CHF

25
ASKEP GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF) OLEH: SGD 2 Ni Kadek Ratna Sawitri 1002105005 Ni Kadek Deby Kristianti Utami 1002105015 Desak Putu Pebriantini 1002105018 Ni Nyoman Sri Wahyuni 1002105021 Ni Kadek Dian Praptini 1002105029 Kadek Dwi Pradnya Iswari 1002105040 Rai Riska Resty Wasita 1002105055

description

none

Transcript of CHF

ASKEP GAGAL JANTUNG KONGESTIF

(CHF)

OLEH:

SGD 2

Ni Kadek Ratna Sawitri

1002105005

Ni Kadek Deby Kristianti Utami

1002105015

Desak Putu Pebriantini

1002105018

Ni Nyoman Sri Wahyuni

1002105021

Ni Kadek Dian Praptini

1002105029

Kadek Dwi Pradnya Iswari

1002105040

Rai Riska Resty Wasita

1002105055

I Gede Ardi Suyasa

1002105057

I Putu Septiawan

1002105068

Ni Luh Trya Arya P.S.

1002105078

Kadek Vany Almamita

1002105080

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

KONSEP DASAR GAGAL JANTUNG KONGESTIF1. Pengertian CHF

Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. (Elizabeth J. Corwin)Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah yang memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel (Smeltzer & Bare, 2001)Congestive Heart Failure adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada disertai peninggian volume diastolic secara abnormal (Mansjoer, 2001)2. Etiologi CHFa. Kelainan Otot Jantung

Penderita kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit oto degeneratif atau inflamasi.b. Aterosklerosis Koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktak). Infark miokardium (kematian sel jaringan) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi normal dan akhirnya akan terjadi gagal jantug.d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degenaratif

Berhubungan dengan gagal jantung kerena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit Jantung Lain

Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat mengakibatkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.f. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung. 3. Derajat/grade CHF

Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :

Kelas I : Tanpa keluhan Masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.

Kelas II : Ringan aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.

Kelas III : Sedang aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas dihentikan.

Kelas IV : Berat tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas4. Patofisiologi CHF

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor :

1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung

3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

5. Manifestasi Klinik

1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung

3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas,

4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.

5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume

Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut. 1. Gagal Jantung Kiri : Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah).

Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat / aktivitas.

Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal nocturnal dispnu / PND)

Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah

Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.

Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas.

2. Gagal Jantung KananSisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.

Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari

Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar.

Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.

Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen

Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dg istirahat.

Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.6. Hasil Pemeriksaan Fisik Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan beristirahat)

Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.

Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.

Tekanan darah

Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung

EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.

Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.

Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

8. Penatalaksanaan CHF

a. Terapi Non farmakologis

Tirah BaringTirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.

DietPengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema. Merubah gaya hidup / kebiasaan yang salah seperti merokok, stress, kerja berat, minum alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterolb. Terapi Farmakologis

Glikosida jantung

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diurisi dan mengurangi edema.

Ex : DigoxinDigoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.

- Digoxin memiliki efek inotropik positif (bekerja meningkatkan kontraksi otot jantung ) pada irama sinus dan menyebabkan perbaikan simptomatis serta menurunkan tingkat perwatan di rumah sakit walaupun tidak mempengaruhi tingkat mortilitas.

- Penghambat Fosfodiesterase

Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatan kadar kalsium intrasel, ex : Mirinon dan Amirino Diuretik

Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).

Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.

Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000 Dasar untuk terapi simptomatik. Dosisnya harus cukup besar untuk menghilangkan edema paru dan/atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia ( berikan suplemen K+ atau diuretik hemat kalium seperti amilorid)

Ex : Spironolakton, suatu diuretik hemat kalium (antagonis aldosteron), memperbaiki prognosis pada CHF berat.

Inhibitor ACE

Menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, memotong respon neuroendokrin maladaptif, menimbulkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat memicu gagal ginjal pada stenosis arteri renalis bilateral. Efek samping lain : batuk kering persisten

Antagonis Reseptor Angiotensin II

Ex : Losartan, menghambat angiotensin II dengan antagonisme langsung terhadap reseptornya. Efek dan manfaatnya sama seperti inhibitor ACE.

-Bloker

Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).

-Bloker diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis sangat rendah, dinaikkan bertahap. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay, 2007).

Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs, 2000).

Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).

Kombinasi Hidralazin dengan Isosorbid Dinitrat

Untuk pasien yang intoleran dengan inhibitor ACE

Terapi Umum

Obati penyebab yang mendasari dan aritmia bila ada. Kurangi asupan garam dan air, pantau terapi dengan mengukur berat badan setiap hari. Obati faktor resiko hipertensi dan PJK dengan tepat.

9. Prognosis CHF

Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari atau minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah.

Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

10. Komplikasi CHF

a) Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.b) Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.c) Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.d) Kerusakan atau kegagalan ginjal

Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.e) Masalah katup jantung

Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.f) Kerusakan hati

Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.g) Serangan jantung dan stroke

Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke

15. Asuhan Keperawatan

Pengkajian :

a. Biodata klien meliputi: Nama: Tn. W

Umur: 52 tahun Jenis kelamin: Laki-laki

b.Riwayat kesehatan klien

1)Riwayat kesehatan dulu: Sesak nafas dirasakan sejak tiga hari sebelum pasien datang ke rumah sakit. Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan perut terasa membesar dan terasa kencang sehingga sulit untuk bergerak. Pasien juga mengeluh bengkak pada kedua tungkai kakinya. Bengkak tersebut bila ditekan menggunakan jari tangan akan menimbulkan cekungan (dekok) dan akan kembali seperti semula dalam waktu sekitar 5-10 detik. Dengan membengkaknya kedua tungkai kaki tersebut membuat pasien susah untuk berjalan.

2)Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengalami sesak nafas tanpa disertai batuk, dahak dan darah. Sifat sesak hilang timbul atau kumat-kumatan. Intensitas sesak nafasnya terasa memberat setelah pasien melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari. Pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang, sehingga untuk mengurangi sesak nafasnya pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3 bantal pada punggungnya, pasien juga mengeluhkan setelah tidur sekitar 2 - 5 jam tiba-tiba terbangun dari tidur pada malam hari karena sesak nafas.3)Riwayat kesehatan keluarga

Tidak diuraikan secara jelas pada kasus

c. Pemeriksaan fisik

1) Aktivitas atau istirahat

Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak, insomnia

Tanda: Pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang 2) Sirkulasi

Gejala : Tekanan darah : 140/90 mmHg, Heart Rate: 83x/menit, Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH).

Tanda : Hipertensi

3)Makanan/ cairan

Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, peningkatan masukan garam, gula, lemak, kafein, penambahan berat badan.

Tanda: distensi abdomen (asites) dan edema.

4) Pernapasan

Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.

Tanda: sesak napas tanpa batuk dengan dahak merah muda.Diagnosa yang mungkin muncul

1. Penurunan curah jantung b/d perubahan preload,perubahan kontraktilitas2. Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhn O24. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,hipoksemia jaringan.

5. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.6. Ansietas b/d penyakit kritis, ancaman kematian atau ketidakmampuan yang permanen7. Insomnia b/d ketidaknyamanan fisik (sesak napas)Asuhan keperawatan terlampir

16. Pendidikan Kesehatan pada Pasien CHF Menginformasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganan gagal jantung itu sendiri. Merubah gaya hidup / kebiasaan yang salah seperti merokok, stress, kerja berat, minum alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol Membatasi aktivitas fisik yang memberatkan kerja jantung Memberitahukan pada pasien untuk makan makanan yang dapat menyehatkan jantung seperti makan makanan yang mengandung kalium seperti buah buahan dan sayur sayuran

Menjelaskan tentang kegunaan obat-obatan yang digunakan, serta memberikan jadwal pemberian obat Menganjurkan untuk kontrol secara teratur walaupun tanpa gejalaDAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.2. Cetakan I, EGC. Jakarta

Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta

Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis, Volume II, Edisi VI, EGC, Jakarta

Joanne McCloskey,dkk.2004.Nursing Intervention Classification (NIC).United States of America:Mosby.

Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis

Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA

Nanda Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2009-2011.2010. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America: Mosby

Waspadji. A, Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta