menanggapi pertanyaan khususnya pada
materi Lingkungan Hidup.
3. Penerapan metode diskusi kelompok yang tepat dapat menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan saling
komunikatif antar siswa maupun dengan guru matapelajaran geografi.
4. Ketersedian buku-buku geografi atau buku penunjang lainnya yang tersedia
diperpustakaan sekolah sebaiknya digunakan dengan sebaik-baiknya demi
kelancaran berdiskusi kelompok.
5. Proses pembelajaran geografi dikelas juga ditunjang oleh profesionalisme
seorang guru yang mampu mengendalikan situasi diskusi.
B. Saran
Berdasarkan simpulan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai
berikut :
1. Penerapan metode diskusi kelompok sebaiknya dilakukan oleh guru-guru
matapelajaran, khususnya guru yang berprofesi seorang pengajar geografi
karena model pembelajaran tipe Student Teams Achievment Division
(STAD) adalah model pembelajaran terbaru dan dibutuhkan keterampilan
khusus untuk menerapkannya di kelas.
2. Hasil penelitian hendaknya direspon secara positif oleh guru – guru
khususnya guru geografi karena dapat membina dan melatih siswa untuk
berpikir kritis, kreatif dan membangun komunikasi dengan teman maupun
guru dikelas khususnya dalam pembelajaran geografi dengan menerapkan
metode diskusi kelompok.
3. Guru dapat memilih metode dan teknik mengajar yang tepat dan relevan agar
suasana belajar dikelas tetap hidup dan saling komunikatif antara siswa
98
dengan siswa, siswa dengan guru dan sebaliknya dan mengurangi metode
ceramah.
4. Guru sebagai pengajar agar lebih bersemangat dan aktif dalam memberikan
motivasi kepada siswa mulai dari teknik belajar sampai dengan proses diskusi
kelompok yang baik.
5. Sekolah hendaknya menyediakan fasilitas buku-buku pelajaran dan buku-
buku penunjang lainnya sehingga memperlancar proses belajar mengajar
karena masalah ketidaktuntasan belajar siswa pada kelas XI IPS¹ dipengaruhi
juga oleh keterbatasan buku-buku geografi sebagai penunjang dalam proses
belajar di kelas sehingga mengakibatkan prestasi belajar mereka rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Sumarsih.,dkk. 2007, Kompetensi Guru Madrasah, Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama.
Arikunto, Suharsimi, 2009, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan ( Edisi Revisi), Jakarta: Bumi Aksara
B. Uno, Hamzah, 2007, Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta : CV. Rajawali.
Degeng, INS. 2001. Karakteristik belajar mahasiswa di Perguruan Tinggi di Indonesia. Dihimpun oleh Ahmad Syahid, Kumpulan Bahan Pembelajaran Menuju pribadi unggul lewat perbaikan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Malang : LP3-UM.
David W. Johnson, Roger T. Johnson dan Mary Beth Stanne (2000). Cooperative Learning Metode: Sebuah Meta-Analysis. Univer-sity of Minnesota.
Depdiknas, 2007, Pembelajaran inovatif dan Partisipatif, Jakarta: Direktorat
99
Ketenagaan, Dikti Depertemen Pendidikan Nasional.
Djamarah. 1994. Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya: Usaha NasionalGinnis, Paul, 2008, Trik dan Taktik Mengajar, Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran Di Kelas, Jakarta: IKAPI
Hamalik, O. 2007, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
Heuken. 1990. Aku Berhasil Dalam Studi. Yogyakarta: Cita Loka Ceraka
I. G. K. Wardani, 2007, Penelitian Tindakan Kelas Universitas Terbuka.
Ibrahim, M. et, all. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya Press.
Isjoni, 2007, Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : Alfa Beta
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning, Fourth Edition. Massachusets : Allyn & Bacon.
Kaluge, Agapitus, H. 2005. Pengembangan Model penilaian Aktivitas Belajar Matematika Yang Komperensif Dan Kontinu Pada Pembelajaran Kooperatif Di SMP. Universitas Negeri Surabaya.
Muslich, Masnur, 2008, KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontektual, Jakarta: Bumi Aksara
Muslich, 2009, Melaksanakan PTK itu Mudah, Jakarta : Bumi Aksara
Piaget, J. (1954). "Pembangunan realitas pada anak". New York: Basic Books
Rahmadiarti, F. 2003. Pembelajaran Kooperatif. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Sanjaya, Wina, 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana.
Sanjaya, 2009, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana.
Sivegar, Eveline., Prawiradilaga, 2004, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta : Prena Media Group.
100
Sudjana, Nana, 2012, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.
Slavin, Robert E. 1995. Pendidikan Psikologi. Amerika Serikat: Allan dan Bacon.
Djamarah Syaiful Bahri Drs, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta.
Winkel (1996 : 53). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta : CV. Rajawali
Www.Dikti.go.id/files/atur/UU20-2003 Sisdiknas.pdf UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, pasal 36, diakses 25 April 2014.
101