LAPORAN PENDAHULUAN CKR
-
Upload
al-bar-r-mulki -
Category
Documents
-
view
406 -
download
15
description
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN CKR
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA
DIRUANG A1 BEDAH SYARAF RS. Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun oleh :
Kunnika Mujhana
1.1.20277
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
2004
CIDERA KEPALA
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai
tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah
ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan
menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan
kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam
atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan
syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.
Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus –
menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater
disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat
menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan
segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di
depan:
1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan
arachnoidal.
2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris
masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata
dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba
eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu
hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu
menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara
lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata
(III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian
bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada
umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis
cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada
tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena
kemungkinan ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-
keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa
sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang
menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan
gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk
haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum
(mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma,
sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan
yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di
daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-
cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr.
Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto
rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan
terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau
Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi",
karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa
didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu
kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh
darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian
atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras
dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan
memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi
tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra
Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah
beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang
memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun
pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma.
Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar
seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai
kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural
haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik
sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan
lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut
Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks
dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
"subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe
centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-
syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera
kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak
encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat
encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -
jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila
preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden
hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan
neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
▪ Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen
membran lain dari kerusakan.
▪ Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
▪ Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
▪ Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
▪ Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
▪ Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit
meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata.
I. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi RasionalGangguan
perfusi jaringan
b/ d oedema
cerebri,
meningkatnya
aliran darah ke
otak.
Gangguan perfusi jaringan
tidak dapat diatasi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24 jam
dengan KH :
- Mampu mempertahankan
tingkat kesadaran
- Fungsi sensori dan motorik
membaik.
- Pantau status neurologis
secara teratur.
- Evaluasi kemampuan
membuka mata (spontan,
rangsang nyeri).
- Kaji respon motorik
terhadap perintah yang
sederhana.
- Pantau TTV dan catat
hasilnya.
Mengkaji adanya
kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK
dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi,
perluasan dan
perkembangan kerusakan
SSP
Menentukan tingkat
kesadaran
Mengukur kesadaran
secara keseluruhan dan
kemampuan untuk
berespon pada rangsangan
eksternal.
Dikatakan sadar bila
pasien mampu meremas
atau melepas tangan
pemeriksa.
Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti
dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan
- Anjurkan orang terdekat
untuk berbicara dengan
klien
- Kolaborasi pemberian
cairan sesuai indikasi
melalui IV dengan alat
kontrol
tanda peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan
disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien
yang tidak mempunyai
kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya
peningkatan TIK
Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien
tampak mempunyai efek
relaksasi pada beberapa
klien koma yang akan
menurunkan TIK
Pembatasan cairan
diperlukan untuk
menurunkan Oedema
cerebral: meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa
nyaman nyeri b/
d peningkatan
tekanan intra
kranial.
Rasa nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
dengan KH :
- pasien mengatakan nyeri
- Teliti keluhan nyeri,
catat intensitasnya,
lokasinya dan lamanya.
Mengidentifikasi
karakteristik nyeri
merupakan faktor yang
penting untuk menentukan
terapi yang cocok serta
berkurang.
- Pasien menunjukan skala
nyeri pada angka 3.
- Ekspresi wajah klien rileks.
- Catat kemungkinan
patofisiologi yang khas,
misalnya adanya infeksi,
trauma servikal.
- Berikan kompres dingin
pada kepala
mengevaluasi keefektifan
dari terapi.
Pemahaman terhadap
penyakit yang
mendasarinya membantu
dalam memilih intervensi
yang sesuai.
Meningkatkan rasa
nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
Perubahan
persepsi sensori
b/ d penurunan
kesadaran,
peningkatan
tekanan intra
kranial.
Fungsi persepsi sensori
kembali normal setelah
dilakukan perawatan selama 3x
24 jam dengan KH :
- mampu mengenali orang
dan lingkungan sekitar.
- Mengakui adanya
perubahan dalam
kemampuannya.
- Evaluasi secara teratur
perubahan orientasi,
kemampuan berbicara,
alam perasaan, sensori
dan proses pikir.
- Kaji kesadaran sensori
dengan sentuhan, panas/
dingin, benda tajam/
tumpul dan kesadaran
terhadap gerakan.
Fungsi cerebral bagian atas
biasanya terpengaruh lebih
dahulu oleh adanya
gangguan sirkulasi,
oksigenasi. Perubahan
persepsi sensori motorik
dan kognitif mungkin akan
berkembang dan menetap
dengan perbaikan respon
secara bertahap
Semua sistem sensori
dapat terpengaruh dengan
adanya perubahan yang
melibatkan peningkatan
atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai dengan
stimuli.
- Bicara dengan suara
yang lembut dan pelan.
Gunakan kalimat pendek
dan sederhana.
Pertahankan kontak
mata.
- Berikan lingkungan
tersetruktur rapi, nyaman
dan buat jadwal untuk
klien jika mungkin dan
tinjau kembali.
- Gunakan penerangan
siang atau malam.
- Kolaborasi pada ahli
fisioterapi, terapi
okupasi, terapi wicara
dan terapi kognitif.
Pasien mungkin
mengalami keterbatasan
perhatian atau pemahaman
selama fase akut dan
penyembuhan. Dengan
tindakan ini akan
membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
Mengurangi kelelahan,
kejenuhan dan
memberikan kesempatan
untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM
ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi
sensori).
Memberikan perasaan
normal tentang perubahan
waktu dan pola tidur.
Pendekatan antar disiplin
ilmu dapat menciptakan
rencana panatalaksanaan
terintegrasi yang berfokus
pada masalah klien
Gangguan Pasien dapat melakukan - Periksa kembali Mengidentifikasi
mobilitas fisik
b/d spastisitas
kontraktur,
kerusakan saraf
motorik.
mobilitas fisik setelah
mendapat perawatan dengan
KH :
- tidak adanya kontraktur,
footdrop.
- Ada peningkatan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh
yang sakit.
- Mampu
mendemonstrasikan
aktivitas yang
memungkinkan
dilakukannya
kemampuan dan keadaan
secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
- Pertahankan kesejajaran
tubuh secara fungsional,
seperti bokong, kaki,
tangan. Pantau selama
penempatan alat atau
tanda penekanan dari
alat tersebut.
- Berikan/ bantu untuk
latihan rentang gerak
- Bantu pasien dalam
program latihan dan
penggunaan alat
mobilisasi. Tingkatkan
aktivitas dan partisipasi
dalam merawat diri
sendiri sesuai
kemampuan.
kerusakan secara
fungsional dan
mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan
dilakukan.
Penggunaan sepatu tenis
hak tinggi dapat membantu
mencegah footdrop,
penggunaan bantal,
gulungan alas tidur dan
bantal pasir dapat
membantu mencegah
terjadinya abnormal pada
bokong.
Mempertahankan mobilitas
dan fungsi sendi/ posisi
normal ekstrimitas dan
menurunkan terjadinya
vena statis.
Proses penyembuhan yang
lambat seringakli
menyertai trauma kepala
dan pemulihan fisik
merupakan bagian yang
sangat penting.
Keterlibatan pasien dalam
program latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja sama
atau keberhasilan program.
Resiko tinggi
infeksi b/ d
jaringan trauma,
kerusakan kulit
kepala.
Tidak terjadi infeksi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
dengan KH :
- Bebas tanda- tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan
luka tepat waktu
- Berikan perawatan
aseptik dan antiseptik,
pertahankan teknik cuci
tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit
yang mengalami
kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi,
catat karakteristik
drainase dan adanya
inflamasi.
- Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi
atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi
saluran nafas atas.
- Kolaborasi pemberian
atibiotik sesuai indikasi.
Cara pertama untuk
menghindari nosokomial
infeksi.
Deteksi dini
perkembangan infeksi
memungkinkan untuk
melakukan tindakan
dengan segera dan
pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Menurunkan pemajanan
terhadap pembawa kuman
infeksi.
Terapi profilaktik dapat
digunakan pada pasien
yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau
setelah dilakukan
pembedahan untuk
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda klinis Deteksi dini dan intervensi
keseimbangan
cairan dan
elektrolit b/ d
haluaran urine
dan elektrolit
meningkat.
keperawatan selama 3 x 24 jam
ganguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat teratasi
dengan KH :
- Menunjukan membran
mukosa lembab, tanda vital
normal haluaran urine
adekuat dan bebas oedema.
dehidrasi atau kelebihan
cairan.
- Catat masukan dan
haluaran, hitung
keseimbangan cairan,
ukur berat jenis urine.
- Berikan air tambahan/
bilas selang sesuai
indikasi
- Kolaborasi pemeriksaan
lab. kalium/fosfor serum,
Ht dan albumin serum.
dapat mencegah
kekurangan / kelebihan
fluktuasi keseimbangan
cairan.
Kehilangan urinarius dapat
menunjukan terjadinya
dehidrasi dan berat jenis
urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.
Dengan formula kalori
lebih tinggi, tambahan air
diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.
Hipokalimia/ fofatemia
dapat terjadi karena
perpindahan intraselluler
selama pemberian makan
awal dan menurunkan
fungsi jantung bila tidak
diatasi.
Gangguan
kebutuhan
nutrisi b/ d
kelemahan otot
untuk menguyah
dan menelan
Pasien tidak mengalami
gangguan nutrisi setelah
dilakukan perawatan selama 3
x 24 jam dengan KH :
- Tidak mengalami tanda-
tanda mal nutrisi dengan
nilai lab. Dalam rentang
- Kaji kemampuan pasien
untuk mengunyah dan
menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
- Auskultasi bising usus,
catat adanya penurunan/
Faktor ini menentukan
terhadap jenis makanan
sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
Fungsi bising usus pada
umumnya tetap baik pada
normal.
- Peningkatan berat badan
sesuai tujuan.
hilangnya atau suara
hiperaktif.
- Jaga keamanan saat
memberikan makan pada
pasien, seperti
meninggikan kepala
selama makan atatu
selama pemberian
makan lewat NGT.
- Berikan makan dalam
porsi kecil dan sering
dengan teratur.
- Kaji feses, cairan
lambung, muntah darah.
- Kolaborasi dengan ahli
gizi.
kasus cidera kepala. Jadi
bising usus membantu
dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.
Menurunkan regurgitasi
dan terjadinya aspirasi.
Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi
pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.
Perdarahan subakut/ akut
dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode
alternatif pemberian
makan.
Metode yang efektif untuk
memberikan kebutuhan
kalori.
Gangguan pola
nafas b/ d
obstruksi
trakeobronkial,
neurovaskuler,
kerusakan
medula
oblongata.
Tidak terjadi gangguan pola
nafas setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
2x 24 jam dengan KH :
- Memperlihatkan pola nafas
normal/ efektif, bebas
sianosis dengan GDA
dalam batas normal pasien.
- Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan.
Catat ketidakteraturan
pernafasan.
- Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturan posisi
miring sesuai indikasi.
- Anjurkan pasien untuk
latihan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.
- Auskultasi suara nafas.
Perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara- suara tambahan
yang tidak normal.
(krekels, ronki dan
whiszing).
- Kolaborasi untuk
Perubahan dapat
menunjukan komplikasi
pulmonal atau
menandakan lokasi/
luasnya keterlibatan otak.
Pernafasan lambat, periode
apneu dapat menendakan
perlunya ventilasi mekanis.
Untuk memudahkan
ekspansi paru dan
menjegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
Mencegah/ menurunkan
atelektasis.
Untuk mengidentifikasi
adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti
atau obstruksi jalan nafas
yang membahayakan
oksigenasi serebral atau
menandakan adanya
infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi
pada cidera kepala).
Menentukan kecukupan
pemeriksaan AGD,
tekanan oksimetri.
- Berikan oksiegen sesuai
indikasi.
oksigen, keseimbangan
asam-basa dan kebutuhan
akan terapi.
Mencegah hipoksia, jika
pusat pernafasan tertekan.
Biasanya dengan
mnggunakan ventilator
mekanis