CHF
-
Upload
jurikho-putra-baunsele -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
description
Transcript of CHF
PEMBAHASAN
CONGESTIVE HEART FAILURE
I. PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan suatu kondisi patofisiologi, di mana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Guna kepentingan praktis, gagal jantung
kongestif didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa
sesak, fatigue. baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat. (1)
II. EPIDEMIOLOGI
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut,
dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak
dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dan 50% akan meninggal dalam tahun pertama.(1)
III. ETIOLOGI
Penyebab dan gagal jantung antara lain disfungsi miokardium, endokardium, perikardium,
pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika disfungsi
miokardium paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard, yang
merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan
hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.(1)
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Ia terletak pada rongga dada,
diantara kedua paru. Dua pertiga bagian dan jantung terletak di sebelah kiri tulang dada dan sepertiga pada
bagian kanan. Jantung terdiri dari 4 ruang yang berfungsi sebagai pemompa. Ruang atas disebut atrium
kanan dan kiri. dan ruang bawah disebut ventrikel kanan dan kiri.(2,3)
Gambar 1. Anatomi Jantung
(Dikutip dan kepustakaan No. 4)
Atrium kanan dan ventrikel kanan menerima darah dan tubuh melalui pembuluh darah vena cava
superior dan kemudian memompa darah ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Sedangkan, atrium kiri dan
ventrikel kiri menerima darah kembali dan paru-paru dan pompa keluar melalui aorta dimana menyuplai
makanan ke semua organ dan jaringan tubuh. Terdapat 4 katup yang berfungsi untuk mengarahkan aliran
darah ke arah yang sesuai. Katup tersebut terbuka pada saat jantung berkontraksi, dan menutup untuk
mencegah aliran darah balik pada saat relaksasi. Di antara atrium dan ventrikel terdapat katup
atrioventrikuler, di sebelah kanan katup trikuspidalis, dan di sebelah kiri katup mitral. Di antara ventrikel
dan pembuluh darah besar (aorta dan arteri pulmonalis) terdapat katup semilunar. Antara ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis terdapat katup pulmonal, dan antara ventrikel kiri dan aorta terdapat katup aorta.(2,3)
Sistem sirkulasi merupakan suatu jaringan pembuluh darah yang melayani seluruh organ dan
jaringan di dalam tubuh. Jaringan pembuluh darah yang melayani seluruh tubuh disebut sirkulasi sistemik,
dan yang melayani paru disebut sirkulasi paru. Kedua sistem sirkulasi ini membentuk sirkuit tertutup yang
terdiri dari arteri yang membawa darah dan kantung ke organ, arteriol yang mengatur aliran darah pada
organ dengan jalan dilatasi atau kontraksi, kapiler yang berfungsi sebagai tempat pertukaran bahan nutrisi
dengan hasil metabolisme, venule dan vena yang berfungsi untuk mengumpulkan darah dari kapiler untuk
dibawa kembali ke jantung.(2)
Gambar 2. Sistem Sirkulasi
(Dikutip dari kepustakaan No. 3)
Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi untuk melayani kebutuhan oksigen dan nutrisi semua jaringan
dan organ pada tubuh. Oleh karena itu, dibutuhkan tekanan yang cukup tinggi agar aliran darah ke jaringan
dan organ cukup adekuat. Tekanan dan volume darah pada sirkulasi sistemik berbeda sesuai dengan
pembuluh darah yang dilalui oleh darah. Tekanan pada ventrikel saat sistolis (saat di mana ventrikel
berkontraksi) mencapai 120 mmHg dan selama diastolis (saat ventrikel relaksasi) tekanan turun sampai
hanya beberapa mmHg saja. Tekanan pada aorta dan arteri pulmonalis biasanya berkisar antara 80-120
mmHg, dan mencapai maksimal pada saat sistolis. Fungsi utama sistem sirkulasi paru adalah mengangkut
oksigen dan melepaskan karbon dioksida. Upaya ini dicapai dengan mengalirkan darah ke paru. Tekanan
pada sirkulasi paru hanya berkisar 1/6 dan tekanan sirkulasi sistemik. dan dinding dari arteri dan vena
pulmonalis lebih tipis dibandingkan dinding pembuluh darah lainnya di dalam tubuh. Berbeda dengan
sirkulasi sistemik, arteri pada sirkulasi paru membawa darah yang mengandung kadar oksigen rendah,
sedangkan vena mengandung kadar oksigen yang tinggi. Darah dari ventrikel kanan dengan kadar oksigen
rendah melalui arteri pulmonalis dibawa ke paru. Pertukaran gas antara udara pernapasan dan darah terjadi
pada kapiler paru. Dinding kapiler paru berfungsi sebagai saringan bagi molekul gas yang akan lewat. Luas
permukaan kapiler paru berkisar 500-1000 kakipersegi, sehingga merupakan tempat difusi yang sangat
efisien. Karbon dioksida dan hasil metabolisme akan dikeluarkan dari darah melalui dinding kapiler paru
dan meninggalkan tubuh melalui sistem pernapasan. Darah yang telah terikat dengan oksigen dibawa ke
jantung melalui vena pulmonalis dan masuk ke atrium kiri.(3)
V. KLASIFIKASI
“The New York Heart Association (NYHA)” membuat gradasi keparahan gagal jantung dalam 4
kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk menimbulkan geja1a-gejalanya.(5)
NYHA Kelas I
Tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak timbul sesak napas, rasa lelah, atau palpitasi dengan aktivitas fisik
biasa.
NYHA Kelas II
Sedikit limitasi aktivitas fisik. Timbul rasa lelah, palpitasi, dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa,
tetapi nyaman sewaktu istirahat.
NYHA Kelas III
Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman
sewaktu istirahat.
NYHA Kelas IV
Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas fisik sedikit raja akan memperberat gejala.
VI. PATOGENESIS
Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan O2.
Kondisi ini sangat letal, dengan mortalitas berkisar antara 15-50% per tahun, bergantung pada keparahan
penyakitnya. Mortalitas meningkat sebanding dengan usia, dan resiko pada laki-laki lebih besar dari pada
perempuan.
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang kompleks akibat kelainan struktural dan fungsional
jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk diisi dengan darah atau untuk mengeluarkan darah.
Manifestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa lelah, yang membatasi kemampuan
melakukan kegiatan dan (2) retensi cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua
abnormalitas tersebut mengganggu kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien, tetapi tidak selalu
ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada pasien dengan aktivitas terbatas tanpa retensi cairan, tetapi
ada juga edema tanpa sesak napas atau rasa lelah. Tidak semua pasien disertai edema pada awal diagnosis
atau pun selanjutnya, karena itu istilah “gagal jantung” lebih tepat dari pada “gagal jantung kongestif”.
Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi diastolik dan sistolik ditemukan bersama.
Pada disfungsi sistolik, kontraksi ventrikel terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah
jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik. relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah
berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan
gejala-gejala gagal jantung, sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya. Disfungsi sistolik biasanya
terjadi akibat infark miokard yang menyebabkan kematian sebagian sel otot jantung, sedangkan disfungsi
diastolik biasanya akibat hipertensi yang menyebabkan kompensasi miokard berupa hipertrofi dan
kekakuan dinding ventrikel. Sel miokard yang mati pada infark miokard diganti dengan jaringan ikat, dan
pada sel miokard yang tinggal (jumlahnya telah berkurang) terjadi hipertrofi sebagai mekanisme
kompensasi.
Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme utama, yaitu sistem simpatis
dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Aktivasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap
penurunan curah jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivasi simpatis menyebabkan
peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergik 1 di
jantung. Akibat terjadi peningkatan curah jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung
pada gagal jantung sistolik. Aktivasi sistem RAA dimulai dengan sekresi renin oleh sel jukstaglomerular di
ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik 1 dan sebagai reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal.
Sekresi renin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang memiliki 2 efek utama yaitu sebagai
vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi
oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload)
jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan
preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung
(menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi.
Akan tetapi, mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya waktu
mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap
meningkatkan curah jantung yang kurang, terjadilah perabahan-perubahan maladaptif berupa hipertrofi
dinding ventrikel (untuk meninakatkan kontraktilitas miokard) dan ekspansi volume ventrikel (untuk
rneningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard). Akan tetapi
perubahan-perubahan maladaptif tersebut, terutama peningkatan tekanan dinding ventrikel yang berlebihan,
akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan proliferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga kontraktilitas
miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan perubahan-perubahan maladaptif dalam struktur dan
fungsi jantung ini disebut proses remodelling jantung. Selain melalui peningkatan stress hemodinamik pada
ventrikel (peningkatan preload dan afterload jantung), aktivasi sistem neurohormonal endogen tersebut di
atas (peningkatan norepinefrin, epinefrin, angiotensin II, aldosteron, dan lain-lain), sendiri maupun
bersama, juga mempunyai efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya remodelling jantung
(dengan menstimulasi terjadinya apoptosis dan fibrosis miokard).
Prose remodelling jantung ini merupakan proses yang progresif, sehingga akan berjalan terus tanpa
perlu adanya kerusakan baru/berulang pada jantung. Proses remodelling jantung yang progresif ini
menyebabkan kontraktilitas miokard akan makin menurun, sehingga curah jantung akan makin menurun.
Di samping itu, peningkatan afterload jantung juga akan menurunkan curah jantung. Akibatnya terjadi
dekompensasi jantung. Oleh karena itu, pengobatan gagal jantung kronik ditujukan untuk mencegah atau
memperlambat progresi remodelling miokard tersebut, sedangkan pada gagal jantung akut pengobatan
ditujukan untuk mengurangi overload cairan, menurunkan resistensi perifer, dan memperkuat kontraktilitas
miokard.
Di samping gagal jantung yang low-output tersebut di atas, ada gagal jantung yang high-output
artinya curah jantung meningkat di atas normal tetapi tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan O2 yang meningkat tinggi, misalnya, pada hipertiroidisme, anemia, shunt artrio-ventrikuler.
Pengobatan gagal jantung jenis ini harus diarahkan pada penyebabnya.(5)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis. foto toraks, USG abdomen.
elektrokardiografi. dan ekokardiografi. Kriteria Framingham dapat juga digunakan untuk diagnosis gagal
jantung kongestif (1)
KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru aku
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 Dari normal
Takikardia (>120 x/menit)
Mayor atau Minor: Penurunan BB 4.5 kg dalam 5 terapi
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
- Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya ARDS,
emboli paru
- Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
- Penyakit Hati : sirosis hepatis(6)
IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati
kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner.
Jika disfungsi miokard sudah terjadi, tujuan pertama adalah mengobati/menghilangkan penyebab dasamya,
jika mungkin (misalnya iskemia, penyakit tiroid, alkohol, obat). Jika penyebab dasar tidak dapat dikoreksi.
pengobatan ditujukan untuk (1) mencegah memburuknya fungsi jantung. dengan perkataan lain
memperlambat progresi remodelling miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas; dan (2) mengurangi
gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien. Untuk tujuan (1) diberikan
penghambat ACE dan -bloker, di samping mengurangi beban kerja jantung. Untuk tujuan (2) diperlukan
pengurangan overload cairan dengan diuretik, penurunan resistensi perifer delan vasodilator, dan
peningkatan kontraktilitas miokard dengan obat inotropik. Tujuan (1) adalah tujuan utama pengobatan
gagal jantung kongestif, sedangkan tujuan (2) adalah tujuan utama pengobatan gagal jantung akut.(5)
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non farmakologik dan terapi farmakologik. Terapi non
farmakologik terdiri atas :
1. Diet : pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai
untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asupan NaC1 harus dibatasi menjadi 2-
3 g Na/hari, atau < 2 Whari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2
L/hari hanya untuk gagal jantung berat.
2. Merokok : harus dihentikan
3. Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal
jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien
4. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil
5. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau lembab, dan
gunakan penerbangan-penerbangan pendek.
Di samping itu ada obat-obat yang harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati, yakni: anti
inflamasi nonsteroid (AINS) dan coxib; anti aritmia kelas I; antagonis kalsium (non-dihidropiridin dan
dihidropiridin kerja singkat); anti depresi trisiklik; kortikosteroid; dan litium.(6)
Terapi farmakologik, yaitu: (1)
1. Angiotensin-converting enzyme inhibitor/penyekat enzim konversi angiotensin
1) Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45%
untuk meningkatkan survival, memperbaiki symptom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah
sakit.
2) Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan
harus diberikan bersama diuretik.
3) Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung. segera sesudah infark jantung,
untuk meningkatkan survival. menurunkan ancka reinfark serta kekerapan rawat inap.
4) Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan
berdasarkan perbaikan gejala.
Dosis Obat Penyekat Enzim Konversi Angiotensin yang Dianjurkan
Obat Dosis inisial Dosis pemeliharaan
Benazepril
Captopril
Enalapril
Lisinopril
Quinapril
Perindopril
Ramipril
Cilazapril
Fosinopril
Trandolapril
2.5 mg
6.25 mg
2,5 mg perhari
2,5 mg perhari
2,5-5 mg perhari
2 mg perhari
1,25-2,5 mg perhari
0,5 mg perhari
10 mg perhari
1 mg perhari
5-10 mg
25-50 mg
10 mg
5-20 mg
5-10 mg
4 mg perhari
2,5-5 mg
1-2,5 mg
20 mg
4 mg
2. Diuretik
Loop diuretic, tiazid, metolazon
1) Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan
edema perifer.
2) Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan penyekat enzim
konversi angiotensin atau -bloker.
Obat Dosis inisial
Rekomendasi
Harian
Maksimum (mg)
Efek Samping
Utama
Loop diuretics
Furosemid
Bumetanid
Torasemid
20-40
0,5-1,0
5-10
250-500
5-10
100-200
Hipokalemia,
hipomagnesemia,
hiponatremia
Hiperurikemia,
intoleransi
glukosa
Gangguan asam
Tiazid
Hidroklorotiazid
Metolazon
Indapamid
Potassium-sparing
diuretic
Amilorid
Triamteren
Spironolacton
25
2,5
2,5
2,5-5
25-50
25-50
50-75
10
2,5
20-40
200
100-200
Basa
Hipokalemia,
hipomagnesemia,
hiponatremia
Hiperurikemia,
intoleransi
glukosa
Gangguan asam
Basa
Hiperkalemia,
rash
Hiperkalemia
Hiperkalemia,
ginekomasti
3. -bloker
1) Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena
iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretik atau penyekat
enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi terhadap -
bloker.
2) Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi.
3) Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik,
penambahan -bloker jangka panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin
terbukti menurunkan mortalitas.
4) Sampai saat ini hanya beberapa -bloker yang direkomendssi yaitu bisoprolol, karvedilol,
metoprolol suksinat, dan nebivolol.
-blokerDosis awal
(mg)
Dosis
pemeliharaan
(mg/hari)
Dosis target Titrasi
Bisoprolol 1,25 2,5,3,75, 5,
7,5,10
10 Minggu-
Bulan
Metoprolol
Suksinat CR
Carvedilol
Nebivolol
5
12,5/25
3,125
10,15,30
50,75,100
25,50,100,
200
6,25 ,12,5,
25, 50
150
200
50
Minggu-
Bulan
Minggu-
Bulan
Minggu-
Bulan
4. Antagonis Reseptor Aldosteron
1) Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin, -bloker, diuretik pada gagal jantung
berat (NYHA III-IV) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
2) Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan -bloker pada gagal
jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas.
5. Antagonis Penyekat Reseptor Angiotensin II
1) Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin.
2) Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal
jantung kronik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas.
3) Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel, penyekat angiotensin II
sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
4) Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian penyekat enzim
konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna menurunkan mortalitas.
6. Glikosida Jantung (Digitalis)
1) Merupakan indikasi pada fibrilasi arium pada berbagai derajat gagal jantung. terlepas apakah gagal
jantung bukan atau sebagai penyebab.
2) Kombinasi digoksin dan -bloker lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa
kombinasi.
3) Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat inap
7. Vasodilator
Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik.
8. Hidralazin-isosorbid Dinitrat
Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan di mana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim
konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis besar hidralazin (300 mg) dengan kombinasi
isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan
mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20 mg dan
hidralazin 37,5 mg, tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki
kualitas hidup.
9. Nitrat
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak terbukti memperbaiki
simptom gagal jantung. Dengan pemakaian dosis yang sering, dapat terjadi toleran (takifilaksis), oleh
karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi
angiotensin.
10. Obat Penyekat Kalsium
1) Pada gagal jantung sistolik, penyekat kalsium tidak direkomendasi, dan dikontraindikasikan
pemakaian kombinasi dengan -bloker.
2) Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila digabung
dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretik. Data jangka panjang menunjukkan
efek netral terhadap survival, dapat dipertimbangkan sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol
tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau -bloker.
11. Nesitirid
Merupakan kelas obat vasodilator baru merupakan rekombinan otak manusia yang dikenal sebagai
natriuretik peptide tipe B. Obat ini identik dengan hormon endogen dari ventrikel, yang mempunyai
efek dilatasi arteri. vena dan koroner. dan menurunkan pre dan afterload, meningkatkan curah jantung
tanpa efek inotropik. Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini.
12. Obat Inotropik Positif
1) Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan mortalitas.
2) Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan, namun tidak ada bukti manfaat, justru
komplikasi lebih sering muncul.
3) Penyekat fosfodiesterase, seperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung dengan -bloker, dan
mempunyai efek vasodilatasi primer dan koroner. Namun disertai juga dengan efek takiaritmia
atrial dan ventrikel. dan vasodilatasi berlebihan dapat menimbulkan hipotensi.
4) Levosimendan, merupakan sensitisasi kalsium yang baru mempunyai efek vasodilatasi namun tidak
seperti penyekat fosfodiesterase, tidak menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang
lebih baik dibandingkan dobutamin.
13. Anti Trombotik
1) Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli, bukti
adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan.
2) Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet.
3) Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang
memburuk.
14. Anti Aritmia
1) Pemakaian selain -bloker tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik, kecuali pada atrial fibrilasi
dan ventrikel takikardi.
2) Obat aritmia kelas I tidak dianjurkan
3) Obat anti aritmia kelas II (-bloker) terbukti menurunkan kejadian mati mendadak dapat
dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron.
4) Anti aritmia kelas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia, amiodaron rutin
pada gagal jantung tidak dianjurkan.
15. Oksigen
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah
1. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
2. Operasi katup mitral
3. Aneurismektomi
4. Kardiomioplasti
5. External cardiac support
6. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jannmg biventricular
7. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
8. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
9. Ultrafiltasi, hemodialisis
Dalam penentuan terapi CHF, ACC/AHA (American College of Cardiology/.American Heart
Associatiom) membuat guideline dimana stadium gagal jantung diklasifikasikan menjadi Stage A-D
berdasarkan ada tidaknya gejala dan kelainan struktural. Terapi pada setiap stadium berbeda seperti yang
dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Gambar 3. Tahap-tahap Perkembangan Gagal Jantung dan Terapinya
(Dikutip dari kepustakaan No. 1)
X. PROGNOSIS
1. Klinis :
- Penyakit jantung koroner
- Tingginya derajat NYHA
- Kapasitas exercise
- Denyut jantung pada istirahat
- Bunyi jantung S3
- Tekanan nadi
- Tekanan sistolik
2. Hemodinamik :
- Ejection fraction ventrikel kiri dan kanan
- Tekanan pengisian
- Tekanan atrium kanan
- O2 uptake maskimal (MVO2)
- Tekanan sistolik ventrikel kiri
- Cardiac index
- Mean arterial pressure
- Resistensi sistemik vaskular
3. Biokimia :
- Norepinefrin plasma
- Renin plasma
- Vasopressin plasma
- Atrial Natriuretic Peptide plasma
- Na+ serum
- K+ serum
- Mg+ serum
- K+ total
4. Elektrofisiologi :
- Asistol ventrikular yang sering
- Aritmia ventrikular yang kompleks
- Takikardia ventrikular
- Fibrilasi/fluter atrial (7)
XI. KESIMPULAN
Gagal jantung bukan merupakan satu penyakit, tetapi suatu sindrom klinis yang kompleks. Gagal
jantung merupakan produk mekanisme dan proses yang rumit. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
perjalanan penyakit gagal jantung. baik pada jantung sendiri (seperti aritmia, infark miokard, NYHA Class)
maupun penyakit-penyakit lain (diabetes, anemia, penyakit paru-paru, infeksi dan lain-lain;) merupakan
prediktor mortalitas dan sebagai prognostik. Dengan adanya perkembangan teknologi kedokteran baik
sebagai diagnostik maupun terapeutik yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gejala dini gagal
jantung sehingga tercapai tujuan pengobatan yaitu meninggikan survival.
REGURGITASI AORTA
A. PENDAHULUAN
Abnormalitas katup jantung yang dibahas menyangkut katup aorta, baik segi etiologi, patofisiologi,
gambaran klinis serta pelaksanaannya. Kelainan ini merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi
insidensinya.
B. EPIDEMIOLOGI
Karl et al melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta yang berat,
didapatkan angka kematian lebih tinggi dari yang diharapkan (10 tahun, 34 + 5%, p< 0,001) dan angka
kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang diterapi secara konservatif. Prediksi angka harapan hidup
pasien tergantung dari umur, kelas fungsional, index comordity, fibrilasi atrium, diameter sistolik akhir
ventrikel kiri. Dari penelitian prospektif di Eropa terhadap pasien dengan kelainan katup jantung ini masih
perlu tindakan intervensi segera. Jenis kelainan katup yang sering didapatkan adalah stenosis aorta 43,1%
dari 1197 pasien, regurgitasi mitral 31,5% dari 877 pasien, regurgitasi aorta 13,3% dari 369 pasien, stenosis
mitral 12,1% dari 336 pasien. Kelainan degeneratif masih merupakan penyebab tersering regurgitasi aorta.
Dari studi Framingham didapatkan 4,9% angka kejadian regurgitasi aorta dan 10% dari strong heart study
terhadap 250 pasien.
C. ETIOLOGI
Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam kelainan artificial yaitu:
Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada:
- Penyakit kolagen
- Aortitis sifilitika
- Diseksi aorta
Penyakit katup artifisial
- Penyakit jantung rematik
- Endokarditis bakterialis
- Aorta artificial congenital
- Ventricular septal defect (VSD)
- Ruptur traumatik
- Aortic left ventricular tunnel
Genetik
- Sindrom Marfan
- Mukopolisakaridosis
D. PATOFISIOLOGI
Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan untuk mempertahankan
curah jantung disertai peninggian tekanan artifisial ventrikel kiri. Pada saat aktivitas, denyut jantung dan
resistensi vaskuler perifer menurun sehingga curah jantung bisa terpenuhi.
Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal, ventrikel kanan dan
atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun pada waktu istirahat.
E. GEJALA KLINIS
Ada 2 macam gambaran klinis regurgitasi yang berbeda yaitu:
Regurgitasi aorta kronik. Biasanya terjadi akibat proses kronik seperti penyakit jantung reumatik,
sehingga artifisial kardiovaskuler sempat melakukan mekanisme kompensasi. Tapi bila kegagalan
ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak nafas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-kali
timbul artificial nocturnal dyspnea. Keluhan akan semakin memburuk antara 1-10 tahun berikutnya.
Angina pektoris muncul tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan artifisial dan timbulnya
hipertrofi ventrikel kiri.
Pemeriksaan fisik menunjukkan nadi, selar dengan tekanan nadi yang besar dan tekanan artifisial timbul
akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising artifisial lebih
keras terdengar di garis sternal kiri bawah atau apeks pada kelainan katup artifisial, sedang pada dilatasi
pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sternal kanan. Bila ada ruptur daun katup, bising ini
sangat keras dan musikal.
Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah sekuncup meningkat (tidak selalu
merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari
katup mitral menyebabkan bising mid/late diastolik (bising Austin Flint).
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan strain. Foto dada
memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel kiri, elongasi aorta, dan pembesaran atrium kiri.
Ekokardiografi menunjukkan adanya volume berlebih pada ventrikel kiri dengan dimensi ventrikel kiri
yang sangat melebar dan gerakan septum dan dinding posterior ventrikel kiri yang hiperkinetik. Kadang-
kadang daun katup mitral anterior atau septum interventrikuler bergetar halus (fluttering).
Tanda kebocoran perifer yang dapat ditemukan pada regurgitasi aorta adalah:
- Tekanan nadi yang melebar
- Nadi artifici’s
- Nadi quincke’s
- Tanda hill’s
- Pistol shot sound
- Tanda traube’s
- Tanda duroziez’s
- Tanda de musset
o Tanda muller’s
o Tanda rosenbach
o Tanda gerhardt’s
o Tanda landolfi’s
Regurgitasi aorta akut. Berbeda dengan regurgitasi kronik, regurgitasi akut biasanya timbul secara
mendadak dan banyak, sehingga belum sempat terjadi mekanisme kompensasi yang sempurna. Gejala
sesak nafas yang berat akibat tekanan vena pulmonal yang meningkat secara tiba-tiba. Dengan semakin
beratnya gagal jantung peninggian tekanan artifisial ventrikel kiri menyamai tekanan artifisial aorta,
sehingga bising artifisial makin melemah. Pemeriksaan elektrokardiografi dan foto rontgen bisa normal
karena belum cukup waktu untuk terjadinya dilatasi dan hipertrofi, tetapi pada ekokardiografi terlihat
kelebihan volume ventrikel kiri (ventricular volume overload), penutupan artifisial katup mitral dan
kadang-kadang endokarditis bakterialis dapat diagnosis dengan katup vegetasi.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medikamentosa. Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung
walaupun asimptomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit reumatik harus mendapat pencegahan sekunder
dengan antibiotik. Juga terhadap kemungkinan endokardititis bakterialis bila ada tindakan khusus.
Beberapa pusat penelitian menganjurkan penggunaan propanolol pada dilatasi aorta akibat Sindrom Marfan
untuk mengurangi pulsasi aortayang begitu kuat. Pengobatan dengan vasodilator seperti nifedipine,
felodipine, dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi
beban di ventrikel kiri, sehingga dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi miokardium.
Pengobatan pembedahan. Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa
dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup aorta umumnya harus
diganti dengan katup artifisial. Timbulnya keluhan terutama sesak nafas merupakan indikasi operasi. Tapi
pasien dengan regurgitasi beratpun bisa asimptomatik padahal ventrikel kiri sudah dilatasi dan hipertrofi
sehingga bisa mengakibatkan fibrosis otot jantung apabila dibiarkan.
Bila ekokardiografi menunjukkan dimensi sistolik ventrikel kiri 55mm, atau fractional shortening 25%
dipertimbangkan untuk tindakan operasi, sebelum timbul gagal jantung. Secara umum rekomendasi untuk
tindakan pengobatan dan pembedahan adalah pasien dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic
dimention besar dari 65 mm) dan normal fungsi sistolik, dapat diterapi dengan vasodilator, dan nifedipin
merupakan pilihan yang baik. Pembedahan dilakukan terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri
yang progresif, dimensi diastolik akhir lebih dari 70mm, dimensi sistolik 50mm, dan EF 50%. Pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri yang simptomatis harus dilakukan penggantian katup setelah periode
pengobatan intensif dengan digitalis, diuretic dan vasodilator untuk mencegah timbulnya gejala gagal
jantung.
REGURGITASI MITRAL
G. PENDAHULUAN
Regurgitasi mitral sama dengan mitral regurgitation (MR) adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran
balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral
secara sempurna. Dengan demikian aliran darah saat sistol akan terbagi dua, disamping ke aorta yang
seterusnya ke aliran darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi daya
pompa jantung, jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari yang asimptomatis sampai
gagal jantung berat. Dari segi proses terjadinya, mitral regurgitasi dapat dibagi menjadi mitral regurgitasi
yang akut, transient atau bersifat sementara dan kronik, sedangkan etiologi regurgitasi mitral sangat
banyak.
H. ETIOLOGI
Regurgitasi mitral (MR) akut biasanya disebabkan oleh endokarditis bakteri, ruptur korda tendineae, atau
ruptur iskemik pada otot-otot papilaris. MR kronik biasanya disebabkan oleh adanya degenerasi dari katup
mitral ataupun prolaps. MR kronik juga dapat menyebabkan dilatasi pada ventrikel kiri sehingga
menghambat kerja katup mitral sendiri.
I. KLASIFIKASI
Derajat beratnya MR dapat diukur dalam persentase dari stroke volume ventrikel kiri yang mengalir balik
ke atrium kiri (regurgitant fraction) menggunakan ekokardiografi. Adapun derajat-derajatnya antara lain:
J. PATOFISIOLOGI
Ada dua jenis regurgitasi katup mitral tergantung lamanya kondisi ini berlangsung: Regurgitasi Katup
Mitral Akut dan Regurgitasi Katup Mitral Kronis.
Patofisiologi regurgitasi mitral dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
a. Fase akut
MR akut (yang dapat diakibatkan ruptur mendadak korda tendinea atau muskulus papilaris) dapat
menyebabkan volume overload dari ventrikel dan atrium kiri. Hal ini karena setiap kali memompa darah,
tidak hanya aliran darah ke arah aorta (forward stroke volume) saja yang dipompa, melainkan aliran
regurgitasi ke arah atrium (regurgitant volume) juga dipompa. Total stroke volume ventrikel kiri
merupakan kombinasi forward stroke volume dan regurgitant volume.
Pada keadaan akut stroke volume ventrikel kiri meningkat tetapi forward cardiac output
menurun. Mekanisme yang menyebabkan total stroke volume meningkat dinamakan dengan Frank-
Starling Mechanism. Regurgitant volume menyebabkan overload volume dan tekanan pada atrium kiri.
Kenaikan tekanan ini akan mengakibatkan kongestif paru, karena drainase darah dari paru-paru
terhambat.
b. Fase kronik terkompensasi
Apabila MR timbulnya lama atau fase akut dapat teratasi dengan obat. Maka individu ini akan
masuk ke dalam fase kronik terkompensasi. Pada fase ini, ventrikel kiri mengalami hipertrofi yang
eksentrik sebagai kompensasi peningkatan stroke volume. Individu dengan fase ini biasanya tidak ada
keluhan dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
c. Fase kronik dekompensasi
Fase ini ditandai dengan overload kalsium pada miosit. Pada fase ini miokard ventrikel tidak
dapat lagi berkontraksi secara kuat sebagai kompensasi overload volume pada MR, dan stroke volume
ventrikel kiri akan menurun. Dengan keadaan ini akan terjadi kongesti vena pulmonalis. Pada fase ini
akan terjadi dilatasi ventrikel kiri, yang berakibat dilatasi annulus fibrosus yang akan memperburuk
derajat MR
K. MANIFESTASI KLINIS
Pasien yang menderita MR biasanya tidak memiliki gejala khusus atau bahkan simtomatik. Ketika MR
bertambah berat, pasien mulai mengeluh adanya rasa lelah, sesak napas saat beraktivitas, orthopneu, dan
edema pulmonal sebagai akibat dari kegagalan ventrikel kiri dan meningkatnya tekanan pada vena
pulmonalis.
Fibrilasi atrium (AF) juga dapat muncul karena adanya dilatasi pada atrium kiri. MR kronik disertai
dengan adanya murmur holosistolik yang dapat terdengar baik di apeks, yang diteruskan di aksila dan
daerah infraskapula bagian kiri. Bunyi S1 terdengar halus, dan S2 terkesan pecah, yang disebabkan
pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kanan berkontraksi. Secara bertahap,
ventrikel kiri akan membesar untuk meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus
memompa darah lebih banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri.
Ventrikel yang membesar dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar keras), terutama jika
penderita berbaring miring ke kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah
tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering berdenyut sangat
cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi
pemompaan jantung. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa; berkurangnya
aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah
terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang lebih kecil sehingga terjadi
stroke atau kerusakan lainnya.
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Regurgitasi katup mitral biasanya diketahui melalui murmur yang khas, yang bisa terdengar pada
pemeriksaan dengan stetoskop ketika ventrikel kiri berkontraksi.
1. Foto Thoraks
a). Bayangan disekeliling jantung sering terlihat normal pada pasien dengan mitral valve prolapse
(MVP).
b). Pada mitral regurgitation kronis, terdapat pembesaran pada ventrikel kiri dan atrium kiri.
2. Ekokardiografi, yaitu suatu tehnik penggambaran yang menggunakan gelombang ultrasonik.
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan katup yang rusak dan menentukan beratnya penyakit.
a). Pada pasien dengan mitral valve prolapsed tampak ada pergerakan valve leaflets selama mid
systole
b). Pada pasien dengan coronary artery disease dapat terlihat annular calcifications
c). Pada regurgitasi mitral akut, rupture chordae tendineae atau otot papillary dapat dilihat.
Atrium dan ventrikel kiri umumnya normal.
3. Elektrokardiografi
a). Regurgitasi mitral kronis
1). Fibrilasi atrial sering terjadi akibat dilatasi atrium kiri
2). ECG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri
b). Regurgitasi mitral akut
M. TERAPI
Terapi utama adalah reduksi preload dan afterload, yang bertujuan untuk memperbaiki curah
jantung, mengurangi regurgitasi, dan memperbaiki edema pulmonal.
Penurunan afterload dengan menggunakan ACE inhibitors sangat berguna. Pasien dengan AF dapat
menggunakan antikoagulan untuk mencegah stroke. Katup yang prolaps juga dapat diperbaiki pada kasus
tertentu. Dilatasi dari cincin katup mitral dapat dikoreksi dengan cincin buatan. Katup rematik dan katup
yang rusak karena adanya endokarditis pada umumnya diganti dengan katup buatan.
Penggantian katup sangat tepat dilakukan jika adanya disfungsi ventrikel kiri atau hipertensi
pulmonal kronik, dan seharusnya dilakukan pada pasien dengan MR yang simtomatik dibandingkan dengan
pemberian terapi medis. Resiko operasi lebih tinggi pada MR akut, akan tetapi penggantian katup harus
dilakukan pada pasien dengan gagal jantung yang tidak dapat dikontrol atau kegagalan organ tahap akhir,
walaupun pada kasus infeksi endokarditis akut.
N. KOMPLIKASI
a. Disfungsi ventrikel kiri yang parah
b. Congestive heart failure (CHF) kronis
c. Fibrilasi atrial dan komplikasinya (thrombus pada atrial kiri dengan embolisasi dan stroke)
d. Kematian mendadak, ruptured chordae tendineae, dan endokarditis
REGURGITASI TRIKUSPID
O. DEFINISI
Regurgitasi trikuspid adalah suatu keadaan kembalinya sebagian darah ke atrium kanan pada saat
sistolik. Keadaan ini dapat terjadi primer akibat kelainan organik katup, ataupun sekunder karena hipertensi
pulmonal, perubahan fungsi maupun geometri ventrikel berupa dilatasi ventrikel kanan maupun annulus
trikuspid.
P. ETIOLOGI
Anatomis katup abnormal
Penyakit jantung reumatik
Bukan reumatik :
o Endokarditis infektif
o Anomali Ebstein’s
o Prolaps katup triskuspid
o Kongenital, defek atrio-ventrikuler kanan
o Karsinoid (dengan hipertensi pulmonal)
o Infark miokard, iskemia/ruptur muskulus papilaris
o Trauma
o Kelainan jaringan ikat (sindrom Marfan)
o Arthritis rheumatoid
o Radiasi, dengan akibat gagal jantung
o Fibrosis endomiokard
Anatomis katup normal
Kenaikan tekanan sistolik ventrikel kanan oleh berbagai sebab (dilatasi anulus)
Lain-lain
Kawat pacu jantung (jarang)
Hipertiroidisme
Endokarditis Loeffler
Aneurisme sinus valsalva
Q. MANIFESTASI KLINIS
Riwayat : regurgitasi trikuspid tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak memberikan keluhan dan dapat
ditoleransi dengan baik. Rasio perempuan terhadap pria adalah 2:1 dengan rata-rata umur 40 tahun. Oleh karena
lebih sering bersamaan dengan stenosis mitral, maka gejala stenosis mitral biasanya lebih dominan. Riwayat
sesak nafas pada latihan yang progresif, mudah lelah dan juga batuk darah. Bila keadaan lebih berat akan timbul
keluhan bengkak tungkai, perut membesar, maka kelelahan dan anoreksia merupakan keluhan yang paling
mencolok. Adanya ascites dan hepatomegali akan menimbulkan keluhan kuramg enak pada perut kanan atas
dan timbul pulsasi pada leher akibat pulsasi regurgitasi vena. Pada keadaan ini justru pasien dapat tidur
berbaring dengan rata.
Pemeriksaan fisik: pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat badan, kakeksia, sianosis
dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran vena jugularis, fase awal teraba pulsasi sistolik pada permukaan
hati, namun pada keadaan sirosis kongestif pulsasi menghilang karena hati menjadi tegang dan keras. Selain itu
terlihat juga ascites dan edema.
Pada auskultasi dapat terdengar S3, dari ventrikel kanan yang terdengar lebih keras pada inspirasi dan bila
disertai hipertensi pulmonal suara S2 akan mengeras. Bising pansistolik dengan nada tinggi terdengar paling
keras di sela iga 4 garis parasternal kiri. Bila regurgitasi ringan, bising sistolik pendek, tetapi bila ventrikel
kanan sangat besar bising dapat sampai ke apeks dan sulit dibedakan dengan regurgitasi mitral. Perlu diingat
bahwa derajat bising pada regurgitasi trikuspid akan meningkat pada inspirasi. Adanya kenaikan aliran melalui
katup tricuspid dapat menimbulkan bisng diastolic pada daerah parasternal kiri.
R. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran radiologi
Adanya kardiomegali yang mencolok akibat pembesaran ventrikel kanan. Kadang-kadang akibat tingginya
tekanan ventrikel kanan yang akan berlangsung lama dapat terjadi kalsifikasi pada annulus trikuspidalis. Dapat
terjadi gambaran hipertensi pulmonal dan pada fluoroskopi terlihat pulsasi sistolik pada atrium kanan.
Elektrokardiogram
Biasanya tidak spesifik, dapat berupa blok cabang bundle kanan, tanda pembesaran atrium kanan dan ventrikel
kanan dan sering juga terjadi fibrilasi atrium.
Ekokardiografi
Pulsed color Doppler echocardiography merupakan sarana yang mempunyai akurasi, sensitivitas dan spesifitas
yang tinggi dalam menentukan adanya regurgitasi tricuspid. Di sini dapat dilihat morfologi katup mitral
sehingga dapat diketahui berbagai penyebab yang mendasari regurgitasi tricuspid ini. Demikian pula dapat
dilakukan pemeriksaan semikuantitatif terhadap ventrikel kanan maupun arteri pulmonalis.
Kateterisasi
Dengan kateterisasi berupa ventrikulografi ventrikel kanan dapat diketahui adanya regurgitasi, namun adanya
kateter pada katup dapat juga menimbulkan regurgitasi positif palsu.
S. PENGOBATAN
Konservatif : ditujukan terutama bila terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi jantung berupa istirahat,
pemakaian diuretik dan digitalis.
Pembedahan : tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak diperlukan suatu tindakan pembedahan.
Tetapi pada keadaan tertentu dapat dilakukan tindakan anuloplasti dan pada yang lebih berat dilakukan
penggantian katup dengan prosthesis.