lapkas CKR

37
STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama : Tn. R TTL : Jakarta, 10 Januari 1994 Usia : 21 tahun Agama : Islam Alamat : Pondok Kelapa, Kec. Duren Sawit No. RM : 320515 Tgl MRS : 21 Februari 2015 B. Anamnesis 1. Keluhan utama Jatuh sejak 2 jam SMRS 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan jatuh sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit ketika pasien sedang bermain bola. Kepala sebelah kanan bagian belakang pasien terbentur tembok. Setelah itu pasien langsung tidak sadarkan diri. Menurut keluarga pasien, pasien tidak sadarkan diri selama ±10 menit dan sesaat setelah pasien sadar pasien kejang ±3 menit dengan mulut keluar busa. Saat kejang pasien tidak sadar. Setelah sadar, pasien merasa sakit kepala bagian kanan dan pandangannya kabur sesaat, kemudian jelas kembali. Setelah sadar juga pasien mengetahui tempat dan waktu, dan juga pasien mengeluh 1

description

lapkas CKR

Transcript of lapkas CKR

BAB 1

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien Nama

: Tn. RTTL

: Jakarta, 10 Januari 1994Usia

: 21 tahunAgama

: Islam Alamat

: Pondok Kelapa, Kec. Duren SawitNo. RM

: 320515Tgl MRS: 21 Februari 2015B. Anamnesis1. Keluhan utama Jatuh sejak 2 jam SMRS2. Riwayat penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan jatuh sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit ketika pasien sedang bermain bola. Kepala sebelah kanan bagian belakang pasien terbentur tembok. Setelah itu pasien langsung tidak sadarkan diri. Menurut keluarga pasien, pasien tidak sadarkan diri selama 10 menit dan sesaat setelah pasien sadar pasien kejang 3 menit dengan mulut keluar busa. Saat kejang pasien tidak sadar. Setelah sadar, pasien merasa sakit kepala bagian kanan dan pandangannya kabur sesaat, kemudian jelas kembali. Setelah sadar juga pasien mengetahui tempat dan waktu, dan juga pasien mengeluh tangan dan kakinya terasa nyeri. Hilang ingatan disangkal, sakit kepala berputar disangkal, mual disangkal, muntah menyembur disangkal, nyeri perut disangkal, demam disangkal. Benjolan pada kepala disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal, disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. BAK dan BAB normal.3. Riwayat penyakit dahuluPasien belum pernah mengalami trauma seperti ini sebelumya. Riwayat sakit epilepsi disangkal. Riwayat trauma sebelumnya disangkal.4. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit epilepsi, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung koroner pada keluarga disangkal.5. Riwayat PengobatanPasien belum pernah berobat atas keluhan yang sekarang sebelumnya, dan tidak mengkonsumsi obat-obat yang diminum secara rutin6. Riwayat AllergiRiwayat allergi obat-obatan disangkal

7. Riwayat PsikososialPasien mengaku tidak merokok. Pasien senang makan makanan asin saat. Pasien makan teratur 2-3 x sehari. Pasien senang berolah raga.C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan : Sakit sedang

Kesadaran: Compos Mentis GCS: 15 (E4 V5 M6) Tanda-tanda Vital :: TD : 110/80 mmHg Pulse: 76 x/menitRR : 19 x/ menit S : 36,5 CKesan Gizi : Baik Kooperatif: Pasien kooperatif

1. Status Generalis

a. Kepala dan leher

Kepala: Normochepal

Mata

:Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)

THT

: deformitas (-), tanda radang (-) Gigi dan Mulut: dalam batas normal

Leher

: Pembesaran KGB (-), tiroid (-), bruit arteri karotis (-).b. Thorax

Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

c. Abdomen

Inspeksi: abdomen normal Auskultasi: BU (+) normal pada 4 kuadran

Perkusi: Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,tidak teraba adanya pembesarand. Ekstremitas

Atas: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)2. Status Neurologis

Rangsang Meningeal

- Kaku Kuduk

: (-)

- Lasegue sign

: >700 / >700- Kernig sign

: >1350 / >1350- Brudzinski I

: (-)

- Brudzinski II

: (-) / (-)

- Brudzinski III : (-) Saraf KranialN.I (Olfaktorius):

Hidung KananHidung Kiri

Daya PembauanNormosmiaNormosmia

N.II (Optikus)

Mata kananMata kiri

Visus Tidak dilakukanTidak dilakukan

Lapang PandangNormal Normal

Funduskopi Tidak dilakukanTidak dilakukan

N.III (Okulomotoris)

Mata kananMata kiri

Ptosis (-)(-)

Pupil

a. Bentuk

b. Diameter

c. Reflex Cahaya

DirekIndirek Bulat

3 mm

(+)(+)Bulat

3 mm

(+)

(+)

Gerak bola mata

a. Atas

b. Bawah

c. Medial

d. Medial atas (+)

(+)

(+)

(+)(+)(+)(+)(+)

N. IV (Throklearis)

Mata kananMata kiri

Posisi bola mata

Stabismus divergen(-)(-)

Gerakan bola mata

Medial bawah(+) (+)

N.V (Trigeminus)

KananKiri

Motorik

Mengunyah (+)

Sensibilitas

a. Cabang oftalmikus

b. Cabang maksila

c. Cabang mandibula(+)

(+)(+)(+)(+)(+)

Reflex

a. Kornea

b. Bersin (+)

Tidak dilakukan(+)

Tidak dilakukan

N. VI (Abdusens)

Mata kananMata kiri

Posisi bola mata

Strabismus konvergen(-)(-)

Gerakan bola mata

Lateral (+)(+)

N.VII (Facial)

KananKiri

Motorik

a. Mengangkat alis

b. Menyeringai

c. Meniup (+)(+)(+)(+)(+)(+)

Sensorik

a. Daya kecap lidah 2/3 depan

b. Sekresi air mataTidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.VIII (Vestibulokoklearis)

KananKiri

Pendengaran

a. Test Bisik

b. Tese Rinne

c. Test Weber

d. Test SwabachTidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)

Uvula di tengah

a. Pasif

b. Gerakan aktif Simetris

Terangkat, simetris

Reflex muntahTidak dilakukan

Daya kecap lidah 1/3 belakangTidak dilakukan

N. XI (Assesorius)

KananKiri

Memalingkan kepala(+)(+)

Mengangkat bahu(+)(+)

N.XII (Hypoglosus)

Sikap lidahNormal

Atropi otot lidah(-)

Tremor lidah(+)

Fasikulasi lidah (-)

Motorik Kekuatan Otot:

5

5

5

5Tonus Otot

: normal

Atrofi

: (-)Sensorik Rangsang Kanan Kiri

NyeriEkstremitas Atas(+)(+)

Ekstremitas Bawah(+)(+)

RabaEkstremitas Atas(+)(+)

Ekstremitas Bawah(+)(+)

Suhu Tidak dilakukan

Fungsi Vegetatif

Miksi

: baik

Defekasi: baik

Fungsi luhur

MMSE

: tidak dilakukanRefleks FisiologisRefleks fisiologisDextraSinistra

Triseps++++

Biseps++++

Patella++++

Achilles++++

Refleks PatologisRefleks patologisDextraSinistra

Babinski(-)(-)

Chaddock(-)(-)

Oppenheim(-)(-)

Gordon(-)(-)

Hoffman Tromner(-)(-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratoriumTanggal 21 Februari 2015PemeriksaanHasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi rutin

Haemoglobin 17,713,5-17,5mg/dL

Leukosit14,85,0-10,010*3/L

Hematokrit5540-50%

Trombosit359150-40010*3/L

Pemeriksaan CT-Scan tanggal 22 Februari 2015

Dilakukan CT-Scan kepala potongan aksial tanpa pemberian media kontras i.v. dengan tebal irisan 5 mm untuk infratentorial dan 10 mm untuk supratentorial.

Lesi hiperdens di sub galeal regio parietal kananPerifer kortikal, sulci dan giri normal. Sistem ventrikel dan sisterna normal

Differensiasi white and gray matter jelas, tak tampak pergeseran struktur garis tengah

Supratentorial tidak terlihat lesi hipo/hiperdens intra craniiPons, serebelum, dan sudut serebelopontin tak tampak lesiParasella dan suprasekka normal, sinus maksilaris kanan posterior menebal

Mastoid, sinus frontalis, ethmoidalis, dan sphenoidalis bilateral aerasi baik

Kesan : sub galeal hematom di regio parietal kanan

Struktur tulang tidak terlihat frakturTidak terlihat hematom/ lesi kontusi di supra/infratentorial

Sinusitis maksilaris kanan

E. RESUMELaki-laki, 21 tahun datang dengan keluhan jatuh sejak 2 jam SMRS. Kepala sebelah kanan bagian belakang pasien terbentur tembok. Pingsan (+), kejang (+), saat kejang pasien tidak sadar. Sakit kepala sebelah kanan (+), pandangan kabur sesaat (+). Pada pemeriksaan GCS: 15 (E4 V5 M6) Tanda-tanda Vital :: TD : 110/80 mmHg , Pulse: 76 x/menit, RR : 19 x/ menit , S : 36,5 CPemeriksaan neurologi tidak ada kelainan ataupun defisit neuorlogi

Pemeriksaan penunjang :

Leukosit14,85,0-10,010*3/L

CT-Scan

Kesan : sub galeal hematom di regio parietal kanan. Struktur tulang tidak terlihat fraktur. Tidak terlihat hematom/ lesi kontusi di supra/infratentorial. Sinusitis maksilaris kanan

F. DIAGNOSISDiagnosis Klinis

: hematom regio parietal kananDiagnosis Topis

: regio parietal kananDiagnosis Etiologi

: post. traumaG. PENATALAKSANAAN Asering /12 jam Fenitoin 3x1 Verdex 3x1H. PROGNOSISQuo Ad vitam

: dubia ad bonam Quo Ad functionam : dubia ad bonamBAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi Kepala

a. Kulit KepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan (SCALP)

1. Skin

2. Connective Tissue

3. Aponeurosis

4. Loose Areolar Tissue

5. Perikranium

Loose areolar tissue yang memisahkan antara galea dengan pericranium adalah tempat :

b. Untuk terjadinya hematom subgaleal

c. Flap luas dan scalping injury

Kulit kepala ini bisa mengalami perdarahan banyak, tetapi mudah diatasi hanya dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan perdarahan akan berhenti. Pada anak, laserasi kulit kepala berakibat kehilangan darah masif.b. Tulang Tengkorak (Kranium)

Terdiri dari :

a. Calvarium, tipis pada regio temporalis namun dilapisi oleh otot temporal.

b. Basis Kranii, berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.

Rongga tengkorak dasar di bagi 3 fosa :

1. Fosa anterior, tempat lobus frontalis

2. Fosa Media, tempat lobus temporalis

3. Fosa posterior, ruang bagian bawah batang otak dan cerebelum

c. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).2. Arachnoid

Terdapat dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Selaput arachnoid terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarah subarachnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3. Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah membrana vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam. Bila terjadi perdarahan subarachnoid maka darah bebas akan berada dalam ruang ini.d. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.B. Cedera Kepala

a. Pengertian Cedera Kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008)

Cedera kepala sedang ( CKS ) adalah trauma kepala yang diikuti oleh kehilangan kesadaran atau kehilangan fungsi neorologis seperti misalnya daya ingat atau penglihatan dengan sekor GCS 9-13, yang di buktikan dengan pemeriksaan penunjang CT Scan kepala. ( ATLS 2004 )b. Penyebab Cedera Kepala

Cedera kepala disebabkan oleh

a. Kecelakaan lalu lintas

b. Jatuh

c. Trauma benda tumpul

d. Kecelakaan kerja

e. Kecelakaan rumah tangga

f. Kecelakaan olahraga

g. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

c. Patofisiologi Cedera Kepala

Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan permeabilitas faskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.

Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

d. Klasifikasi Cedera Kepala

Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).

a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu

1). cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengorak.

2). Cedera tembus.

Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)

b. Berdasarkan morfologi cedera kepala.

Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi

1). Laserasi kulit kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

2). Fraktur tulang kepala

Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi

a). Fraktur linier

Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

b). Fraktur diastasis

Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengabkibatkan terjadinya hematom epidural

c). Fraktur kominutif

Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

d). Fraktur impresi

Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.

e). Fraktur basis kranii

Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N.olfactorius), saraf wajah (N.Facialis), dan saraf pendengeran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea pernderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.

3). Cedera kepala di area intrakranial.

Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus.

1). Cedera otak fokal yang meliputi

a). Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)

Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.

b). Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.

Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding dengan perdarahan epidural

c). Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang

d). Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)

Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami

e). Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)

Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

2). Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)

Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi .

a). Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghubungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara inti profunda dengan inti permukaan.b). Kontsuio cerebri

Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.

c). Edema cerebri

Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan n karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.

d). Iskemia cerebri

Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

Cedera kepala yang sudah di uraikan di atas menurut (Judikh Middleton, 2007) akan menimbulkan gangguan neurologis / tanda-tanda sesuai dengan area atautempat lesinya yang meliputi :

a. Lobus frontal atau bagian depan kepala dengan tanda-tanda

1). Adanya gangguan pergerakan bagian tubuh (kelumpuhan) a). Ketidakmampuan untuk melkukan gerakan rumit yang di perlukan untukmenyelesaikan tugas yang memiliki langkah-langkah, seperti membuat kopi

b). Kehilangan spontanitas dalam berinteraksi dengan orang lain

c). Kehilangan fleksibilitas dalam berpikir

d). Ketidakmampuan fokus pada tugas

e). Perubahan kondisi kejiwaan (mudah emosional)

f). Perubahan dalam perilaku sosial

g). Perubahan dalam personalitas

h). Ketidakmampuan dalam berpikir (kehilangan memory)

b. Lobus parietal, dekat bagian belakang dan atas dari kepala

1). Ketidakmampuan untuk menghadirkan lebih dari satu obyek pada waktuyang bersamaan

2). Ketidakmapuan untuk memberi nama sebuah obyek (anomia)

3). Ketidakmampuan untuk melokalisasi kata-kata dalam tulisan (agraphia)

4). Gangguan dalam membaca (alexia)

5). Kesulitan menggambar obyek

6). Kesulitan membedakan kiri dan kanan

7). Kesulitan mengerjakan matematika (dyscalculia)

8.). Penurunan kesadaran pada bagian tubuh tertentu dan/area disekitar(apraksia) yang memicu kesulitan dalam perawatan diri

9). Ketidakmampuan fokus pada perhatian fisual/penglihatan

10). Kesulitan koordinasi mata dan tangan

c. Lobus oksipital, area paling belakang, di belakang kepala

1). Gangguan pada penglihatan (gangguan lapang pandang)

2). Kesulitan melokalisasi obyek di lingkungan

3). Kesulitan mengenali warna (aknosia warna)

4). Teriptanya halusinasi

5). Ilusi visual-ketidakakuratan dalam melihat obyek

6). Buta kata-ketidakmampuan mengenali kata

7). Kesulitan mengenali obyek yang bergambar

8). Ketidakmampuan mengenali gerakan dari obyek

9). Kesulitan membaca dan menulis

d. Lobus temporal : sisi kepala di atas telinga

1). Kesulitan mengenali wajah (prosoprognosia)

2). Kesulitan memahami ucapan (afasiawernicke)

3). Gangguan perhatian selektif pada apa yang dilihat dan didengar

4). Kesulitan identifikasi dan verbalisai obyek

5). Hilang ingatan jangka pendek

6). Gangguan memori jangka panjang

7). Penurunan dan peningkatan ketertarikan pada oerilaku seksual

8). Ketidakmampuan mengkategorikan onyek (kategorisasi)

9). Kerusakan lobus kanan dapat menyebabkan pembicaraan yang persisten

10). Peningkatan perilaku agresif

e. Batang otak : dalam di otak

1). Penurunan kapasitas vital dalam bernapas, penting dalam berpidato

2). Menelan makanan dan air (dysfagia)

3). Kesulitan dalam organisasi/persepsi terhadap lingkungan

4). Masalah dalam keseimbangan dan gerakan

5). Sakit kepala dan mual (vertigo)

6). Kesulitan tidur (insomnia, apnea saat tidur)

f. Cerebellum : dasar otak

1) Kehilangan kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan halus

2) Kehilangan kemampuan berjalan

3) Ketidakmampuan meraih obyek

4) Bergetar (tremors)

5) Sakit kepala (vertigo)

6) Ketidakmampuan membuat gerakan cepat

e. Tingkat Keparahan Cedera Kepala dengan Glasgow Coma ScaleBerdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas; 1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15

2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13

3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8

a) Trauma Kepala Ringan

Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004)

b) Trauma Kepala Sedang

Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004)

c) Trauma Kepala Berat

Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).

f. Gejala Klinis Cedera Kepala

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:

Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan)

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstremitas

g. Indikasi CT-Scan pada Cedera Kepala

CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya.

Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:

1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.

2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak

3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii

4. Adanya defisit neurologis, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran

5. Sakit kepala yang berat

6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak

7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinana perdarahan intraserebral (Iwan,2009)

Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow)