CHF

21
PORTOFOLIO (Kasus Emergensi) CONGESTIVE HEART FAILURE OLEH dr. Degiana Syabdini Edwiza PENDAMPING dr. Sherly Monalisa

description

chf

Transcript of CHF

Page 1: CHF

PORTOFOLIO (Kasus Emergensi)

CONGESTIVE HEART FAILURE

OLEH

dr. Degiana Syabdini Edwiza

PENDAMPING

dr. Sherly Monalisa

RSUD KOTA PARIAMAN

2014

Page 2: CHF

Borang Portofolio Kasus Emergensi

No. ID dan Nama Peserta dr. Degiana Syabdini Edwiza

No. ID dan Nama Wahana RSUD Kota Pariaman

Topik Congestive Heart Failure

Tanggal (kasus) 11 Agustus 2014

Nama Pasien Tn. HB

Tanggal Presentasi Agustus 2014 Pendamping dr. Sherly Monalisa

Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Kota Pariaman

Objektif Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ DeskripsiPasien laki-laki, usia 48 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas yang

semakin meningkat sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit.

□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan, serta pencegahan CHF.

Bahan

Bahasan□ Tinjauan Pustaka □ Riset

□ Kasus□ Audit

Cara

Membahas□ Diskusi

□ Presentasi dan Diskusi□ E-mail □ Pos

Data Pasien Nama : Tn. HB

Nama RS : RSUD Kota Pariaman Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : CHF Fungsional Class III-IV

2. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien dikenal ada riwayat sesak napas sebelumnya ada

namun tidak pernah berobat ke rumah sakit ataupun puskesmas.

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

5. Riwayat Pekerjaan : Tidak Ada

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.

7. Lain-lain : -

Page 3: CHF

Daftar Pustaka :

1. Pangabean, MM.2006.Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi

IV.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

2. Santoso, Anwar.2007. Gagal jantung dalam Jurnal Penyakit Dalam Volume 8 edisi 3.

Denpasar : Bagian ilmu penyakit Dalam FK Unud.

3. Sitompul, Barita. 2001.Gagal Jantung dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai penerbit

fakultas kedokteran indonesia.

4. Mansjoer. Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakutas

kedokteran Universitas Indonesia

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis CHF

2. Tatalaksana pasien CHF

3. Edukasi mengenai faktor risiko CHF

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Sesak nafas yang dirasakan semakin meningkat sejak dua hari sebelum masuk

rumah sakit. Sesak dirasakan bertambah saat melakukan aktivitas sehari-hari

(misalnya berjalan ke kamar mandi) dan sedikit berkurang dengan beristirahat,

sesak tidak dipengaruhi makanan dan cuaca

Batuk sejak 2 hari yang lalu, dahak (+)

Pasien sering terbangun malam hari karena sesak nafas

Pasien lebih suka tidur dengan diganjal 2 bantal

Nyeri dada yang menjalar ke punggung tidak ada

Pasien sering cepat merasa lelah

Mual (-), muntah (-)

Kaki bengkak sejak 2 hari yang lalu

BAB dan BAK normal

Pasien dikenal ada riwayat sesak napas sebelumnya ada namun tidak pernah

berobat ke rumah sakit ataupun puskesmas.

Page 4: CHF

Pasien mempunyai perawakan pendek dan terdapat kelainan bentuk dada seperti

paruh burung dan disertai dada berbentuk tong disertai tulang belakang yang

membengkok ke depan.

Riwayat DM tidak ada

2. Objektif :

a. Vital sign

KU : sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 135/100 mmHg

Frekuensi nadi : 110 x/menit

Frekuensi nafas : 36 x /menit

Suhu : 37,1 0C

sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5+2 cmH20

KGB tidak membesar

Thoraks

Paru : Inspeksi : normochest

Palpasi : fremitus kiri=kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi +/+ di seluruh lapangan paru,

wheezing +/+

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI, kuat angkat

Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dextra

kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

atas : RIC II

Auskultasi : bunyi murni, irama teratur, bising tidak ada

Page 5: CHF

Abdomen

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, asites (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis (-), udem

pretibia +/+, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.  Motorik 555 555

555 555

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin : Hb : 12,1 gr/dl

Leukosit : 11700/mm3

Ht : 41,2 %

Trombosit : 154.000/mm3

GDR : 164 mg/dl

EKG :

Irama sinus

Frekuensi 128x/menit

Kesan : sinus takikardi

Page 6: CHF

Roentgen Thoraks

Cor : Cor membesar ke kiri, CTI 70%, apeks tertanam

Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat kedua lapangan paru dengan

kranialisasi (+)

Kesan : kardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru

Page 7: CHF

3. Assesment (penalaran klinis) :

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan berumur 48 tahun dengan

diagnosis kerja : CHF fungsional class III-IV irama sinus. Dasar diagnosis pada pasien adalah

dari anamnesis didapatkan sesak nafas yang dirasakan semakin meningkat sejak dua hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan bertambah saat melakukan aktivitas sehari-hari

(seperti berjalan ke kamar mandi), sesak disertai batuk, sedikit berkurang dengan beristirahat,

dan sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca. Pasien sering terbangun malam hari

karena sesak nafas dan pasien lebih suka tidur dengan diganjal 2 bantal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 135/100, nadi 110x/menit,

nafas 36 x/menit dan suhu 37,1 C. Dari pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+2 cmH2O dan

dari pemeriksaan jantung didapatkan tanda-tanda pembesaran ventrikel kiri jantung. Dari

pemeriksaan EKG didapatkan gambaran pembesaran ventrikel kiri jantung dan roentgen

thoraks memperlihatkan adanya kardiomegali dan udem paru.

Prinsip penatalaksanaan pasien CHF adalah meningkatkan oksigenasi dengan

pemberian O2 dan mengurangi konsumsi O2 dengan pembatasan aktivitas, meningkatkan

kontraktilitas otot jantung dengan digitalisasi, serta menurunkan beban jantung dengan diet

rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

4. Plan :

Diagnosis klinis : CHF fungsional class III-IV dengan Bendungan Paru

Pengobatan :

O2 3 L/menit

IVFD RL 12 jam/kolf

Inj lasix 1x1 ampul (IV)

Kateter urin

Konsul dr SpPD, advice:

- Diet Jantung II

- O2 3 L/menit

- Inj lasix 1 x 2 ampul IV (pagi), 1 x 1 ampul IV (siang)

- Inj ceftriaxone 2 x 1 gr IV (Skin test)

- Inj ranitidin 2 x 1 amp (IV)

- Amlodipin 1 x 5 mg tab

Page 8: CHF

- KSR 1 x 1 tab

- Nebu Combivent 4 x 1 respul

- Ambroxol Syr 3 x 1 Cth

- Rawat Interne

Pendidikan :

Kepada pasien dan keluarga dijelaskan bahwa penyakit ini adalah komplikasi yang

bisa terjadi jika hipertensi tidak diobati secara teratur. Dijelaskan kepada pasien dan

keluarga, untuk selanjutnya rutin kontrol dan menjaga pola makan dengan membatasi

konsumsi garam yang dapat menyebabkan hipertensi.

Page 9: CHF

Congestive Heart Failure

Definisi

Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya

kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu

sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan

kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort

intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced longevity).

Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak

lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh

pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung

dalam keadaan normal.

Epidemiologi

Gagal jantung terjadi 1-2 % pada orang berusia > 65 tahun dan 10 % pada usia >

75 %.

Jenis Gagal Jantung

Gagal jantung akut dan menahun

Manifestasi berdasarkan waktu. Gagal jantung akut terjadinya mendadak,

misalnya pada infark jantung akut yang luas. Gagal jantung terjadi secara

perlahan misalnya pada penyakit-penyakit katup jantung.

Gagal jantung sistolik dan diastolik

Gagal jantung sistolik apabila gagal jantung yang terjadi akibat abnormalitas

fungsi sistolik (ketidakmampuan mengeluarkan darah dari ventrikel). Gagal

jantung diastolik terjadi akibat abnormalitas pada fase diastolik ( pengisian darah

pada ventrikel (terutama ventrikel kiri).

Gagal jantung kanan dan kiri

Pada gagal jantung kanan, ventrikel kanan tidak mampu berkontraksi optimal,

sehingga tekanan di atrium kanan meninggi diikuti bendungan di vena cava

Page 10: CHF

superior dan inferior. Hal ini menimbulkan peninggian tekanan vena jugularis

eksterna, penurunan tekanan darah, dan edem perifer.

Pada jantung kiri, terjadi kegagalan kerja dari ventrikel kiri sehingga tekanan

akhir diastol menjadi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan bendungan di atrium kiri,

peninggian tekanan darah di vena pulmonalis sampai terjadi edem paru.

Gagal jantung kongestif apabila terjadi gagal jantung kanan dan kiri secara

bersamaan.

Gagal jantung low output dan high output

Pada gagal jantung yang ringan,curah jantung pada keadaan istirahat masih

dirasakan cukup oleh tubuh, walaupun sebenarnya lebih rendah dari normal. Pada

kegiatan fisik, semula curah jantung meningkat sedikit tetapi segera turun

kembali dan menjadi lebih rendah dari saat istirahat karena jantung tidak kuat

menerima beban tersebut. Keadaan ini disebut dengan gagal jantung low output.

Gagal jantung high output terjadi pada penderita penyakit anemia berat,

hipertiroid, di mana karena kebutuhan metabolisme yang meningkat jantung

harus bekerja lebih kuat. Apabila beban metabolisme tetap meningkat akan

timbul gagal jantung dan curah jantung menurun kembali, namun demikian curah

jantung ini tetap lebih besar dari normal.

Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-

keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas

miokardium. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada

faktor-faktor fisiologis lain yang dapat pula menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai

pompa.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) aritmia, (2) infeksi sistemik dan infeksi

paru-paru, dan (3) emboli paru-paru.

Sebab-sebab gagal jantung secara menyeluruh:

A. Kelainan mekanis

1. Peningkatan beban tekanan

a. Sentral (stenosis aorta, dsb)

b. Perifer (hipertensi sistemik, dsb)

Page 11: CHF

2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal,

dsb)

3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikuspidalis)

4. Tamponade perikardium

5. Restriksi endokardium atau miokardium

6. Aneurisma ventrikel

7. Dis-sinergi ventrikel

B. Kelainan miokardium

1. Primer

a. Kardiomiopati

b. Miokarditis

c. Kelainan metabolik

d. Toksisitas (alkohol, kobalt, dsb)

e. Presbikardia

2. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)

a. Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner)

b. Kelainan metabolik

c. Inflamasi

d. Penyakit sistemik

e. Penyakit paru obstruktif menahun

C. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi

1. Henti jantung

2. Fibrilasi

3. Takikardia atau bradikardia yang berat

4. Asinkroni listrik, gangguan konduksi

Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan

tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga

terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung

akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang

efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan

meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV(volume akhir diastolik)

Page 12: CHF

ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Dengan

meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri(LAP) karena atrium dan

ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke

dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila

tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,

akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi

kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut

dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena

paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Serangkaian kejadian yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan

yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.

Manifestasi Klinis

Gagal jantung kiri : sesak napas, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, takikardi,

pulsus alternans, pernafasan Cheyne Stokes, kardiomegali, irama

derap,disfagia,hemoptisis.

Gagal jantung kanan : terjadi kenaikan JVP, edem perifer sampai anasarka, fatigue

hepatomegali, hipertrofi jantung kanan, irama derap atrium kanan, heaving ventrikel

kanan,rasa penuh atau mual

Gagal jantung kronis : pada CHF yang berlangsung lama terjadi kardiomegali

Diagnosis

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis CHF. Kriteria tersebut antara lain :

Kriteria Mayor :

Paroksismal Nokturnal Dispnea

Distensi vena leher

Ronkhi paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

Page 13: CHF

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia ( >120/menit )

Mayor atau minor :

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

Diagnosis Gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor yang

didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Klasifikasi fungsional CHF berdasarkan NYHA

Kelas 1 : bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan

Kelas 2 : bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktifitas

sehari-hari tanpa keluhan

Kelas 3 : bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa keluhan

Kelas 4 : bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus

tirah baring

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium :

Darah rutin

Ureum dan elektrolit, untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal

Radiologi toraks AP, untuk melihat adanya kardiomegali, hipertensi vena, dan

edema paru.

EKG, untuk menilai adanya aritmia, hipertrofi ventrikel kiri, dan iskemia atau

infark miokard.

Echocardiografi, untuk menyingkirkan adanya penyakit katup atau perikardial

dan menilai fungsi ventrikel kiri.

Penatalaksanaan

Prinsip Penatalaksanaan CHF

Page 14: CHF

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian O2 dan mengurangi konsumsi O2

dengan pembatasan aktivitas.

2. Meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan digitalisasi.

3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

Medikamentosa pada Terapi CHF

1. Digitalis

Untuk memahami efek Digitalis pada gagal jantung kongestif, perlu dimengerti

faktor yang mengatur kontraktilitas jantung dan perubahan yang terjadi pada penyakt ini.

Selanjutnya perlu pula dimengerti perubahan lain yang sifatnya sekunder terhadap gagal

jantung, misalnya retensi garam dan air, dan refleks homeostatik terhadap gagal jantung.

Kekuatan kontraksi ventrikel dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, misalnya tonus

simpatis, dan faktor intrinsik yaitu frekuensi kontraksi dan panjang serabut sesaat sebelum

awal sistol. Selain itu, hasil kerja ventrikel dipengaruhi juga oleh volumenya dan interaksi

antara afterload dan ventrikel sewaktu berkontraksi.

2. Diuretik

Pada gagal jantung berkurangnya volume darah arterial menyebabkan ginjal

menahan air dan garam. Sistem renin-angiotensin-aldosteron pun dipacu sehingga terbentuk

angiotensin II yang merangsang sekresi aldosteron. Aldosteron menambah retensi natrium

disertai pembuangan kalium. Diuretik memacu ekskresi NaCl dan air sehingga beban hulu

berkurang dan gejala bendungan paru dan bendungan sistemik berkurang. Diuretik juga

mengurangi volume ventrikel kiri dan tegangan dindingnya sehingga resistensi perifer

menurun. Kini diuretik merupakan pemiilihan pertama pada gagal jantung kronik yang ringan

dengan irama sinus. Pada gagal jantung yang lebih berat penggunaan diuretik lebih hati-hati

dan pengaruhnya terhadap gangguan elektrolit yang telah ada sebelumnya harus

dipertimbangkan.

Pada fungsi ginjal yang normal, tiazid adalah obat terpilih untuk gagal jantung.

Obat ini meningkatkan ekskresi Na dan Cl melalui urin.

Untuk mengendalikan retensi natrium dan air. Furosemid 40 mg/hari biasanya

efektif. Perlu pemantauan status cairan dan fungsi ginjal yang teliti.

3. Vasodilator

Page 15: CHF

Gagalnya fungsi pompa jantung menyebabkan dipacunya berbagai mekanisme

kompensasi diantaranya meningkatkan tonus simpatis dan reaktivasi sistem RAA untuk

mempertahankan pengisian jantung. Mekanisme ini awalnya diimbangi dengan dilepasnya

zat-zat pengatur endogen untuk memacu natriuresis dan vasodilatasi sehingga tercapai

kembali keseimbangan homeostasis. Namun, pada gagal jantung yang berlanjut,

keseimbangan ini akan bergeser sehingga vasokonstriksi dan retensi cairan lebih menonjol.

Lama kelamaan beban jantung semakin berat akibat peningkatan resistensi perifer.

Vasodilator mengurangi vasokonstriksi yang berlebihan ini.

Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagal jantung, terutama yang

berhubungan dengan hipertesi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral atau aorta dan

kardiomiopati yang menyebabkan bendungan. Efeknya relatif berbeda tergantung pembuluh

mana yang dipengaruhinya. Arteriodilator terutama mengurangi beban tahanan pada aorta

sehingga isi sekuncup lebih banyak, sedangkan venodilator menyebabkan berkurangnya

tekanan pengisian ventrikel kiri sehingga daya tampung saat diastol membaik. Ini

menyebabkan hilangnya gejala bendungan paru.

Pada penderita yang tekanan pengisiannya (filling pressure) tinggi sehingga sesak

napas merupakan gejala yang menonjol, venodilator akan mengurangi gejala. Sebaliknya,

penderitadengan curah jantung yang rendah yang ditandai dengan kelelahan umum (fatigue)

ditangani dengan arteriodilator. Namun pada penderita gagal jantung kronis yang kurang

responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor diatas berpean sehingga diperlukan

vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena. Contoh obatnya antara lain :

a. Arteriodilator : hidralazin, fentolamin

b. Venodilator : nitrat organik

c. Arterio-venodilator : ACE-inhibitor, α bloker, dan Na-nitropusid.

Berdasarkan jangka waktu penggunaannya, vasodilator juga dapat diklasifikasikan atas:

Jangka pendek, secara parenteral, misalnya Na-nitropusid atau nitrogliserin iv. Dapat

diberikan pada :

gagal jantung kronik dengan eksaserbasi yang berat yang tak teratasi oleh

digitalis dan diuretik

Gagal jantung kiri akut yang disertai udem paru.

Jangka panjang, misalnya ACE-inhibitor dan vasodilator lain. Diberikan pada gagal

jantung kronik.