CKD NAKULA 3.docx
-
Upload
joepri-ahmad -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of CKD NAKULA 3.docx
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)
GAGAL GINJAL KRONIK
DI RSUD KOTA SEMARANG
OLEH
AHMAD JUPRI
14.08.005
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG
2014/2015
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal
yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh
gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
5. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi
asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
saluran cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit
memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan →
anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan
mulut.
c. Pankreatitis Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim
amylase.
3. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi
metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat
defisiensi sekresi ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan
kelainan lainnya
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien
Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi
dari bulan sampai tahun. Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis
yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5
mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau
sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama
dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan
defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic
Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan
hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi
pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,
tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati. Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum
anemia dan high output heart failure.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan
terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami
HD. Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan
hiperparatiroidisme.
b) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-
6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan.
c) Pemberian obat
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : Ureum kreatinin, Asam
urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal : Analisis urin rutin,
Mikrobiologi urin, Kimia darah, Elektrolit.
c. Identifikasi perjalanan penyakit : Ureum
kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde dan antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
Lidah jatuh kebelakang, Benda asing/ darah pada rongga mulut, danya
sekret
Breathing
Pasien sesak nafas dan cepat letih, Pernafasan Kusmaul, Dispnea,
Nafas berbau amoniak
Circulation
TD meningkat, Nadi kuat, Disritmia, Adanya peningkatan JVP,
Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka, Capillary refill > 3
detik, Akral dingin, Cenderung adanya perdarahan terutama pada
lambung
Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert -> sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon ->kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons ->kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon tehadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2) Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
3) Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
C. RENCANA TINDAKAN
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1 Gangguan pertukaran
gas b.d perubahan
membran kapiler-
alveolar
NOC :
v
Re Spiratory Status : Gas
Ex change
v Respiratory Status :
ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang
adekuat
Memelihara
kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda
tanda distress
pernafasan
NIC :Airway Management Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
AcidBase Managemen Monitor pola respirasi Lakukan terapi oksigen Monitor status neurologi
2 Kelebihan volume
cairan b.d mekanisme
pengaturan melemah
Definisi : Retensi
cairan isotomik
meningkat
Batasan karakteristik :
- Berat badan
meningkat
- Asupan
berlebihan
dibanding output
NOC :
Electrolit and acid
base balance
Fluid balance
Kriteria Hasil:
Terbebas dari edema,
efusi, anaskara
Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan
kapiler paru, output
jantung dan vital sign
dalam batas normal
Menjelaskanindikator
kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
Pasang urin kateter jika
diperlukan
Monitor hasil lAb yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
Monitor vital sign
Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
Monitor serum dan
elektrolit urine
3 Intoleransi aktivitas
b.d keletihan /
kelemahan, anemia,
retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
NOC :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri
NIC :
Energy Management
- Observasi adanya
pembatasan klien
dalam melakukan
aktivitas.
- Kaji adanya factor
yang menyebabkan
kelelahan
- Monitor nutrisi dan
sumber energi
tangadekuat
- Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
- Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
- Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat pasien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang
PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika