CKR

16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI CEDERA KEPALA Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang teradi !aik lang"ung atau tidak lang"ung yang kemudian dapat !eraki!at pada gangg neur%l%gi"& $ung"i $i"ik& k%gniti$& p"ik%"%"ial& yang dapat !er"i$at t permanent. 'enurut Brain Injury Assosiation of America& #edera kepala a keru"akan pada kepala& !ukan !er"i$at k%ngenital ataupun degenerati$& tetapi d %leh "erangan ( !enturan $i"ik dari luar& yang dapat mengurangi atau mengu!ah "ehingga menim!ulkan keru"akan kemampuan k%gniti$ dan $ung"i $i"ik. ) 3.) ANA*+'I KEPALA a. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari , lapi"an yang di"e!ut "e!agai SCALP yaitu- Skin atau kulit C%nne#ti e ti""ue atau aringan penyam!ung Ap%neuri" atau galea ap%neur%tika yaitu aringan ikat yang !erh!ungan lan dengan tengk%rak L%%"e are%lar ti""ue tau aringan penunang l%nggar. Perikranium /aringan penunang l%nggar memi"ahkan galea ap%neur%tika dari perikranium merupakan tempat yang !ia"ateradinya perdarahan "u!galeal. Kulitkepala memiliki !anyak pem!uluh darah "ehingga !ila teradi perdarahan aki!at la kulit kepala akan menye!a!kan !anyak kehilangan darah terutama pada anak0 atau penderita de a"a yang #ukup lama terperangkap "ehingga mem!u aktu lama untuk mengeluarkannya 2Ameri#an #%llege %$ "urge%n& 1 45. !.*ulang *engk%rak *erdiri dari ku!ah 2kal aria5 dan !a"i" kranii. *ulang tengk%rak !e!erapa tulang yaitu $r%ntal& parietal& temp%ral dan %k"ipital. Kal aria khu temp%ral adalah tipi"& namun di"ini dilapi"i %leh %t%t temp%rali". 6a"i" #rani tidak rata "ehingga dapat melukai !agian da"ar %tak "aat !ergerak aki!at pr%"e dan de"elera"i. R%ngga tengk%rak da"ar di!agi ata" 3 $%"a yaitu $%"a anteri%r 8

description

Cedera kepala ringan

Transcript of CKR

22

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI CEDERA KEPALACedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.23.2 ANATOMI KEPALAa. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu: Skin atau kulit Connective tissue atau jaringan penyambung Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhbungan langsung dengan tengkorak Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar. Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997).b. Tulang Tengkorak Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum (American college of surgeon, 1997).c. MeningesSelaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :1) DuramaterDuramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural).Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).2) Selaput ArakhnoidSelaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala (American college of surgeon,1997)3) Pia materPia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater (japardi, 2004).d. Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan (American college of surgeon, 1997).e. Cairan serebrospinalisCairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.f. TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior)(japardi,2004)g. Vaskularisasi OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis(japardi,2004).

3.3 KLASIFIKASI CEDERA KEPALACedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.a. Berdasarkan mekanisme terbagi atas 2: Static loading Dynamic loading: (a) Lesi impact dan (b) Lesi akselerasi-deselerasi Static loadingGaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200 milidetik, mekanisme static loading ini jarang terjadi, tetapi kerusakan yang dihasilkan sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang kepala, jaringan otak dan pembuluh darah otak.Dynamic loading Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50 milidetik), gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi.Impact injuryGaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi: Cidera pada kulit kepala (SCALP): Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom Cidera pada tulang atap kepala: Fraktur linier, Fraktur diastase, Fraktur steallete, Fraktur depresi Fraktur basis kranii. Hematom intrakranial: Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikular Kontusio serebri: Contra coup kontusio, Coup kontusio Laserasi serebri Lesi diffuse: Komosio serebri, Diffuse axonal injury.(DAI)Lesi akselerasi deselerasiGaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa: Hematom subdural Hematom intraserebral Hematom intraventrikel Contra coup kontusioSelain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa: Komosio serebri Diffuse axonal injuryb. Beratnya cederaCedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai berikut :1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.Glasgow Glasgow Coma Scale nilai aiRespon membuka mata (E)Buka mata spontan4Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara3Buka mata bila dirangsang nyeri2Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun1

Respon verbal (V)Komunikasi verbal baik, jawaban tepat5Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang4Kata-kata tidak teratur3Suara tidak jelas2Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun1

Respon motorik (M)Mengikuti perintah6Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan5Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan4Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal3Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal2Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi1(Kluwer, 2009)

c. Morfologi cedera Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesiintrakranial.1. Fraktur craniumFraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervus fasialis (Bernath, 2009)Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater. Keadaanini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan (Davidh, 2009)2. Lesi IntrakranialLesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath, 2009)a. Hematoma EpiduralEpidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan cirri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsungg lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memnang tidak mudah dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf(Harga Daniel, 2009)Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda space occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga tampak lebih jelas (Gazali, 2007).

b. Hematom SubduralHematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak (American college of surgeon, 1997). Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut dan kronis.1) SDH AkutPada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematom subdural (Bernath, 2009).2) SDH KronisPada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens (Ghazali, 2007)

d. Kontusi dan hematoma intraserebral.Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan (Hafidh, 2007).

e. Cedera difusCedar otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingguung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde dan amnesia antegrad (American college of surgeon, 1997).Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam bebberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu. Edfisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan diman pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi mas aatau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan kooma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedeera aksonal difus dan cedeera otak kerena hiipoksiia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut seringg terjadi bersamaan (American college of surgeon,1997)Dalam beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk dalam bahasan cedera kepala. Karenanya akan dibahas juga mengenai trauma wajah ini, yang meski bukan penyebab kematian namun kecacatan yang akan menetap seumur hidup perlu menjadi pertimbangan.

3.4 Gambaran KlinisSecara umumgambaran klinis cedera kepala dengan derajat kesadaran dalam rentang bangun sampai tidak berespon sama sekali Gejala: amnesia pasca trauma (lebih dari 1 jam), pusing yang bertambah, sakit kepala sedang sampai berat, kelemahan anggota badan, atau paresthesia mungkin mengindikasikan cedera yang lebih berat Tanda: CSF otorrhea atau rhinorhea dan kejang mungkin mengindikasikan cedera yang lebih berat. Kemunduran status mental yang cepat sangat menandakan adanya lesi yang meluas dalam tengkorak Tes laboratorium : ABGs (Arterial Blood Gas) mengindikasikan hipoksia (penurunan PaO2) atau hypercapnia yang menandakan gangguan ventilasi/pernafasan Tes diagnosa lain : CT scan kepala merupakan alat diagnosa yang penting untuk mendeteksi adanya massa lesiMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga) Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Letargik. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas. 3.5 Pemeriksaan Penunjanga. Foto polos kepala Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Indikasi CT Scan adalah : 1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).4) Adanya lateralisasi.5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).Foto polos juga dapat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark / iskemia tidak boleh pada 24 - 72 jam setelah terjadinya cedera.c. MRI Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.d. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologisf. XRayMendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.g. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.h. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracraniali. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranialj. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran

3.6 Penatalaksanaan terapiPenatalaksanaan terapi untuk pasien yang tidak sadar:1. Suportif ABCa. A airway (jalan nafas)b. B breathing (pernafasan)c. C circulation (sirkulasi/peredaran darah)i. Mengatasi syok hipovolemikii. Infus dengan cairan kristaloid : Ringer laktat NaCl 0,9%; D5%; 0,45 saline Infus dengan cairan koloid Transfusi darah2. Pengendalian peningkatan tekanan intrakraniala. Manitol 0,5-1 gr/kgBB, diberikan dalam waktu 20 menit diulangi tiap 4-6 jamb. Furosemid 1-2 mg/kgBBc. Hiperventilasi dengan mempertahankan PaCO2 25-30 mmHg3. Koreksi gangguan elektrolit asam basa4. Antikonvulsan bila perlu5. Antibiotik profilaksis6. Nutrisi7. Operasi Cedera Kepala Tidak semua pasien cedera kepala harus dirawat inap. Indikasi rawat inap untuk cedera kepala antara lain

Selain itu, dari hasil CT-sca yang abnormal juga merupakan indikasi rawat inap pasien cedera kepala.Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial : Massa hematoma kira-kira 40 cc Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang. Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm. Pasien pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai berkembangnya tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg. Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah perdarahan ulang. lndikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini : Status neurologis Status radiologis Pengukuran tekanan intrakranial lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak memungkinkan dan didapat : Dilatasi pupil ipsilateral Hemiparese kontralateral Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba Operasi Cedera Kepala Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini : Status neurologis Status radiologis Pengukuran tekanan intrakranial

BAB IVKESIMPULAN

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahapmlanjutan dari kerusakan otak primer.Pasien Nn. IA diantar ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan tidak sadar setelah terjatuh dari sepeda motor minggu tanggal 26 Juli pukul 10.30 WIB. Pasien tidak ingat kejadiannya, pasien pingsan, pasien mengaku merasa mual. Terdapat abrasio pada maksila dan temporal dekstra 3cm. abrasio 5 cm pada anterior cruris sinistra. abrasio 1 cm pada anterior ankle sinistra.Pasien memerlukan rawat inap karenaterjadi penurunan kesadaran saat kejadian, sehingga perlu monitoring keadaan umum pasien. Hasil CT-scan menunjukkan hasil normal dan keadaan pasien semakin baik sehingga pasien diperbolehkan rawat jalan.

8