cholelitiasis

24
 Referat Bedah CHOLELITIASIS Disusun Oleh: Saye kti Asih Nugraheni G !"!#$% Sekar Ayu Larasati G!"!#$$ &e'(i'(ing dr) *unardi+ S,B+ -INACS .E&ANITERAAN .LINI. S/- IL/0 BEDAH -A.0LTAS .EDO.TERAN 0NS1RS0D &ANDANARANG BO2OLALI 3#!4 0

description

cholelitiasis

Transcript of cholelitiasis

Referat Bedah

CHOLELITIASIS

Disusun Oleh:Sayekti Asih NugraheniG99131076Sekar Ayu LarasatiG99131077

Pembimbing

dr. Junardi, SpB, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD PANDANARANGBOYOLALI2015

DAFTAR ISI

Daftar isi .................................................................................................................1BAB IPendahuluan ....................................................................................2BAB IITinjauan pustaka ............................................................................3BAB IIIPenutup ...........................................................................................22Daftar Pustaka ........................................................................................................ 24

BAB IPENDAHULUAN

Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu merupakan fungsi utama hati.Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainya.Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kandung empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DEFINISIKolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis terjadi akibat gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu dimana terdapat di dalam kandung empedu. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia 40 tahun terutama wanita karena dipengaruhi oleh faktor hormon.

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu

2.2 ANATOMIa. Vesica FelleaKandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartman. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk duktus koledokus.

b. DuktusDuktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.

c. PendarahanPembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

d. Pembuluh limfe dan persarafanPembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2. Anatomi Kantung Empedu

2.3 FISIOLOGIa. Komposisi Cairan EmpeduAsam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.1. Asam empeduPada manusia, asam empedu (garam empedu) yang paling penting adalah asam cholat, asam chenodeoksikolat, dan asam deoksikolat. Asam empedu disintesis di dalam hati yang disebut primer asam empedu dan yang dibuat oleh bakteri yang disebut sekunder asam empedu. Asam empedu dibentuk dari bahan dasar, yaitu kolesterol. Di dalam hati, pembentukan primer asam empedu berasal dari kolesterol yang dibentuk melalui 2 jalur, yaitu classic pathway dan accidic pathway. Pada classic pathway, kolesterol dikonversi (penambahan gugus OH) menjadi 7-hydroxycholesterol dengan bantuan enzim 7-hydroxylase. Selanjutnya, 7-hydroxycholesterol dengan bantuan enzim sterol 12-hydroxylase dikonversi (penambahan gugus H dan CoA) menjadi cholyl-CoA (asam kolat). Pada accidic pathway, kolesterol dengan bantuan enzim sterol 27-hydroxylase dan oxysterol 7 -hydroxylase dikonversi menjadi chenodeoxycholyl-CoA (asam chenodeosikolat). Selain melalui accidic pathway, pembentukan asam chenodeoksikolat juga bisa berasal dari 7-hydroxycholesterol melalui beberapa tahap konversi. Di usus, pembentukan sekunder asam empedu berasal dari asam chenodeoksikolat dengan bantuan dari bakteri flora normal usus. Asam chenodeoksikolat memiliki dua gugus hidroksil pada posisi 3 dan 7. Gugus hidroksil pada posisi 7 dihapus oleh bakteri usus dan dengan bantuan enzim dehidroksilase diubah menjadi asam litokolat, dimana asam empedu ini hanya memiliki gugus 3--hidroksil. Asam litokolat ini kemudian dikonversi menjadi asam deoksikolat dengan penambahan gugus hidroksil di posisi 12. Dengan cara penghapusan gugus 7-hidroksil pada asam chenodeoksikolat oleh bakteri usus inilah akan dihasilkan semakin banyak asam deoksikolat, dimana sebagai salah satu jenis asam empedu untuk komponen cairan empedu.

Gambar 3. Biosintesis Asam Empedu

Sebagian besar (90%) asam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi asan empedu tersebut terjadi di segmen distal dari ilium sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi asam empedu akan terganggu. Fungsi asam empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.2. LesitinLesitin merupakan suatu senyawa yang dikategorikan sebagai lipid. Sebenarnya di dalam lesitin tidak hanya terkandung senyawa fosfatidilkolin, tetapi juga ada senyawa-senyawa yang lain masih dalam golongan lipid, namun fosfatidil kolin merupakan kandungan utama dari lesitin. Lesitin memainkan peranan yang cukup signifikan sebagai agen aktif permukaan dalam proses emulsi. Lesitin ini diperoleh tubuh melalui makanan terutama yang berasal dari keledai dan kuning telur.3. KolesterolKolesterol adalah suatu zat lemak yang terdapat pada seluruh produk binatang, contohnya seperti daging, produk susu, dan telur. Kolesterol sangat dibutuhkan bagi tubuh dan salah satunya digunakan untuk membentuk cairan empedu yang diperlukan dalam mencerna lemak. Kolesterol dibagi menjadi kolesterol eksogen dan endogen. Kolesterol eksogen merupakan kolesterol yang diabsorbsi dari makanan di dalam saluran pencernaan, sedangkan kolesterol endogen dibentuk oleh sel tubuh. Sebagian besar kolesterol berasal dari kolesterol endogen. Pada dasarnya, semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol. Sintesis kolesterol endogen terdiri dari lima tahapan utama, yaitu :1. Mengubah Asetil CoA menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA (HMG-Coa)2. Mengubah HMG-CoA menjadi mevalonate3. Mevalonate diubah menjadi molekul dasar isoprene, isopentenyl pyrpphospate (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO24. IPP diubah menjadi squalene5. Squalene diubah menjadi kolesterol

Gambar 4. Biosintesis Kolesterol4. BilirubinBilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan, transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin. Fase Pre-hepatik1) Pembentukan bilirubin.Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase. Pembentukannya berlangsung di system retikoloendotelial. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 2) Transport plasmaSelanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Fase Intra-Hepatik3) Liver uptakePada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut sebelum dikonjugasi.4) KonjugasiBilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Fase Post-Hepatik5) Ekskresi bilirubinBilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).

Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu, bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu -glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.

Gambar 5. Metabolisme Bilirubin Gambar 6. Komponen Cairan EmpeduKomponenEmpedu HatiEmpedu Kantung Empedu

Air 97,5 gr/dl 92gr/dl

Garam Empedu 1,1 gr/dl6 gr/dl

Bilirubin 0,04 gr/dl0,3 gr/dl

Kolesterol 0,1 gr/dl0,3 0,9 gr/dl

Asam Lemak 0,12 gr/dl0,3 1,2 gr/dl

Lecithin 0,04 gr/dl0,3 gr/dl

Na+145mEq/L130mEq/L

K+5mEq/L12mEq/L

Ca+5mEq/L23mEq/L

Cl-100mEq/L25mEq/L

HCO3-28mEq/L10mEq/L

a. Sekresi empeduEmpedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

b. Penyimpanan dan Pemekatan EmpeduEmpedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.

c. Pengosongan Kantung EmpeduPengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :1. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.2. Neurogen : Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh berlangsung selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Gambar 7. A. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu. B. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan kandung empedu.2.4 EPIDEMIOLOGIa. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini: a) Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya beberapa tonb) Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya menjalani pembedahanKolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari tahun Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala.

b. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

2.5 FAKTOR RESIKOKolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:a. Jenis KelaminWanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.b. UsiaResiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan usia yang lebih muda.c. Berat badan (BMI)Orang denganBody Mass Index(BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Tingginya BMI menunjukkan kadar kolesterol dalam kandung empedu cenderung tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.d. MakananIntake rendah klorida dan kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.e. Riwayat keluargaOrang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.f. Aktifitas fisikKurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.g. Penyakit usus halusPenyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah Crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.h. Nutrisi intravena jangka lamaNutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.6 ETIOLOGIEtiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Perubahan komposisi lainnya yaitu yang menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia. Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis. b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu.

2.7 BATU EMPEDU1. Tipe Batu EmpeduAda 3 tipe batu empedu :a. Batu Empedu Kolesterol Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.b. Batu Empedu Pigmen Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.c. Batu Empedu Campuran Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

2. Patogenesis Pembentukan Batu Empedu Batu KolesterolPembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:a. Fase supersaturasiKolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut: Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak. Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet). Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.b. Fase pembentukan inti batuInti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besarUntuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

Batu bilirubin/Batu pigmenBatu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:a. Saturasi bilirubinPada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.b. Pembentukan inti batuPembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

Gambar 8. Patogenesis Batu Empedu

2.8 PATOFISIOLOGIBatu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lainadalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu,biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

Gambar 9. Peranan Kandung Empedu dalam Kolelitiasis

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

Kandung EmpeduSaluran Empedu

Gambar 10. Batu empedu dalam kandung empedu dan saluran empedu

Diagram Patofisiogi Kolelitiasis

BAB IIIPENUTUP

Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).Kejadian batu kandung empedu atau kolelitiasis di negara-negara industri antara 10-15%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Divisi Hepatologi, Departemen IPD FKUI/RSCM Jakarta tahun 2009 pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. Prevalensi tergantung pada jenis kelamin, usia, etnis, dan lain sebagainya. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor resiko batu empedu memang dikenal dengan 4-F, yaitu Fatty (gemuk), Fourty (40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih beresiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor resiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus, baik wanita maupun pria, beresiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Selain itu, anak-anak pun bisa mengalami penyakit seperti ini, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.Walaupun batu empedu dapat terjadi di mana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini hanya berada dalam kandung empedu biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala yang biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu dapat menyebabkan kolik bilier akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus sisitikus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang-kadang sirosis bilier.Jika batu kandung empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan tindakan operasi, namun cukup dengan pemberian obat-obatan. Meski demikian, kebanyakan kasus batu kandung empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut kolesistektomi. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparaskopi atau bedah minimal. Dengan hanya sayatan kecil, proses pemulihannya dapat lebih cepat. Bedah minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kandung empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang tetap bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal dan produktif karena sebenarnya kandung empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan kandung empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan, yaitu dengan membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak. Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya.

Daftar pustaka

1. Saunders KD, Cates JA, Roslyn JJ. Pathogenesis of gallstones. In: The Surgical Clinics of North America, Biliary Tract Surgery. Pitt HA (e d). WB Saunders Co, Philadelphia, Vol .70, No. 6, 1990: 1197-1216 2. Meyers WC, Jones RS. Gallstones. In: Textbook of Liver and Biliary Surgery. JB Lippincott Co, Philadelphia, 1990: 228 3. Harris HW. Biliary system. In: Surgery, Basic Science and Clinical Evidence. Norton JA et al. (e d). Spinger, New York, 2000: 553-84 4. Roslyn, Joel J; Kahng Kim U; Calculous Gallbladder Diseases; in Digestive Tract Surgery: A Text and Atlas, edited by Bell, Ricard H; Rikkers, Layton F; and Mulholland, Michel W; Lippincott Raven Publishers; Philadelphia; 1996; 383 - 402 5. Schwartz, Seymour I; Gallbladder and Extrahepatic Biliary System; in Principles of Surgery; seventh ed; McGraw Hill Intl; Singapore; 1999; 1437 - 1465 6. Meshikhes, A>W; Asymptomatic gallstones in the laparoscopic era, Dep Of surgery, Damman Central Hospital, Damman, Saudi Arabia,; in J.R. Coll.Surg.Edinburg, December 2002, 742 748 7. Turney, Sean; Pitt, Henry A; Choledocolithiasis and Cholangitis; in Digestive Trqct Surgery: A Text and Atlas, edited by Bell, Ricard H; Rikkers, Layton F; and Muholland, Michel W; Lippincott Raven Publishers; Philadelphia; 1996; 8. Nathanson Leslie K; Gallstones. In: Hepatobiliary and Pancreatic Surgery. Garden OJ (2nd e d). WB Saunders Co, London, 2001; 213 - 237 9. Beckingham IJ. Gallstone disease, clinical review. In: BMJ, Vol. 322, 2001:91- 4 10. Binmoeller, Kenneth F; Thonke, Frank; Soehendra, Nib; Endoscopic treatment of Mirizzis syndrome. In: Gastrointestinal Endoscopy, Vol. 39, No. 4, 1993: 532 - 536 11. Gallstones and laparoscopic cholecystectomy, National Institute of Health Concensus Development Conference Statement, 19 (3), 1992: 1-20 12. Sali A. Gallstones-aetiology and dissolusion. In: Maingots Abdominal Operations, 9th e d. Schwartz SI, Ellis H (e d). Appleton & Lange, Norwalk, 1990: 1381-1404 13. Giurgiu DIN, Roslyn JJ. Calculous Biliary Diseases, In: Nyhus Greenfield Mastery of Surgery; 3rd e d; CR-Room. WB Saunders Co,chapter 41 14. Munson JW, Sanders LE. Cholecystctomy revisited. In: The Surgical Clinics of North America, Vol. 74, No. 4, 1994: 741-54 15. Moody,Frank G; Kwong, Karen; PostChloecystectomy syndrome; in the Practise of General surgery; Bland Kirby I;1st ed; W B Sauders; Philadelphia; 2002; 653 - 658

4