Chapter III V

76
42 BAB III METODE ANALISA 3.1 Umum Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan batu bata tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting : 1. Hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan. 2. Tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke dalam variasi bentuk yang luas. Universitas Sumatera Utara

description

Ok

Transcript of Chapter III V

Page 1: Chapter III V

42

BAB III

METODE ANALISA

3.1 Umum Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat,

yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan batu bata tiruan karena beton memiliki sifat

yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang

sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering

dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang

menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan

mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai

satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam

bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting :

1. Hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya

dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang

terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang

tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton

bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan.

2. Tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke

dalam variasi bentuk yang luas.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter III V

43

3. Proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat

efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan

efisiensi struktur

Beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik juga memiliki kekuatan tekan dan karena itu

cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis

lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat

digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan

yang kuat dan elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga dapat digunakan untuk

membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat

banyak.

3.2. Material Penyusun Beton bertulang

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan-

ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta

semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu

kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan

halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat

campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh

seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas:

1. Semen : bahan pengikat hidrolik.

2 Agregat campuran : bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk

sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt);

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter III V

44

3. Air

4. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam spesi-

beton dan/atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator',

'retarder' dan sebagainya.Sedangkan produk campuran tersebut dibedakan atas:

1. Batuan-semen: campuran antara semen dan air (pasta semen) yang mengeras

2. Spesi-mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum mengeras;

3. Mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras;

4. Spesi-beton: campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar) dan air

yang belum mengeras;

5. Beton: campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.

3.3 Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh

karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu

dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan

beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja

beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh)

yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.

3.4 Balok beton Suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya

momen lentur, akan mengalami deformasi (regangan) lentur. Dalam hal tersebut, regangan

tekan akan terjadi di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah penampang. Regangan-

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter III V

45

regangan tersebut mengakibatkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan

tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah penampang. Karena tulangan baja

dipasangan pada bagian tegangan tarik bekerja yaitu pada bagian bawah, maka secara teoritis

balok ini disebut sebagai balok bertulangan tarik saja. Pada bagian tekan atau bagian atas

penampang umumnya tetap dipasang perkuatan tulangan, tetapi bertujuan untuk membentuk

kerangka kokoh yang stabil pada masing-masing sudut komponen. Tulangan pada balok selain

dipengaruhi oleh beban-beban yang

diterimanya, juga dipengaruhi oleh ukuran dan syarat-syarat tumpuan. Tumpuan dianggap

kaku jika tidak terdapat deformasi. Tiga syarat-syarat tumpuan yang dipertimbangkan:

1. Tumpuan bebas, bila tumpuan mengalami perputaran sudut pada perletakannya.

2. Tumpuan terjepit penuh, bila terdapat jepitan penuh sehingga perputaran tidak mungkin

terjadi.

3. Tumpuan terjepit sebagian, bila tumpuan pada keadaan yang memungkinkan terjadi sedikit

perputaran

3.5 Mekanisme geser dalam struktur beton bertulang

Sebuah balok akibat beban luar maka pada umumnya akan mengakibatkan gaya dalam

seperti gaya momen dalam (M) dan geser (V), seperti pada gambar 3.1. Pada perencanaan

balok beton bertulang, lenturan pada umumnya diperhitungkan terlebih dahulu, kemudian

ukuran penampang dan susunan penulangan diperlukan untuk menghasilkan momen tahanan

yang cukup. Pembatasan diperlukan pada jumlah minimum dari tulangan lentur yang dapat

digunakan, untuk meyakinkan bahwa kegagalan dapat terjadi, ini biasanya akan berlangsung

secara perlahan-lahan, dan mempunyai tanda-tanda yang cukup sebelum terjadi kegagalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter III V

46

Balok yang direncanakan sebanding untuk menahan geser, karena kenyataannya bahwa

kegagalan geser seringkali tiba-tiba dan bersifat getas, perencanaan geser harus mempunyai

kekuatan geser sama atau melebihi dari kekuatan lentur pada semua titik pada balok.

Hal dimana kegagalan geser dapat terjadi sangat bervariasi bergantung pada dimensi,

geometri, pembebanan dan sifat dari balok. Untuk alasan ini tidak ada cara yang lain untuk

merencanakan geser, balok tinggi yang pendek seperti braket, korbel, konsol, perpindahan

geser ke tumpuan adalah dominan akibat tegangan tekan daripada akibat tegangan geser.

a. Balok utuh

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter III V

47

b. Gaya-gaya dalam pada potongan A-A

c. Gaya-gaya dalam pada bagain potongan A-A dan B-B

Gambar3.1. Gaya-gaya dalam pada balok

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter III V

48

3.6 Tegangan pada balok yang utuh

Dari diagram free-body pada gambar 3.1c dapat dilihat bahwa dM/dx = V. Jadi gaya geser dan

tegangan geser akan terjadi pada sebagian balok dimana momen berubah dari penampang ke

penampang. Dengan teori konvensional untuk bahan yang homogen, elastis untuk balok utuh,

tegangan geser (v), pada elemen pada potongan balok dapat dihitung menggunakan

persamaan.:

bIQV..

=τ ……………………………………. (3.1)

Dimana :

V = Gaya geser pada potongan penampang.

I = Momen inersia dari potongan penampang

Q = Statis momen

b = Lebar dari balok dimana tegangan dihitung

Seharusnya dicatat pula bahwa tegangan geser yang sama terjadi baik pada bidang horizontal

maupun vertikal melalui suatu elemen, seperti ditunjukkan pada gambar 3.2a. Tegangan geser

horizontal adalah penting dalam perencanaan sambungan konstruksi, sambungan badan ke

sayap, atau daerah sekitar lubang pada balok. Untuk balok persegi yang utuh gambar 3.1a

memberikan distribusi tegangan geser seperti pada gambar 3.2b. Elemen-elemen pada gambar

3.2a akibat dikenai kombinasi tegangan normal akibat lentur f dan tegangan geser v. Tegangan

normal terbesar dan terkecil terjadi pada elemen disebut sebagai tegangan utama. Tegangan

utama dan bidang tempat terjadinya diperoleh dengan menggunakan suatu lingkaran tegangan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter III V

49

Mohr’s. Arah dari tegangan utama pada elemen seperti pada gambar 3.2a ditunjukkan pada

gambar 3.2c.

a. Tegangan lentur dan geser pada elemen pada bentang geser

b. Ddistribusi tegangan geser

c. Tegangan utama pada elemen pada bentang geser

Gambar 3.2. Normal, geser dan tegangan utama pada balok homogen utuh

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter III V

50

Permukaan pada tegangan tarik utama terjadi pada balok yang utuh diplot pada gambar 3.3.

Trayektori permukaan atau tegangan berada di dekat sebelah bawah balok dan lebih mendatar

dekat bagian atas. Ini berhubungan dengan arah dari elemen seperti pada gambar 3.2c, karena

beton retak ketika tegangan tarik utama melewati kekuatan tegangan tarik dari beton, pola

retak akan mengikuti suatu jaringan garis seperti pada gambar 3.3a

P

½ P

a) Trayektori tegangan tekan pada balok yang tidak retak

P

½ P

b) Pola retak dari setengah bentang balok beton bertulang

Gambar 3.3 Trayektori tegangan tarik utama dan pola retak

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter III V

51

Pengamatan secara normal pola retak pada balok beton bertulang melalui percobaan seperti

pada gambar 3.3b. Ada dua jenis retak yang terjadi, retak vertikal terjadi pertama kali, akibat

tegangan lentur. Ini mulai dari bawah balok dimana tegangan lentur terbesar. Jenis kedua

adalah retak miring pada ujung dari balok yang mana akibat dari kombinasi pengaruh geser dan

lentur. Pada umumnya terjadi pada retak miring, retak geser, atau retak tarik diagonal. Suatu

retak sedemikian harus nampak sebelum balok dapat menjadi gagal akibat geser. Beberapa dari

retak miring mempunyai perpanjangan sepanjang penulangan menuju ke arah tumpuan,

memperlemah pengangkuran tulangan pada balok. Suatu analisa mekanisme kegagalan dari

balok dengan tumpuan sederhana ditampilkan di sini. Beton dan tulangan dimodelkan secara

material yang benar-benar kaku.

3.7 Metode model Pengikat Strut-and-Tie Method

3.7.1 Keseimbangan kerangka

Pada balok dengan penulangan geser badan, retak dalam bentang geser dapat menghancurkan

sistem struktur sebenarnya, ini bisa digantikan dengan oleh aksi gaya kerangka (truss) atau

pelengkung atau kombinasi dari keduanya. Aksi kerangka pada kegagalan geser menggunakan

prinsip truss analogy (analogi kerangka).

Model penunjang dan pengikat dikembangkan dari “model analogi kerangka (truss analogy

model)” yang diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902. Melalui

anggapan pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang yang diakibatkan oleh beban luar

P (gambar 3.4), Morsch menggunakan model analogi kerangka batang (seperti gambar

3.5),dimana rangka batang tersebut terdiri dari batang tekan dan tarik. Untuk menjelaskan jalur

untuk perpindahan beban ke tumpuan pada beton bertulang pada keadaan retak.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter III V

52

½ P ½ P

Gambar. 3.4 Pola retak pada balok akibat beban P (lentur dan geser)

Gambar 3.5 Analogi kerangka untuk balok struktur bertulang menurut Mörsch

Sudut kerangka yang terjepit dianggap memegang peranan penting terhadap dua tipe dari

model kerangka, jepit dan sudut kemiringan yang bervariasi terhadap model penunjang beton

diagonal. Pada suatu sudut kerangka terjepit θc

diambil sebesar 45 derajat dan merupakan

pendekatan klasik terhadap model dengan pengaruh geser pada balok beton bertulang.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter III V

53

3.7.2 Model kerangka (truss) 45o

Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902 mengembangkan suatu model geser beton

bertulang yang mengabaikan tegangan tarik pada beton yang retak dan mengasumsikan bahwa

tegangan tekanan diagonal akan tetap tinggal pada sudut 45o

setelah beton retak (gambar 3.6).

a. Keseimbangan tegangan longitudinal dan diagonal

b. Gaya pada sengkang

Gambar 3.6 Model untuk keseimbangan kerangka dengan sudut 45o

3.7.3 Model sudut kerangka yang bervariasi

Model dengan sudut kerangka bervariasi meliputi dua model truss yang berbeda dan tidak

berhubungan satu dengan yang lainnya. Pertama dikembangkan di Amerika Utara oleh Collins

dari teori elastis-plastis. Yang kedua adalah model kerangka plastis yang dikembangkan di

Eropah. Model sudut kerangka variasi adalah perbaikan dari model terdahulu dan jumlah untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter III V

54

θ secara sama kurang dari 45o

. Persamaan keseimbangan adalah sama untuk teori daerah tekan

(Gambar 3.7). Kompatibilitas regangan dan tegangan tarik beton diabaikan. Jika penulangan

atau beton mencapai kekuatan leleh nya, model variasi sudut kerangka adalah sama seperti

batas bawah dari penyelesaian teori plastisitas seperti yang dijelaskan di awal.

(a) Keseimbangan tegangan diagonal dan longitudinal

b. Gaya pada sengkang

Gambar 3.7 Keadaan keseimbangan untuk sudut kerangka bervariasi yang digunakan pada teori daerah tekan

Satu dari keuntungan utama menggunakan batang kerangka sekarang adalah untuk menetapkan

tahanan elemen dari suatu batang yang merupakan aliran gaya-gaya dapat lebih mudah dilihat

secara visual oleh perencana. Aliran tegangan tekan diidealisasikan sebagai batang-batang tekan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter III V

55

yang dinamakan penunjang, dan tarik oleh batang-batang tarik seperti gambar 3.8 yang

menunjukkan bagaimana model kerangka yang menggunakan penunjang dan pengikat dapat

mengidealisasikan aliran gaya-gaya dari pada batang dengan variasi perbandingan panjang dan

tinggi. Gambar ini juga menunjukkan penulangan yang dibutuhkan untuk balok langsing, yaitu

suatu balok dengan perbandingan panjang dan tinggi geser atau a/d adalah 2.5, dan suatu aliran

gaya yang tinggi adalah mempengaruhi baik geser dan arah dalam perencanaan. Untuk rasio dari

a/d yang rendah, balok tersebut menjadi daerah yang terganggu atau diskontiniu, dimana

asumsi normal dari regangan datar dan distribusi tegangan yang seragam adalah tidak cocok.

Model penunjang dan pengikat pada umumnya berguna dalam perencanaan di daerah D,

dimana karakteristik oleh aliran yang komplek pada tegangan dalam dari struktur

3.8 Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model)

Berdasarkan penjelasan di atas, model penunjang dan pengikat the strut and tie telah

dimodifikasi untuk anggapan-anggapan yang sesuai dengan teori. Analogi dari sambungan sendi

kerangka (truss) mensimulasi aksi dari balok beton bertulang akibat lentur dan geser. Komponen

longitudinal geser pada daerah tarik adalah analog terhadap suatu batang tarik seperti gambar

3.8a dan 3.8b. Penulangan geser (vertikal atau miring) adalah pengikat tarik, dan beton antara

retak diagonal dan aksi pada zona tekan sebagai penunjang, lihat gambar 3.8c.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter III V

56

c. Aksi kerangka

Gambar 3.8 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana b. Analogi kerangka ke distribusi dari gaya pada balok tinggi c.Modeln kerangka dari elemen beton bertulang

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter III V

57

Ketentuan penunjang dan pengikat disediakan untuk daerah yang terganggu atau diskontiniu yang

dinamakan daerah D dan ketentuan kerangka digunakan untuk balok atau daerah B, walaupun

masing-masing ketentuan menunjukkan suatu titik sendi yang dibuat, tegangan tarik dan tekan

batang uniaksial. Pada daerah B, perilaku balok diharapkan seperti penampang datar akan tetap

datar dan daerah tekanan yang seragam dapat dijumpai terhadap pembebanan geser. Pada daerah

D, jalur pembebanan yang rumit dari beban terpusat, bertemu ke arah tumpuan, atau aliran sekitar

lubang. Sepanjang geser diperhitungkan, perbedaan perilaku dari dua daerah dapat dinyatakan

secara baik, seperti pada gambar 3.9

Gambar 3.9 Geser pada balok

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter III V

58

3.9 Teori Penunjang dan Pengikat (Strut–and Tie Theory)

3.9.1 Konsep daerah (zona) struktur

Setiap bagian dari struktur adalah berbeda. Itu tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari

struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser

biasanya mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil

sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih

pendekatan perencanaan sedemikian untuk struktur beton, itu perlu untuk mengelompokkan

bagian dari struktur baik sebagai daerah-B, dimana teori balok digunakan, meliputi analisa

regangan linier, dan bagian lain dinamakan daerah diskontiniu, atau daerah D. Kedua daerah ini

dibedakan satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut:

1. Daerah B (B berarti Balok atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli distribusi

regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan dalam dapat dengan

mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan torsi, momen, geser dan gaya

aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada daerah

pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan berubah pada suatu

perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang dan daerah diskontiniu

lainnya (lihat gambar 3.10). Pada daerah ini distribusi regangan secara signifikan menjadi

nonlinier.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter III V

59

Gambar 3.10 Daerah D (bagian yang diarsir) dengan distribusi non linier akibat

a. Diskontiniu geometrid dan b. statikal diskontiniu

Tegangan dan trayektori tegangan adalah cukup halus pada daerah B dibandingkan pola

gelombang dekat daerah diskontiniu. Intensitas tegangan bertambah secara cepat terhadap

jarak dari konsentrasi tegangan sebenarnya. Perilaku ini merupakan penandaan daerah B dan D

pada struktur. Sepanjang daerah D tidak retak, ini dapat dianalisa dengan metode tegangan

elastis linier, seperti penerapan hukum Hooke, Akan tetapi jika penampang retak, pendekatan

B D B D B

B D

D

B

B D

D

B

B

D

B

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter III V

60

perencanaan yang dapat diterima hanya untuk beberapa kasus seperti tumpuan balok, sudut

portal, korbel dan tarikan pemisah pada angkur beton prategang. Bahkan pendekatan ini

biasanya hanya untuk untuk perencanaan dengan sejumlah penulangan yang dibutuhkan, ini

tidak meliputi suatu kontrol yang jelas terhadap tegangan beton. Akan tetapi sub pembagian

dari struktur ke dalam daerah B dan daerah D adalah nilai yang bisa dianggap untuk memahami

gaya-gaya dalam pada struktur. Itu juga menunjukkan bahwa aturan l/h yang sederhana untuk

mengelompokkan balok, balok tinggi, panjang atau pendek, korbel dan kasus-kasus khusus yang

ditemukan. Untuk klasifikasi yang sebenarnya, baik geometri dan beban harus diikutseratakan.

Untuk memperoleh garis pembagian yang berbeda antara daerah B dan daerah D, prosedur

berikut diusulkan, dimana secara grafik dijelaskan oleh empat contoh seperti digambarkan pada

gambar 3.11:

1. Ganti struktur yang sebenarnya (i) dengan struktur khayal (ii) dimana dibebani sedemikian

sehingga memenuhi dengan hipotesa Bernouli dan memenuhi syarat keseimbangan pada

gaya-gaya penampang. Karena (ii) terdiri dari satu atau beberapa daerah B. Itu biasanya

melewati kondisi batas yang sebenarnya.

2. Pilih suatu keadaan keseimbangan tegangan sendiri seperti pada gambar (iii) dimana, jika

beban hidup pada gambar (ii) memenuhi kondisi batas yang benar (i).

3. Gunakan prinsip Saint-Venant dan temukan bahwa tegangan dapat diabaikan pada suatu

jarak dari keseimbangan gaya dimana dengan perkiraan sama dengan jarak maksimum

antara keseimbangan gaya itu sendiri. Jarak ini didefinisikan sebagai rentang dari daerah D.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter III V

61

+ =

Gambar 3.11a Kolom dengan beban titik

Gambar 3.11b Balok dengan tegangan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter III V

62

Gambar 3.12c Balok dengan tumpuan langsung

Di sini dijelaskan bahwa balok beton yang retak mempunyai kekakuan dan arah yang berbeda.

Keadaan ini mungkin mempengaruhi perluasan daerah D tetapi tidak perlu untuk membahas

lebih lanjut karena prinsip dari Saint-Venant itu sendiri tidak mempunyai nilai yang presisi

(tepat) dan membagi garis antara daerah B dan D diusulkan di sini hanya menampilkan suatu

bantuan kualitatif dalam perkembangan model penunjang dan pengikat.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter III V

63

3.10 Komponen dari model penunjang dan pengikat

Model penunjang dan pengikat terdiri dari bagian penunjang untuk tekan beton, batang

tulangan sebagai bagian pengikat untuk tarik dan sambungan atau daerah-daerah nodal. Suatu

konsep kerja rangka dimana distribusi tegangan pada struktur diidealisasikan dari elemen

dengan material dan fungsi tertentu.

3.10.1 Analisa dari penunjang

3.10.1.1 Penunjang secara umum (komponen strut-and-tie model)

Strut and Tie model adalah suatu model truss (rangka batang)yang mereduksi suatu struktur

kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang mudah dimengerti.Dalam model strut and

tie hanya gaya aksial (tarik/tekan) yang bekerja.Penunjang adalah batang-batang tekan dari

model penunjang dan pengikat dan menunjukkan daerah tegangan beton yang mempunyai

tegangan tekan utama adalah dominan sepanjang garis tengah dari penunjang. Dimana sebagai

batang tekan dari mekanisme kerangka mempunyai momen tahanan dan sebagai penunjang

diagonal yang akan memindahkan geser ke tumpuan. Penunjang diagonal pada umumnya

mempunyai arah yang paralel terhadap sumbu retak yang diharapkan. Akan tetapi bentuk aktual

dari penunjang dapat diperkuat oleh tulangan baja dan untuk hal ini akan dinamakan penunjang

tulangan. Penunjang sering diidealisaikan sebagai batang prismatis yang runcing yaitu bervariasi

sepanjang penampangnya, seperti pada gambar 3.12b, seperti beton lebih lebar pada bagian

tengah pada penunjang dibandingkan bagian ujungnya. Penunjang adalah bervariasi pada

lebarnya yang kadang-kadang diidealisaikan sebagai bentuk botol seperti pada gambar 3.12b

atau diidealisaikan menggunakan kerangka lokal seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12c.

Penyebaran dari gaya tekan memberikan kenaikan pada tarikan melintang, dimana mungkin

mengakibatkan penunjang menjadi retak secara longitudinal. Jika penunjang tidak mempunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter III V

64

penulangan dalam arah melintang, itu mungkin gagal setelah retak ini terjadi. Jika tulangan

melintang cukup memadai tersedia, penunjang akan gagal oleh hancur. Pada model penunjang

dan pengikat, penunjang tekan ditunjukkan oleh garis putus-putus sepanjang sumbu dari

penunjang. Penunjang tarik ditunjukkan oleh garis garis linier.

Gambar 3.12 Variasi dari penunjang

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter III V

65

Adapun komponen dalam model strut-and-tie adalah:

Strut

Strut atau batang tekan merupakan batang uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan

tekan efektif beton pada saat beban mencapai batasnya.Strut tersebut memiliki lebar dan tebal

tertentu yang besarannya tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang

diijinkan.Strut beton dalam keadaan tekan dan tie beton dalam keadaan tarik cenderung

menyebar ketitik simpul,Ada tiga jenis dari penyebaran gaya-gaya didalam medan tekan yang

umum digunakan:

1. Jenis paling sederhana adalah jenis prisma dimana mempunyai lebar yang tetap seperti pada

gambar 3.13a

2. Jenis kedua adalah bentuk kipas dimana susunan dari penunjang dengan variasi kemiringan

bertemu pada atau menyebar dari titik tunggal seperti pada gambar 3.13b

3. Jenis ketiga dari penunjang adalah bentuk botol dimana penunjang mengembang atau

membesar sepanjang batangnya seperti pada gambar 3.13c.

a. Bentuk prisma b. Bentuk kipas c. Bentuk botol

Gambar 3.13 Tiga jenis dari penunjang (bentuk dasar medan tekan)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter III V

66

Suatu penunjang tekan bentuk kipas adalah suatu rangkaian dari penunjang tekan yang

menyebar keluar dari gaya terpusat yang terjadi ke rangkaian pengikat tarik lokal sedemikian

seperti sengkang pada balok. Suatu contoh diberikan pada gambar 3.14. Kipas- kipas

ditunjukkan di atas reaksi dan di bawah beban. Suatu daerah tekan adalah rangkaian dari

penunjang tekan paralel (sebuah penunjang prisma) dikombinasikan dengan pengikat tarik yang

ada dan batang-batang tekan. Suatu daerah tekan ditunjukkan di antara kipas-kipas tekan

seperti gambar 3.14.

Gambar 3.14. Tekanan bentuk kipas dan daerah tekan

3.10.1.2 Perencanaan penunjang STRUT

Penunjang direncanakan memenuhi persamaan 3.2 dan 3.3 berikut. Kuat tekan daripada batang

tekan (strut) tanpa tulangan longitudinal dapat ditulis sebagai berikut:

Fns = fcu

. Ac ....................................................................... (3.2)

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter III V

67

dimana :

Fns = gaya tekan batas terfaktor

fcu

= kekuatan tekan efektif dari beton pada penunjang, diambil sama dengan

fcu

= v . f’c

fcu

= α1 . sβ . f’c

fcu

= 0.85 . sβ . f’c ……………………………………………. ( 3.3 )

dimana :

v (nu) = faktor efektif beton,

Ac = luas efektif landasan strut,

φSTM

= harga φ untuk penunjang, pengikat, dan daerah titik nodal pada model

penunjang dan pengikat,

factor α1

sebesar 0.85 dalam ACI 318-2005

sβ = faktor efektif penunjang dimana nilai sβ adalah sebagai berikut :

sβ =1 untuk penyokong prismatis di daerah tekan utuh (undisturb).

sβ =0.75 strut berbentuk botol dengan tulangan retak.

sβ =0.4 strut yang berada pada daerah tarik

sβ =0.6 strut untuk semua kasus

Jika fcu

berbeda pada kedua ujung dari penunjang, penunjang diidealisasikan sebagai bentuk

runcing yang seragam. Nilai v diperkenalkan sebagai suatu nilai tengah karena peraturan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter III V

68

peneliti yang berbeda memasukkan faktor yang berbeda dalam pendefinisian dari kekuatan

tekan efektif beton.

Penulangan tekan harus digunakan untuk menambah kekuatan daripada strut, tulangan ini

biasanya diangkur,paralel dengan sumbu pusat strut, kasus seperti ini adalah kuat tekan

tulangan longitudinal yang ditulis :

ccuns AfF .= + A's.ƒ's…………………………………( 3.4 )

Dimana : A's = luas tulangan tekan dalam batang tekan

ƒ's = tegangan tulangan tekan

TIE

3.10.2 Analisa Pengikat

3.10.2.1 Sifat pengikat dalam model penunjang dan pengikat

Komponen kedua dari Strut-and-Tie Model (penunjang dan pengikat) adalah tension TIE atau

batang tarik . Pengikat kebanyakan menunjukkan pada baja tulangan (sengkang, tulangan

longitudinal dan beberapa detail tulangan yang khusus), pada struktur beton batang tarik dapat

berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan

beton prategang yang dijangkar dengan baik. Karena keruntuhan tarik dari baja tulangan lebih

daktail dibandingkan dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari nodal

element,maka dalam perencanaan struktur keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya

tulangan batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena dapat

mengakibatkan perubahan dimensi dari node element yang membahayakan yang dapat

meningkatkan tegangan pada strut tekan dan node element.Karena Strut-and –Tie-Model

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter III V

69

diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas , maka pada kondisi layan (serviceability

limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak

atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.

3.10.2.1 Kekuatan dari pengikat

Besar gaya tarik pada batang tarik (tie) dapat dinyatakan sebagai berikut :

Fnt=Ast.fy +Aps (fse +Δfp)……………………………………………(3.4)

Dimana : Fnt=gaya tari k batas terfaktor

Ast =luas baja tulangan biasa

Aps=luas baja tendon prategang

Fse = tegangan efektif yang hilang didalam baja tendon prategang

Δfp = penambahan gaya prategang disamping level load.

Suatu balok pengikat non pratekan diasumsikan mencapai kapasitasnya ketika gaya pada tapak

mencapai

Tn = As . fy ……………………………………………………………………………………(3.5)

dimana :

fy = tegangan leleh dari tulangan baja

As = luas penampang tulangan

Tn = gaya tarik

Suatu nilai, ∆fp ditambahkan untuk pengikat pratekan, ACI 318-2005 mengasumsikan ∆fp sama

dengan 60 ksi. Perkiraan yang masih dapat diterima terhadap perubahan tegangan pada tulangan

pratekan sebagai balok yang dibebani terhadap kegagalan. Pada umumnya masalah utama dalam

perencanaan pengikat adalah angkur pengikat pada daerah-daerah titik nodal. Prisma beton

konsentik hipotetis pengikat tidak tahan terhadap sembarang gaya pengikat. Pada kontrol daya

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter III V

70

layan mengurangi regangan pada pengikat terhadap beton ini mungkin mengurangi perpanjangan

dari pengikat, mengakibatkan pada berkurangnya lendutan dari balok

3.10.2.3 Pengangkuran dari pengikat

Pengikat tarik mungkin gagal akibat kekurangan pengangkuran atau pengait ujung. Suatu

anggapan kritis dalam pendetailan adalah dengan menyediakan pengangkuran yang cukup

mampu untuk penulangan. Jika angkur tidak cukup memadai disediakan, suatu kegagalan

angkur yang getas akan menjadi mungkin pada beban di bawah kapasitas ultimit. Mungkin

dalam gaya-gaya tarik pada titik nodal kerangka harus terjadi pada lebar dari daerah nodal.

Pengangkuran dari pengikat harus memenuhi syarat kapasitas lekat dan panjang rata-rata yang

cukup seperti diatur dalam ACI 318-2005 yang memenuhi pengangkuran dari gaya-gaya pengikat

yang dicapai pada waktu pusat geometri dari batang tarik meninggalkan daerah perluasan

nodal. Persyaratan lain untuk angkur pengikat pada daerah nodal pada balok sperti struktur

dimana penunjang diagonal diangkur oleh sengkang.

3.10.3 Titik nodal dan daerah nodal

3.10.3.1 Klasifikasi dari titik dan daerah nodal

Pertemuan dari Strut-and-Tie-Model adalah zones (node).Tiga atau lebih gaya ini bertemu

dalam sebuah node dan harus dalam keadaan seimbang.Titik simpul / joint atau node

membentuk suatu elemen yang dinamakan node-element atau hydrostatic-element.Daerah ini

merupakan daerah titik tangkap gaya-gaya yang bertemu pada satu titik sehingga tegangan yang

terjadi cukup rumit karena daerah ini mengalami tegangan biaxial atau triaxial.Dalam

perancangan, node-element harus mendapat perhatian baik,khususnya pada pertemuan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter III V

71

batang-batang tarik yang harus dijangkar.Penjangkaran batang tarik yang tidak baik akan

mengakibatkan keruntuhan lebih awal.Suatu anggapan untuk membedakan antara nodal dan

daerah nodal adalah sebagai berikut, nodal adalah titik dimana gaya aksial pada penunjang dan

pengikat berpotongan,sedangkan daerah nodal adalah daerah dimana sekeliling titik dimana

batang saling berhubungan. Untuk keseimbangan vertikal dan horizontal pada titik, harus ada

tiga gaya minimal yang terjadi .

Gambar 3.15 Pengelompokan titik

Nodal dikelompokkan oleh jenis gaya yang bertemu pada titik tersebut.Dimana titik

simpul/node adalah titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut and tie dengan

berbagai kombinasi,yang secara umum dapat dibagi dalam 4 jenis sambungan

pertemuan,yaitu:

- tanda C-C-C adalah nodal angkur terjadi pertemuan tiga penunjang (gaya tekan)

- tanda C-C-T adalah nodal angkur dengan dua penunjang (batang tekan) dan

satu pengikat (tarik),

- tanda C-T-T adalah nodal angkur dengan satu penunjang (batang tekan) dan

dua pengikat (batang tarik),

- tanda T-T-T adalah nodal angkur dengan tiga pengikat (batang tarik) .

seperti pada gambar 3.15, C digunakan untuk menunjukkan tekan dan T digunakan

untuk menunjukkan tarik sesuai dengan ACI 318-2005 yang mengasumsikan muka dari

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter III V

59

daerah nodal yang dibebani tekan mempunyai lebar yang sama seperti pada ujung dari

penunjang.

3.10.3.2Sifatdaridaerahnodal

Ada dua konsep yang berbeda untuk menentukan daerah nodal yang tepat: Daerah nodal

hidrostatik, Pada umumnya, daerah nodal diasumsikan mempunyai tegangan yang sama pada

semua tepi mendatarnya. Lingkaran Mohr untuk tegangan datar sebelah dalam yang terjadi

pada daerah nodal sedemikian digambarkan sebagai sebuah titik, jenis dari titik ini dikenal

sebagai daerah nodal hidrostatik.

Daerah nodal hidrostatik diperluas menjadi titik C-C-T atau C-T-T dengan asumsi pengikat

dikembangkan melewati daerah nodal untuk diangkur pada sisi jauh oleh kait atau lekatan pada

tulangan pengikat melebihi daerah nodal. Konsep ini ditunjukkan dengan menggunakan pelat

angkur hipotetis dibelakang sambungan. Daerah pelat angkur hipotetis dipilih sehingga tekanan

penumpu pada pelat sama dengan tegangan yang terjadi pada tepi lain dari daerah nodal. Luas

efektif dari pengikat dibagi oleh tegangan tumpu yang diijinkan untuk penunjang yang bertemu

pada titik tersebut.

Secara terpisah dari daerah nodal yang sederhana, suatu perluasan daerah nodal dapat

dikembangkan menggunakan konsep yang sama. Perluasan dari daerah nodal adalah daerah

perpotongan dari : a. Penunjang, b. Reaksi dan c. Lebar asumsi dari pengikat termasuk suatu

prisma beton konsentrik dengan pengikat. Gambar distribusi gaya dapat dilihat pada gambar 3.16

berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter III V

60

Gambar3.16distribusigaya pada daerah nodal

Persamaan dapat diturunkan berhubungan dengan lebar dari penunjang, pengikat dan luas

penumpu jika diasumsikan bahwa tegangan adalah sama pada semua batang yang bertemu

pada daerah nodal C-C-T

ws = w

t cosθ + lb sinθ ………………………………………... (3.5)

dimana

ws

= lebar dari penunjang

wt = lebar efektif dari pengikat

lb = panjang dari pelat penumpu dan

θ = sudut antara sumbu dari penunjang dengan sumbu horizontal dari batang.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter III V

61

Hubungan ini berguna untuk mengatur ukuran dari daerah nodal dalam model penunjang dan

pengikat. Lebar penunjang dapat diatur dengan merubah wt

atau lb, satu kali. Pada saat itu

perlu dilakukan juga memeriksa tegangan pada semua daerah nodal.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter III V

62

BAB IV

MODEL DAN APLIKASI

4.1 Contoh Aplikasi

Dalam tugas akhir ini maka diberikan suatu contoh perhitungan untuk perencanaan dinding

geser dengan metode Strut - and –Tie Model. Hasil perhitungan dibuat dalam suatu tabel.

Data-data yang digunakan dalam aplikasi ini adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1a. Struktur dinding geser beton bertulang

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter III V

63

4.2. Struktur dinding geser beton

Mutu beton f ‚c = 25 MPa

Ec = 4730 . = 23650 Mpa (Modulus Elastisitas beton)

Mutu baja fy = 400 Mpa

fys = 240 Mpa

Es = 210000 Mpa (Modulus Elastisitas Baja)

Berat jenis beton γb = 24 kN/m3

Berat jenis keramik γk = 21 kN/m3

Panjang bentang lx = 600 cm = 6 m (arah memanjang)

ly = 400 cm = 4 m (arah melintang)

Banyak lantai nl = 6

Tebal plat lantai 1 t1 = 12 cm tebal plat lantai 4 t4 = 12 cm

Tebal plat lantai 2 t2 = 12 cm tebal plat lantai 5 t5 = 12 cm

Tebal plat lantai 3 t3 = 12 cm tebal plat lantai 6 t6 = 12 cm

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter III V

64

GAMBAR 4.2a DENAH BANGUNAN

GAMBAR 4.2C POTONGAN MEMANJANG

GAMBAR 4.2B POTONGAN MELINTANG

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter III V

65

Kolom persegi lantai 1 bk1 =600 mm hk1=600 mm , tinggi kolom lt 1 lk1 = 400cm

Kolom persegi lantai 2 bk2 = 600 mm hk2=600 mm , tinggi kolom lt 2 lk2 = 400cm

Kolom persegi lantai 3 bk3= 600 mm hk3=600 mm , tinggi kolom lt 3 lk3 = 400cm

Kolom persegi lantai 4 bk4 = 600 mm hk4=600 mm ,tinggi kolom lt 4 lk4 = 400cm

Kolom persegi lantai 5 bk5 = 600 mm hk5=600 mm ,tinggi kolom lt 5 lk5 = 400cm

Kolom persegi lantai 6 bk6 = 600 mm hk6=600 mm ,tinggi kolom lt 6 lk6 = 400cm

Balok persegi arah memanjang lantai 1 bm1 = 300 mm hm1 = 500 mm

Balok persegi arah memanjang lantai 2 bm2 = 300 mm hm2 = 500 mm

Balok persegi arah memanjang lantai 3 bm3 = 300 mm hm3 = 500 mm

Balok persegi arah memanjang lantai 4 bm4 = 300 mm hm4 = 500 mm

Balok persegi arah memanjang lantai 5 bm5 = 300 mm hm5 = 500 mm

Balok persegi arah memanjang lantai 6 bm6 = 300 mm hm6 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 1 bl1 = 300 mm hl1 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 2 bl2 = 300 mm hl2 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 3 bl3 = 300 mm hl3 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 4 bl4 = 300 mm hl4 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 5 bl5 = 300 mm hl5 = 500 mm

Balok persegi arah melintang lantai 6 bl6 = 300 mm hl6 = 500 mm

Banyak balok arah memanjang, nx =3

Banyak balok arah melintang , ny =10

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter III V

66

4.3 Perhitungan gaya – gaya yang bekerja pada struktur

4.3a. Perhitungan berat sendiri

keramik atau tegal tk = 2 cm qkeramik = tk. γk = 0.02 (21) = 0.42 kN/m2 spesi

atau adukan semen (tebal 1 cm) qspesi = 0.021 kN/m2

Ducting AC qac = 0.020 kN/m2

Beban plafon tambah penggantung qplafon = 0.018 kN/m2

Beban tambahan (total) finishing lantai 1 qf1 = qkeramik + q spesi + qac+ qplafon

= 0.42 + 0.021 + 0.02 + 0.018 =0.479kN/m2

ambil 0.5 kN/m2

Beban total finishing lantai 2 qf2 = qf1 = 0.5 kN/m2

Beban total finishing lantai 3 qf3 =qf1 = 0.5 kN/m2

Beban total finishing lantai 4 qf4 =qf1 = 0.5 kN/m2

Beban total finishing lantai 5 qf5 =qf1 = 0.5 kN/m2

Beban total finishing lantai 6 qf6 =qf1 = 0.5 kN/m2

Berat sendiri plat lantai ditambah berat finishing

Bs plat lantai +finishing 1 Wp1= [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t1 . γb + qf1 )

= [( 3 – 1).4. (10 -1).6 ] (0.12(24) + 0.5 )= 1460.16 kN

Bs plat lantai +finishing 2 Wp2= [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t2 . γb + qf2 )

= [( 3 – 1).4. (10 -1).6 ] (0.12(24) + 0.5 )= 1460.16 kN

Bs plat lantai +finishing 3 Wp3 = [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t3 . γb + qf3 ) =1460.16 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter III V

67

Bs plat lantai +finishing 4 Wp4=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t4 . γb + qf4 ) =1460.16 kN Bs plat lantai

+finishing 5 , Wp5=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t5 . γb + qf5 ) =1460.16 kN

Bs plat lantai +finishing 6 Wp6=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t6 . γb + qf6 ) =1460.16 Kn

Berat Sendiri Balok

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 1

Wb1 = [ nx (ny -1).lx. bm1 . hm1 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl1 . hl1 ) ] γb

= [ 3 (10-1).(6)(0.3).(0.5) + ( 3 – 1 ) . 10 . 4. (0.3) .(0.5)] 24

= 871.2 kN

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 2

Wb2= [ nx (ny -1).lx. bm2 . hm2 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl2 . hl2 ) ] γb

= [ 3 (10-1).(6)(0.3).(0.5) + ( 3 – 1 ) . 10 .4 . (0.3) .(0.5)] 24

= 871.2 kN

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 3

Wb3 = [ nx (ny -1).lx. bm3 . hm3 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl3 . hl3 ) ] γb = 871.2 kN

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 4

Wb4= [ nx (ny -1).lx. bm4 . hm4 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl4 . hl4 ) ] γb = 871.2 kN

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 5

Wb5= [ nx (ny -1).lx. bm5 . hm5 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl5 . hl5 ) ] γb = 871.2 kN

Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 6

Wb6= [ nx (ny -1).lx. bm6 . hm6 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl6 . hl ) ] γb = 871.2 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter III V

68

Berat Sendiri Kolom

Banyak kolom nk = nx.ny = 3 . 10 = 30

Berat sendiri lantai kolom dasar

Wko = nk. 1/2

= 30.(1/2).(4).(0.6).(0.6). (24)

. Lk1. bk1.hk1. γb

=518.4 kN

Berat sendiri kolom lantai 1

Wk1 = nk.( 1/2

=30 (1/2 . (4).(0.6).(0.6). + .(1/2).(4).(0.6).(0.6)) . (24)

. Lk1. bk1.hk1 + ½ . Lk2. Bk2.hk2 ). γb

= 1036.8 kN

Berat sendiri kolom lantai 2

Wk2 = nk.( 1/2

Berat sendiri kolom lantai 3

. Lk2. Bk2.hk2 + ½ . Lk3. Bk3.hk3 ). γb = 1036.8 kN

Wk3 = nk.( 1/2

Berat sendiri kolom lantai 4

. Lk3. Bk3.hk3 + ½ . Lk4. Bk4.hk4 ). γb = 1036.8 kN

Wk4 = nk.( 1/2

Berat sendiri kolom lantai 5

. Lk4. Bk4.hk4 + ½ . Lk5. Bk5.hk5 ). γb = 1036.8 kN

Wk5 = nk.( 1/2

Berat sendiri kolom lantai 6

. Lk5. Bk5.hk5 + ½ . Lk6. Bk6.hk ). γb = 1036.8 kN

Wk6 = nk. 1/2

. Lk6. Bk6.hk . γb = 518.4 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter III V

69

Berat dinding geser ( Wd )

Tebal dinding geser td = 180 mm

Tinggi dinding hd = lk1 + lk2 + lk3 + lk4 +lk5 + lk6

=4000 +4000+4000+4000+4000+4000 = 24000 mm = 24 m

Lebar dinding geser ld = 6000 mm = 6 m

Gambar 4b . dinding geser

Lantai dasar Wdo = ½ . td. Lk1. ld. γb = ½.(0.18).(4).(6).(24) = 51.84 kN

Lantai 1 Wd1 =½ . td.(Lk1 + Lk2). ld. γb

= ½.(0.18).(4+4).(6).(24)=103.68 kN

Lantai 2 Wd2 =½ . td.(Lk2 + Lk3). ld. γb =103.68 kN

Lantai 3 Wd3 =½ . td.(Lk3 + Lk4). ld. γb =103.68 kN

Lantai 4 Wd4 =½ . td.(Lk4 + Lk5). ld. γb =103.68 kN

Lantai 5 Wd5 =½ . td.(Lk5 + Lk6). ld. γb =103.68 kN

Lantai 6 Wd6 =½ . td.(Lk6). ld. γb =51.84 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter III V

70

Berat total tiap lantai akibat berat sendiri (akibat beban mati) (wbs)

Lantai dasar wbso = wko + wdo= 518.4 + 51.84 = 570.24 kN

Lantai dasar 1 wbs1 = wp1 + wb1 + wk1 + wd1

=1460.16 + 871.2+ 1036.8 + 103.68 = 3471.84. kN

Lantai dasar 2 wbs2 = wp2 + wb2 + wk2 + wd2 = 3471.84. kN

Lantai dasar 3 wbs3 = wp3 + wb3 + wk3 + wd3 = 3471.84. kN

Lantai dasar 4 wbs4 = wp4 + wb4 + wk4 + wd4 ` = 3471.84. kN

Lantai dasar 5 wbs5 = wp5 + wb5 + wk5 + wd5 = 3471.84. kN

Lantai dasar 6 wbs6 = wp6 + wb6 + wk6 + wd6 = 2901.6 kN

Total seluruh akibat beban mati wbs =wbso+wbs1+wbs2 +wbs3 + wbs4 +wbs5+wbs6

= 570.24 + 3471.84+3471.84+3471.84+3471.84+3471.84+2901.6

= 20831.04 kN

4.3b Beban Hidup

Beban hidup untuk perkantoran qh = 2.5 kN ( 30

Wll1 = 30 % [(nx – 1).Iy. (ny – 1).1x].qh lantai 1

% yang bekerja )

= 0.3 . [(3 – 1).4. (10 – 1).6].(2.5) = 324 kN

Wll2 = WII1 = 30%. [(nx – 1).Iy. (ny – 1).1x].qh lantai 2

= 0.3 . [(3 – 1).4. (10 – 1).6].(2.5) = 324 kN

Wll3 = WII1 = 324. kN lantai 3

Wll4 = WII1 = 324. kN lantai 4

Wll5 = WII1 = 324. kN lantai 5

Wll6 = WII1 = 324. kN lantai 6

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter III V

71

Wll total = Wll1 + Wll2 + Wll3 + Wll4 + Wll5 + Wll6

= 324 +324 + 324 +324 +324 + 324

= 1944 kN

4.3c Berat bangunan per lantai akibat beban mati dan beban hidup

( dead load + live load )

W0 = wdl0 + WII1 = 570.24 + 0 = 570.24 kN

W1 = Wdl1 + WII1 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 1

W2 = Wdl2 + WII2 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 2

W3 = Wdl3 + WII3 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 3

W4 = Wdl4 + WII4 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 4

W5 = Wdl5 + WII5 = 3471.84 + 324 = 3795. 84. kN lantai 5

W6 = Wdl6 + WII6 = 2901.6 + 324 = 3225.6 kN lantai 6

Wtotal =W0 + W1 + W2 + W3 + W4 +W5 + W6

= 570.24 + 3795.84 + 3795.84 + 3795.84 + 3795.84 +3795.84 + 3225.6

= 22775.04 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter III V

72

4.4 ANALISIS STATIK EKIVALEN

Fungsi bangunan : perkantoran

Wilayah gempa : 4

Jenis tanah : lunak

Data material

Berat jenis beton = 24 KN/m3

Mutu beton ( f’c ) = 25 MPa

Mutu baja (fy) = 400 MPa

Data gempa

Wilayah gempa 4, jenis tanah lunak sesuai dengan SNI 1726 2002

Faktor keutamaan ( I ) (untuk perkantoran) = 1

Nilai R, untuk B-T , Sistem ganda R = 6.5

Nilai R, untuk U-S, SRPMM R = 6.5

U Gambar 4c: denah bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Chapter III V

73

Data struktur

Jumlah bentang

Arah B-T = 9 bentang

Arah U-S = 2 bentang

Panjang tiap bentang

Arah B-T = 6 m

Arah U-S = 4 m

Jumlah portal

Arah B-T = 10 portal

Arah U-S = 3 portal

Jumlah tingkat = 6 tingkat

Tinggi tingkat 1-6 = 4 m

Tinggi total gedung = 24 m

Tingkat

Dimensi Balok Kolom

pjg arah B-T pjg arah U-S lebar tinggi panjang lebar tinggi cm cm cm cm cm cm cm

6 600 400 30 50 400 60 60 5 600 400 30 50 400 60 60 4 600 400 30 50 400 60 60 3 600 400 30 50 400 60 60 2 600 400 30 50 400 60 60 1 600 400 30 50 400 60 60

Tabel 4.1, dimensi bangunan

Jumlah balok per tingkat arah B-T = 27

Jumlah balok per tingkat arah U-S = 20

Jumlah kolom per tingkat = 30

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Chapter III V

74

Pelat lantai

Tebal lantai = 12 cm

Luas total = 54 x 8 = 432 m2

Beban

Beban mati

Beban mati tambahan pada plat lantai = 0.5 KN/m2

Tebal dinding geser = 18 cm

Beban hidup

Lantai = 2.5 KN/m2

Tingkat

Beban Mati Beban Hidup

Jumlah Balok Kolom pelat + beban

mati Dinding geser (reduksi 30%)

tambahan KN KN KN KN KN KN

6 871.200 518.4 1460.16 51.84 324.000 3225.600 5 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 4 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 3 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 2 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 1 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840

5227.200 6220.8 8760.96

622.08

S = 22204.800

Tabel 4.2 , berat bangunan per tingkat

Taksiran waktu getar alami T secara empirik

Berdasarkan UBC untuk arah B-T sistem ganda

Tinggi gedung ( hn) = 24.00 m

Ct = 0,0488

T = Ct*(hn)^3/4

= 0.0488.(24)^3/4 = 0.53 detik

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Chapter III V

75

Arah U-S sistem SPRMM

Tinggi gedung (hn) = 24.00 m

Ct = 0,0731

T = Ct*(hn)^3/4

= 0.0731 . (24)^3/4 = 0.793 detik

Kontrol pembatasan T sesuai SIN 03-1728-2002 pasal 5.6, dimana ; ( )

ξ = 0.17 untuk WG 4

n = 6

T = 0.17 x 6 = 1.02 > Tempiris = 0.793detik……oke

Untuk fungsi gedung perkantoran

WG : 4

Jenis tanah : lunak

Kita coba T : 0.53 detik

Diperolah C1 = 0.85 untuk T < 1 detik

I = 1

R = 6.5 (sistem ganda)

Beban gempa nominal staitik ekivalen ( V ) yang ditetapkan dengan persamaan :

……………………………………. 4.1

dimana:

C1 : nilai faktor respons gempa yang diperoleh dari spektrum respons gempa rencana

untuk waktu getar alami fundamental T1.

I : faktor keutamaan menurut tabel 3.3.

Wt : berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai.

R : faktor reduksi gempa

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Chapter III V

76

Tingkat Panjang Tinggi

W W*H (W*H)

V Fgempa kolom tingkat (H) S(W*H)

m m KN KNm KN KN 6 4.00 24.00 3225.600 77414.400 0.254 2903.70 736.61 5 4.00 20.00 3795.840 75916.800 0.249 2903.70 722.36 4 4.00 16.00 3795.840 60733.440 0.199 2903.70 577.89 3 4.00 12.00 3795.840 45550.080 0.149 2903.70 433.42 2 4.00 8.00 3795.840 30366.720 0.100 2903.70 288.95 1 4.00 4.00 3795.840 15183.360 0.050 2903.70 144.47 S = 22204.800 305164.800 1

Tabel 4.3 Perhitungan gaya gempa (statik ekivalen) per tingkat

Berdasarkan pasal 6.1.4 SNI 03-1728-2002 Di puncak gedung tidak ada beban horizontal gempa terpusat karena rasio:

Tingkat Panjang Tinggi W Fgempa di

W*di2 F*di kolom tingkat (H) (SAP2000) m m KN KN mm

6 4.00 24.00 3225.600 736.61 18.5881 1114501.124 13692.25 5 4.00 20.00 3795.840 722.36 15.3148 890288.0771 11062.86 4 4.00 16.00 3795.840 577.89 11.6919 518893.3231 6756.643 3 4.00 12.00 3795.840 433.42 7.9683 241012.3244 3453.606 2 4.00 8.00 3795.840 288.95 4.4518 75227.94326 1286.327 1 4.00 4.00 3795.840 144.47 1.5686 9339.686943 226.6199

S = 2849262.479 36478.3

Tabel 4.4 Analisa T rayleigh akibat gempa

Kontrol atau Analisa terhadap T Rayleigh Besarnya T yang menggunakan rumus empiris harus dibandingkan dengan Trayleigh

dengan persamaan :

………………………………4.2

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Chapter III V

77

Dimana : g = 9810 mm/s T ijin = 0.8 * Tr = 0.8 * 0.562 = 0.45

T ijin = 1.2 * Tr = 1.2 * 0.562 = 0.67

Dimana T pakai = 0.53 detik < 0.562 ……………..( oke )

maka nilai T empiris sudah memenuhi ketentuan sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan

ulang gaya gempa.

4.5 Gaya gempa yang terjadi

Gambar 4d. gaya gempa yang terjadi pada bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Chapter III V

78

Gambar 4e. potongan 2 – 2 (grid 2) gaya gempa yang terjadi

Dari hasil program ETABS yang kita dapat , maka akan dapat reaksi total pada lantai base shear

untuk dinding geser ,dapat dilihat pada tabel 4.5 , dan akan ditemukan juga gaya – gaya ( D , N )

yang terjadi pada dinding geser pada seluruh bangunan (dapat dilihat pada tabel 4.6 ) , dan

gaya – gaya ( M ,D ,N ) yang terjadi pada dinding geser (dapat dilihat pada tabel 4.7 ).Gambar

gaya M , D , N yang terjadi pada dinding geser.

Story Point Load FX

(KN) FY

(KN) FZ( KN) MX(KNm) MY(KNm) MZ(KNm) BASE 1 COMB3 -12.89 3.88 524.65 -5.003 -66.25 0 BASE 2 COMB3 -7.97 0 771.98 0 -59.907 0 BASE 3 COMB3 -12.89 -3.88 524.65 5.003 -66.25 0 BASE 4 COMB3 -25.56 7.15 951.92 -9.228 -82.602 0 BASE 5 COMB3 -26.31 0 1407.36 0 -83.566 0 BASE 6 COMB3 -25.56 -7.15 951.92 9.228 -82.602 0 BASE 7 COMB3 -25.3 7.14 951.79 -9.217 -82.262 0 BASE 8 COMB3 -25.92 0 1408.78 0 -83.057 0 BASE 9 COMB3 -25.3 -7.14 951.79 9.217 -82.262 0 BASE 10 COMB3 -25.56 6.91 936.81 -8.91 -82.594 0 BASE 11 COMB3 -27.96 0 1336.18 0 -85.697 0 BASE 12 COMB3 -25.56 -6.91 936.81 8.91 -82.594 0

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Chapter III V

79

BASE 13 COMB3 -25.53 1.95 729.29 -2.515 -82.56 0 BASE 14 COMB3 -963.76 0 -2434.8 0 -581.611 0 BASE 15 COMB3 -25.53 -1.95 729.29 2.515 -82.56 0 BASE 16 COMB3 -24.78 9.77 1043.2 -12.61 -81.588 0 BASE 17 COMB3 -1253.7 0 6295.41 0 -549.27 0 BASE 18 COMB3 -24.78 -9.77 1043.2 12.61 -81.588 0 BASE 19 COMB3 -25.48 7.29 959.05 -9.4 -82.49 0 BASE 20 COMB3 -27.21 0 1445.66 0 -84.726 0 BASE 21 COMB3 -25.48 -7.29 959.05 9.4 -82.49 0 BASE 22 COMB3 -25.32 7.14 950.82 -9.212 -82.284 0 BASE 23 COMB3 -25.95 0 1405.96 0 -83.097 0 BASE 24 COMB3 -25.32 -7.14 950.82 9.212 -82.284 0 BASE 25 COMB3 -25.33 7.14 945.95 -9.208 -82.301 0 BASE 26 COMB3 -25.9 0 1400.32 0 -83.039 0 BASE 27 COMB3 -25.33 -7.14 945.95 9.208 -82.301 0 BASE 28 COMB3 -27.28 4.11 731.48 -5.301 -84.81 0 BASE 29 COMB3 -32.97 0 990.46 0 -92.156 0 BASE 30 COMB3 -27.28 -4.11 731.48 5.301 -84.81 0

-2903.7 0

Tabel , 4.5 (support reaction ),reaksi perlawanan pada base shear bangunan

Reaksi total gaya geser pada base shear = 2903.70 KN

Story Load Loc P (KN ) VX ( KN ) VY (KN ) STORY6 COMB3 Top 3877.63 -736.61 0 STORY6 COMB3 Bottom 5246.21 -736.61 0 STORY5 COMB3 Top 9123.84 -1458.97 0 STORY5 COMB3 Bottom 10492.42 -1458.97 0 STORY4 COMB3 Top 14370.05 -2036.86 0 STORY4 COMB3 Bottom 15738.62 -2036.86 0 STORY3 COMB3 Top 19616.26 -2470.28 0 STORY3 COMB3 Bottom 20984.83 -2470.28 0 STORY2 COMB3 Top 24862.46 -2759.23 0 STORY2 COMB3 Bottom 26231.04 -2759.23 0 STORY1 COMB3 Top 30108.67 -2903.7 0 STORY1 COMB3 Bottom 31477.25 -2903.7 0

Tabel 4.6 gaya lintang (V) dan gaya normal (P) yang terjadi pada bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Chapter III V

80

Story Pier Load Loc P ( KN ) V2 (KN ) M3 (KNm) STORY6 P1 COMB3 Top -273.84 -126.71 -83.144 STORY6 P1 COMB3 Bottom -398.26 -126.71 -589.994 STORY5 P1 COMB3 Top -667.6 708.64 -1617.12 STORY5 P1 COMB3 Bottom -792.01 708.64 1217.434 STORY4 P1 COMB3 Top -1061.2 1207.99 -1562.83 STORY4 P1 COMB3 Bottom -1185.61 1207.99 3269.137 STORY3 P1 COMB3 Top -1452.81 1656.37 -749.499 STORY3 P1 COMB3 Bottom -1577.23 1656.37 5875.997 STORY2 P1 COMB3 Top -1841.77 2050.29 741.298 STORY2 P1 COMB3 Bottom -1966.18 2050.29 9086.469 STORY1 P1 COMB3 Top -2228.61 2162.47 3426.702 STORY1 P1 COMB3 Bottom -2353.03 2162.47 12076.59

Tabel 4.7 momen ( M ) , gaya lintang (V2), dan gaya normal (P) yang terjadi pada dinding

geser

Sesuai SNI 1728 2002 , Pada Sistim Ganda (SG) ; beban lateral bumi ( beban gempa ) dipikul

bersama oleh dinding geser (DS) dan rangka secara proporsional.Dimana dinding geser (DS)

tersebut memikul maximum 75 % dari gaya lateral yang terjadi.Dapat dilihat pada tabel 4.8

berikut :

Story Load Loc V ( KN ) V2 (KN ) %

(V/V2) Pada dinding geser Seluruh bangunan STORY6 COMB3 Bottom 126.71 736.61 17.20 STORY5 COMB3 Bottom 708.64 1458.97 48.57 STORY4 COMB3 Bottom 1207.99 2036.86 59.31 STORY3 COMB3 Bottom 1656.37 2470.28 67.05 STORY2 COMB3 Bottom 2050.29 2759.23 74.31 STORY1 COMB3 Bottom 2162.47 2903.7 74.47

Tabel 4.8 perbandingan beban lateral yang dipikul oleh DS dengan seluruh bangunan

Dari hasil ini maka dapat dilihat bahwa DS ini memenuhi pada Sistim Ganda , dimana gaya

lateral yang dipikul oleh dinding geser sebesar 74.47 %.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Chapter III V

81

4.6 Pemodelan Dinding Geser dengan Metode Strut and Tie

4.6a Menghitung gaya – gaya batang

Lantai 6

Lantai 5

Lantai 4

Lantai 3

Lantai 2

Lantai 1

Gambar 4f.gaya normal 4g .gaya lintang 4h.momen

Dari hasil momen, gaya lintang , dan gaya normal yang kita dapat pada dinding geser ( pada

gambar 4f , 4g ,4h,di atas). Maka akan kita peroleh gaya – gaya yang terjadi pada tiap tingkat

bangunan( dapat dilihat pada gambar 4i dibawah ini ).Dan untuk memperoleh gaya – gaya

batang maka dikerjakan dengan program SAP,hasil gaya batang yang terjadi dapat dilihat pada

gambar 4j.

Dibawah ini kita akan jelaskan asumsi gaya-gaya batang dan pemodelan dinding geser dengan

metode strut and tie :

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Chapter III V

82

• akibat gaya – gaya pada dinding geser , yang kita gambarkan sebagai berikut :

Momen pada dinding geser

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Chapter III V

83

Dari hasil momen, gaya lintang , dan gaya normal yang kita dapat pada dinding geser . Maka

akan kita asumsikan gaya – gaya yang bekerja pada dinidng geser sebagai berikut :

Lantai 6 :

= 0

Av (6 ) – 273.84 ( 3 ) – 83.144 = 0

6 Av = 904.664

Av = 150.778 kN ( ) dan

Bv = 123.063 kN ( )

Lantai 5 :

= 0

Av (6 ) – 269.34 ( 3 ) + 1027.126 = 0

Av = 36.52 kN ( ) dan

Bv = 305.86 kN ( )

Lantai 4 :

= 0

Av (6 ) – 269.19 ( 3 ) + 2780.262 = 0

Av = 328.78 kN ( )

Bv = 597.966 kN ( )

Lantai 3 :

= 0

Av (6 ) – 267.20 ( 3 )+ 4018.636 = 0

Av = 536.17 kN ( )

Bv = 803.37 kN ( )

Lantai 2 :

= 0

Av (6 ) – 264.54 ( 3 ) + 5134.699 = 0

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Chapter III V

84

Av = 723.51 kN ( )

Bv = 988.153 kN ( )

Lantai 1 :

= 0 Av (6 ) – 262.43 ( 3 ) + 5659.767 = 0

Av = 812.08 kN ( )

Bv = 1074.51 kN ( )

Setelah dapat gaya –gaya ini, maka kita gambarkan gaya-gaya yang terjadi pada dinding

geser pada pemodelan strut and tie seperti gambar berikut:

gambar 4i , gaya- gaya pada

dinding geser

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Chapter III V

85

Setelah kita dapat gaya – gaya pada dinding geser, untuk mendapatkan gaya- gaya batang

untuk pemodelan yang dibutuhkan pada strut and tie model .Maka dengan menggunakan

program SAP 2000, akan kita peroleh besar gaya setiap batang pada gambar berikut :

Gambar 4j. gaya –gaya batang

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Chapter III V

86

Dari program SAP yang kita peroleh maka akan diperoleh gaya-gaya batang yang terjadi :

S1 = 2977.70 kN (tarik) S13 = 0 kN

S2 = 2351.04 kN (tarik) S14 = 2045.59 kN (tarik

S3 = 1701.37 kN (tarik) S15 = 1651.99 kN (tarik)

S4 =1144.99 kN (tarik) S16 = 1203.68 kN (tarik)

S5 = 671.14 kN (tarik) S17 = 708. 44 kN (tarik)

S6 = 235.26 kN (tarik) S18 = 126.66 kN (tarik)

S7 = 67.35 kN (tarik) S19 = 0 kN

S8 = 357.08 kN (tarik) S20 = -2593.31 kN (tekan)

S9 = 470.61 kN (tarik) S21 = -2458.87 kN (tekan)

S10 = 469.92 kN (tarik) S22 = -1985.50 kN (tekan)

S11 = 344.40 kN (tarik) S23 = -1446.74 kN (tekan)

S12 = 123.06 kN (tarik) S24 = -851.52 kN (tekan)

S25 = -152.30kN (tekan)

4.6b Perencanaan Tulangan Pada Strut And Tie Model

Dimana; = 0.75 f´c = 25 MPa b = 500 mm

Fy = 400 MPa βn = 1

Tie pada batang tegak untuk lantai Satu , s1

φ.1

FySAt = =

)400(75.0)1000(70.2977

= 9725.667 mm2 s13

Pakai ø= 25 mm

dipakai 20 ø 25 (As = 9818 mm2)

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Chapter III V

87

Tie pada batang tegak untuk lantai dua ,

φ.2

FySAt = =

)400(75.0)1000(04.2351

= 6239.03 mm2 s2

Pakai ø = 20 mm s14

dipakai 20 ø 20 (As =6284 mm2) s1 s20

Tie pada batang tegak untuk lantai tiga ,

φ.3

FySAt = =

)400(75.0)1000(37.1710

= 4803.43 mm2 s3

Pakai ø = 20 mm s15

dipakai 16 ø 20 (As =5027 mm2) s2 s21

Tie pada batang tegak untuk lantai empat ,

φ.4

FySAt = =

)400(75.0)1000(99.1144

= 3216.63 mm2 s4

Pakai ø = 16 mm s16

dipakai 16 ø 16 (As= 3217mm2) s3 s22

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Chapter III V

88

Tie pada batang tegak untuk lantai lima ,

φ.5

FySAt = =

)400(75.0)1000(14.671

= 1239.33 mm2 S5

S17

Pakai ø = 10 mm S4 S23

Dipakai 16 ø 10 (As = 1256 mm2

Tie pada batang tegak untuk lantai enam ,

φ.6

FySAt = =

)400(75.0)1000(26.235

= 785.23 mm2 s6

Pakai ø = 8 mm s18

dipakai 16ø 8 (As = 804.8 mm2) s5 s24

Tie pada batang horizontal untuk lantai satu ,

φ.14

FySAh = =

( ))400(75.0

100059.2045= 6818.63 mm2 s2

Pakai ø = 20 mm s14

dipakai 22ø 20 (As = 6912.4 mm2) s1 s20

Tie pada batang horizontal untuk lantai dua ,

φ.15

FySAh = =

( ))400(75.0

100099.1651= 5506.63 mm2

Pakai ø = 19 mm s15

dipakai 20ø 19 (As = 5670 mm2)

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Chapter III V

89

Tie pada batang horizontal untuk lantai tiga ,

φ.16

FySAh = =

( ))400(75.0

100068.1203=4012.27 mm2 s16

Pakai ø = 16 mm

Dipakai 20ø 16 (As = 4022 mm2)

Tie pada batang horizontal untuk lantai empat,

φ.17

FySAh = =

( ))400(75.0

100044.708= 944.59 mm2

Pakai ø = 10 mm s17

Dipakai 14ø 10 (As = 1099 mm2)

Tie pada batang horizontal untuk lantai lima ,

φ.18

FySAh = =

( ))400(75.0

100066.126= 422.20 mm2

Pakai ø = 10 mm s18

Dipakai 6 ø 10 (As = 471 mm2)

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Chapter III V

90

Pemeriksaan Strut tekan

Fcu =( 0.85 ) (075) (βs) (f´c)

= (0.85) (0.75 ) (1 ) (25)

= 15.94 MPa

Lebar Strut batang S20, I 20 = bFcu

S..

20φ

=( )

)500(94.15100031.2593

= 433.66 mm ,

Ambil 440 mm

Lebar Strut batang S21, I 21 = bFcu

S..

21φ

=( )

)500(94.15100087.2458

= 411.18 mm,

Ambil 420 mm

Lebar Strut batang S22, I 22 = bFcu

S..

22φ

=( )

)500(94.15100050.1985

= 332.02 mm,

Ambil 330 mm

Lebar Strut batang S23, I 23 = bFcu

S..

23φ

=( )

)500(94.15100074.1446

= 241.93 mm,

Ambil 250 mm

Lebar Strut batang S24, I 24 = bFcu

S..

24φ

=( )

)500(94.15100020.851

= 142.34 mm,

Ambil150 mm

Lebar Strut batang S25, I 25 = bFcu

S..

25φ

=( )

)500(94.15100030.152

= 25.46 mm,

Ambil 30 mm

Maka, semua strut berada didaerah region berarti diterima.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Chapter III V

91

Distribusi tulangan minimum dan tulangan berbentuk botol

Penulangan horizontal

Ah ≥ 0.0025 bw sh (asumsi spasi 300 mm )

Minimal Ah = 0.0025 x 180 x 300

= 135 mm2 , pakai 2ø 13 - 300 mm

Penulangan vertikal

Av ≥ 0.0015 bw.sv

Av ≥ 0.0015 x180x 300

Av = 81 mm2, pakai 2 ø 10- 300 mm

Gambar penulangan dinding geser secara strut and tie dapat dilihat pada lampiran halaman

121-128.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Chapter III V

92

4.7 Perencanaan Struktur Dinding Geser Beton Secara Konvensional

Data struktur :

Mutu beton f´c = 25 MPa

Ec = 4730 . = 23650 MPa (Modulus Elastisitas Beton )

Mutu baja fy = 400 MPa

Fys = 240 MPa

Es = 210000 MPa ( Modulus Elastitas Baja )

Berat jenis beton γb = 24

Berat jenis keramik γk = 21

400 cm

400 cm

400 cm

400 cm

400 cm

400 cm

600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm

Gambar 4k.Potongan Memanjang Bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Chapter III V

93

Panjang bentang lx = 6m ( arah memanjang )

Ly = 4m ( arah melintang )

Banyak lantai nl = 6, tinggi lantai hw = 4 m

Tinggi bangunan hwt = 24 m

Panjang dinding geser lw = 6 m

Tebal dinding geser tw = 18 cm

Dimensi kolom ; ( 60 x 0 ) cm

Balok ; ( 30 x 50 ) cm

Lantai satu (potongan 1-1)

1. Periksa apakah dibutuhkan dua lapis tulangan

Baja tulangan dua layar apabila gaya geser terfaktor yang terjadi melebihi Vu ada.

Dimana ; Mu = 12076.589 kN

Vu = 2162.470 kN

Pu = 2353.029 kN

PU

MU

VU

400 cm

660 cm

60 cm 60 cm

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Chapter III V

94

Baja tulangan dua layar apabila gaya geser terfaktor yang terjadi melebihi Vu ada.

Acv = lw . tw = 600 . 18 = 10800 cm2 = 1.08 m2

Vu ada = . Acv. (1.08) . = 900 kN

Vu = 2162.47 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )

(Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002)

Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih

dibawah batas atas kuat geser dinding geser).

Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan

Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm

Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 . (1) = 0.18 m2

Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025) = 0.18 .(0.0025)

= 450 mm2

Bila digunakan baja tulangan ø16 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;

Atul = 2 . .dtul2 = 2 .1/4.(16)2 = 402.2 mm2

Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :

Ntul = = 1.12 ≈ 2 pasang

S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan

tidak boleh melebihi 45 cm )

Kita ambil s = 300 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Chapter III V

95

2. Tulangan untuk menahan geser

Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø 16.

Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

Dimana , = = 4 > 3

αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5

ρn = = = 0.0056

OK , ρn > ρn min

Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

= (180.6000).(0.1667 + 0.0056 . 400 ) x 10-3

= 3320 kN

Ok , Vu = 2162.4 kN < Vn = 3320 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )

Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø16 – 300 mm

3. Menentukan tulangan tranversal yang diperlukan

Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,

Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø13 Karateristik inti

penampang ;

Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)

Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Chapter III V

96

Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm

Jadi kita gunakan hoops dengan d13 – 100 mm

Dengan d 13 dengan spasi 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;

Ash = = = 356.48 mm2

Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties

dimasing – masing sisi.

As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke )

(4 hoops ø13 -100 mm dapat digunakan).

Confinement untuk shearwall

Sebagai trial digunakan d tul = 13 mm

hc = tw - (2 • 40mm) – dtul = 87 mm

Spasi ,S ≤ 100 + = 197mm

Ambil spasi 100 mm

Untuk confinement arah paralel terhadap shearwall gunakan ø13 -100 mm

Ash = = 61.17 mm2

As = 2. (1/4) . dtul2 = 265.46 mm2 > Ash = 61.17 mm2 …….. ( oKe )

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Chapter III V

97

Lantai 2 ( potongan 2 -2 )

Pada lantai 2 terjadi, Mu = 9086.469 kNm

Vu = 2050.290 kN

Pu = 2228.610 kN

Acv = lw . tw = 1.08 m2

Vu ada = . Acv. 900 kN

Vu = 2050.290 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )

Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih

dibawah batas atas kuat geser dinding geser).

1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan

Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm

Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2

Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)

= 450 mm2

Bila digunakan baja tulangan ø14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;

Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2

Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :

Ntul = = 1.46 = 2 pasang

S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan

tidak boleh melebihi 45 cm )

Kita ambil s = 300 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Chapter III V

98

2.Tulangan untuk menahan geser

Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø14.

Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

Dimana , = 4 > 3

αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5

ρn = = = 0.0043

OK , ρn > ρn min

Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3

= 2757.78 kN

Ok , Vu = 2050 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )

Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø14 - 300 mm

3.Menentukan tulangan tranversal yang dibutuhkan

Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,

Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø 13 Karateristik inti

penampang ;

Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)

Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Chapter III V

99

Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm

Jadi kita gunakan hoops dengan ø 13 – 100 mm

Dengan ø 13 - 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;

Ash = = = 356.48 mm2

Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties

dimasing – masing sisi.

As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke ).

( 4 hoops ø13 - 100 mm dapat digunakan).

Lantai 3 ( potongan 3 -3 )

Pada lantai 2 terjadi, Mu = 5875.997 kNm

Vu = 1656.37 kN

Pu = 1577.23 kN

Acv = lw . tw = 1.08 m2

Vu ada = . Acv. 900 kN

Vu = 1656.37 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )

Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih

dibawah batas atas kuat geser dinding geser).

1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan

Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Chapter III V

100

Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2

Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)

= 450 mm2

Bila digunakan baja tulangan ø14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;

Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2

Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :

Ntul = = 1.46 = 2 pasang

S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan

tidak boleh melebihi 45 cm )

Kita ambil s = 300 mm

Tulangan untuk menahan geser

Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø14.

Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

Dimana , = 4 > 3

αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5

ρn = = = 0.0043

OK , ρn > ρn min

Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3

= 2757.78 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Chapter III V

101

Ok , Vu = 1656 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )

Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø 14 - 300 mm.

Menentukan tulangan tranversal yang dibutuhkan

Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,

Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø 13 Karateristik inti

penampang ;

Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)

Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm

Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm

Jadi kita gunakan hoops dengan ø 13 – 100 mm

Dengan d 13 dengan spasi 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;

Ash = = = 356.48 mm2

Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties

dimasing – masing sisi.

As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke ).

(4 hoops ø 13 - 100 mm dapat digunakan.)

Lantai 4 ( potongan 4 -4 )

Pada lantai 2 terjadi, Mu = 3269.137 kNm

Vu = 1207.99 kN

Pu = 1185.61 kN

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Chapter III V

102

Acv = lw . tw = 1.08 m2

Vu ada = . Acv. 900 kN

Vu = 1207.99 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )

Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih

dibawah batas atas kuat geser dinding geser).

1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan

Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm

Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2

Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)

= 450 mm2

Bila digunakan baja tulangan ø 14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;

Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2

Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :

Ntul = = 1.46 = 2 pasang

S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan

tidak boleh melebihi 45 cm )

Kita ambil s = 300 mm

2.Tulangan untuk menahan geser

Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø 14.

Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

Dimana , = 4 > 3

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Chapter III V

103

αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5

ρn = = = 0.0043

OK , ρn > ρn min

Vn = Acv . (αc. + ρn fy )

= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3

= 2757.78 kN

Ok , Vu = 1656 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )

Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø 14 - 300 mm.

Dan begitu juga selanjutnya pada tingkat 5 dan 6, mempunyai tulangan horizontal dan vertikal

2 ø14 - 300 mm.Dimana kolomnya memiliki tulangan 12 ø 25 .

Gambar penulangan dinding geser secara konvensional dapat dilihat pada lampiran halaman

129 – 133.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Chapter III V

104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Didalam perencanaan tulangan, metode ini merupakan paling praktis untuk digunakan

dibandingkan dengan cara konvensional.

2. Metode ini semua gaya – gaya yang bekerja dianalisis secara bersama – sama ,

sedangkan dengan cara konvensional tulangan lentur , geser , dan torsi direncanakan

secara terpisah.

3. Dari data perbandingan volume penulangan yang dapat dilihat pada lampiran ( tabel

5.1 ), maka didapat :

Volume tulangan secara konvensional adalah 732177.660 cm3

Volume tulangan secara strut and tie adalah 626244.200 cm3

Maka dapat disimpulkan, bahwa dengan menggunakan strut and tie lebih ekonomis

dibandingkan dengan cara manual.

4. Metode ini dapat digunakan dalam perencanaan bagian struktur yang tidak umum atau

tidak tercakup didalam pedoman untuk perencanaan.

5.2 SARAN

1. Didalam perencanaan strut and tie model diharapkan akan menguasai truss analogi

atau analisa rangka batang dengan benar.

2. Perencanaan sebaiknya memilih pola aliran gaya yang realistis dalam struktur yang

dimodelkan.

3. Pemakai metode ini diharapkan memiliki pengertian yang cukup mengenai perilaku

struktur beton bertulang.

Universitas Sumatera Utara