CKR

19
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Tengkorak Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoidmerupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,

description

cedera kepala

Transcript of CKR

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Tengkorak

Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan

struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium

dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid

dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat

sedangkan etmoidmerupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam

membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis,

fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posteriorberisi

otak tengah dan sereblum.

2. Meningen

Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang

diselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu,

membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu:

cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.

Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:

a. Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu

lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan

selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat

erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada

selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial

ruang subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid,

dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,

pembuluhpembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging

Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan

subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus

transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat

mengakibatkan perdarahan hebat .Hematoma subduralyang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan

melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan

ini adalah:

1) sakit kepala yang menetap

2) rasa mengantuk yang hilang-timbul

3) linglung

4) perubahan ingatan

5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan

dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala

dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan

menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami

cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa

mediafosa temporalis. Hematoma epidural diatasisesegera mungkin

dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan

kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber

perdarahan.

b. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoidmerupakan lapisan yang tipis dan tembus

pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam

dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan

dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan

dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor

serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan

akibat cedera kepala.

c. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia

mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus

otak, meliputi gyridan masuk kedalam sulci yang paling dalam.

Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan

epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga

diliputi oleh pia mater.

3. Otak

Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian,

antara lain yaitu:

a. Cerebrum

Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian,

hemispherium serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4

lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan

pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda,

yaitu:

1. Lobus frontalis

Lobus frontalispada korteks serebri terutama mengendalikan

keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat

tali sepatu. Lobus frontalisjuga mengatur ekspresi wajah dan isyarat

tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab

terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung

kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang

kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan

perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan

kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus

frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang

inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau

samping lobus frontalismenyebabkan perhatian penderita mudah

teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan

kejam.

2. Lobus parietalis

Lobus parietalispada korteks serebri menggabungkan kesan dari

bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.

Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari

daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada

ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.

Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan

mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya

kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini

disebut ataksiadan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan

yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam

mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa

mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan

baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita

bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian

maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

3. Lobus temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi

menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus

temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan

memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur

emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan

menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan

gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari

dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan

bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalissebelah kanan yang

nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti

tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa,

obsesif dan kehilangan gairah seksual.

4. Lobus Oksipital

Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis

akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

b. Cereblum

Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri

posterior dibawah lapisan durameter . Cereblum mempunyai aski

yaitu; merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag

jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.

Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan

mengintegrasikan input sensori.

c. Brainstem

Batang otak terdiri dari otak tengah, ponsdan medula oblomata.

Otak tengah midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan

sereblum dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur

sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan

penglihatan. Pons terletak didepan sereblum antara otak tengah

dan medula, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum

dan juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak

sensorik dan motorik. Medula oblomatamembentuk bagian

inferiordari batang otak, terdapat pusatpusat otonom yang mengatur

fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat

muntah, tonus vasomotor , reflek batuk dan bersin.

4. Syaraf-Syaraf Otak

Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus kranialisdapat terganggu bila

trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak

atau pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu:

a. Nervus Olfaktorius(Nervus Kranialis I)

Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,

membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke

otak.

b. Nervus Optikus(Nervus Kranialis II)

Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.

c. Nervus Okulomotorius(Nervus Kranialis III)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola

mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk

melayani otot siliaris dan otot iris.

d. Nervus Trokhlearis(Nervus Kranialis IV)

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata

yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus Trigeminus(Nervus Kranialis V)

Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga

buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini

merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:

1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian

depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola

mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,

palatum, batang hidung, ronga hidung dansinus maksilaris.

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)

mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya

mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.

f. Nervus Abducens(Nervus Kranialis VI)

Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai

saraf penggoyang sisi mata

g. Nervus Fasialis(Nervus Kranialis VII)

Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut

motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di

dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis)

untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah

untuk menghantarkan rasa pengecap.

h. Nervus Akustikus(Nervus Kranialis VIII)

Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa

rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya

sebagai saraf pendengar.

i. Nervus Glosofaringeus(Nervus Kranialis IX)

Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil

dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus Vagus(Nervus Kranialis X)

Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-

saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,

esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan

dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.

k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan

muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan

l. Nervus Hipoglosus(Nervus Kranialis XII)

Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.

Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

B. KONSEP PENYAKIT

1. DEFINISI

Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan

otak. (Brunner dan Suddarth ,2001)

Cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi

karena, fraktur tengkorak, kombusiogegar serebri, kontusiomemar, leserasi

dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral,

batang otak (Doenges,1999).

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau

deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan

otak (Pierce & Neil. 2006).

Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

(Brain Injury Assosiation of America ,2009).

2. MACAM-MACAM CEDERA KEPALA

Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam

yaitu:

a. Cedera kepala terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya

tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini

ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga

dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan

otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda

tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman

pathogen memiliki abses langsung ke otak.

b. Cedera kepala tertutup

Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah

goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang

bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan

tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak,

kontusiomemar, dan laserasi.

3. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat

berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale( GCS ) nya, yaitu;

a. Ringan

1.) GCS= 13 – 15

2.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

3.) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,

hematoma.

b. Sedang

1.) GCS= 9 – 12

2.) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurangdari 24 jam.

3.) Dapat mengalamifraktur tengkorak.

c. Berat

1.) GCS= 3 – 8

2.) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

3.) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Berdasarkan morfologi cedera kepala dibagi atas :

a. Fraktur Kranium

Fraktur cranium dapat terjadi pada tahap atap atau dasar

tengkorak. Dibagi atas :

1. Fraktur Kalvaria

Bisa berbentuk garis panjang atau bintang

Depresi atau non Depresi

Terbuka atau Tertutup

2. Fraktur dasar tengkorak

Dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid

(CSF)

Dengan atau tanpa paesis N.VII

b. Lesi Intrakranium

Dapat digolongkan menjadi :

1. Lesi Fokal

Perdarahan epidural

Perdarahan Subdural

Perdarahan intraserebral

2. Lesi Difus

Komosio ringan

Komosio klasik

Cedera akson difus

4. ETIOLOGI

Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan (Brunner and

Suddarth, 2001) :

a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak

Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas

akibat percepatan, perlambatan dan rotasi yang terjadi secara cepat dan

tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa

menimbulkan kompresi dan regangan yang menimbulkan robekan

jaringan dan pergeseran sebagian terhadap jaringan otak yang lain.

b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam

Kepala yang bergerak kemudian membentur suatu benda yang

keras, maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba, sehingga

mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat benturan dan pada sisi yang

berlawanan. Pada tempat benturan terdapat tekanan yang paling tinggi,

sedangkan pada tempat yang berlawanan terdapat tekanan negative

paling rendah sehingga terjadi rongga dan akibatnya dapat terjadi

robekan.

c. Kepala yang tidak bergerak karena menyender pada benda lain dibentur

oleh benda yang bergerak (kepala tergencet)

Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retak atau

hancurnya tulang tengkorak. Bila gencetannya hebat tentu saja dapat

mengakibatkan hancurnya otak.

5.PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)

6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan

distribusi cedera otak.

1. Cedera kepala ringan (Sylvia A,2005)

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah

cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa

minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang (Diane C,2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan

atau hahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit

neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan

pergerakan.

3. Cedera kepala berat (Diane C,2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan Kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera

terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area

tersebut.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. CT Scan kepala pada CO

Kelainan otak pada CT Scan dapat dibagi menjadi 3 bentuk yaitu :

1. Kontusio tipe I

Area dengan densitas rendah yang terbatas jelas terutama di substansia

alba (white matter) dan jarang di substansia grisea (gray matter), karena

absorbsi radiasi yang menurun.

2. Kontusio tipe II

Area dengan campuran densitas rendah dan tinggi, tidak ada absorbsi

radiasi yang homogen atau merata. Besarnya area bervariasi dari kecil

sampai sedang dengan batas tidak jelas dengan densitas 16 – 24 H dan

keadaan ini dapat dibedakan dengan perdarahan intraserebral yang

terbatas jelas dengan densitas lebih tinggi 64 – 67 H.

3. Kontusio tipe III

Area coup maupun contra coup, berarti ada proses multipel (ganda),

bisa dua proses di satu hemisfer, di kedua hemisfer atau di daerah

supra dan infra tentorial.

b. CT Scan Diffuse Injury

Tabel 3 : Klasifikasi cidera kepala difus berdasarkan CT scan, diadaptasi dari

Diaz-Marchan, 1996.

Kategori Hasil CT scan

Diffuse injury I Tidak nampak patologi intrakranial

Diffuse injury II Sisterna terbuka, dengan MLS < 5 mm, tidak

nampak lesi berdensitas tinggi atau

campuran > 25 cc, bisa termasuk fragmen

tulang atau benda asing.

Diffuse injury III (edema) Sisterna terjepit atau hilang, dengan MLS < 5

mm, tidak nampak lesi berdensitas tinggi

atau campuran > 25 cc

Diffuse injury IV (pergeseran) MLS > 5 mm, tidak nampak lesi berdensitas

tinggi atau campuran > 25 cc

Massa dengan indikasi operasi Terdapat lesi massa yang perlu dioperasi

Massa tanpa indikasi operasi Nampak lesi berdensitas tinggi atau

campuran > 25 cc tetapi tidak ada indikasi

operasi

8. PENATALAKSAAN MEDIS

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi

vasodilatasi.

3. Pemberian analgetik.

4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,

glukosa 40% atau gliserol.

5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole.

6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan

lunak.

7. Pembedahan.

(Smelzer, 2001)

9. KOMPLIKASI

Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari

perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi

otak, komplikasi dari cedera kepala addalah;

1. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi

mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress

pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks

cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi

dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan

darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran

darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun

bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah

semakin meningkat. Hipotensiakan memburuk keadan, harus

dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.

Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih

banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah

paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan

difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan

peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Peningkatan TIK

Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15

mmHg, dan herniasidapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.

Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekanan

perfusi rerebral, yang merupakan komplikasi serius dengan akibat

herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

3. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama

fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan

kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau

jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.

Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya

mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah

satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat,

diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan

secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system

pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama

pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal

atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan

temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area

drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi

bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak

memanipulasi hidung atau telinga.

5. Infeksi