Chapter III V
-
Upload
dave-robert-hasibuan -
Category
Documents
-
view
29 -
download
8
description
Transcript of Chapter III V
42
BAB III
METODE ANALISA
3.1 Umum Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat,
yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan batu bata tiruan karena beton memiliki sifat
yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang
sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering
dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang
menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan
mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai
satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam
bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting :
1. Hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya
dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang
terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang
tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton
bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan.
2. Tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke
dalam variasi bentuk yang luas.
Universitas Sumatera Utara
43
3. Proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat
efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan
efisiensi struktur
Beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik juga memiliki kekuatan tekan dan karena itu
cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis
lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat
digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan
yang kuat dan elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga dapat digunakan untuk
membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat
banyak.
3.2. Material Penyusun Beton bertulang
Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan-
ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta
semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu
kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan
halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat
campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh
seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas:
1. Semen : bahan pengikat hidrolik.
2 Agregat campuran : bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk
sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt);
Universitas Sumatera Utara
44
3. Air
4. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam spesi-
beton dan/atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator',
'retarder' dan sebagainya.Sedangkan produk campuran tersebut dibedakan atas:
1. Batuan-semen: campuran antara semen dan air (pasta semen) yang mengeras
2. Spesi-mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum mengeras;
3. Mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras;
4. Spesi-beton: campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar) dan air
yang belum mengeras;
5. Beton: campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.
3.3 Tulangan
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh
karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu
dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan
beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja
beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh)
yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.
3.4 Balok beton Suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya
momen lentur, akan mengalami deformasi (regangan) lentur. Dalam hal tersebut, regangan
tekan akan terjadi di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah penampang. Regangan-
Universitas Sumatera Utara
45
regangan tersebut mengakibatkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan
tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah penampang. Karena tulangan baja
dipasangan pada bagian tegangan tarik bekerja yaitu pada bagian bawah, maka secara teoritis
balok ini disebut sebagai balok bertulangan tarik saja. Pada bagian tekan atau bagian atas
penampang umumnya tetap dipasang perkuatan tulangan, tetapi bertujuan untuk membentuk
kerangka kokoh yang stabil pada masing-masing sudut komponen. Tulangan pada balok selain
dipengaruhi oleh beban-beban yang
diterimanya, juga dipengaruhi oleh ukuran dan syarat-syarat tumpuan. Tumpuan dianggap
kaku jika tidak terdapat deformasi. Tiga syarat-syarat tumpuan yang dipertimbangkan:
1. Tumpuan bebas, bila tumpuan mengalami perputaran sudut pada perletakannya.
2. Tumpuan terjepit penuh, bila terdapat jepitan penuh sehingga perputaran tidak mungkin
terjadi.
3. Tumpuan terjepit sebagian, bila tumpuan pada keadaan yang memungkinkan terjadi sedikit
perputaran
3.5 Mekanisme geser dalam struktur beton bertulang
Sebuah balok akibat beban luar maka pada umumnya akan mengakibatkan gaya dalam
seperti gaya momen dalam (M) dan geser (V), seperti pada gambar 3.1. Pada perencanaan
balok beton bertulang, lenturan pada umumnya diperhitungkan terlebih dahulu, kemudian
ukuran penampang dan susunan penulangan diperlukan untuk menghasilkan momen tahanan
yang cukup. Pembatasan diperlukan pada jumlah minimum dari tulangan lentur yang dapat
digunakan, untuk meyakinkan bahwa kegagalan dapat terjadi, ini biasanya akan berlangsung
secara perlahan-lahan, dan mempunyai tanda-tanda yang cukup sebelum terjadi kegagalan.
Universitas Sumatera Utara
46
Balok yang direncanakan sebanding untuk menahan geser, karena kenyataannya bahwa
kegagalan geser seringkali tiba-tiba dan bersifat getas, perencanaan geser harus mempunyai
kekuatan geser sama atau melebihi dari kekuatan lentur pada semua titik pada balok.
Hal dimana kegagalan geser dapat terjadi sangat bervariasi bergantung pada dimensi,
geometri, pembebanan dan sifat dari balok. Untuk alasan ini tidak ada cara yang lain untuk
merencanakan geser, balok tinggi yang pendek seperti braket, korbel, konsol, perpindahan
geser ke tumpuan adalah dominan akibat tegangan tekan daripada akibat tegangan geser.
a. Balok utuh
Universitas Sumatera Utara
47
b. Gaya-gaya dalam pada potongan A-A
c. Gaya-gaya dalam pada bagain potongan A-A dan B-B
Gambar3.1. Gaya-gaya dalam pada balok
Universitas Sumatera Utara
48
3.6 Tegangan pada balok yang utuh
Dari diagram free-body pada gambar 3.1c dapat dilihat bahwa dM/dx = V. Jadi gaya geser dan
tegangan geser akan terjadi pada sebagian balok dimana momen berubah dari penampang ke
penampang. Dengan teori konvensional untuk bahan yang homogen, elastis untuk balok utuh,
tegangan geser (v), pada elemen pada potongan balok dapat dihitung menggunakan
persamaan.:
bIQV..
=τ ……………………………………. (3.1)
Dimana :
V = Gaya geser pada potongan penampang.
I = Momen inersia dari potongan penampang
Q = Statis momen
b = Lebar dari balok dimana tegangan dihitung
Seharusnya dicatat pula bahwa tegangan geser yang sama terjadi baik pada bidang horizontal
maupun vertikal melalui suatu elemen, seperti ditunjukkan pada gambar 3.2a. Tegangan geser
horizontal adalah penting dalam perencanaan sambungan konstruksi, sambungan badan ke
sayap, atau daerah sekitar lubang pada balok. Untuk balok persegi yang utuh gambar 3.1a
memberikan distribusi tegangan geser seperti pada gambar 3.2b. Elemen-elemen pada gambar
3.2a akibat dikenai kombinasi tegangan normal akibat lentur f dan tegangan geser v. Tegangan
normal terbesar dan terkecil terjadi pada elemen disebut sebagai tegangan utama. Tegangan
utama dan bidang tempat terjadinya diperoleh dengan menggunakan suatu lingkaran tegangan
Universitas Sumatera Utara
49
Mohr’s. Arah dari tegangan utama pada elemen seperti pada gambar 3.2a ditunjukkan pada
gambar 3.2c.
a. Tegangan lentur dan geser pada elemen pada bentang geser
b. Ddistribusi tegangan geser
c. Tegangan utama pada elemen pada bentang geser
Gambar 3.2. Normal, geser dan tegangan utama pada balok homogen utuh
Universitas Sumatera Utara
50
Permukaan pada tegangan tarik utama terjadi pada balok yang utuh diplot pada gambar 3.3.
Trayektori permukaan atau tegangan berada di dekat sebelah bawah balok dan lebih mendatar
dekat bagian atas. Ini berhubungan dengan arah dari elemen seperti pada gambar 3.2c, karena
beton retak ketika tegangan tarik utama melewati kekuatan tegangan tarik dari beton, pola
retak akan mengikuti suatu jaringan garis seperti pada gambar 3.3a
P
½ P
a) Trayektori tegangan tekan pada balok yang tidak retak
P
½ P
b) Pola retak dari setengah bentang balok beton bertulang
Gambar 3.3 Trayektori tegangan tarik utama dan pola retak
Universitas Sumatera Utara
51
Pengamatan secara normal pola retak pada balok beton bertulang melalui percobaan seperti
pada gambar 3.3b. Ada dua jenis retak yang terjadi, retak vertikal terjadi pertama kali, akibat
tegangan lentur. Ini mulai dari bawah balok dimana tegangan lentur terbesar. Jenis kedua
adalah retak miring pada ujung dari balok yang mana akibat dari kombinasi pengaruh geser dan
lentur. Pada umumnya terjadi pada retak miring, retak geser, atau retak tarik diagonal. Suatu
retak sedemikian harus nampak sebelum balok dapat menjadi gagal akibat geser. Beberapa dari
retak miring mempunyai perpanjangan sepanjang penulangan menuju ke arah tumpuan,
memperlemah pengangkuran tulangan pada balok. Suatu analisa mekanisme kegagalan dari
balok dengan tumpuan sederhana ditampilkan di sini. Beton dan tulangan dimodelkan secara
material yang benar-benar kaku.
3.7 Metode model Pengikat Strut-and-Tie Method
3.7.1 Keseimbangan kerangka
Pada balok dengan penulangan geser badan, retak dalam bentang geser dapat menghancurkan
sistem struktur sebenarnya, ini bisa digantikan dengan oleh aksi gaya kerangka (truss) atau
pelengkung atau kombinasi dari keduanya. Aksi kerangka pada kegagalan geser menggunakan
prinsip truss analogy (analogi kerangka).
Model penunjang dan pengikat dikembangkan dari “model analogi kerangka (truss analogy
model)” yang diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902. Melalui
anggapan pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang yang diakibatkan oleh beban luar
P (gambar 3.4), Morsch menggunakan model analogi kerangka batang (seperti gambar
3.5),dimana rangka batang tersebut terdiri dari batang tekan dan tarik. Untuk menjelaskan jalur
untuk perpindahan beban ke tumpuan pada beton bertulang pada keadaan retak.
Universitas Sumatera Utara
52
½ P ½ P
Gambar. 3.4 Pola retak pada balok akibat beban P (lentur dan geser)
Gambar 3.5 Analogi kerangka untuk balok struktur bertulang menurut Mörsch
Sudut kerangka yang terjepit dianggap memegang peranan penting terhadap dua tipe dari
model kerangka, jepit dan sudut kemiringan yang bervariasi terhadap model penunjang beton
diagonal. Pada suatu sudut kerangka terjepit θc
diambil sebesar 45 derajat dan merupakan
pendekatan klasik terhadap model dengan pengaruh geser pada balok beton bertulang.
Universitas Sumatera Utara
53
3.7.2 Model kerangka (truss) 45o
Ritter pada tahun 1899 dan Mörsch pada tahun 1902 mengembangkan suatu model geser beton
bertulang yang mengabaikan tegangan tarik pada beton yang retak dan mengasumsikan bahwa
tegangan tekanan diagonal akan tetap tinggal pada sudut 45o
setelah beton retak (gambar 3.6).
a. Keseimbangan tegangan longitudinal dan diagonal
b. Gaya pada sengkang
Gambar 3.6 Model untuk keseimbangan kerangka dengan sudut 45o
3.7.3 Model sudut kerangka yang bervariasi
Model dengan sudut kerangka bervariasi meliputi dua model truss yang berbeda dan tidak
berhubungan satu dengan yang lainnya. Pertama dikembangkan di Amerika Utara oleh Collins
dari teori elastis-plastis. Yang kedua adalah model kerangka plastis yang dikembangkan di
Eropah. Model sudut kerangka variasi adalah perbaikan dari model terdahulu dan jumlah untuk
Universitas Sumatera Utara
54
θ secara sama kurang dari 45o
. Persamaan keseimbangan adalah sama untuk teori daerah tekan
(Gambar 3.7). Kompatibilitas regangan dan tegangan tarik beton diabaikan. Jika penulangan
atau beton mencapai kekuatan leleh nya, model variasi sudut kerangka adalah sama seperti
batas bawah dari penyelesaian teori plastisitas seperti yang dijelaskan di awal.
(a) Keseimbangan tegangan diagonal dan longitudinal
b. Gaya pada sengkang
Gambar 3.7 Keadaan keseimbangan untuk sudut kerangka bervariasi yang digunakan pada teori daerah tekan
Satu dari keuntungan utama menggunakan batang kerangka sekarang adalah untuk menetapkan
tahanan elemen dari suatu batang yang merupakan aliran gaya-gaya dapat lebih mudah dilihat
secara visual oleh perencana. Aliran tegangan tekan diidealisasikan sebagai batang-batang tekan
Universitas Sumatera Utara
55
yang dinamakan penunjang, dan tarik oleh batang-batang tarik seperti gambar 3.8 yang
menunjukkan bagaimana model kerangka yang menggunakan penunjang dan pengikat dapat
mengidealisasikan aliran gaya-gaya dari pada batang dengan variasi perbandingan panjang dan
tinggi. Gambar ini juga menunjukkan penulangan yang dibutuhkan untuk balok langsing, yaitu
suatu balok dengan perbandingan panjang dan tinggi geser atau a/d adalah 2.5, dan suatu aliran
gaya yang tinggi adalah mempengaruhi baik geser dan arah dalam perencanaan. Untuk rasio dari
a/d yang rendah, balok tersebut menjadi daerah yang terganggu atau diskontiniu, dimana
asumsi normal dari regangan datar dan distribusi tegangan yang seragam adalah tidak cocok.
Model penunjang dan pengikat pada umumnya berguna dalam perencanaan di daerah D,
dimana karakteristik oleh aliran yang komplek pada tegangan dalam dari struktur
3.8 Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model)
Berdasarkan penjelasan di atas, model penunjang dan pengikat the strut and tie telah
dimodifikasi untuk anggapan-anggapan yang sesuai dengan teori. Analogi dari sambungan sendi
kerangka (truss) mensimulasi aksi dari balok beton bertulang akibat lentur dan geser. Komponen
longitudinal geser pada daerah tarik adalah analog terhadap suatu batang tarik seperti gambar
3.8a dan 3.8b. Penulangan geser (vertikal atau miring) adalah pengikat tarik, dan beton antara
retak diagonal dan aksi pada zona tekan sebagai penunjang, lihat gambar 3.8c.
Universitas Sumatera Utara
56
c. Aksi kerangka
Gambar 3.8 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana b. Analogi kerangka ke distribusi dari gaya pada balok tinggi c.Modeln kerangka dari elemen beton bertulang
Universitas Sumatera Utara
57
Ketentuan penunjang dan pengikat disediakan untuk daerah yang terganggu atau diskontiniu yang
dinamakan daerah D dan ketentuan kerangka digunakan untuk balok atau daerah B, walaupun
masing-masing ketentuan menunjukkan suatu titik sendi yang dibuat, tegangan tarik dan tekan
batang uniaksial. Pada daerah B, perilaku balok diharapkan seperti penampang datar akan tetap
datar dan daerah tekanan yang seragam dapat dijumpai terhadap pembebanan geser. Pada daerah
D, jalur pembebanan yang rumit dari beban terpusat, bertemu ke arah tumpuan, atau aliran sekitar
lubang. Sepanjang geser diperhitungkan, perbedaan perilaku dari dua daerah dapat dinyatakan
secara baik, seperti pada gambar 3.9
Gambar 3.9 Geser pada balok
Universitas Sumatera Utara
58
3.9 Teori Penunjang dan Pengikat (Strut–and Tie Theory)
3.9.1 Konsep daerah (zona) struktur
Setiap bagian dari struktur adalah berbeda. Itu tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari
struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser
biasanya mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil
sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih
pendekatan perencanaan sedemikian untuk struktur beton, itu perlu untuk mengelompokkan
bagian dari struktur baik sebagai daerah-B, dimana teori balok digunakan, meliputi analisa
regangan linier, dan bagian lain dinamakan daerah diskontiniu, atau daerah D. Kedua daerah ini
dibedakan satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut:
1. Daerah B (B berarti Balok atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli distribusi
regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan dalam dapat dengan
mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan torsi, momen, geser dan gaya
aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari model kerangka.
2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada daerah
pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan berubah pada suatu
perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang dan daerah diskontiniu
lainnya (lihat gambar 3.10). Pada daerah ini distribusi regangan secara signifikan menjadi
nonlinier.
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 3.10 Daerah D (bagian yang diarsir) dengan distribusi non linier akibat
a. Diskontiniu geometrid dan b. statikal diskontiniu
Tegangan dan trayektori tegangan adalah cukup halus pada daerah B dibandingkan pola
gelombang dekat daerah diskontiniu. Intensitas tegangan bertambah secara cepat terhadap
jarak dari konsentrasi tegangan sebenarnya. Perilaku ini merupakan penandaan daerah B dan D
pada struktur. Sepanjang daerah D tidak retak, ini dapat dianalisa dengan metode tegangan
elastis linier, seperti penerapan hukum Hooke, Akan tetapi jika penampang retak, pendekatan
B D B D B
B D
D
B
B D
D
B
B
D
B
Universitas Sumatera Utara
60
perencanaan yang dapat diterima hanya untuk beberapa kasus seperti tumpuan balok, sudut
portal, korbel dan tarikan pemisah pada angkur beton prategang. Bahkan pendekatan ini
biasanya hanya untuk untuk perencanaan dengan sejumlah penulangan yang dibutuhkan, ini
tidak meliputi suatu kontrol yang jelas terhadap tegangan beton. Akan tetapi sub pembagian
dari struktur ke dalam daerah B dan daerah D adalah nilai yang bisa dianggap untuk memahami
gaya-gaya dalam pada struktur. Itu juga menunjukkan bahwa aturan l/h yang sederhana untuk
mengelompokkan balok, balok tinggi, panjang atau pendek, korbel dan kasus-kasus khusus yang
ditemukan. Untuk klasifikasi yang sebenarnya, baik geometri dan beban harus diikutseratakan.
Untuk memperoleh garis pembagian yang berbeda antara daerah B dan daerah D, prosedur
berikut diusulkan, dimana secara grafik dijelaskan oleh empat contoh seperti digambarkan pada
gambar 3.11:
1. Ganti struktur yang sebenarnya (i) dengan struktur khayal (ii) dimana dibebani sedemikian
sehingga memenuhi dengan hipotesa Bernouli dan memenuhi syarat keseimbangan pada
gaya-gaya penampang. Karena (ii) terdiri dari satu atau beberapa daerah B. Itu biasanya
melewati kondisi batas yang sebenarnya.
2. Pilih suatu keadaan keseimbangan tegangan sendiri seperti pada gambar (iii) dimana, jika
beban hidup pada gambar (ii) memenuhi kondisi batas yang benar (i).
3. Gunakan prinsip Saint-Venant dan temukan bahwa tegangan dapat diabaikan pada suatu
jarak dari keseimbangan gaya dimana dengan perkiraan sama dengan jarak maksimum
antara keseimbangan gaya itu sendiri. Jarak ini didefinisikan sebagai rentang dari daerah D.
Universitas Sumatera Utara
61
+ =
Gambar 3.11a Kolom dengan beban titik
Gambar 3.11b Balok dengan tegangan yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
62
Gambar 3.12c Balok dengan tumpuan langsung
Di sini dijelaskan bahwa balok beton yang retak mempunyai kekakuan dan arah yang berbeda.
Keadaan ini mungkin mempengaruhi perluasan daerah D tetapi tidak perlu untuk membahas
lebih lanjut karena prinsip dari Saint-Venant itu sendiri tidak mempunyai nilai yang presisi
(tepat) dan membagi garis antara daerah B dan D diusulkan di sini hanya menampilkan suatu
bantuan kualitatif dalam perkembangan model penunjang dan pengikat.
Universitas Sumatera Utara
63
3.10 Komponen dari model penunjang dan pengikat
Model penunjang dan pengikat terdiri dari bagian penunjang untuk tekan beton, batang
tulangan sebagai bagian pengikat untuk tarik dan sambungan atau daerah-daerah nodal. Suatu
konsep kerja rangka dimana distribusi tegangan pada struktur diidealisasikan dari elemen
dengan material dan fungsi tertentu.
3.10.1 Analisa dari penunjang
3.10.1.1 Penunjang secara umum (komponen strut-and-tie model)
Strut and Tie model adalah suatu model truss (rangka batang)yang mereduksi suatu struktur
kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang mudah dimengerti.Dalam model strut and
tie hanya gaya aksial (tarik/tekan) yang bekerja.Penunjang adalah batang-batang tekan dari
model penunjang dan pengikat dan menunjukkan daerah tegangan beton yang mempunyai
tegangan tekan utama adalah dominan sepanjang garis tengah dari penunjang. Dimana sebagai
batang tekan dari mekanisme kerangka mempunyai momen tahanan dan sebagai penunjang
diagonal yang akan memindahkan geser ke tumpuan. Penunjang diagonal pada umumnya
mempunyai arah yang paralel terhadap sumbu retak yang diharapkan. Akan tetapi bentuk aktual
dari penunjang dapat diperkuat oleh tulangan baja dan untuk hal ini akan dinamakan penunjang
tulangan. Penunjang sering diidealisaikan sebagai batang prismatis yang runcing yaitu bervariasi
sepanjang penampangnya, seperti pada gambar 3.12b, seperti beton lebih lebar pada bagian
tengah pada penunjang dibandingkan bagian ujungnya. Penunjang adalah bervariasi pada
lebarnya yang kadang-kadang diidealisaikan sebagai bentuk botol seperti pada gambar 3.12b
atau diidealisaikan menggunakan kerangka lokal seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12c.
Penyebaran dari gaya tekan memberikan kenaikan pada tarikan melintang, dimana mungkin
mengakibatkan penunjang menjadi retak secara longitudinal. Jika penunjang tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
64
penulangan dalam arah melintang, itu mungkin gagal setelah retak ini terjadi. Jika tulangan
melintang cukup memadai tersedia, penunjang akan gagal oleh hancur. Pada model penunjang
dan pengikat, penunjang tekan ditunjukkan oleh garis putus-putus sepanjang sumbu dari
penunjang. Penunjang tarik ditunjukkan oleh garis garis linier.
Gambar 3.12 Variasi dari penunjang
Universitas Sumatera Utara
65
Adapun komponen dalam model strut-and-tie adalah:
Strut
Strut atau batang tekan merupakan batang uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan
tekan efektif beton pada saat beban mencapai batasnya.Strut tersebut memiliki lebar dan tebal
tertentu yang besarannya tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang
diijinkan.Strut beton dalam keadaan tekan dan tie beton dalam keadaan tarik cenderung
menyebar ketitik simpul,Ada tiga jenis dari penyebaran gaya-gaya didalam medan tekan yang
umum digunakan:
1. Jenis paling sederhana adalah jenis prisma dimana mempunyai lebar yang tetap seperti pada
gambar 3.13a
2. Jenis kedua adalah bentuk kipas dimana susunan dari penunjang dengan variasi kemiringan
bertemu pada atau menyebar dari titik tunggal seperti pada gambar 3.13b
3. Jenis ketiga dari penunjang adalah bentuk botol dimana penunjang mengembang atau
membesar sepanjang batangnya seperti pada gambar 3.13c.
a. Bentuk prisma b. Bentuk kipas c. Bentuk botol
Gambar 3.13 Tiga jenis dari penunjang (bentuk dasar medan tekan)
Universitas Sumatera Utara
66
Suatu penunjang tekan bentuk kipas adalah suatu rangkaian dari penunjang tekan yang
menyebar keluar dari gaya terpusat yang terjadi ke rangkaian pengikat tarik lokal sedemikian
seperti sengkang pada balok. Suatu contoh diberikan pada gambar 3.14. Kipas- kipas
ditunjukkan di atas reaksi dan di bawah beban. Suatu daerah tekan adalah rangkaian dari
penunjang tekan paralel (sebuah penunjang prisma) dikombinasikan dengan pengikat tarik yang
ada dan batang-batang tekan. Suatu daerah tekan ditunjukkan di antara kipas-kipas tekan
seperti gambar 3.14.
Gambar 3.14. Tekanan bentuk kipas dan daerah tekan
3.10.1.2 Perencanaan penunjang STRUT
Penunjang direncanakan memenuhi persamaan 3.2 dan 3.3 berikut. Kuat tekan daripada batang
tekan (strut) tanpa tulangan longitudinal dapat ditulis sebagai berikut:
Fns = fcu
. Ac ....................................................................... (3.2)
Universitas Sumatera Utara
67
dimana :
Fns = gaya tekan batas terfaktor
fcu
= kekuatan tekan efektif dari beton pada penunjang, diambil sama dengan
fcu
= v . f’c
fcu
= α1 . sβ . f’c
fcu
= 0.85 . sβ . f’c ……………………………………………. ( 3.3 )
dimana :
v (nu) = faktor efektif beton,
Ac = luas efektif landasan strut,
φSTM
= harga φ untuk penunjang, pengikat, dan daerah titik nodal pada model
penunjang dan pengikat,
factor α1
sebesar 0.85 dalam ACI 318-2005
sβ = faktor efektif penunjang dimana nilai sβ adalah sebagai berikut :
sβ =1 untuk penyokong prismatis di daerah tekan utuh (undisturb).
sβ =0.75 strut berbentuk botol dengan tulangan retak.
sβ =0.4 strut yang berada pada daerah tarik
sβ =0.6 strut untuk semua kasus
Jika fcu
berbeda pada kedua ujung dari penunjang, penunjang diidealisasikan sebagai bentuk
runcing yang seragam. Nilai v diperkenalkan sebagai suatu nilai tengah karena peraturan dan
Universitas Sumatera Utara
68
peneliti yang berbeda memasukkan faktor yang berbeda dalam pendefinisian dari kekuatan
tekan efektif beton.
Penulangan tekan harus digunakan untuk menambah kekuatan daripada strut, tulangan ini
biasanya diangkur,paralel dengan sumbu pusat strut, kasus seperti ini adalah kuat tekan
tulangan longitudinal yang ditulis :
ccuns AfF .= + A's.ƒ's…………………………………( 3.4 )
Dimana : A's = luas tulangan tekan dalam batang tekan
ƒ's = tegangan tulangan tekan
TIE
3.10.2 Analisa Pengikat
3.10.2.1 Sifat pengikat dalam model penunjang dan pengikat
Komponen kedua dari Strut-and-Tie Model (penunjang dan pengikat) adalah tension TIE atau
batang tarik . Pengikat kebanyakan menunjukkan pada baja tulangan (sengkang, tulangan
longitudinal dan beberapa detail tulangan yang khusus), pada struktur beton batang tarik dapat
berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan
beton prategang yang dijangkar dengan baik. Karena keruntuhan tarik dari baja tulangan lebih
daktail dibandingkan dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari nodal
element,maka dalam perencanaan struktur keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya
tulangan batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena dapat
mengakibatkan perubahan dimensi dari node element yang membahayakan yang dapat
meningkatkan tegangan pada strut tekan dan node element.Karena Strut-and –Tie-Model
Universitas Sumatera Utara
69
diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas , maka pada kondisi layan (serviceability
limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak
atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.
3.10.2.1 Kekuatan dari pengikat
Besar gaya tarik pada batang tarik (tie) dapat dinyatakan sebagai berikut :
Fnt=Ast.fy +Aps (fse +Δfp)……………………………………………(3.4)
Dimana : Fnt=gaya tari k batas terfaktor
Ast =luas baja tulangan biasa
Aps=luas baja tendon prategang
Fse = tegangan efektif yang hilang didalam baja tendon prategang
Δfp = penambahan gaya prategang disamping level load.
Suatu balok pengikat non pratekan diasumsikan mencapai kapasitasnya ketika gaya pada tapak
mencapai
Tn = As . fy ……………………………………………………………………………………(3.5)
dimana :
fy = tegangan leleh dari tulangan baja
As = luas penampang tulangan
Tn = gaya tarik
Suatu nilai, ∆fp ditambahkan untuk pengikat pratekan, ACI 318-2005 mengasumsikan ∆fp sama
dengan 60 ksi. Perkiraan yang masih dapat diterima terhadap perubahan tegangan pada tulangan
pratekan sebagai balok yang dibebani terhadap kegagalan. Pada umumnya masalah utama dalam
perencanaan pengikat adalah angkur pengikat pada daerah-daerah titik nodal. Prisma beton
konsentik hipotetis pengikat tidak tahan terhadap sembarang gaya pengikat. Pada kontrol daya
Universitas Sumatera Utara
70
layan mengurangi regangan pada pengikat terhadap beton ini mungkin mengurangi perpanjangan
dari pengikat, mengakibatkan pada berkurangnya lendutan dari balok
3.10.2.3 Pengangkuran dari pengikat
Pengikat tarik mungkin gagal akibat kekurangan pengangkuran atau pengait ujung. Suatu
anggapan kritis dalam pendetailan adalah dengan menyediakan pengangkuran yang cukup
mampu untuk penulangan. Jika angkur tidak cukup memadai disediakan, suatu kegagalan
angkur yang getas akan menjadi mungkin pada beban di bawah kapasitas ultimit. Mungkin
dalam gaya-gaya tarik pada titik nodal kerangka harus terjadi pada lebar dari daerah nodal.
Pengangkuran dari pengikat harus memenuhi syarat kapasitas lekat dan panjang rata-rata yang
cukup seperti diatur dalam ACI 318-2005 yang memenuhi pengangkuran dari gaya-gaya pengikat
yang dicapai pada waktu pusat geometri dari batang tarik meninggalkan daerah perluasan
nodal. Persyaratan lain untuk angkur pengikat pada daerah nodal pada balok sperti struktur
dimana penunjang diagonal diangkur oleh sengkang.
3.10.3 Titik nodal dan daerah nodal
3.10.3.1 Klasifikasi dari titik dan daerah nodal
Pertemuan dari Strut-and-Tie-Model adalah zones (node).Tiga atau lebih gaya ini bertemu
dalam sebuah node dan harus dalam keadaan seimbang.Titik simpul / joint atau node
membentuk suatu elemen yang dinamakan node-element atau hydrostatic-element.Daerah ini
merupakan daerah titik tangkap gaya-gaya yang bertemu pada satu titik sehingga tegangan yang
terjadi cukup rumit karena daerah ini mengalami tegangan biaxial atau triaxial.Dalam
perancangan, node-element harus mendapat perhatian baik,khususnya pada pertemuan dengan
Universitas Sumatera Utara
71
batang-batang tarik yang harus dijangkar.Penjangkaran batang tarik yang tidak baik akan
mengakibatkan keruntuhan lebih awal.Suatu anggapan untuk membedakan antara nodal dan
daerah nodal adalah sebagai berikut, nodal adalah titik dimana gaya aksial pada penunjang dan
pengikat berpotongan,sedangkan daerah nodal adalah daerah dimana sekeliling titik dimana
batang saling berhubungan. Untuk keseimbangan vertikal dan horizontal pada titik, harus ada
tiga gaya minimal yang terjadi .
Gambar 3.15 Pengelompokan titik
Nodal dikelompokkan oleh jenis gaya yang bertemu pada titik tersebut.Dimana titik
simpul/node adalah titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut and tie dengan
berbagai kombinasi,yang secara umum dapat dibagi dalam 4 jenis sambungan
pertemuan,yaitu:
- tanda C-C-C adalah nodal angkur terjadi pertemuan tiga penunjang (gaya tekan)
- tanda C-C-T adalah nodal angkur dengan dua penunjang (batang tekan) dan
satu pengikat (tarik),
- tanda C-T-T adalah nodal angkur dengan satu penunjang (batang tekan) dan
dua pengikat (batang tarik),
- tanda T-T-T adalah nodal angkur dengan tiga pengikat (batang tarik) .
seperti pada gambar 3.15, C digunakan untuk menunjukkan tekan dan T digunakan
untuk menunjukkan tarik sesuai dengan ACI 318-2005 yang mengasumsikan muka dari
Universitas Sumatera Utara
59
daerah nodal yang dibebani tekan mempunyai lebar yang sama seperti pada ujung dari
penunjang.
3.10.3.2Sifatdaridaerahnodal
Ada dua konsep yang berbeda untuk menentukan daerah nodal yang tepat: Daerah nodal
hidrostatik, Pada umumnya, daerah nodal diasumsikan mempunyai tegangan yang sama pada
semua tepi mendatarnya. Lingkaran Mohr untuk tegangan datar sebelah dalam yang terjadi
pada daerah nodal sedemikian digambarkan sebagai sebuah titik, jenis dari titik ini dikenal
sebagai daerah nodal hidrostatik.
Daerah nodal hidrostatik diperluas menjadi titik C-C-T atau C-T-T dengan asumsi pengikat
dikembangkan melewati daerah nodal untuk diangkur pada sisi jauh oleh kait atau lekatan pada
tulangan pengikat melebihi daerah nodal. Konsep ini ditunjukkan dengan menggunakan pelat
angkur hipotetis dibelakang sambungan. Daerah pelat angkur hipotetis dipilih sehingga tekanan
penumpu pada pelat sama dengan tegangan yang terjadi pada tepi lain dari daerah nodal. Luas
efektif dari pengikat dibagi oleh tegangan tumpu yang diijinkan untuk penunjang yang bertemu
pada titik tersebut.
Secara terpisah dari daerah nodal yang sederhana, suatu perluasan daerah nodal dapat
dikembangkan menggunakan konsep yang sama. Perluasan dari daerah nodal adalah daerah
perpotongan dari : a. Penunjang, b. Reaksi dan c. Lebar asumsi dari pengikat termasuk suatu
prisma beton konsentrik dengan pengikat. Gambar distribusi gaya dapat dilihat pada gambar 3.16
berikut :
Universitas Sumatera Utara
60
Gambar3.16distribusigaya pada daerah nodal
Persamaan dapat diturunkan berhubungan dengan lebar dari penunjang, pengikat dan luas
penumpu jika diasumsikan bahwa tegangan adalah sama pada semua batang yang bertemu
pada daerah nodal C-C-T
ws = w
t cosθ + lb sinθ ………………………………………... (3.5)
dimana
ws
= lebar dari penunjang
wt = lebar efektif dari pengikat
lb = panjang dari pelat penumpu dan
θ = sudut antara sumbu dari penunjang dengan sumbu horizontal dari batang.
Universitas Sumatera Utara
61
Hubungan ini berguna untuk mengatur ukuran dari daerah nodal dalam model penunjang dan
pengikat. Lebar penunjang dapat diatur dengan merubah wt
atau lb, satu kali. Pada saat itu
perlu dilakukan juga memeriksa tegangan pada semua daerah nodal.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV
MODEL DAN APLIKASI
4.1 Contoh Aplikasi
Dalam tugas akhir ini maka diberikan suatu contoh perhitungan untuk perencanaan dinding
geser dengan metode Strut - and –Tie Model. Hasil perhitungan dibuat dalam suatu tabel.
Data-data yang digunakan dalam aplikasi ini adalah sebagai berikut :
Gambar 4.1a. Struktur dinding geser beton bertulang
Universitas Sumatera Utara
63
4.2. Struktur dinding geser beton
Mutu beton f ‚c = 25 MPa
Ec = 4730 . = 23650 Mpa (Modulus Elastisitas beton)
Mutu baja fy = 400 Mpa
fys = 240 Mpa
Es = 210000 Mpa (Modulus Elastisitas Baja)
Berat jenis beton γb = 24 kN/m3
Berat jenis keramik γk = 21 kN/m3
Panjang bentang lx = 600 cm = 6 m (arah memanjang)
ly = 400 cm = 4 m (arah melintang)
Banyak lantai nl = 6
Tebal plat lantai 1 t1 = 12 cm tebal plat lantai 4 t4 = 12 cm
Tebal plat lantai 2 t2 = 12 cm tebal plat lantai 5 t5 = 12 cm
Tebal plat lantai 3 t3 = 12 cm tebal plat lantai 6 t6 = 12 cm
Universitas Sumatera Utara
64
GAMBAR 4.2a DENAH BANGUNAN
GAMBAR 4.2C POTONGAN MEMANJANG
GAMBAR 4.2B POTONGAN MELINTANG
Universitas Sumatera Utara
65
Kolom persegi lantai 1 bk1 =600 mm hk1=600 mm , tinggi kolom lt 1 lk1 = 400cm
Kolom persegi lantai 2 bk2 = 600 mm hk2=600 mm , tinggi kolom lt 2 lk2 = 400cm
Kolom persegi lantai 3 bk3= 600 mm hk3=600 mm , tinggi kolom lt 3 lk3 = 400cm
Kolom persegi lantai 4 bk4 = 600 mm hk4=600 mm ,tinggi kolom lt 4 lk4 = 400cm
Kolom persegi lantai 5 bk5 = 600 mm hk5=600 mm ,tinggi kolom lt 5 lk5 = 400cm
Kolom persegi lantai 6 bk6 = 600 mm hk6=600 mm ,tinggi kolom lt 6 lk6 = 400cm
Balok persegi arah memanjang lantai 1 bm1 = 300 mm hm1 = 500 mm
Balok persegi arah memanjang lantai 2 bm2 = 300 mm hm2 = 500 mm
Balok persegi arah memanjang lantai 3 bm3 = 300 mm hm3 = 500 mm
Balok persegi arah memanjang lantai 4 bm4 = 300 mm hm4 = 500 mm
Balok persegi arah memanjang lantai 5 bm5 = 300 mm hm5 = 500 mm
Balok persegi arah memanjang lantai 6 bm6 = 300 mm hm6 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 1 bl1 = 300 mm hl1 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 2 bl2 = 300 mm hl2 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 3 bl3 = 300 mm hl3 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 4 bl4 = 300 mm hl4 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 5 bl5 = 300 mm hl5 = 500 mm
Balok persegi arah melintang lantai 6 bl6 = 300 mm hl6 = 500 mm
Banyak balok arah memanjang, nx =3
Banyak balok arah melintang , ny =10
Universitas Sumatera Utara
66
4.3 Perhitungan gaya – gaya yang bekerja pada struktur
4.3a. Perhitungan berat sendiri
keramik atau tegal tk = 2 cm qkeramik = tk. γk = 0.02 (21) = 0.42 kN/m2 spesi
atau adukan semen (tebal 1 cm) qspesi = 0.021 kN/m2
Ducting AC qac = 0.020 kN/m2
Beban plafon tambah penggantung qplafon = 0.018 kN/m2
Beban tambahan (total) finishing lantai 1 qf1 = qkeramik + q spesi + qac+ qplafon
= 0.42 + 0.021 + 0.02 + 0.018 =0.479kN/m2
ambil 0.5 kN/m2
Beban total finishing lantai 2 qf2 = qf1 = 0.5 kN/m2
Beban total finishing lantai 3 qf3 =qf1 = 0.5 kN/m2
Beban total finishing lantai 4 qf4 =qf1 = 0.5 kN/m2
Beban total finishing lantai 5 qf5 =qf1 = 0.5 kN/m2
Beban total finishing lantai 6 qf6 =qf1 = 0.5 kN/m2
Berat sendiri plat lantai ditambah berat finishing
Bs plat lantai +finishing 1 Wp1= [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t1 . γb + qf1 )
= [( 3 – 1).4. (10 -1).6 ] (0.12(24) + 0.5 )= 1460.16 kN
Bs plat lantai +finishing 2 Wp2= [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t2 . γb + qf2 )
= [( 3 – 1).4. (10 -1).6 ] (0.12(24) + 0.5 )= 1460.16 kN
Bs plat lantai +finishing 3 Wp3 = [( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t3 . γb + qf3 ) =1460.16 kN
Universitas Sumatera Utara
67
Bs plat lantai +finishing 4 Wp4=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t4 . γb + qf4 ) =1460.16 kN Bs plat lantai
+finishing 5 , Wp5=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t5 . γb + qf5 ) =1460.16 kN
Bs plat lantai +finishing 6 Wp6=[( nx – 1).ly. (ny -1).lx] (t6 . γb + qf6 ) =1460.16 Kn
Berat Sendiri Balok
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 1
Wb1 = [ nx (ny -1).lx. bm1 . hm1 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl1 . hl1 ) ] γb
= [ 3 (10-1).(6)(0.3).(0.5) + ( 3 – 1 ) . 10 . 4. (0.3) .(0.5)] 24
= 871.2 kN
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 2
Wb2= [ nx (ny -1).lx. bm2 . hm2 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl2 . hl2 ) ] γb
= [ 3 (10-1).(6)(0.3).(0.5) + ( 3 – 1 ) . 10 .4 . (0.3) .(0.5)] 24
= 871.2 kN
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 3
Wb3 = [ nx (ny -1).lx. bm3 . hm3 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl3 . hl3 ) ] γb = 871.2 kN
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 4
Wb4= [ nx (ny -1).lx. bm4 . hm4 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl4 . hl4 ) ] γb = 871.2 kN
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 5
Wb5= [ nx (ny -1).lx. bm5 . hm5 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl5 . hl5 ) ] γb = 871.2 kN
Berat sendiri Balok memanjang dan melintang lantai 6
Wb6= [ nx (ny -1).lx. bm6 . hm6 . + ( nx – 1 ) . ny . ly . bl6 . hl ) ] γb = 871.2 kN
Universitas Sumatera Utara
68
Berat Sendiri Kolom
Banyak kolom nk = nx.ny = 3 . 10 = 30
Berat sendiri lantai kolom dasar
Wko = nk. 1/2
= 30.(1/2).(4).(0.6).(0.6). (24)
. Lk1. bk1.hk1. γb
=518.4 kN
Berat sendiri kolom lantai 1
Wk1 = nk.( 1/2
=30 (1/2 . (4).(0.6).(0.6). + .(1/2).(4).(0.6).(0.6)) . (24)
. Lk1. bk1.hk1 + ½ . Lk2. Bk2.hk2 ). γb
= 1036.8 kN
Berat sendiri kolom lantai 2
Wk2 = nk.( 1/2
Berat sendiri kolom lantai 3
. Lk2. Bk2.hk2 + ½ . Lk3. Bk3.hk3 ). γb = 1036.8 kN
Wk3 = nk.( 1/2
Berat sendiri kolom lantai 4
. Lk3. Bk3.hk3 + ½ . Lk4. Bk4.hk4 ). γb = 1036.8 kN
Wk4 = nk.( 1/2
Berat sendiri kolom lantai 5
. Lk4. Bk4.hk4 + ½ . Lk5. Bk5.hk5 ). γb = 1036.8 kN
Wk5 = nk.( 1/2
Berat sendiri kolom lantai 6
. Lk5. Bk5.hk5 + ½ . Lk6. Bk6.hk ). γb = 1036.8 kN
Wk6 = nk. 1/2
. Lk6. Bk6.hk . γb = 518.4 kN
Universitas Sumatera Utara
69
Berat dinding geser ( Wd )
Tebal dinding geser td = 180 mm
Tinggi dinding hd = lk1 + lk2 + lk3 + lk4 +lk5 + lk6
=4000 +4000+4000+4000+4000+4000 = 24000 mm = 24 m
Lebar dinding geser ld = 6000 mm = 6 m
Gambar 4b . dinding geser
Lantai dasar Wdo = ½ . td. Lk1. ld. γb = ½.(0.18).(4).(6).(24) = 51.84 kN
Lantai 1 Wd1 =½ . td.(Lk1 + Lk2). ld. γb
= ½.(0.18).(4+4).(6).(24)=103.68 kN
Lantai 2 Wd2 =½ . td.(Lk2 + Lk3). ld. γb =103.68 kN
Lantai 3 Wd3 =½ . td.(Lk3 + Lk4). ld. γb =103.68 kN
Lantai 4 Wd4 =½ . td.(Lk4 + Lk5). ld. γb =103.68 kN
Lantai 5 Wd5 =½ . td.(Lk5 + Lk6). ld. γb =103.68 kN
Lantai 6 Wd6 =½ . td.(Lk6). ld. γb =51.84 kN
Universitas Sumatera Utara
70
Berat total tiap lantai akibat berat sendiri (akibat beban mati) (wbs)
Lantai dasar wbso = wko + wdo= 518.4 + 51.84 = 570.24 kN
Lantai dasar 1 wbs1 = wp1 + wb1 + wk1 + wd1
=1460.16 + 871.2+ 1036.8 + 103.68 = 3471.84. kN
Lantai dasar 2 wbs2 = wp2 + wb2 + wk2 + wd2 = 3471.84. kN
Lantai dasar 3 wbs3 = wp3 + wb3 + wk3 + wd3 = 3471.84. kN
Lantai dasar 4 wbs4 = wp4 + wb4 + wk4 + wd4 ` = 3471.84. kN
Lantai dasar 5 wbs5 = wp5 + wb5 + wk5 + wd5 = 3471.84. kN
Lantai dasar 6 wbs6 = wp6 + wb6 + wk6 + wd6 = 2901.6 kN
Total seluruh akibat beban mati wbs =wbso+wbs1+wbs2 +wbs3 + wbs4 +wbs5+wbs6
= 570.24 + 3471.84+3471.84+3471.84+3471.84+3471.84+2901.6
= 20831.04 kN
4.3b Beban Hidup
Beban hidup untuk perkantoran qh = 2.5 kN ( 30
Wll1 = 30 % [(nx – 1).Iy. (ny – 1).1x].qh lantai 1
% yang bekerja )
= 0.3 . [(3 – 1).4. (10 – 1).6].(2.5) = 324 kN
Wll2 = WII1 = 30%. [(nx – 1).Iy. (ny – 1).1x].qh lantai 2
= 0.3 . [(3 – 1).4. (10 – 1).6].(2.5) = 324 kN
Wll3 = WII1 = 324. kN lantai 3
Wll4 = WII1 = 324. kN lantai 4
Wll5 = WII1 = 324. kN lantai 5
Wll6 = WII1 = 324. kN lantai 6
Universitas Sumatera Utara
71
Wll total = Wll1 + Wll2 + Wll3 + Wll4 + Wll5 + Wll6
= 324 +324 + 324 +324 +324 + 324
= 1944 kN
4.3c Berat bangunan per lantai akibat beban mati dan beban hidup
( dead load + live load )
W0 = wdl0 + WII1 = 570.24 + 0 = 570.24 kN
W1 = Wdl1 + WII1 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 1
W2 = Wdl2 + WII2 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 2
W3 = Wdl3 + WII3 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 3
W4 = Wdl4 + WII4 = 3471.84 + 324 = 3795.84. kN lantai 4
W5 = Wdl5 + WII5 = 3471.84 + 324 = 3795. 84. kN lantai 5
W6 = Wdl6 + WII6 = 2901.6 + 324 = 3225.6 kN lantai 6
Wtotal =W0 + W1 + W2 + W3 + W4 +W5 + W6
= 570.24 + 3795.84 + 3795.84 + 3795.84 + 3795.84 +3795.84 + 3225.6
= 22775.04 kN
Universitas Sumatera Utara
72
4.4 ANALISIS STATIK EKIVALEN
Fungsi bangunan : perkantoran
Wilayah gempa : 4
Jenis tanah : lunak
Data material
Berat jenis beton = 24 KN/m3
Mutu beton ( f’c ) = 25 MPa
Mutu baja (fy) = 400 MPa
Data gempa
Wilayah gempa 4, jenis tanah lunak sesuai dengan SNI 1726 2002
Faktor keutamaan ( I ) (untuk perkantoran) = 1
Nilai R, untuk B-T , Sistem ganda R = 6.5
Nilai R, untuk U-S, SRPMM R = 6.5
U Gambar 4c: denah bangunan
Universitas Sumatera Utara
73
Data struktur
Jumlah bentang
Arah B-T = 9 bentang
Arah U-S = 2 bentang
Panjang tiap bentang
Arah B-T = 6 m
Arah U-S = 4 m
Jumlah portal
Arah B-T = 10 portal
Arah U-S = 3 portal
Jumlah tingkat = 6 tingkat
Tinggi tingkat 1-6 = 4 m
Tinggi total gedung = 24 m
Tingkat
Dimensi Balok Kolom
pjg arah B-T pjg arah U-S lebar tinggi panjang lebar tinggi cm cm cm cm cm cm cm
6 600 400 30 50 400 60 60 5 600 400 30 50 400 60 60 4 600 400 30 50 400 60 60 3 600 400 30 50 400 60 60 2 600 400 30 50 400 60 60 1 600 400 30 50 400 60 60
Tabel 4.1, dimensi bangunan
Jumlah balok per tingkat arah B-T = 27
Jumlah balok per tingkat arah U-S = 20
Jumlah kolom per tingkat = 30
Universitas Sumatera Utara
74
Pelat lantai
Tebal lantai = 12 cm
Luas total = 54 x 8 = 432 m2
Beban
Beban mati
Beban mati tambahan pada plat lantai = 0.5 KN/m2
Tebal dinding geser = 18 cm
Beban hidup
Lantai = 2.5 KN/m2
Tingkat
Beban Mati Beban Hidup
Jumlah Balok Kolom pelat + beban
mati Dinding geser (reduksi 30%)
tambahan KN KN KN KN KN KN
6 871.200 518.4 1460.16 51.84 324.000 3225.600 5 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 4 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 3 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 2 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840 1 871.200 1036.8 1460.16 103.68 324.000 3795.840
5227.200 6220.8 8760.96
622.08
S = 22204.800
Tabel 4.2 , berat bangunan per tingkat
Taksiran waktu getar alami T secara empirik
Berdasarkan UBC untuk arah B-T sistem ganda
Tinggi gedung ( hn) = 24.00 m
Ct = 0,0488
T = Ct*(hn)^3/4
= 0.0488.(24)^3/4 = 0.53 detik
Universitas Sumatera Utara
75
Arah U-S sistem SPRMM
Tinggi gedung (hn) = 24.00 m
Ct = 0,0731
T = Ct*(hn)^3/4
= 0.0731 . (24)^3/4 = 0.793 detik
Kontrol pembatasan T sesuai SIN 03-1728-2002 pasal 5.6, dimana ; ( )
ξ = 0.17 untuk WG 4
n = 6
T = 0.17 x 6 = 1.02 > Tempiris = 0.793detik……oke
Untuk fungsi gedung perkantoran
WG : 4
Jenis tanah : lunak
Kita coba T : 0.53 detik
Diperolah C1 = 0.85 untuk T < 1 detik
I = 1
R = 6.5 (sistem ganda)
Beban gempa nominal staitik ekivalen ( V ) yang ditetapkan dengan persamaan :
……………………………………. 4.1
dimana:
C1 : nilai faktor respons gempa yang diperoleh dari spektrum respons gempa rencana
untuk waktu getar alami fundamental T1.
I : faktor keutamaan menurut tabel 3.3.
Wt : berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai.
R : faktor reduksi gempa
Universitas Sumatera Utara
76
Tingkat Panjang Tinggi
W W*H (W*H)
V Fgempa kolom tingkat (H) S(W*H)
m m KN KNm KN KN 6 4.00 24.00 3225.600 77414.400 0.254 2903.70 736.61 5 4.00 20.00 3795.840 75916.800 0.249 2903.70 722.36 4 4.00 16.00 3795.840 60733.440 0.199 2903.70 577.89 3 4.00 12.00 3795.840 45550.080 0.149 2903.70 433.42 2 4.00 8.00 3795.840 30366.720 0.100 2903.70 288.95 1 4.00 4.00 3795.840 15183.360 0.050 2903.70 144.47 S = 22204.800 305164.800 1
Tabel 4.3 Perhitungan gaya gempa (statik ekivalen) per tingkat
Berdasarkan pasal 6.1.4 SNI 03-1728-2002 Di puncak gedung tidak ada beban horizontal gempa terpusat karena rasio:
Tingkat Panjang Tinggi W Fgempa di
W*di2 F*di kolom tingkat (H) (SAP2000) m m KN KN mm
6 4.00 24.00 3225.600 736.61 18.5881 1114501.124 13692.25 5 4.00 20.00 3795.840 722.36 15.3148 890288.0771 11062.86 4 4.00 16.00 3795.840 577.89 11.6919 518893.3231 6756.643 3 4.00 12.00 3795.840 433.42 7.9683 241012.3244 3453.606 2 4.00 8.00 3795.840 288.95 4.4518 75227.94326 1286.327 1 4.00 4.00 3795.840 144.47 1.5686 9339.686943 226.6199
S = 2849262.479 36478.3
Tabel 4.4 Analisa T rayleigh akibat gempa
Kontrol atau Analisa terhadap T Rayleigh Besarnya T yang menggunakan rumus empiris harus dibandingkan dengan Trayleigh
dengan persamaan :
………………………………4.2
Universitas Sumatera Utara
77
Dimana : g = 9810 mm/s T ijin = 0.8 * Tr = 0.8 * 0.562 = 0.45
T ijin = 1.2 * Tr = 1.2 * 0.562 = 0.67
Dimana T pakai = 0.53 detik < 0.562 ……………..( oke )
maka nilai T empiris sudah memenuhi ketentuan sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan
ulang gaya gempa.
4.5 Gaya gempa yang terjadi
Gambar 4d. gaya gempa yang terjadi pada bangunan
Universitas Sumatera Utara
78
Gambar 4e. potongan 2 – 2 (grid 2) gaya gempa yang terjadi
Dari hasil program ETABS yang kita dapat , maka akan dapat reaksi total pada lantai base shear
untuk dinding geser ,dapat dilihat pada tabel 4.5 , dan akan ditemukan juga gaya – gaya ( D , N )
yang terjadi pada dinding geser pada seluruh bangunan (dapat dilihat pada tabel 4.6 ) , dan
gaya – gaya ( M ,D ,N ) yang terjadi pada dinding geser (dapat dilihat pada tabel 4.7 ).Gambar
gaya M , D , N yang terjadi pada dinding geser.
Story Point Load FX
(KN) FY
(KN) FZ( KN) MX(KNm) MY(KNm) MZ(KNm) BASE 1 COMB3 -12.89 3.88 524.65 -5.003 -66.25 0 BASE 2 COMB3 -7.97 0 771.98 0 -59.907 0 BASE 3 COMB3 -12.89 -3.88 524.65 5.003 -66.25 0 BASE 4 COMB3 -25.56 7.15 951.92 -9.228 -82.602 0 BASE 5 COMB3 -26.31 0 1407.36 0 -83.566 0 BASE 6 COMB3 -25.56 -7.15 951.92 9.228 -82.602 0 BASE 7 COMB3 -25.3 7.14 951.79 -9.217 -82.262 0 BASE 8 COMB3 -25.92 0 1408.78 0 -83.057 0 BASE 9 COMB3 -25.3 -7.14 951.79 9.217 -82.262 0 BASE 10 COMB3 -25.56 6.91 936.81 -8.91 -82.594 0 BASE 11 COMB3 -27.96 0 1336.18 0 -85.697 0 BASE 12 COMB3 -25.56 -6.91 936.81 8.91 -82.594 0
Universitas Sumatera Utara
79
BASE 13 COMB3 -25.53 1.95 729.29 -2.515 -82.56 0 BASE 14 COMB3 -963.76 0 -2434.8 0 -581.611 0 BASE 15 COMB3 -25.53 -1.95 729.29 2.515 -82.56 0 BASE 16 COMB3 -24.78 9.77 1043.2 -12.61 -81.588 0 BASE 17 COMB3 -1253.7 0 6295.41 0 -549.27 0 BASE 18 COMB3 -24.78 -9.77 1043.2 12.61 -81.588 0 BASE 19 COMB3 -25.48 7.29 959.05 -9.4 -82.49 0 BASE 20 COMB3 -27.21 0 1445.66 0 -84.726 0 BASE 21 COMB3 -25.48 -7.29 959.05 9.4 -82.49 0 BASE 22 COMB3 -25.32 7.14 950.82 -9.212 -82.284 0 BASE 23 COMB3 -25.95 0 1405.96 0 -83.097 0 BASE 24 COMB3 -25.32 -7.14 950.82 9.212 -82.284 0 BASE 25 COMB3 -25.33 7.14 945.95 -9.208 -82.301 0 BASE 26 COMB3 -25.9 0 1400.32 0 -83.039 0 BASE 27 COMB3 -25.33 -7.14 945.95 9.208 -82.301 0 BASE 28 COMB3 -27.28 4.11 731.48 -5.301 -84.81 0 BASE 29 COMB3 -32.97 0 990.46 0 -92.156 0 BASE 30 COMB3 -27.28 -4.11 731.48 5.301 -84.81 0
-2903.7 0
Tabel , 4.5 (support reaction ),reaksi perlawanan pada base shear bangunan
Reaksi total gaya geser pada base shear = 2903.70 KN
Story Load Loc P (KN ) VX ( KN ) VY (KN ) STORY6 COMB3 Top 3877.63 -736.61 0 STORY6 COMB3 Bottom 5246.21 -736.61 0 STORY5 COMB3 Top 9123.84 -1458.97 0 STORY5 COMB3 Bottom 10492.42 -1458.97 0 STORY4 COMB3 Top 14370.05 -2036.86 0 STORY4 COMB3 Bottom 15738.62 -2036.86 0 STORY3 COMB3 Top 19616.26 -2470.28 0 STORY3 COMB3 Bottom 20984.83 -2470.28 0 STORY2 COMB3 Top 24862.46 -2759.23 0 STORY2 COMB3 Bottom 26231.04 -2759.23 0 STORY1 COMB3 Top 30108.67 -2903.7 0 STORY1 COMB3 Bottom 31477.25 -2903.7 0
Tabel 4.6 gaya lintang (V) dan gaya normal (P) yang terjadi pada bangunan
Universitas Sumatera Utara
80
Story Pier Load Loc P ( KN ) V2 (KN ) M3 (KNm) STORY6 P1 COMB3 Top -273.84 -126.71 -83.144 STORY6 P1 COMB3 Bottom -398.26 -126.71 -589.994 STORY5 P1 COMB3 Top -667.6 708.64 -1617.12 STORY5 P1 COMB3 Bottom -792.01 708.64 1217.434 STORY4 P1 COMB3 Top -1061.2 1207.99 -1562.83 STORY4 P1 COMB3 Bottom -1185.61 1207.99 3269.137 STORY3 P1 COMB3 Top -1452.81 1656.37 -749.499 STORY3 P1 COMB3 Bottom -1577.23 1656.37 5875.997 STORY2 P1 COMB3 Top -1841.77 2050.29 741.298 STORY2 P1 COMB3 Bottom -1966.18 2050.29 9086.469 STORY1 P1 COMB3 Top -2228.61 2162.47 3426.702 STORY1 P1 COMB3 Bottom -2353.03 2162.47 12076.59
Tabel 4.7 momen ( M ) , gaya lintang (V2), dan gaya normal (P) yang terjadi pada dinding
geser
Sesuai SNI 1728 2002 , Pada Sistim Ganda (SG) ; beban lateral bumi ( beban gempa ) dipikul
bersama oleh dinding geser (DS) dan rangka secara proporsional.Dimana dinding geser (DS)
tersebut memikul maximum 75 % dari gaya lateral yang terjadi.Dapat dilihat pada tabel 4.8
berikut :
Story Load Loc V ( KN ) V2 (KN ) %
(V/V2) Pada dinding geser Seluruh bangunan STORY6 COMB3 Bottom 126.71 736.61 17.20 STORY5 COMB3 Bottom 708.64 1458.97 48.57 STORY4 COMB3 Bottom 1207.99 2036.86 59.31 STORY3 COMB3 Bottom 1656.37 2470.28 67.05 STORY2 COMB3 Bottom 2050.29 2759.23 74.31 STORY1 COMB3 Bottom 2162.47 2903.7 74.47
Tabel 4.8 perbandingan beban lateral yang dipikul oleh DS dengan seluruh bangunan
Dari hasil ini maka dapat dilihat bahwa DS ini memenuhi pada Sistim Ganda , dimana gaya
lateral yang dipikul oleh dinding geser sebesar 74.47 %.
Universitas Sumatera Utara
81
4.6 Pemodelan Dinding Geser dengan Metode Strut and Tie
4.6a Menghitung gaya – gaya batang
Lantai 6
Lantai 5
Lantai 4
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
Gambar 4f.gaya normal 4g .gaya lintang 4h.momen
Dari hasil momen, gaya lintang , dan gaya normal yang kita dapat pada dinding geser ( pada
gambar 4f , 4g ,4h,di atas). Maka akan kita peroleh gaya – gaya yang terjadi pada tiap tingkat
bangunan( dapat dilihat pada gambar 4i dibawah ini ).Dan untuk memperoleh gaya – gaya
batang maka dikerjakan dengan program SAP,hasil gaya batang yang terjadi dapat dilihat pada
gambar 4j.
Dibawah ini kita akan jelaskan asumsi gaya-gaya batang dan pemodelan dinding geser dengan
metode strut and tie :
Universitas Sumatera Utara
82
• akibat gaya – gaya pada dinding geser , yang kita gambarkan sebagai berikut :
Momen pada dinding geser
Universitas Sumatera Utara
83
Dari hasil momen, gaya lintang , dan gaya normal yang kita dapat pada dinding geser . Maka
akan kita asumsikan gaya – gaya yang bekerja pada dinidng geser sebagai berikut :
Lantai 6 :
= 0
Av (6 ) – 273.84 ( 3 ) – 83.144 = 0
6 Av = 904.664
Av = 150.778 kN ( ) dan
Bv = 123.063 kN ( )
Lantai 5 :
= 0
Av (6 ) – 269.34 ( 3 ) + 1027.126 = 0
Av = 36.52 kN ( ) dan
Bv = 305.86 kN ( )
Lantai 4 :
= 0
Av (6 ) – 269.19 ( 3 ) + 2780.262 = 0
Av = 328.78 kN ( )
Bv = 597.966 kN ( )
Lantai 3 :
= 0
Av (6 ) – 267.20 ( 3 )+ 4018.636 = 0
Av = 536.17 kN ( )
Bv = 803.37 kN ( )
Lantai 2 :
= 0
Av (6 ) – 264.54 ( 3 ) + 5134.699 = 0
Universitas Sumatera Utara
84
Av = 723.51 kN ( )
Bv = 988.153 kN ( )
Lantai 1 :
= 0 Av (6 ) – 262.43 ( 3 ) + 5659.767 = 0
Av = 812.08 kN ( )
Bv = 1074.51 kN ( )
Setelah dapat gaya –gaya ini, maka kita gambarkan gaya-gaya yang terjadi pada dinding
geser pada pemodelan strut and tie seperti gambar berikut:
gambar 4i , gaya- gaya pada
dinding geser
Universitas Sumatera Utara
85
Setelah kita dapat gaya – gaya pada dinding geser, untuk mendapatkan gaya- gaya batang
untuk pemodelan yang dibutuhkan pada strut and tie model .Maka dengan menggunakan
program SAP 2000, akan kita peroleh besar gaya setiap batang pada gambar berikut :
Gambar 4j. gaya –gaya batang
Universitas Sumatera Utara
86
Dari program SAP yang kita peroleh maka akan diperoleh gaya-gaya batang yang terjadi :
S1 = 2977.70 kN (tarik) S13 = 0 kN
S2 = 2351.04 kN (tarik) S14 = 2045.59 kN (tarik
S3 = 1701.37 kN (tarik) S15 = 1651.99 kN (tarik)
S4 =1144.99 kN (tarik) S16 = 1203.68 kN (tarik)
S5 = 671.14 kN (tarik) S17 = 708. 44 kN (tarik)
S6 = 235.26 kN (tarik) S18 = 126.66 kN (tarik)
S7 = 67.35 kN (tarik) S19 = 0 kN
S8 = 357.08 kN (tarik) S20 = -2593.31 kN (tekan)
S9 = 470.61 kN (tarik) S21 = -2458.87 kN (tekan)
S10 = 469.92 kN (tarik) S22 = -1985.50 kN (tekan)
S11 = 344.40 kN (tarik) S23 = -1446.74 kN (tekan)
S12 = 123.06 kN (tarik) S24 = -851.52 kN (tekan)
S25 = -152.30kN (tekan)
4.6b Perencanaan Tulangan Pada Strut And Tie Model
Dimana; = 0.75 f´c = 25 MPa b = 500 mm
Fy = 400 MPa βn = 1
Tie pada batang tegak untuk lantai Satu , s1
φ.1
FySAt = =
)400(75.0)1000(70.2977
= 9725.667 mm2 s13
Pakai ø= 25 mm
dipakai 20 ø 25 (As = 9818 mm2)
Universitas Sumatera Utara
87
Tie pada batang tegak untuk lantai dua ,
φ.2
FySAt = =
)400(75.0)1000(04.2351
= 6239.03 mm2 s2
Pakai ø = 20 mm s14
dipakai 20 ø 20 (As =6284 mm2) s1 s20
Tie pada batang tegak untuk lantai tiga ,
φ.3
FySAt = =
)400(75.0)1000(37.1710
= 4803.43 mm2 s3
Pakai ø = 20 mm s15
dipakai 16 ø 20 (As =5027 mm2) s2 s21
Tie pada batang tegak untuk lantai empat ,
φ.4
FySAt = =
)400(75.0)1000(99.1144
= 3216.63 mm2 s4
Pakai ø = 16 mm s16
dipakai 16 ø 16 (As= 3217mm2) s3 s22
Universitas Sumatera Utara
88
Tie pada batang tegak untuk lantai lima ,
φ.5
FySAt = =
)400(75.0)1000(14.671
= 1239.33 mm2 S5
S17
Pakai ø = 10 mm S4 S23
Dipakai 16 ø 10 (As = 1256 mm2
Tie pada batang tegak untuk lantai enam ,
φ.6
FySAt = =
)400(75.0)1000(26.235
= 785.23 mm2 s6
Pakai ø = 8 mm s18
dipakai 16ø 8 (As = 804.8 mm2) s5 s24
Tie pada batang horizontal untuk lantai satu ,
φ.14
FySAh = =
( ))400(75.0
100059.2045= 6818.63 mm2 s2
Pakai ø = 20 mm s14
dipakai 22ø 20 (As = 6912.4 mm2) s1 s20
Tie pada batang horizontal untuk lantai dua ,
φ.15
FySAh = =
( ))400(75.0
100099.1651= 5506.63 mm2
Pakai ø = 19 mm s15
dipakai 20ø 19 (As = 5670 mm2)
Universitas Sumatera Utara
89
Tie pada batang horizontal untuk lantai tiga ,
φ.16
FySAh = =
( ))400(75.0
100068.1203=4012.27 mm2 s16
Pakai ø = 16 mm
Dipakai 20ø 16 (As = 4022 mm2)
Tie pada batang horizontal untuk lantai empat,
φ.17
FySAh = =
( ))400(75.0
100044.708= 944.59 mm2
Pakai ø = 10 mm s17
Dipakai 14ø 10 (As = 1099 mm2)
Tie pada batang horizontal untuk lantai lima ,
φ.18
FySAh = =
( ))400(75.0
100066.126= 422.20 mm2
Pakai ø = 10 mm s18
Dipakai 6 ø 10 (As = 471 mm2)
Universitas Sumatera Utara
90
Pemeriksaan Strut tekan
Fcu =( 0.85 ) (075) (βs) (f´c)
= (0.85) (0.75 ) (1 ) (25)
= 15.94 MPa
Lebar Strut batang S20, I 20 = bFcu
S..
20φ
=( )
)500(94.15100031.2593
= 433.66 mm ,
Ambil 440 mm
Lebar Strut batang S21, I 21 = bFcu
S..
21φ
=( )
)500(94.15100087.2458
= 411.18 mm,
Ambil 420 mm
Lebar Strut batang S22, I 22 = bFcu
S..
22φ
=( )
)500(94.15100050.1985
= 332.02 mm,
Ambil 330 mm
Lebar Strut batang S23, I 23 = bFcu
S..
23φ
=( )
)500(94.15100074.1446
= 241.93 mm,
Ambil 250 mm
Lebar Strut batang S24, I 24 = bFcu
S..
24φ
=( )
)500(94.15100020.851
= 142.34 mm,
Ambil150 mm
Lebar Strut batang S25, I 25 = bFcu
S..
25φ
=( )
)500(94.15100030.152
= 25.46 mm,
Ambil 30 mm
Maka, semua strut berada didaerah region berarti diterima.
Universitas Sumatera Utara
91
Distribusi tulangan minimum dan tulangan berbentuk botol
Penulangan horizontal
Ah ≥ 0.0025 bw sh (asumsi spasi 300 mm )
Minimal Ah = 0.0025 x 180 x 300
= 135 mm2 , pakai 2ø 13 - 300 mm
Penulangan vertikal
Av ≥ 0.0015 bw.sv
Av ≥ 0.0015 x180x 300
Av = 81 mm2, pakai 2 ø 10- 300 mm
Gambar penulangan dinding geser secara strut and tie dapat dilihat pada lampiran halaman
121-128.
Universitas Sumatera Utara
92
4.7 Perencanaan Struktur Dinding Geser Beton Secara Konvensional
Data struktur :
Mutu beton f´c = 25 MPa
Ec = 4730 . = 23650 MPa (Modulus Elastisitas Beton )
Mutu baja fy = 400 MPa
Fys = 240 MPa
Es = 210000 MPa ( Modulus Elastitas Baja )
Berat jenis beton γb = 24
Berat jenis keramik γk = 21
400 cm
400 cm
400 cm
400 cm
400 cm
400 cm
600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm 600cm
Gambar 4k.Potongan Memanjang Bangunan
Universitas Sumatera Utara
93
Panjang bentang lx = 6m ( arah memanjang )
Ly = 4m ( arah melintang )
Banyak lantai nl = 6, tinggi lantai hw = 4 m
Tinggi bangunan hwt = 24 m
Panjang dinding geser lw = 6 m
Tebal dinding geser tw = 18 cm
Dimensi kolom ; ( 60 x 0 ) cm
Balok ; ( 30 x 50 ) cm
Lantai satu (potongan 1-1)
1. Periksa apakah dibutuhkan dua lapis tulangan
Baja tulangan dua layar apabila gaya geser terfaktor yang terjadi melebihi Vu ada.
Dimana ; Mu = 12076.589 kN
Vu = 2162.470 kN
Pu = 2353.029 kN
PU
MU
VU
400 cm
660 cm
60 cm 60 cm
Universitas Sumatera Utara
94
Baja tulangan dua layar apabila gaya geser terfaktor yang terjadi melebihi Vu ada.
Acv = lw . tw = 600 . 18 = 10800 cm2 = 1.08 m2
Vu ada = . Acv. (1.08) . = 900 kN
Vu = 2162.47 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )
(Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002)
Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih
dibawah batas atas kuat geser dinding geser).
Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan
Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm
Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 . (1) = 0.18 m2
Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025) = 0.18 .(0.0025)
= 450 mm2
Bila digunakan baja tulangan ø16 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;
Atul = 2 . .dtul2 = 2 .1/4.(16)2 = 402.2 mm2
Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
Ntul = = 1.12 ≈ 2 pasang
S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan
tidak boleh melebihi 45 cm )
Kita ambil s = 300 mm
Universitas Sumatera Utara
95
2. Tulangan untuk menahan geser
Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø 16.
Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
Dimana , = = 4 > 3
αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5
ρn = = = 0.0056
OK , ρn > ρn min
Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
= (180.6000).(0.1667 + 0.0056 . 400 ) x 10-3
= 3320 kN
Ok , Vu = 2162.4 kN < Vn = 3320 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )
Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø16 – 300 mm
3. Menentukan tulangan tranversal yang diperlukan
Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,
Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø13 Karateristik inti
penampang ;
Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)
Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm
Universitas Sumatera Utara
96
Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm
Jadi kita gunakan hoops dengan d13 – 100 mm
Dengan d 13 dengan spasi 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;
Ash = = = 356.48 mm2
Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties
dimasing – masing sisi.
As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke )
(4 hoops ø13 -100 mm dapat digunakan).
Confinement untuk shearwall
Sebagai trial digunakan d tul = 13 mm
hc = tw - (2 • 40mm) – dtul = 87 mm
Spasi ,S ≤ 100 + = 197mm
Ambil spasi 100 mm
Untuk confinement arah paralel terhadap shearwall gunakan ø13 -100 mm
Ash = = 61.17 mm2
As = 2. (1/4) . dtul2 = 265.46 mm2 > Ash = 61.17 mm2 …….. ( oKe )
Universitas Sumatera Utara
97
Lantai 2 ( potongan 2 -2 )
Pada lantai 2 terjadi, Mu = 9086.469 kNm
Vu = 2050.290 kN
Pu = 2228.610 kN
Acv = lw . tw = 1.08 m2
Vu ada = . Acv. 900 kN
Vu = 2050.290 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )
Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih
dibawah batas atas kuat geser dinding geser).
1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan
Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm
Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2
Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)
= 450 mm2
Bila digunakan baja tulangan ø14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;
Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2
Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
Ntul = = 1.46 = 2 pasang
S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan
tidak boleh melebihi 45 cm )
Kita ambil s = 300 mm
Universitas Sumatera Utara
98
2.Tulangan untuk menahan geser
Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø14.
Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
Dimana , = 4 > 3
αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5
ρn = = = 0.0043
OK , ρn > ρn min
Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3
= 2757.78 kN
Ok , Vu = 2050 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )
Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø14 - 300 mm
3.Menentukan tulangan tranversal yang dibutuhkan
Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,
Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø 13 Karateristik inti
penampang ;
Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)
Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm
Universitas Sumatera Utara
99
Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm
Jadi kita gunakan hoops dengan ø 13 – 100 mm
Dengan ø 13 - 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;
Ash = = = 356.48 mm2
Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties
dimasing – masing sisi.
As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke ).
( 4 hoops ø13 - 100 mm dapat digunakan).
Lantai 3 ( potongan 3 -3 )
Pada lantai 2 terjadi, Mu = 5875.997 kNm
Vu = 1656.37 kN
Pu = 1577.23 kN
Acv = lw . tw = 1.08 m2
Vu ada = . Acv. 900 kN
Vu = 1656.37 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )
Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih
dibawah batas atas kuat geser dinding geser).
1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan
Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm
Universitas Sumatera Utara
100
Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2
Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)
= 450 mm2
Bila digunakan baja tulangan ø14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;
Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2
Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
Ntul = = 1.46 = 2 pasang
S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan
tidak boleh melebihi 45 cm )
Kita ambil s = 300 mm
Tulangan untuk menahan geser
Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø14.
Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
Dimana , = 4 > 3
αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5
ρn = = = 0.0043
OK , ρn > ρn min
Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3
= 2757.78 kN
Universitas Sumatera Utara
101
Ok , Vu = 1656 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )
Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø 14 - 300 mm.
Menentukan tulangan tranversal yang dibutuhkan
Kolom kita ukuranya 60 x 60 cm pada boundary element ,
Kita asumsikan hoop (sengkang) berbentuk persegi dengan tulangan ø 13 Karateristik inti
penampang ;
Hc = dimensi inti (jarak yang diukur dari centroid kecentroid hoops)
Hc = lw – (2. 40mm + 2 )= 507 mm
Spasi hoops ,Sx ≤ 100 + = 104 mm
Jadi kita gunakan hoops dengan ø 13 – 100 mm
Dengan d 13 dengan spasi 100 mm, confinement yang dibutuhkan ;
Ash = = = 356.48 mm2
Kolom menggunakan 12 ø 25 , sehingga kita hanya dapat mengaitkan 4 hoops dan cross ties
dimasing – masing sisi.
As = 4.(1/4). .dtul2 = 630.9 mm2 > 356.48 mm2 …….. (oke ).
(4 hoops ø 13 - 100 mm dapat digunakan.)
Lantai 4 ( potongan 4 -4 )
Pada lantai 2 terjadi, Mu = 3269.137 kNm
Vu = 1207.99 kN
Pu = 1185.61 kN
Universitas Sumatera Utara
102
Acv = lw . tw = 1.08 m2
Vu ada = . Acv. 900 kN
Vu = 1207.99 kN > Vu ada = 900 kN ( memerlukan dua layar tulangan )
Kuat Geser Maksimum Vu maks = . Acv. = 4500 kN (Ok, gaya geser yang bekerja masih
dibawah batas atas kuat geser dinding geser).
1.Baja tulangan horizontal dan transversal yang dibutuhkan
Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0.0025 dan spasi maksimum 45 cm
Luas dinding geser / meter panjang Asw = tw . 1m = 0.18 m2
Permeter minimal harus ada Aswt = Asw . (0.0025)
= 450 mm2
Bila digunakan baja tulangan ø 14 untuk vertikal dan horizontal, maka untuk 2 lapis menjadi ;
Atul = 2 . .dtul2 = 308 mm2
Karena digunakan dua layar , maka jumlah tulangan yang diperlukan adalah :
Ntul = = 1.46 = 2 pasang
S = = 500 mm ( tidak memenuhi syarat batas maksimum,spasi harus diperkecil dan
tidak boleh melebihi 45 cm )
Kita ambil s = 300 mm
2.Tulangan untuk menahan geser
Kita asumsikan tadi memakai tulangan 2 lapis dengan jarak 300 mm, ø 14.
Kuat geser shearwall Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
Dimana , = 4 > 3
Universitas Sumatera Utara
103
αc = 1/6 untuk > 2 , αc = 1/4 untuk < 1.5
ρn = = = 0.0043
OK , ρn > ρn min
Vn = Acv . (αc. + ρn fy )
= (180.6000).(0.1667 + 0.0043 . 400 ) x 10-3
= 2757.78 kN
Ok , Vu = 1656 kN < Vn = 2757.78 kN ( shearwall cukup kuat menahan geser )
Untuk itu , kita bisa menggunakan dua layar ø 14 - 300 mm.
Dan begitu juga selanjutnya pada tingkat 5 dan 6, mempunyai tulangan horizontal dan vertikal
2 ø14 - 300 mm.Dimana kolomnya memiliki tulangan 12 ø 25 .
Gambar penulangan dinding geser secara konvensional dapat dilihat pada lampiran halaman
129 – 133.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Didalam perencanaan tulangan, metode ini merupakan paling praktis untuk digunakan
dibandingkan dengan cara konvensional.
2. Metode ini semua gaya – gaya yang bekerja dianalisis secara bersama – sama ,
sedangkan dengan cara konvensional tulangan lentur , geser , dan torsi direncanakan
secara terpisah.
3. Dari data perbandingan volume penulangan yang dapat dilihat pada lampiran ( tabel
5.1 ), maka didapat :
Volume tulangan secara konvensional adalah 732177.660 cm3
Volume tulangan secara strut and tie adalah 626244.200 cm3
Maka dapat disimpulkan, bahwa dengan menggunakan strut and tie lebih ekonomis
dibandingkan dengan cara manual.
4. Metode ini dapat digunakan dalam perencanaan bagian struktur yang tidak umum atau
tidak tercakup didalam pedoman untuk perencanaan.
5.2 SARAN
1. Didalam perencanaan strut and tie model diharapkan akan menguasai truss analogi
atau analisa rangka batang dengan benar.
2. Perencanaan sebaiknya memilih pola aliran gaya yang realistis dalam struktur yang
dimodelkan.
3. Pemakai metode ini diharapkan memiliki pengertian yang cukup mengenai perilaku
struktur beton bertulang.
Universitas Sumatera Utara