Chapter III v(1)
-
Upload
hendra-agustinus-marbun -
Category
Documents
-
view
144 -
download
2
Transcript of Chapter III v(1)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1 Bahan
Bahan kimia dan biologi yang digunakan pada sintesis surfaktan alkanolamida
dari asam laurat dan alkanolamina adalah:
a) Asam laurat dengan kemurnian 99% dari P.T. Sinar Oleochemical
International Medan dan Asam Oleat dari E Merck.
b) Alkanolamina, yaitu Dietanolamina dan N-metil glukamina dari E Merck.
c) Enzim imobil/terikat. Dua jenis enzim imobil digunakan yaitu Novozym
435® (lipase tipe B dari Candida antarctica yang diikat oleh resin acrylic,
aktivitas 7000 PLU/gram pada 60oC) dan Lipozym TL IM® yang diperoleh
dari Novo Nordisk Industries (Denmark).
d) Pelarut, yaitu n-heksan, tert-butanol, tert-amil alkohol dan isopropanol,
semuanya dari E Merck.
e) Bahan analisis yaitu KOH, Phenolpthalein, Aseton, Metanol, Tri fluoro
acetic acid (TFA) semuanya dari E Merck.
3.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian terdiri dari:
a) Labu bertutup 250 ml dan penangas berisi mineral oil.
b) Hot Plate buatan Ika-Laboratory® yang dilengkapi dengan pengaduk
magnetis.
c) Filter vakum, saringan keramik dan kertas saring, digunakan untuk
memisahkan campuran produk dengan enzim.
d) Rotary Evaporator, digunakan untuk menguapkan sisa pelarut.
e) Buret, pipet tetes, erlenmeyer, beaker glass, labu takar, pipa kapiler,
digunakan untuk analisis bilangan asam dan karakterisasi produk.
f) Peralatan analisis, yaitu Spektrometer Fourier Transform-Infra Red (FTIR)
seri 1100 dari Perkin Elmer, High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) seri 200 dari Perkin Elmer dan Spektrometer Proton Nuclear
Magnetic Resonance (1H-NMR) seri JEOL/NJ60 dari Shimadzu.
g) Reaktor berpengaduk multi-tahap, yang terdiri dari tabung kaca, motor
pengaduk buatan Ika-Laboratory® dan 2 (dua) jenis pengaduk.
3.2 Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahapan pekerjaan penelitian yaitu:
1) Penelitian Pendahuluan,
2) Penelitian Optimasi,
3) Penelitian Pengembangan Proses
3.2.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan nilai terbaik dari masing-
masing variabel proses. Variabel proses yang diamati adalah waktu reaksi, jenis dan
konsentrasi enzim, jenis dan rasio pelarut, rasio molar substrat, serta temperatur reaksi.
Bagan alir penelitian pendahuluan dan rincian kegiatan ditunjukkan pada Gambar 3.1.
3.2.1.1 Penyediaan bahan
Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan
N-metil glukamina dan satu jenis asam lemak yaitu asam laurat.
3.2.1.2 Penetapan variabel
Tahapan – tahapan untuk menetapkan nilai terbaik dari setiap variabel adalah:
a) Penentuan waktu reaksi, jenis dan konsentrasi enzim
Amidasi asam laurat dengan alkanolamina diawali dengan melakukan screening
dua jenis enzim lipase terimobilisasi yaitu adalah Novozym 435® dan Lypozym TL
IM®. Penelitian dilakukan pada rasio mol amina : asam laurat 2:1, rasio pelarut n-
heksan:asam laurat 2:1 (v/b), konsentrasi enzim:asam laurat 10% (b/b) dan temperatur
30oC. Selama reaksi berlangsung dilakukan aliquot setiap 4 jam sekali untuk di analisis
bilangan asamnya, dan setelah konversi asam lemak konstan, reaksi dihentikan. Waktu
reaksi pada saat konversi asam lemak telah konstan ditetapkan sebagai nilai terbaik.
Jenis enzim yang memberikan nilai konversi asam lemak yang tinggi dipilih untuk
penelitian selanjutnya. Level konsentrasi enzim yang dipilih, ditentukan dengan
mengamati nilai persen konversi asam lemak pada 5 level konsentrasi enzim:asam
laurat (b/b) yaitu 6%, 8%, 10%, 12% dan 14% (Herawan, 2004).
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Pendahuluan
b) Penentuan jenis dan rasio pelarut
Keberadaan pelarut dalam sebuah reaksi yang melibatkan biokatalis akan
mempengaruhi aktifitas dan stabilitas reaksi enzimatik. Pada penelitian ini dilakukan
percobaan terhadap empat jenis pelarut organik yaitu n-heksan, isopropanol, terbutanol
dan tert amilalkohol, pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi
enzim:asam laurat 10% (b/b), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan temperatur 30oC.
Mulai
2. PENETAPAN VARIABEL Waktu reaksi,
Jenis dan konsentrasi enzim, Jenis dan rasio pelarut, Rasio molar substrat, Temperatur reaksi.
3. SETUP PERALATAN
Labu bertutup, Hot plate,
Pengaduk magnetik, Penangas minyak.
1. PENYEDIAAN BAHAN
Alkanolamina, Asam laurat, Enzim imobil.
4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida
SIntesis lauroil-N-metil glukamina
5. PEMURNIAN PRODUK
6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat
LUARAN, NILAI TERBAIK DARI:
Waktu reaksi Jenis dan konsentrasi enzim
Jenis dan rasio pelarut Rasio molar substrat Temperatur reaksi
Selesai
Pelarut yang memberikan persen konversi asam laurat terbesar selanjutnya ditentukan
rasionya dengan mengamati empat nilai rasio pelarut:asam laurat (v/b) yaitu 1:1, 2:1,
3:1, 4:1.
c) Penentuan rasio molar substrat
Penentuan nilai rasio molar substrat dilakukan dengan menggunakan 5 nilai
rasio molar amina:asam laurat yaitu 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 5:1. Variabel tetap adalah
konsentrasi enzim 10% (b/b asam laurat), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan
temperatur 30oC.
d) Penentuan temperatur reaksi
Penentuan temperatur reaksi dilakukan dengan menggunakan 4 nilai temperatur
yaitu 30, 40, 50 dan 60oC. Variabel tetap adalah konsentrasi enzim:asam laurat 10%
(b/b), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1.
3.2.1.3 Setup peralatan
Peralatan yang digunakan adalah hot plate, labu bertutup, pengaduk magnetik
dan penangas yang berisi mineral oil.
3.2.1.4 Sintesis alkanolamida
Pada tahap ini diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-dietanolamida
dan lauroil-N-metil glukamida, berturut-turut pada Gambar 3.2 dan 3.3.
Gambar 3.2 Sintesis Lauroil-dietanolamida
HON
OH
H
HOCH3
O
10+
H2O
HON
CH3
O
10
OH
+HN C
H2O
CH3
O
10
OH
enzim,pelarutDietanolamina Asam laurat
Lauroil-dietanolamida Ester
Gambar 3.3 Sintesis Lauroil-N-metil glukamida
3.2.1.5 Pemurnian produk
Pemurnian produk dilakukan dengan melarutkan campuran produk dalam
heksan dan dipisahkan dari enzim dengan menggunakan filter vacuum. Produk amida
yang bercampur dengan heksan dipisahkan dengan menggunakan rotary evaporator
pada 90oC. Penentuan suhu penguapan didasarkan pada titik didih heksan yaitu 69oC.
Produk yang masih mengandung asam laurat dan amina berlebih selanjutnya dicuci
dengan aseton. Aseton akan melarutkan asam laurat dan amina sedangkan fraksi yang
tidak terlarut ialah amida dan amina. Produk amida diperoleh sebagai lapisan bawah dan
asam laurat sisa akan larut bersama aseton sebagan produk atas.
3.2.1.6 Analisis data
Pada tahap pendahuluan, analisis data yang dilakukan adalah analisis bilangan
Asam. Analisis bilangan asam dilakukan sesuai metode Porim (1995). Besarnya
persentase penurunan kandungan asam lemak merupakan indikator untuk menentukan
nilai terbaik. Persentase asam lemak yang terkonversi diperoleh dari rumus berikut:
%100% ×−
=awalasambilangan
akhirasambilanganawalasambilangankonversi (3.1)
CH2OHOH
H
HOOHH
H
H
OH
NH
CH3
+
OH
OCH3
10
CH2OHOHH
OHOHH
H
H
OH
NCH3
CH3
O
10
CH2OOH
H
OH
OHH
H
H
OH
NH
CH3
CH3
O
n
N-metil glukamina Asam laurat
Lauroil-N-metil glukamida 6-O-lauroil-N-metil glukamina
H2O
enzim,pelarut
3.2.2 Penelitian optimasi
Penelitian optimasi bertujuan untuk mengamati pengaruh individu maupun
interaktif dari variabel percobaan pada sintesis alkanolamida dari asam laurat dan
alkanolamina. Bagan alir penelitian optimasi ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Bagan Alir Penelitian Optimasi
3.2.2.1 Penyediaan bahan
Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan
N-metil glukamina dan satu jenis asam lemak yaitu asam laurat.
Mulai
2. PENETAPAN VARIABEL Konsentrasi enzim,
Rasio molar substrat, Temperatur
3. SETUP PERALATAN Labu bertutup, Hot
plate, Pengaduk magnetik,
Penangas minyak
1. PENYEDIAAN BAHAN
Alkanolamina, Asam laurat,
Enzim imobil, Pelarut.
4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida,
SIntesis lauroil-N-metil glukamina.
5. PEMURNIAN PRODUK
6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat
LUARAN Analisis pengaruh variabel,
Analisis variansi, Uji verifikasi model.
Selesai
3.2.2.2 Penetapan variabel
Optimasi dilakukan untuk memperoleh persen konversi asam lemak yang
optimum menggunakan Metode Permukaan Sambutan (Response Surface Methodology,
RSM). Sebanyak tiga variabel penelitian (temperatur, rasio molar substrat, konsentrasi
enzim) dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD), yang terdiri
dari 8 point (titik) faktorial, 6 point aksial dan 6 point sentral (Montgomery, 1997).
Variabel dan level yang dikembangkan untuk sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan
pada Tabel 3.1 dan untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan pada Tabel
3.2. Nilai titik pusat (center point) pada kedua reaksi tersebut merupakan nilai terbaik
dari masing-masing variabel yang memberikan persen konversi terbaik pada penelitian
tahap pendahuluan. Eksperimen aktual yang dilakukan dan dikembangkan dari model
ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.1 Variabel dan Level gang Dikembangkan untuk Sintesis Lauroil-dietanolamida
Level terkode variabel Variabel -1,682 -1 0 1 1,682 Konsentrasi enzim (%,b/b asam laurat)
6,64 8 10 12 13,36
Rasio molar substrat (DEA: AL)
1,3:1 2:1 3:1 4:1 4,7:1
Temperatur (oC) 41,6 45 50 55 58,4
Tabel 3.2 Variabel dan Level yang Dikembangkan untuk Sintesis Lauroil-N-Metil Glukamida
Level terkode variabel Variabel -1,682 -1 0 1 1,682 Konsentrasi enzim (%,b/b asam laurat)
4,64 6 8 10 11,36
Rasio molar substrat (MGL:AL) 1:3 1:2 1:1 2:1 3:1
Temperatur (oC) 33,18 40 50 60 66,82
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan regresi berganda untuk memenuhi
persamaan polinomial berikut:
Y =β1+ β2 X1 +β3 X2 +β4 X3 +β5 X1 X2+ β6 X2 X3 +β7 X1 X3 +β8 X12 +β9
X22 +β10
X32 + ε
(3.2)
dimana: Y = variabel respon yang diukur yaitu % konversi asam lemak atau % yield amida β1 - β10 = konstanta linier, kuadratik dan interaksi X1 = konsentrasi enzim X2 = rasio molar substrat X3 = temperatur ε = residual/galat
Tabel 3.3 Eksperimen aktual yang dilakukan dan dikembangkan dari model
Nomor
Percobaan Konsentrasi enzim (X1)
Rasio molar substrat (X2)
Temperatur (X3)
1 -1 -1 -1 2 1 -1 -1 3 -1 1 -1 4 1 1 -1 5 -1 -1 1 6 1 -1 1 7 -1 1 1 8 1 1 1 9 -1,682 0 0
10 1,682 0 0 11 0 -1,682 0 12 0 1,682 0 13 0 0 -1,682 14 0 0 1,682 15 0 0 0 16 0 0 0 17 0 0 0 18 0 0 0 19 0 0 0 20 0 0 0
Prediksi model regresi, analisis variansi (ANOVA) dan uji verifikasi model
dilakukan menggunakan software MINITAB R.14®. Variabel reaksi yang optimal akan
menghasilkan persen konversi asam laurat yang maksimum.
3.2.2.3 Setup peralatan
Peralatan yang digunakan sebagaimana setup peralatan subbab 3.2.1.3.
3.2.2.4 Sintesis alkanolamida
Pada tahap ini juga diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-
dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida sebagaimana subbab 3.2.1.4.
3.2.2.5 Pemurnian produk
Pemurnian produk yang dilakukan adalah sebagaimana pemurnian produk pada
subbab 3.2.1.5.
3.2.2.6 Analisis data
Analisis data yang dilakukan adalah sebagaimana analisis data pada subbab
3.2.1.6.
3.2.3 Penelitian pengembangan proses
Tahap Pengembangan Proses bertujuan untuk meningkatkan perolehan
alkanolamida dan efisiensi proses melalui penambahan amina bertahap, kondisi tanpa
pelarut, recoveri enzim, penggunaan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan aplikasi
bioreaktor berpengaduk multi-tahap. Bagan alir penelitian pengembangan proses
diberikan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Bagan Alir Penelitian Pengembangan Proses
Mulai
2. PENETAPAN VARIABEL Penambahan amina bertahap,
Kondisi tanpa pelarut, Penggunaan asam oleat,
Aplikasi bioreaktor, Recoveri enzim.
3. SETUP PERALATAN Labu bertutup, Hot
plate, Pengaduk magnetik, Penangas minyak,
Bioreaktor multi-tahap.
1. PENYEDIAAN BAHAN
Alkanolamina, Asam laurat, Asam
oleat,
4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida,
SIntesis lauroil-N-metil glukamina, Sintesis oleoil-dietanolamida.
5. PEMURNIAN PRODUK
6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat,
FTIR, 1H-NMR, HPLC, HLB, Sifat fisika kimia lain.
LUARAN Peningkatan perolehan
dan efisiensi proses.
Selesai
3.2.3.1 Penyediaan bahan
Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan
N-metil glukamina dan dua jenis asam lemak yaitu asam laurat dan asam oleat.
3.2.3.2 Penetapan variabel
Variabel penelitian pada tahap pengembangan proses adalah: a) Penambahan amina bertahap
Pengamatan penambahan amina bertahap diamati pada sintesis lauroil-
dietanolamida dan sintesis lauroil-N-metil glukamina. Penelitian dilakukan pada waktu
reaksi dan jenis enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta konsentrasi enzim, rasio molar
substrat dan temperatur terbaik dari 3.2.2.2. Penambahan amina dilakukan mulai dari
dua hingga empat tahap.
b) Sintesis tanpa pelarut
Penelitian sintesis tanpa pelarut diamati pada sintesis lauroil-dietanolamida,
yang dilakukan pada waktu reaksi dan jenis enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta
konsentrasi dan rasio mol substrat terbaik dari 3.2.2.2. Pengamatan sintesis tanpa
pelarut diamati pada temperatur bervariasi dari 50 hingga 70 oC.
c) Penggunaan asam oleat
Pada pengamatan ini asam oleat direaksikan dengan dietanolamina
menghasilkan oleoil-dietanolamida. Skema reaksi sintesis oleoil-dietanolamida
diberikan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Skema Reaksi Sintesis Oleoil-dietanolamida
HON
OH
H
HO
O
7
+H2O
HON
O
OH+
HN CH2O
O
OH
enzim,pelarut
Dietanolamina Asam oleat
Oleoil-dietanolamida Ester
CH3
6
7
CH3
6 7
CH3
6
Penelitian menggunakan asam oleat dioptimasikan menggunakan variabel dan
level desain eksperimen yang sama dengan sintesis lauroil-dietanolamida yang
diberikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.3. Asam oleat digunakan sebagai sumber asam
lemak dengan dua pertimbangan, pertama asam oleat terdapat dalam jumlah besar di
Indonesia yaitu dari turunan minyak kelapa sawit, dan kedua, wujud asam oleat yang
cair menyebabkan asam oleat mudah diinkorporasikan ke dalam suatu produk yang
berbentuk cairan.
d) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor dan recoveri enzim
Penggunaan bioreaktor bertujuan untuk mengamati sintesis alkanolamida pada
skala yang lebih besar, sementara recoveri enzim bertujuan untuk mengamati kinerja
enzim jika digunakan secara berulang. Penelitian dilakukan pada waktu reaksi dan jenis
enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta konsentrasi enzim, rasio mol substrat dan temperatur
terbaik dari 3.2.2.2. Rentang variabel yang digunakan pada penelitian diberikan pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Rentang perubahan variabel operasi
Variabel Rentang Jenis pengaduk Turbin A dan Turbin B Kecepatan pengaduk 150 dan 250 rpm Penggunaan kembali enzim 1 – 4 kali
3.2.3.3 Setup peralatan
Peralatan yang digunakan pada pengamatan penambahan amina bertahap,
penggunaan asam oleat dan kondisi tanpa pelarut adalah sebagaimana setup peralatan
subbab 3.2.1.3.
Pengamatan pembesaran skala dan recoveri enzim dilakukan dalam satu unit
reaktor berpengaduk multi-tahap. Skema reaktor berpengaduk multi-tahap dan jenis
turbin yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Kecepatan pengaduk dirancang 150 dan 250 rpm, dengan tujuan agar pengaliran
dalam suatu bejana adalah pengaliran jenis transisi. Diharapkan pada pengaliran jenis
transisi pengadukan yang diberikan tidak merusak biokatalis. Hubungan antara
kecepatan pengadukan dengan jenis aliran dinyatakan dengan bilangan Reynolds
agitasi, dimana pada 10 < Rea < 10.000 aliran disekitar pengaduk adalah jenis aliran
transisi (Geankoplis, 2003).
Gambar 3.7 Skema Reaktor Berpengaduk Multi-tahap dan Jenis-jenis Turbin yang Digunakan dalam Sintesis
Bilangan Reynolds agitasi untuk putaran motor 150 rpm:
1618000187,0
)783,68)(5,2)(001769,0(..2
===μ
ρnDaRea
Bilangan Reynolds agitasi untuk putaran motor 250 rpm:
2697000187,0
)783,68)(167,4)(001769,0(..2
===μ
ρnDaRea
Nilai Da=1,3 cm (0,04 ft) ; μ = 278 cP (0,000187 lb/ft.dt) ; ρ = 1,102 kg/m3
(68,783 lb/ft3).
Keterangan Gambar : (1) Motor pengaduk (2) Kolom kaca (3) Poros (4) Impeler turbin
Keterangan Dimensi Kolom : Dt = 38 mm Da = 0,5 Dt = 19 mm W = 0,2 Da = 3,8 mm C = 1/3 Dt = 12,7 mm Da < Z < 2Da Dirancang Z= 30 mm H total = 300 mm
W
Dt
Da C
Z
H
1
2
3
4
Jenis A Jenis B
Satu unit kolom kaca dan impeler jenis turbin bersusun dipasang pada
pertengahan kolom yang dihubungkan dengan motor pengaduk pada satu buah poros.
Pengaduk Impeler dihubungkan dengan motor pengaduk menggunakan satu buah poros.
Impeler jenis turbin dipilih karena dapat bekerja pada rentang viskositas yang cukup
luas dan sangat sesuai untuk mensuspensikan padatan (Geankoplis, 2003). Dua jenis
turbin berdaun dua di pilih yaitu turbin lurus (jenis A) dan turbin lengkung 450 (jenis
B). Kolom bioreaktor diletakkan di dalam penangas minyak dan campuran reaksi di
dalam kolom dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu minyak 55oC.
3.2.3.4 Sintesis alkanolamida
Pada tahap ini juga diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-
dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida sebagaimana subbab 3.2.1.4.
3.2.3.5 Pemurnian produk
Pemurnian produk yang dilakukan adalah sebagaimana pemurnian produk pada
subbab 3.2.1.5.
3.2.3.6 Analisis data
Surfaktan yang dihasilkan dari reaksi amidasi tahap pengembangan proses
dianalisis secara kualitatif, kuantitatif dan sifat fisika kimianya. Analisis alkanolamida
yang dilakukan adalah:
a. Analisis dengan Spektrometer FTIR
Struktur surfaktan dikonfirmasikan dengan spektrum infra merah (FT-IR)
buatan Perkin Elmer.
b. Analisis dengan Spektroskopi 1H-NMR
Struktur surfaktan juga dikonfirmasikan dengan spektrum 1H-NMR buatan
Shimadzu.
c. Analisis dengan HPLC
Analisis kuantitatif dilakukan dengan HPLC buatan Perkin Elmer.
d. Analisis sifat fisika kimia
Uji karakterisasi sifat fisika kimia yang dilakukan yaitu Bilangan Asam (Metode
PORIM 1995), Bilangan Hidroksi, Bilangan Penyabunan, Densitas, Viskositas, pH,
Nilai HLB, Kelarutan (dalam air, metanol, n-heksan, aseton). Prosedur analisis sifat
fisika-kimia diberikan pada Lampiran 3.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis alkanolamida dengan cara amidasi dua jenis amina yaitu dietanolamina
dan N-metil glukamina dengan asam laurat dilakukan secara enzimatik. Substrat amina
dan asam laurat merupakan molekul dengan polaritas dan kelarutan yang berbeda. Asam
laurat larut dalam pelarut hidrofobik, sedangkan alkanolamina sedikit larut dalam
beberapa pelarut. Beberapa jenis pelarut dipilih untuk digunakan pada sintesis ini yaitu
n-heksan, isopropanol, tert-butanol dan tert-amil alkohol, sedangkan enzim yang
digunakan adalah enzim komersial Novozym 435® (lipase dari C. Antarctica) dan
Lypozym TL IM® berbentuk pelet. Enzim imobilisasi ini stabil dalam media alkali dan
mudah direcoveri. Asam oleat juga dipilih sebagai pembanding yang mewakili asam
lemak rantai panjang dan rangkap untuk direaksikan dengan dietanolamina.
Hasil penelitian yang diperoleh dipaparkan mulai dari hasil penelitian
pendahuluan, hasil penelitian optimasi dan hasil penelitian pengembangan proses.
Pengembangan proses yang diamati adalah penambahan amina bertahap, sintesis tanpa
pelarut, penggunaan asam oleat, pembesaran skala dan recoveri enzim.
4.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan sintesis dua jenis amida yaitu lauroil-
dietanolamida dari asam laurat (AL) dengan dietanolamina (DEA) dan lauroil-N-metil
glukamina dari asam laurat (AL) dengan N-metil glukamina (MGL). Penelitian
pendahuluan bertujuan untuk menentukan nilai terbaik dari masing-masing variabel
proses. Variabel proses yang diamati adalah jenis dan konsentrasi enzim, jenis dan rasi
pelarut, rasio molar substrat, waktu dan temperatur reaksi.
4.1.1 Penentuan jenis enzim
Sintesis alkanolamida dilakukan di dalam pelarut organik, dimana aktivitas
enzim di dalam pelarut organik lebih rendah dibandingkan di dalam air (Schmitke, dkk.
1995). Beberapa cara telah dilakukan untuk meningkatkan aktivitas enzim di dalam
pelarut organik diantaranya mengikat enzim pada suatu media yang berpori. Person,
dkk. (2002) mengamati bahwa pengikatan enzim atau imobilisasi enzim mampu
meningkatkan penyebaran enzim ke dalam media reaksi dan mencegah partikel enzim
teragregasi. Pemilihan enzim yang imobil yang sesuai dilakukan pada dua jenis enzim
lipase komersial yaitu adalah Novozym 435® dan Lypozym TL IM®. Penelitian
dilakukan pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi enzim 10% (b:b
asam laurat) dan temperatur 30oC (Maugard, dkk. 1997; Kurniasih 2008). Reaksi
berlangsung selama 24 jam, aliquot dilakukan setiap 4 jam sekali dan dilakukan analisa
bilangan asam.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Penentuan jenis enzim pada sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan pada
Gambar 4.1. Diperoleh bahwa penurunan bilangan asam terbesar terdapat pada lipase
jenis Novozym. Konversi produk dietanolamina yang diperoleh berkisar 52%,
sedangkan untuk Lipozym adalah 26%. Berdasarkan hasil yang diperoleh ditetapkan
penggunaan Novozym sebagai biokatalisator untuk sintesis asam laurat dengan
dietanolamina pada tahap selanjutnya.
Gambar 4.1 Penentuan Jenis Enzim dan Waktu Reaksi pada Sintesis Lauroil- dietanolamida dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1,
Pelarut n-heksan, Konsentrasi Enzim 10 % (b:b AL), T=30 oC
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil penentuan jenis enzim pada sintesis lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan
pada Gambar 4.2. Diperoleh bahwa penurunan bilangan asam terbesar atau persen
konversi asam lemak terbesar terdapat pada lipase jenis Novozym. Konversi produk N-
metil glukamida menggunakan Novozym berkisar 40%, sedangkan untuk Lipozym
diperoleh 23%. Berdasarkan hasil yang diperoleh ditetapkan penggunaan Novozym
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Waktu Reaksi (Jam)
Kon
vers
i (%
)
NovozymLypozim
sebagai biokatalisator untuk penelitian optimasi sintesis lauroil N-metil glukamida
selanjutnya.
Sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan kedua jenis amina yaitu
dietanolamina dan N-metil glukamina menunjukkan bahwa penggunaan Novozym
menghasilkan persen konversi yang lebih tinggi. Hasil yang sejalan diamati oleh De
Zoete, dkk. (1999), dimana hal ini disebabkan karena kekhususan ruang dan geometri
lipase dari C.antarctica sesuai dengan molekul substrat yang digunakan. Sehingga
bagian aktif enzim tersebut dapat berikatan dengan molekul substrat melalui suatu
mekanisme yang khas dan selektif. Enzim Lipozym kelihatannya mempunyai
kekhususan yang kurang dengan substrat yang digunakan.
Gambar 4.2 Penentuan Jenis Enzim dan Waktu Reaksi pada Sintesis Lauroil-
N-metil glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Pelarut n-heksan, Konsentrasi Enzim 10 % (b:b AL), T=30 oC)
4.1.2 Penentuan waktu reaksi
Pengamatan waktu reaksi terbaik yang dibutuhkan pada sintesis lauroil-
alkanolamida dilakukan pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi
enzim 10% (b:b asam laurat) dan temperatur 30oC. Reaksi berlangsung hingga persen
konversi asam lemak bernilai konstan.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Waktu Reaksi (Jam)
Kon
vers
i (%
)
NovozymLypozim
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil penentuan waktu reaksi yang sesuai juga ditunjukkan pada Gambar 4.1,
dimana diperoleh bahwa reaksi yang dikatalis oleh Novozym 435® menghasilkan
konversi asam lemak yang tinggi untuk pasangan substrat asam laurat-dietanolamina.
Pada umumnya, reaksi yang melibatkan katalis hayati (enzim) berlangsung
dalam waktu reaksi yang cukup lama, hal ini berkaitan dengan kemampuan lipase untuk
merombak atau mensintesis suatu substrat pada kondisi tertentu. Gambar 4.1
menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 24 hingga 40 jam, diperoleh konversi sekitar
52%. Bila reaksi berlangsung hingga 72 jam, perolehan telah konstan pada kisaran 65%.
Hanya saja, mulai waktu 48 jam diamati pada campuran reaksi telah terbentuk busa
yang diperkirakan merupakan hasil hidrolisis suatu amida. Hidrolisis basa suatu amida
bersifat serupa dengan penyabunan ester, dengan produk yang terbentuk berupa garam
karboksilat dan suatu amina bebas (Fessenden dan Fessenden, 1999). Sehingga
meskipun setelah waktu 72 jam persen konversi asam lemak mencapai 65% namun
perolehan amida diperkirakan tidak tinggi karena selain reaksi amidasi juga terjadi
hidrolisis amida dalam suasana basa menjadi garam karboksilat.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka untuk percobaan berikutnya ditetapkan
waktu reaksi selama 24 jam dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu reaksi
tidak memberikan peningkatan perolehan produk amida yang nyata. Disamping itu
penelitian pendahuluan dilakukan pada temperatur 30oC, sehingga upaya peningkatan
konversi melalui peningkatan temperatur sangat mungkin dilakukan meskipun waktu
reaksi cukup singkat yaitu 24 jam. Hasil yang sama juga diperoleh Kurniasih (2008)
pada sintesis asam lemak sawit distilat dengan dietanolamina menggunakan enzim
Lypozym, dimana waktu reaksi 24 jam merupakan waktu reaksi optimal.
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil penentuan waktu reaksi pada sintesis lauroil-N-metil glukamida
ditunjukkan pada Gambar. 4.2. Ilustrasi pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada
waktu reaksi 24 jam, diperoleh konversi asam lemak sekitar 40%. Dengan peningkatan
reaksi hingga 48 jam diperoleh persen konversi sebesar 45% dan setelah waktu reaksi
72 jam tercapai, perolehan telah konstan pada kisaran 45%.
Keadaan ini menunjukkan aktivitas lipase Candida antarctica telah mengalami
penurunan bila waktu reaksi ditingkatkan lebih dari 48 jam. Penurunan aktivitas enzim
lipase ini disebabkan karena keterbatasan perpindahan massa dimana pada campuran
reaksi tidak dapat dihindarkan timbulnya produk padat dalam jumlah besar dan/atau
reaksi mencapai keseimbangan dimana laju forward reaksi sama dengan laju backward
reaksi, sehingga persen konversi asam lemak tidak mengalami perubahan. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka untuk pengamatan berikutnya ditetapkan waktu reaksi selama 48
jam dengan pertimbangan bahwa persen konversi asam lemak telah konstan pada waktu
reaksi 48 jam.
Sintesis lauroil-N-metil glukamida memerlukan waktu lebih lama untuk
mencapai konversi konstan dibandingkan sintesis lauroil dietanolamida. Hal ini
diperkirakan karena lauroil N-metil glukamida menggunakan sumber amina rantai
panjang C6 berbanding lauroil-dietanolamida yang menggunakan sumber amin rantai
pendek C3.
4.1.3 Pemilihan jenis pelarut
Enzim lipase dapat bekerja dengan baik pada pelarut organik (Gautam dan
Tyagi, 2005). Untuk itu, empat jenis pelarut organik isopropil alkohol (log P=0,05), tert-
butanol (log P=0,4), tert-amil alkohol (log P=1,5) dan n-heksan (log P=3,5), dipilih
untuk digunakan dalam sintesis.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Perbandingan keempat jenis pelarut organik tersebut terlihat pada Gambar 4.3
dimana reaksi amidasi asam laurat dengan dietanolamina dengan melibatkan enzim
lipase memberikan hasil yang baik pada pelarut n-heksan (logP=3,5). Pemilihan pelarut
n-heksan juga didasarkan atas studi yang dilakukan oleh Rahman, dkk. (2003) yang
menyatakan bahwa n-heksan, benzen dan heptan merupakan pelarut yang memberikan
hasil yang baik pada sintesis alkanolamida. Penggunaan n-heksan mempunyai beberapa
keunggulan antara lain toksisitas n-heksan lebih rendah serta n-heksan bersifat inert,
sehingga tidak mereduksi campuran produk.
Pengamatan yang dilakukan oleh Basri, dkk. (1997) pada sintesis enzimatik ester
asam lemak menunjukkan hasil yang sama, dimana mereka mengamati bahwa aktivitas
lipase lebih tinggi pada pelarut organik non polar dengan nilai log P lebih besar dari 2.
Hanya saja, menurut Faber (1997), pelarut dengan log P bernilai 2 sampai 4
seperti n-heksan, melarutkan hanya sejumlah kecil air, dan penggunaannya pada reaksi
enzimatik harus lebih berhati-hati karena aktivitas enzim pada penggunaan pelarut ini
tidak dapat diprediksi. n-Heksan merupakan pelarut non polar, yang tidak
menghilangkan air esensial enzim, dan membiarkan molekul enzim dalam penyesuaian
aktifnya. Pelarut ini juga mempunyai struktur rantai lurus yang tidak besar yang mana
hal ini sangat berlawanan dengan ketiga pelarut non polar lainnya yang digunakan yang
mempunyai rantai cabang.
Gambar 4.3 Penentuan Jenis Pelarut pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil penentuan jenis pelarut pada sintesis lauroil-N-metil glukamida
ditunjukkan pada Gambar 4.4. Terlihat bahwa reaksi amidasi dengan melibatkan enzim
lipase memberikan hasil yang baik pada pelarut tert-amil alkohol. Tert-amil alkohol
merupakan pelarut yang protic-polar dimana bukan merupakan substrat lipase dan
bersifat non-toksik. Pelarut ini sudah digunakan untuk sintesis alkanolamida dari asam
oleat yang dikatalisis oleh enzim lipase. Kelarutan N-metil-glukamina di dalam pelarut
ini adalah 6 g/liter pada 55 oC (Maugard, dkk. 1998). Perbedaan keaktifan enzim pada
berbagai jenis pelarut disebabkan karena tingkat perubahan dari hidrasi enzim
dipengaruhi oleh pelarut dan bukan karena efek langsung pelarut terhadap enzim atau
substrat (Ee Lin Soo, dkk. 2003).
Pada penelitian ini, satu mol asam laurat yang direaksikan dengan 1 mol N-metil
glukamina akan menghasilkan 1 mol lauroil-N-metil glukamida dan satu mol air.
Keberadaan air akan mengganggu kesetimbangan dan mengurangi perolehan amida
karena air akan bereaksi dengan ester laurat menjadi asam laurat. Penggunaan tert-amil
alkohol (log P=1,5) yang bersifat hidrofilik kelihatannya justru bermanfaat pada sintesis
ini karena tert-amil alkohol mengambil air yang terbentuk dan membiarkan air essensial
yang diperlukan oleh enzim sehingga keaktifan enzim tetap terjaga.
47.9
43.4
40.6
46.3
36 38 40 42 44 46 48 50
nhek
san
isop
ropa
nol
tertb
utan
olte
rt am
ilalk
ohol
Jeni
s Pe
laru
t
Konversi (%)
Gambar 4.4 Penentuan Jenis Pelarut pada Sintesis Lauroil- N-metil glukamida
dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
Pengamatan yang sama juga diperoleh Bouquet, dkk. (1999) pada sintesis α-
butil glukosida menggunakan lipase dalam pelarut organik tert-amil alkohol. Diamati
bahwa tert-amil alkohol merupakan pelarut yang inert dan sesuai untuk digunakan
karena dapat melarutkan baik substrat asil maupun alkohol.
4.1.4 Penentuan rasio pelarut
Penggunaan rasio pelarut yang tepat dapat meningkatkan kehomogenan substrat,
memberikan pengaruh positif terhadap kinerja enzim dan pada akhirnya diharapkan
dapat memberikan perolehan produk yang baik. Penelitian penentuan rasio pelarut
diamati pada rasio n-heksan:asam laurat sebesar 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 (v/b).
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil percobaan pada Gambar 4.5, yaitu pengamatan sintesis lauroil-
dietanolamida, menunjukkan bahwa rasio pelarut terhadap asam laurat sebesar 2:1 (v:b)
memberikan perfoma terbaik.
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil penentuan rasio pelarut yang optimum pada sintesis lauroil-N-metil
glukamida ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dari gambar tersebut diperoleh bahwa pada
rasio 1:1 dan 1:2, konversi asam lemak yang diperoleh masih di bawah 40%. Pada rasio
42.20
32.77
40.22
43.24
0 10 20 30 40 50
nhek
san
isop
ropa
nol
tertb
utan
olte
rtam
ilal
koho
l
Jeni
s Pe
laru
t
Konversi (%)
1:3 konversi mencapai 45 % pada sintesis lauroil-N-metil glukamida selama 48 jam dan
temperatur 30 oC.
Gambar 4.5 Penentuan Rasio Pelarut n-heksan:AL pada Sintesis Lauroil-
dietanolamida dari AL+DEA (Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
Gambar 4.6. Penentuan Rasio Pelarut tert-amil alkohol:AL pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida dari AL+MGL (Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
44.5
51
40.2
45
0 10 20 30 40 50 60 70
1:1
2:1
3:1
4:1
Ras
io P
elar
ut
Konversi (%)
38.72
39.18
45.92
37.29
0 10 20 30 40 50 60
1:1
2:1
3:1
4:1
Ras
io P
elar
ut
Konversi (%)
Kelihatannya pada rasio 1:1 dan 1:2 jumlah pelarut yang ada belum cukup untuk
melarutkan substrat dengan sempurna. Pada rasio 1:4, pelarut yang tersedia sudah
berlebih sehingga pelarut tert-amil alkohol justru mengambil air esensial yang
diperlukan enzim untuk menjaga keaktifannya sehingga konversi asam lemak menjadi
rendah.
4.1.5 Penentuan konsentrasi enzim
Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim pada amidasi asam laurat dengan
menggunakan enzim terimobilisasi dari Novozym 435® dilakukan pada 5 level
konsentrasi enzim (b:b asam laurat) yaitu 6%, 8%, 10%, 12% dan 14%.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil pengamatan penentuan konsentrasi enzim diamati pada Gambar 4.7.
Terlihat bahwa perolehan produk terbaik terdapat pada konsentrasi 10%. dan aktifitas
enzim mengalami penurunan pada konsentrasi enzim yang lebih tinggi. Hal ini
menggambarkan adanya batasan aktifitas enzim, karena terbatasnya substrat yang
tersedia.
Gambar 4.7 Pengaruh Konsentrasi Novozym pada Sintesis Lauroil- dietanolamida dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1,
Pelarut n-heksan, T=30 oC, t = 24 jam)
52.15
60.6264.33
57.1652.14
10
20
30
40
50
60
70
80
6 8 10 12 14Konsentrasi Novozym (b/b asam laurat)
Kon
vers
i (%
)
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Pengaruh konsentrasi Novozym pada reaksi antara asam laurat dengan N-metil
glukamina ditunjukkan pada Gambar 4.8. Secara keseluruhan diamati bahwa persen
konversi asam laurat akan sedikit meningkat dengan bertambahnya jumlah enzim yang
digunakan. Penelitian oleh Torres dan Otero (2001) juga menunjukkan bahwa
penggunaan sejumlah besar enzim sebagai biokatalis akan meningkatkan jumlah donor
asil yang membentuk kompleks asil-enzim. Akan tetapi persen konversi asam lemak
yang tertinggi tidak dijumpai pada penggunaan enzim lipase yang terbanyak. Perolehan
produk terbaik terdapat pada konsentrasi 8%. Hal ini berarti pada konsentrasi 8% (b:b
asam laurat), rasio antara substrat dan enzim yang dipilih sudah sesuai dimana
penggunaan enzim lebih dari 8% tidak lagi meningkatkan konversi asam lemak karena
substrat yang tersedia sudah terbatas.
Gambar 4.8 Pengaruh Konsentrasi Novozym pada Sintesis Lauroil- N-metil glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1,
Pelarut tert-amil alkohol, T=30 oC, t = 24 jam)
4.1.6 Penentuan rasio substrat alkanolamina:asam laurat
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Penentuan rasio molar substrat pada sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan
pada Gambar 4.9. Sintesis dilakukan menggunakan dietanolamina berlebih sehingga
asam laurat berperan sebagai reaktan pembatas yang diobservasi. Pengamatan dilakukan
43.54
47.1545.92
35.56 35.54
30
35
40
45
50
55
6 8 10 12 14
Level Novozym (%) (b/b asam laurat)
Konv
ersi
(%)
pada level rasio substrat DEA:AL 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 5:1, dimana pada rasio tersebut
pH reaksi berturut-turut adalah 6; 6,5; 7; 8 dan 9.
Dari Gambar 4.9 diketahui perolehan produk yang besar pada rasio substrat 2:1
dan 3:1 masing-masing sebesar 50,3% dan 47,5%. Hanya saja sebagai center point pada
penelitian optimasi dipilih rasio 3:1 karena jika rasio 2:1 sebagai center point maka
pada level -1,682, rasio substrat dapat menjadi 1:2 (mol amina:mol asam laurat) yang
artinya asam laurat tidak lagi menjadi reaktan pembatas sehingga persen konversi asam
laurat akan rendah.
Gambar 4.9 Penentuan Rasio Substrat pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
dari AL+DEA (Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Pengamatan penentuan rasio substrat pada sintesis lauroil-N-metil glukamida
dilakukan pada level rasio substrat MGL:AL 1:6, 1:3, 1:1, 3:1 dan 6:1, dimana pada
rasio tersebut pH reaksi berturut-turut adalah 5 ; 6 ; 7 ; 8 dan 9. Penentuan molar rasio
substrat diamati pada Gambar 4.10. Rasio optimal diperoleh pada rasio 1:1. Jika reaksi
dipilih menggunakan donor asil berlebih maka sintesis cenderung untuk menghasilkan
lebih banyak ester. Menurut Ee Lin Soo, dkk.(2004), jika menggunakan donor asil
berbasis minyak yang murni, harus digunakan rasio molar yang sama untuk
memperoleh yield yang baik.
43.5
50.3
47.5
40.4
25.7
0 10 20 30 40 50 60 70
1:1
2:1
3:1
4:1
5:1
Ras
io D
EA :
AL
Konversi (%)
Gambar 4.10 Penentuan Rasio Substrat pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida dari AL+MGL (Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)
Perbedaan molar rasio substrat terbaik antara sintesis lauroil-dietanolamida (3:1)
dengan sintesis lauroil-N-metil glukamida (1:1) kelihatannya disebabkan karena
pengaruh pH. Perubahan pH lingkungan dapat berpengaruh terhadap efektifitas bagian
aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. pH rendah dan pH tinggi dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menurunkan aktivitas enzim.
Kedua sintesis diamati bekerja optimum pada pH yang sama yaitu 7. Sehingga
meskipun rasio molar substrat kedua sintesis berbeda, tetapi diamati pada rasio substrat
tersebut pH reaksi adalah sama. Jika digunakan substrat asam laurat berlebih, maka
amina akan teresterifikasi menjadi amina ester yang akan mengurangi konversi amina
menjadi amida. Par Tufvesson, dkk. (2004) mengamati bahwa yield amina ester dapat
dikurangi dengan menggunakan konsentrasi amina yang tinggi di dalam campuran
reaksi. Akan tetapi pada kondisi ini, amina berlebih yang tidak mudah larut ini akan
menghambat perpindahan massa sistem sehingga akan menurunkan perolehan.
Disamping itu penggunaan amina berlebih akan meningkatkan biaya surfaktan yang
dihasilkan dan akan menyulitkan dalam pemurnian produk.
4.1.7 Penentuan level temperatur
Penelitian pendahuluan untuk menentukan temperatur optimum pada sintesis
alkanolamida dilakukan pada 4 level temperatur berbeda, yaitu 30°C, 40°C, 50°C dan
33.58
42.85
45.92
42.28
28.17
0 10 20 30 40 50 60 70
6:1
3:1
1:1
1:3
1:6
Ras
io m
ol M
GL:
AL
Konversi (%)
60°C. Pemilihan temperatur ini didasarkan pada keaktifan enzim lipase yang mampu
bekerja pada kisaran temperatur 30°C-80°C (Reetz, 2002).
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil pengamatan pengaruh temperatur pada sintesis lauroil-dietanolamida
ditunjukkan pada Gambar 4.11 dimana ditunjukkan bahwa pada suhu 60 oC diperoleh
persen konversi asam lemak yang tinggi yaitu 75%. Pengamatan yang sama diamati
oleh Herawan (2004), dimana trans-esterifikasi minyak inti sawit dengan di-alkil
karbonat secara enzimatik berlangsung optimal pada suhu 60oC dan akan menurun pada
suhu 70oC. Akan tetapi sintesis alkanolamida pada suhu diatas 60 oC akan menunjukkan
perubahan warna produk akhir. Untuk itu suhu 60 oC hanya dapat digunakan sebagai
level atas dan sebagai center point digunakan suhu 50 oC yang perolehan konversinya
sudah cukup tinggi yaitu 71,16%.
Gambar 4.11 Penentuan Level Temperatur pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1, Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), t = 24 jam)
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil pengamatan pada Gambar 4.12 menunjukkan hasil penentuan level
temperatur pada sintesis lauroil-N-metil glukamida. Diperoleh bahwa persen konversi
asam lemak terbaik adalah pada temperatur 50 oC. Pada temperatur di atas 50 oC, persen
konversi relatif sedikit berkurang, yang mungkin disebabkan oleh denaturasi lipase.
52.15
61.22
71.16
75.89
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
30
40
50
60
Tem
pera
tur (
oC)
Konversi (%)
Hasil ini sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Kurniasih (2008) yang menunjukkan
bahwa alkanolamida dapat terbentuk tanpa adanya enzim dan meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Rentang temperatur dimana kerja Novozyme lebih efisien
diharapkan pada 50–60 oC.
Gambar 4.12 Penentuan Level Temperatur pada Sintesis Lauroil- N-metil
glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), t = 24 jam)
4.2 Hasil Optimasi Kondisi Penelitian
Optimasi kondisi penelitian bertujuan untuk memprediksi model, mengamati
pengaruh interaksi dari ketiga variabel percobaan yang disusun dalam central composite
design (CCD), serta menentukan konversi optimum yang dapat diperoleh dari sintesis
lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Sintesis lauroil-dietanolamida
dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan dietanolamina menggunakan pelarut
n-heksan dan enzim Novozym 435® pada waktu reaksi 24 jam, sementara sintesis
lauroil-N-metil glukamida dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan N-metil
glukamina menggunakan pelarut tert-amil alkohol dan enzim Novozym 435® pada
waktu reaksi 48 jam. Pemilihan kedua jenis pelarut, enzim dan waktu reaksi ini
diperoleh dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan.
45.92
47.21
61.34
57.21
0 10 20 30 40 50 60 70 80
30
40
50
60
Tem
pera
tur
(o C)
Konversi (%)
4.2. Hasil Optimasi Kondisi Penelitian
Optimasi kondisi penelitian bertujuan untuk memprediksi model, mengamati
pengaruh interaksi dari ketiga variabel percobaan yang disusun dalam central composite
design (CCD), serta menentukan konversi optimum yang dapat diperoleh dari sintesis
lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Sintesis lauroil-dietanolamida
dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan dietanolamina menggunakan pelarut
n-heksan dan enzim Novozym 435® pada waktu reaksi 24 jam, sementara sintesis
lauroil-N-metil glukamida dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan N-metil
glukamina menggunakan pelarut tert-amil alkohol dan enzim Novozym 435® pada
waktu reaksi 48 jam. Pemilihan kedua jenis pelarut, enzim dan waktu reaksi ini
diperoleh dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan.
4.2.1 Optimasi sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil optimasi sintesis lauroil-dietanolamida dalam nilai persen konversi asam
laurat dan persen yield lauroil-dietanolamida ditunjukkan pada Tabel 4.1. Persen
konversi asam laurat diperoleh dari selisih antara nilai bilangan asam di awal dan di
akhir reaksi. Nilai persen yield diperoleh setelah campuran produk dimurnikan dan
dianalisis menggunakan HPLC.
Tabel 4.1 Hasil Optimasi Sintesis Lauroil-dietanolamida
Konsentrasi enzim (X1)
Rasio molar substrat (X2)
Temperatur (X3)
Konversi (%)
Yield (%)
No
Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual 1 -1 8 -1 2:1 -1 45 59,0976 97,310 2 1 12 -1 2:1 -1 45 54,8019 97,740 3 -1 8 1 4:1 -1 45 66,8476 87,575 4 1 12 1 4:1 -1 45 68,8093 92,100 5 -1 8 -1 2:1 1 55 74,1895 96,960 6 1 12 -1 2:1 1 55 73,5281 97,985 7 -1 8 1 4:1 1 55 53,7296 35,815 8 1 12 1 4:1 1 55 62,5261 68,600 9 -1,682 6,64 0 3:1 0 50 59,9053 64,995
10 1,682 13,36 0 3:1 0 50 62,6835 93,490 11 0 10 -1,682 1,3:1 0 50 60,1662 98,415 12 0 10 1,682 4,7:1 0 50 56,3411 76,945 13 0 10 0 3:1 -1,682 42,6 72,2923 92,905 14 0 10 0 3:1 1,682 58,4 73,0046 41,845 15 0 10 0 3:1 0 50 73,2581 89,615 16 0 10 0 3:1 0 50 73,3259 42,725 17 0 10 0 3:1 0 50 72,2782 17,815 18 0 10 0 3:1 0 50 72,9754 85,605 19 0 10 0 3:1 0 50 72,8837 94,905 20 0 10 0 3:1 0 50 73,6821 67,440
Dari data persen konversi dan persen yield pada Tabel 4.1 selanjutnya dilakukan
analisis menggunakan Metode Permukaan Sambutan (RSM) dengan bantuan software
MINITAB 14®. Metode Permukaan Sambutan adalah sekumpulan metode matematika
dan teknik-teknik statistik yang bertujuan membuat model dan mengukur kekuatan
hubungan serta pengaruh variabel respon dan variabel prediktor (Iriawan dan Astuti,
2006). Variabel respon pada sintesis ini adalah persen konversi asam laurat atau persen
yield lauroil-dietanolamida dan variabel prediktor adalah konsentrasi enzim, rasio molar
substrat dan temperatur.
4.2.1.1 Prediksi model
Agar model persamaan yang dibuat tidak menyimpang jauh, tahap awal dalam
RSM adalah memprediksi model regresi dan dilanjutkan dengan analisis variansi
(ANAVA) dan uji verifikasi model. Model regresi yang dibuat bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara persen konversi asam laurat (Y) dengan konsentrasi
Novozym (X1), rasio molar asam laurat terhadap dietanolamina (X2) dan temperatur
(X3), serta untuk mengoptimalkan respon yaitu konversi asam laurat. Pada tabel 4.2
berikut dicantumkan hasil prediksi koefisien regresi untuk menyusun model permukaan
sambutan sintesis lauroil-dietanolamida.
Tabel 4.2 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Lauroil-Dietanolamida
Term Coef P Constant 73.0455 0.000 Konsentrasi Novozym 0.7669 0.029 Rasio mol DEA : AL -1.1816 0.003 Temperatur 1.1434 0.003 Konsentrasi Novo*Konsentrasi Novo -4.0206 0.000 Rasio mol DEA : AL * Rasio mol DEA : AL -5.0956 0.000 Temperatur*Temperatur -0.0063 0.983 Konsentrasi Novo*Rasio mol DEA : AL 1.9644 0.001 Konsentrasi Novo*Temperatur 1.3086 0.008 Rasio mol DEA : AL * Temp. -6.6524 0.000 Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi(%) Fit SE Fit Residual St Resid 5 5 74.190 72.789 0.908 1.400 2.20 R 14 14 73.005 74.951 0.864 -1.946 -2.80 R Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α
Nilai uji P digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan dua
variabel. Faktor signifikansi yang digunakan adalah α=0,05. Variabel bernilai signifikan
jika nilai P < α. Berdasarkan Tabel 4.2, model persamaan yang dapat menunjukkan
hubungan variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen konversi asam laurat (YAL)
pada sintesis lauroil-dietanolamida diperoleh sebagai berikut:
YAL = 73,0455 + 0,7669X1 - 1,1816 X2 + 1,1434 X3 - 4,0206 X12 – 5,0956 X2
2 –
0,0063 X32 + 1,9644 X1.X2 + 1,3086 X1.X3 – 6,6524 X2.X3 (4.1)
Sedangkan model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi
terhadap persen yield (YAL+DEA) ditunjukkan oleh persamaan berikut :
YAL+DEA = 77,819 + 6,348X1 – 10,399X2 – 11,806X3 + 1,732X12 + 4,715X2
2 –
2,464X32 + 4,482 X1.X2 + 3,607 X1.X3 – 9,394 X2.X3 (4.2)
Terhadap model regresi orde dua yang diperoleh terlebih dahulu akan dilakukan
analisis variansi dan uji verifikasi model sebelum model regresi diplot sebagai respon
permukaan dan kontur permukaan. Dari hasil prediksi koefisien pada Tabel 4.2 di atas,
juga diketahui bahwa konsentrasi Novozym memberikan pengaruh yang positif sebesar
0,7669 dan signifikan terhadap pembentukan produk. Demikian juga interaksinya
dengan rasio mol dietanolamina memberikan efek positif dan signifikan sebesar 1,9644.
Tetapi kuadrat variabel konsentrasi Novozym memberikan efek negatif sebesar -4,020.
Interaksi konsentrasi dengan temperatur memberikan efek positif 1,3086 dengan nilai P
0,008. Hal ini menunjukkan adanya batasan dalam penggunaan biokatalis, rasio molar
dietanolamina dan temperatur yang dilibatkan pada reaksi. Rasio mol dietanolamina
terhadap asam laurat turut memberikan pengaruh yang signifikan pada -1,1816, dan
interaksinya dengan temperatur (X2.X3) memberikan efek negatif yang juga signifikan.
Variabel temperatur, turut memberikan efek positif yang signifikan
dibandingkan variabel lainnya sebesar 1,1434, akan tetapi kuadrat variabel temperatur
memberikan efek negatif yang tidak signifikan. Ini menunjukkan bahwa laju reaksi
enzimatis antara asam lemak dengan dietanolamina banyak dipengaruhi oleh besarnya
konsentrasi Novozym dan temperatur. Namun penggunaan variabel konsentrasi
Novozym dan rasio mol dietanolamina terhadap asam laurat juga memiliki batasan
tertentu, sebab dalam reaksi enzimatis dikenal adanya hambatan oleh substrat (Par
Tufvesson, dkk. 2007).
Dalam analisis statistik MINITAB 14®, dapat dilakukan analisis terhadap
unusual observation. Unusual observation adalah kondisi dimana residual antara nilai
pengamatan dengan prediksi memiliki penyimpangan yang cukup besar dari
pengamatan lainnya. Dengan adanya analisis terhadap besarnya nilai penyimpangan,
dapat dilakukan penajaman dan peninjauan pengamatan pada penelitian selanjutnya.
Berdasarkan analisis statistik pada Tabel 4.2 diketahui unusual observation berada pada
run (order model) 5 dan 14. Berdasarkan hasil analisis persen konversi pada Tabel 4.1,
konversi lauroil-dietanolamida yang menghasilkan unusual observation adalah 74,1895
% untuk run 5 dan 73,0046 % untuk run 14.
4.2.1.2 Analisis variansi (ANAVA)
Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk memeriksa signifikansi model
regresi yang diperoleh. Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis variansi model regresi
untuk sintesis lauroil-dietanolamida.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Lauroil-dietanolamida
FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 1007.34 1007.344 111.927 90.99 0.000 Linear 3 44.95 44.954 14.985 12.18 0.001 Square 3 563.78 563.781 187.927 152.77 0.000 Interaction 3 398.61 398.608 132.869 108.01 0.000 Residual Error 10 12.30 12.301 1.230 Lack-of-Fit 5 11.16 11.155 2.231 9.73 0.130 Pure Error 5 1.15 1.146 0.229 Total 19 1019.65 R-Sq 98.8 R-Sq(adj) 97.7 S 1.109 DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa model linier (P=0,01), model
kuadratik (P=0) maupun model nonlinier yang mengikut sertakan interaksi antarfaktor
(P=0) adalah signifikan karena nilai P ketiganya kurang dari α yang digunakan yaitu
0,05. Hal ini berarti ketiga model adalah tepat untuk digunakan pada sintesis lauroil-
dietanolamida.
Akurasi sebuah model persamaan regresi dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasi R2. Sebab nilai koefisien determinasi R2 mencerminkan besarnya pengaruh
yang diberikan oleh variabel penelitian. Semakin besar nilai R2 suatu model, maka
model semakin baik. Variabel bebas yang digunakan akan menunjukkan pengaruh dan
interaksi yang akan tercermin dan persamaan regresi.
Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis lauroil-dietanolamida
pada Tabel 4.3 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 98,8 %, nilai R2 (Adj)
sebesar 97,7 % dengan nilai S sebesar 1,109. Semakin besar nilai R2 suatu model, maka
model semakin baik, karena sebanyak 98,8 % perolehan amida ditunjukkan oleh tiga
variabel penelitian pada Tabel 4.1, yaitu konsentrasi Novozym, rasio mol
dietanolamina: asam laurat dan temperatur.
Selain melalui analisis variansi, uji kenormalan model juga dapat dilihat melalui
lack of fit. Hasil analisis pada tabel ANAVA menunjukkan hasil uji lack of fit (LOF)
yang juga dapat digunakan untuk menguji kecukupan model. Bila digunakan sebuah
hipotesis. Hipotesisnya adalah:
Ho : Tidak ada lack of fit , jika P > α
H1 : Ada lack of fit, jika P < α
Hipotesis awal yang mengatakan tidak ada lack of fit berarti model yang dibuat telah
sesuai dengan data, sedangkan hipotesis alternatif berarti model yang telah dibuat belum
mewakili data. Hipotesis awal akan diterima jika nilai P > α.
Dari hasil analisis statistik, diperoleh harga lack of fit bernilai P= 0,130. Apabila
digunakan nilai α sebesar 5%, maka hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat
sudah mewakili data karena P > 0,05.
4.2.1.3 Uji verifikasi model
Uji verifikasi model dilakukan dengan memeriksa kesesuaian residual dengan
asumsi yang disyaratkan. Asumsi yang biasa diambil dalam ANAVA adalah asumsi
normalitas, asumsi homoskedastisitas dan asumsi independensi.
a) Asumsi normalitas
Asumsi normalitas dapat diketahui dengan berbagai cara, salah satu diantaranya
adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi kenormalan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov (KS) dilakukan menggunakan nilai signifikansi (α) = 0,05. Berdasarkan data
statistik Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α = 0,05 dan jumlah pengamatan
sebanyak 20 pengamatan diperoleh 0,294 (uji dua arah).
Gambar 4.13 Grafik Probabilitas Normal Residual
RESI1
Perc
ent
210-1-2
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
-2.79221E-15StDev 0.8046N 20KS 0.092P-Value
Nilai ini akan dijadikan pedoman dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan
uji kenormalan data penelitian. Nilai statistik Kolmogorov yang diperoleh dari
pengamatan pada Gambar 4.13 yaitu KS=0,092, kurang dari nilai statistik Kolmogorov
dari Lampiran 4. Apabila KS < KS1- α maka disimpulkan bahwa residual model regresi
linier yang dibuat telah mengikuti distribusi normal.
Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar 4.13, terlihat bahwa
sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Sebaran cenderung
membentuk garis lurus, sehingga asumsi kenormalan dapat dikatakan tidak dilanggar.
Keputusan bahwa suatu data telah mengikuti distribusi normal diperkuat oleh informasi
rata-rata residual (mean) sebesar -2,79221.10-15. Rata-rata residual sangat kecil karena
mendekati 0. Oleh karena itu, kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah asumsi
kenormalan residual pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model regresi dan
model regresi yang dibuat telah sesuai dan dapat digunakan.
b) Asumsi homoskedastisitas
Uji homoskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan variansi.
Gambar 4.14 menunjukkan plot residual dengan fitted value (taksiran model) pada
sintesis lauroil-dietanolamida. Dari plot pada Gambar 4.14 terlihat bahwa sebaran data
cenderung acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa
asumsi homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.
Gambar 4.14 Plot Residual dengan Fitted Vvalue pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
Fitted Value
Res
idua
l
757065605550
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
-2.0
c) Asumsi independensi
Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel
bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Gambar 4.15 digunakan untuk memeriksa
residual dengan order model pada sintesis lauroil-dietanolamida.
Gambar 4.15 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
Dari plot pada Gambar 4.15 terlihat bahwa sebaran data residual versus urutan
(order) cenderung acak dan tidak berpola, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi
independensi dipenuhi.
4.2.1.4 Analisis pengaruh variabel
a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat
Gambar 4.16 menunjukkan plot respon kontur dan respon permukaan pada
pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan rasio mol dietanolamina:asam laurat
terhadap konversi asam lemak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konversi
dietanolamida akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi enzim dan rasio
mol dietanolamina hingga batasan tertentu. Plot kontur ini mengekspresikan bahwa
peningkatan konversi asam laurat lebih tajam pada peningkatan rasio mol dietanolamina
dibandingkan dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Bertambahnya rasio mol
dietanolamina akan menyebabkan peningkatan konsentrasi campuran. Pada konsentrasi
substrat yang tinggi, peluang terjadinya tumbukan antar partikel semakin besar,
sehingga kemungkinan terjadinya reaksi amidasi semakin besar.
Observation Order
Res
idua
l
2018161412108642
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
-2.0
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.16 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim Novozym dan Rasio Mol Dietanolamina:Asam Laurat
Konversi (%)
40
50
60
6 8 10 12
Konsentrasi Novozym (%b/b A L
K i (%)60
70
43
Rasio mol DEA : A L212
L)
Konsentrasi Novozym (%b/b AL)
Ras
io m
ol D
EA :
AL
72
68
6460
60
60 56
56
56 52
5248
72
68
6460
60
60 56
56
56 52
5248
13121110987
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
Permukaan kontur menunjukkan bahwa konversi maksimum dapat diperoleh
apabila rasio mol dietanolamina:AL berada pada 3:1, sedangkan konsentrasi Novozym
10%-11%. Pada kondisi reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 73%. Hal
ini diikuti dengan tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina yang lebih besar
dari 3:1 baik pada level konsentrasi Novozym yang rendah atau tinggi diperoleh
penurunan konversi produk.
Hasil yang berlawanan diperoleh oleh Maugard, dkk. (1998) dimana rasio N-
metil glukamina:asam oleat yang optimal adalah 1:3 dan jumlah asam oleat yang
berlebih akan menghasilkan kelarutan yang baik dari amina melalui pembentukan
pasangan ion dengan asam laurat sehingga akan meningkatkan yield.
b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur
Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur terhadap konversi
ditunjukkan pada Gambar 4.17. Terlihat bahwa ekspresi respon temperatur pada
konsentrasi enzim yang rendah adalah tetap. Manakala pada konsentrasi enzim > 14%,
peningkatan temperatur akan meningkatkan konversi secara nyata. Lebih lanjut diamati
bahwa peningkatan konsentrasi akan meningkatkan konversi asam laurat baik pada level
temperatur rendah maupun tinggi, meskipun konversi yang maksimum diperoleh pada
temperatur 55 – 60 oC dan konsentrasi Novozym 435 ® 10-11 %.
Dari kontur pada Gambar 4.17, dapat diketahui bahwa dengan mendesain
kondisi temperatur pada 55°C-60°C serta konsentrasi Novozym pada 10 - 11% dapat
menghasilkan perolehan % konversi lauroil-dietanolamida yang maksimum. Pada level
temperatur ini memungkinkan terjadinya peningkatan aktifitas enzim lipase terhadap
reaksi amidasi. Kenaikan konsentrasi pada penggunaan temperatur di level tetap pada
awalnya akan meningkatkan perolehan produk. Tetapi pada akhirnya, kenaikan
konsentrasi akan menurunkan perolehan produk yang cukup tajam. Hal ini
menunjukkan bahwa pada temperatur > 60°C enzim lipase kurang aktif bekerja. Kondisi
ini mengekspresikan bahwa temperatur dapat memicu aktifitas enzim lipase pada
substrat asam laurat pada reaksi amidasi.
c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat
Respon permukaan pada Gambar 4.18 menunjukkan bahwa pada temperatur 40-
45 oC, perolehan % konversi lauroil-dietanolamida meningkat seiring dengan tingginya
penggunaan rasio mol DEA:AL. Reaksi dengan perolehan produk terbesar berada pada
kondisi temperatur 55 – 60 oC. Respon kontur menunjukkan bahwa untuk mendapatkan
perolehan persentase produk dietanolamida yang maksimum, variabel temperatur dapat
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.17 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
Konversi (%)
60
65
6
Konsentrasii Novozym (%b/b A L
8 10 12
K i (%)70
75
L)
2
5550
T e4540
5
emperatur (oC)
Konsentrasi Novozym (%b/b AL)
Tem
pera
tur
(oC)
74
72
7070
68
68
6666
64
64
62
62
74
72
7070
68
68
6666
64
64
62
62
13121110987
58
56
54
52
50
48
46
44
42
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.18 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Mol Substrat
Konversi (%)
40
60
40
T
0 45
Temperatur50 55
r (oC)
Konversi (%)
80
43
Rasio mol DEA : AL215
Temperatur (oC)
Ras
io m
ol D
EA :
AL
80
75
70
70
65
65
60
60
55
5550
5080
75
70
70
65
65
60
60
55
5550
50
585654525048464442
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
didesain pada 55-60°C dan rasio mol Amina:AL pada 2:1 sampai 3:1. Pada kondisi
tersebut, perolehan konversi dapat mencapai 74%.
Rasio mol lauroil-dietanolamida memberikan pengaruh yang lebih besar
daripada temperatur terhadap pembentukan dietanolamida. Pada kondisi temperatur
60°C, peningkatan rasio mol pada awalnya mampu meningkatkan perolehan dengan
cukup besar, tetapi pada akhirnya akan memberikan penurunan perolehan yang cukup
tajam. Hal ini berhubungan dengan adanya hambatan oleh produk pada reaksi
enzimatis. Dalam hambatan produk, aktifitas enzim secara langsung dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat dan produk didalam lingkungan mikro enzim (Mangunwidjaja dan
Suryani, 1994). Pada kondisi ini hambatan produk berasal dari telah penuhnya ruang
aktif enzim yang berikatan dengan substrat, sehingga enzim tidak mampu lagi
mensintesa substrat.
4.2.2 Optimasi sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil optimasi sintesis lauroil-N-metil glukamida dalam persen konversi asam
laurat dan persen yield ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dari data persen konversi pada
Tabel 4.4 selanjutnya dilakukan analisis menggunakan RSM. dengan variabel respon
persen konversi asam laurat dan variabel prediktor adalah konsentrasi enzim (X1), rasio
molar substrat (X2) dan temperatur (X3).
Tabel 4.4 Hasil Optimasi Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida
Konsentrasi enzim (X1)
Rasio molar substrat (X2)
Temperatur (X3)
Konversi (%)
Yield (%)
No
Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual 1 -1 6 -1 1:2 -1 40 22,2626 100,000 2 1 10 -1 1:2 -1 40 34,9000 100,000 3 -1 6 1 2:1 -1 40 49,6770 98,715 4 1 10 1 2:1 -1 40 48,5094 98,595 5 -1 6 -1 1:2 1 60 37,4432 96,180 6 1 10 -1 1:2 1 60 60,0419 76,980 7 -1 6 1 2:1 1 60 53,3536 100,000 8 1 10 1 2:1 1 60 51,3102 98,520 9 -1,682 4,64 0 1:1 0 50 63,2683 93,825
10 1,682 11,36 0 1:1 0 50 47,1429 98,535 11 0 8 -1,682 1:3 0 50 40,2351 98,120 12 0 8 1,682 3:1 0 50 42,1445 99,325 13 0 8 0 1:1 -1,682 33,18 53,3408 97,485 14 0 8 0 1:1 1,682 66,82 63,8406 97,235 15 0 8 0 1:1 0 50 61,1199 98,795 16 0 8 0 1:1 0 50 72,4641 97,495 17 0 8 0 1:1 0 50 65,0563 97,610 18 0 8 0 1:1 0 50 72,5051 96,600 19 0 8 0 1:1 0 50 54,7180 96,795 20 0 8 0 1:1 0 50 60,0419 98,020
4.2.2.1 Prediksi model regresi
Hasil prediksi koefisien regresi untuk menyusun model regresi sintesis lauroil-N-
metil glukamida ditunjukkan pada Tabel 4.5. Berdasarkan Tabel 4.5, model persamaan
yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen
konversi asam laurat (YAL) pada sintesis lauroil-N-metil glukamida diperoleh sebagai
berikut:
Y = 64,518 + 0,3592 X1 + 3,7647 X2 + 4,7199 X3 - 4,5314 X12 – 9,4867 X2
2
– 3,3346 X32 – 4,8059 X1.X2 + 1,1357 X1.X3 – 4,2306 X2.X3 (4.3)
Tabel 4.5 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Lauroil-N-metil Glukamina Term Coef P Constant 64.5180 0.000 Konsentrasi Novozym (%b/b AL) 0.3592 0.883 Rasio mol MGL : AL 3.7647 0.144 Temperatur (oC) 4.7199 0.075 Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* -4.5314 0.079 Konsentrasi Novozym (%b/b AL) Rasio mol MGL : AL* -9.4867 0.002 Rasio mol MGL : AL Temperatur (oC)*Temperatur (oC) -3.3346 0.180 Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* -4.8059 0.153 Rasio mol MGL : AL Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* 1.1357 0.722 Temperatur (oC) Rasio mol MGL : AL*Temperatur (oC) -4.2306 0.203
Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi%) Fit SE Fit Residual St Resid 9 9 63.268 51.097 6.848 12.171 2.21 R
Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α
Sedangkan model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi
terhadap persen yield (YAL+MGL) ditunjukkan oleh persamaan berikut :
YAL+MGL = 97,5941 – 0,943X1 + 1,8084X2 – 1,9075X3 - 0,7573X12 +
0,1416X22 – 0,3401X3
2 + 2,2 X1.X2 – 2,57 X1.X3 + 3,5062 X2.X3 (4.4)
Dari hasil prediksi koefisien pada Tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa
bahwa konsentrasi Novozym memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,3592 dan
tidak signifikan terhadap pembentukan produk. Kuadrat konsentrasi dan interaksinya
dengan rasio mol memberikan efek negatif sebesar -4,5314 dan -4,8059. Manakala
interaksi konsentrasi Novozym dengan temperatur memberikan efek positif 1,1357.
Kuadrat rasio mol N-metil glukamina terhadap asam laurat memberikan pengaruh yang
signifikan pada -9,4867; dan interaksinya dengan temperatur (X1.X2) memberikan efek
negatif yang tidak signifikan.
Variabel temperatur, turut memberikan efek positif sebesar 4,7199, akan tetapi
kuadrat variabel temperatur memberikan efek negatif sebesar -3,3346. Dengan
menggunakan MINITAB 14®, dilakukan analisis terhadap unusual observation agar
dapat dilakukan penajaman dan peninjauan pengamatan pada penelitian selanjutnya.
Berdasarkan analisis statistik pada Tabel 4.5 diketahui unusual observation berada pada
run 9, dimana konversi asam lemak yang menghasilkan unusual observation adalah
63,2683 % yang diperoleh dari konsentrasi Novozym 4,64 %, rasio mol MGL:AL 1/1
dan temperatur reaksi 50 oC.
4.2.2.2 Analisis variansi (ANAVA)
Hasil analisis variansi model regresi untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida
ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida
FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 2385.1 2385.1 265.01 3.43 0.034 Linear 3 499.6 499.6 166.52 2.16 0.156 Square 3 1547.3 1547.3 515.77 6.68 0.009 Interaction 3 338.3 338.3 112.76 1.46 0.284 Residual Error 10 772.2 772.2 77.22 Lack-of-Fit 5 517.6 517.6 103.51 2.03 0.227 Pure Error 5 254.6 254.6 50.92 Total 19 3157.3 S = 8.787 R-Sq = 75.5% R-Sq(adj) = 53.5% DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa model kuadratik (P=0,009) adalah
signifikan karena mempunyai nilai P kurang dari α yang digunakan yaitu 0,05. Hal ini
berarti model kuadratik adalah tepat untuk digunakan pada sintesis lauroil-N-metil
glukamida.
Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis lauroil-N-metil
glukamida pada Tabel 4.6 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 75,5 %.
Nilai R2 (Adj) sebesar 53,5 % dengan nilai S sebesar 8,787. Hal ini berarti 75,5%
perolehan amida ditunjukkan oleh tiga variabel penelitian, yaitu konsentrasi Novozym,
rasio mol N-metil glukamina:asam laurat dan temperatur. Dari hasil analisis statistik,
diperoleh harga lack of fit bernilai P= 0,227. Apabila digunakan nilai α sebesar 5%,
maka hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat telah dapat mewakili data karena P
> 0,05.
4.2.2.3 Uji verifikasi model
Uji verifikasi model dilakukan dengan memeriksa kesesuaian
residual/error/penyimpangan, dengan asumsi yang disyaratkan. Asumsi yang diambil
adalah asumsi normalitas, asumsi homoskedastisitas dan asumsi independensi.
a) Asumsi normalitas
Asumsi normalitas diketahui menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan data statistik Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α = 0,05 dan
jumlah pengamatan sebanyak 20 pengamatan diperoleh 0,294 (uji dua arah). Nilai
statistik Kolmogorov yang diperoleh dari pengamatan yaitu KS=0,103, kurang dari nilai
statistik Kolmogorov dari Lampiran 4. Apabila KS < KS1- α maka disimpulkan bahwa
residual model regresi linier yang dibuat telah mengikuti distribusi normal.
Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar 4.19, terlihat bahwa
sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Sebaran cenderung
membentuk garis lurus, sehingga asumsi kenormalan tidak dilanggar. Keputusan ini
diperkuat oleh informasi rata-rata residual sebesar 6,217249.10-16 yang sangat kecil
karena mendekati 0. Oleh karena itu, kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah
asumsi kenormalan residual pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model regresi
dan model regresi yang dibuat telah sesuai dan dapat digunakan.
b) Asumsi homoskedastisitas
Gambar 4.20 menunjukkan plot residual dengan fitted value (taksiran model)
pada sintesis lauroil-N-metil glukamida. Terlihat bahwa sebaran data cenderung acak
dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi
homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.
Gambar 4.19 Grafik Probabilitas Normal Residual
Gambar 4.20 Plot Residual dengan Fitted Value pPada Sintesis
Lauroil-N-metil Glukamida
c) Asumsi independensi
Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel
bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Dari plot pada Gambar 4.21 terlihat bahwa
RESI1
Perc
ent
151050-5-10-15
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
6.217249E-16StDev 6.375N 20KS 0.103P-Value
Fitted Value
Res
idua
l
6560555045403530
15
10
5
0
-5
-10
sebaran data residual versus urutan (order) cenderung acak dan tidak berpola, sehingga
dapat dikatakan bahwa asumsi independensi dipenuhi.
Gambar 4.21 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Lauroil-N-metil
Glukamida
4.2.2.4 Analisis pengaruh variabel
a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat
Interaksi dari tiga variabel percobaan dalam central composite design (CCD)
dianalisis melalui respon permukaan (surface response) dan kontur. Grafik respon
permukaan tiga dimensi dan kontur untuk pengaruh konsentrasi Novozym terhadap
rasio mol N-metil-glukamina:Asam laurat dapat diplot dengan menggunakan
konsentrasi Novozym pada sumbu y dan rasio mol N-metil-glukamina terhadap asam
laurat pada sumbu x dan respon konversi asam laurat pada sumbu z dengan kondisi
temperatur reaksi tetap. Dari respon tersebut akan diketahui level variabel yang dapat
digumakan untuk mendapatkan konversi asam laurat yang optimum.
Asam laurat dan N-metil-glukamina adalah molekul dengan polaritas dan
kelarutan yang berbeda. Asam laurat larut dalam pelarut hidrofobik, sedangkan N-metil-
glukamina sedikit larut dalam beberapa pelarut. Pelarut yang polar protik yaitu tert-amil
alkohol dipilih untuk sintesis N-metil-glukamida karena merupakan pelarut yang
nontoksik dan alkohol ini bukan merupakan substrat lipase. Disamping itu tert-amil
alkohol dapat melarutkan N-metil-glukamina dengan kelarutan 6 g/l pada 55oC
(Maugard, dkk. 1997).
Observation Order
Res
idua
l
2018161412108642
15
10
5
0
-5
-10
Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam
Gambar 4.22 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Rasio Mol
Konversi (%)
0
20
40
-2
Konsentrasii Novozym (%b/b A L)
2 -1 0 1
K i (%) 40
60
10
Rasio mol MGL : A L-1-2
)
Konsentrasi Novozym (%b/b AL)
Ras
io m
ol M
GL :
AL
64
56
48
48
40
40
32
32
2416
64
56
48
48
40
40
32
32
2416
1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
Novozym dari Candida antarctica dipilih sebagai katalis karena enzim
imobilisasi ini tersedia secara komersial, stabil dalam media organik serta mudah
direcoveri. N-metil-glukamina yang mengandung beberapa gugus hidroksil yang akan
bereaksi dengan asam laurat untuk menghasilkan produk yang tidak diinginkan, seperti
N-metil-glukamina monoester dan N-metil-glukamina amida ester. Oleh karena itu
penting sekali menemukan kondisi operasi yang tepat dari amidasi N-metil-glukamina
dengan asam laurat.
Pengaruh konsentrasi enzim terhadap rasio mol N-metil-glukamina:asam laurat
ditunjukkan pada Gambar 4.22. Pengamatan pada Gambar 4.22 menunjukkan bahwa
konversi asam laurat akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi enzim dan
rasio mol N-metil-glukamina hingga batasan tertentu. Plot permukaan ini
mengekspresikan bahwa peningkatan konversi asam laurat lebih tajam pada
peningkatan rasio mol alkanolamina dibandingkan dengan bertambahnya konsentrasi
enzim. Bertambahnya rasio mol substrat akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
campuran. Pada konsentrasi substrat yang tinggi, peluang terjadinya tumbukan antar
partikel semakin besar, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi amidasi semakin besar.
Hal ini bersesuaian dengan hasil analisis statistik, bahwa variabel rasio mol N-metil-
glukamina terhadap asam laurat memberikan efek positif walaupun tidak signifikan
pada sebesar 3,7647. Hal ini ditunjukkan pada kondisi reaksi dengan konsentrasi
Novozym 6% (b/b AL), memberikan kisaran konversi sebesar 60% bila rasio mol N-
metil-glukamina terhadap asam laurat dinaikkan.
Permukaan kontur menunjukkan bahwa nilai maksimum konversi asam laurat
dapat diperoleh apabila rasio mol MGL:AL 1:1, sedangkan konsentrasi Novozym 8%-
9%. Pada kondisi reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 72,3%. Hal ini
diikuti dengan tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina:AL 1:3 baik pada
level konsentrasi Novozym yang rendah atau tinggi diperoleh penurunan konversi
produk.
Kondisi ini merupakan hasil interaksi antara konsentrasi Novozym dengan rasio
mol N-metil-glukamina yang bernilai negatif dan tidak signifikan. Hal ini
dimungkinkan oleh interaksi antara biokatalis dengan asam laurat, yang diiringi dengan
peningkatan rasio N-metil-glukamina sehingga terjadi pembatasan oleh substrat
terhadap reaksi amidasi enzimatis ini. Batasan oleh substrat adalah kondisi dimana
seluruh substrat telah membentuk kompleks enzim substrat, sehingga tidak ada lagi
ruang aktif (active site) dalam enzim untuk dapat berikatan atau mengadakan kontak
dengan substrat. Setelah membentuk enzim substrat yang aktif dan bersifat sementara,
maka akan terurai kembali apabila reaksi yang diinginkan untuk pembentukan produk
telah terjadi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan rasio substrat tidak lagi mampu
meningkatkan konversi produk. Hasil yang sama juga diperoleh Kurniasih (2008) pada
sintesis alkanolamida dari asam lemak sawit distilat dengan dietanolamina.
b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur
Gambar 4.23 menunjukkan ekspresi respon permukaan pengaruh konsentrasi
enzim dan temperatur terhadap % konversi asam laurat pada rasio mol MGL:AL tetap.
Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi Novozym sangat mempengaruhi perolehan %
konversi. Ekspresi permukaan kurva menunjukkan bahwa kondisi optimum reaksi
terhadap temperatur terdapat pada pusat lengkungan kurva. Hal ini memungkinkan
penggunaan temperatur yang moderat yaitu 50°C - 55°C pada reaksi untuk perolehan
produk optimum yang diwujudkan oleh pengaruh yang sangat positif sebesar 4,7199.
Untuk penggunaan konsentrasi Novozym yang tinggi pada temperatur level rendah
dapat menurunkan perolehan produk, tetapi pengaruh yang diberikan oleh temperatur
lebih besar dari pada konsentrasi Novozym.
Dari respon kontur pada Gambar 4.23, dapat diketahui bahwa dengan mendesain
kondisi temperatur pada 50°C-55°C serta konsentrasi Novozym 8% b/b AL) dapat
menghasilkan perolehan % konversi asam laurat yang maksimum. Pada level
temperatur ini (50°C-55°C) memungkinkan adanya peningkatan aktifitas enzim lipase
terhadap reaksi amidasi. Kenaikan temperatur pada penggunaan konsentrasi Novozym
pada level tetap pada awalnya akan meningkatkan perolehan produk, tetapi pada
akhirnya, kenaikan temperatur akan menurunkan perolehan produk yang cukup tajam.
Hal ini menunjukkan bahwa pada level temperatur > 60°C, enzim lipase berkurang
kereaktifannya. Kondisi ini mengekspresikan bahwa temperatur dapat memicu aktifitas
enzim lipase pada substrat asam laurat pada reaksi amidasi. Penggunaan level
temperatur >66,82°C dapat mengakibatkan Candida antarctica mengalami proses
denaturasi. Apabila proses denaturasi terjadi, maka bagian aktif enzim akan berkurang
dan kecepatan reaksinya akan mengalami penurunan.
c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat
Respon permukaan pada Gambar 4.24 menggambarkan, bahwa pada temperatur
kurang dari 40oC, perolehan % konversi asam laurat meningkat seiring dengan
tingginya penggunaan rasio mol N-metil- glukamina:AL pada reaksi. Hal ini
diwujudkan oleh analisis statistik yang memberikan nilai positif pada variabel rasio mol
N-metil- glukamina dan temperatur. Tetapi pengaruh yang signifikan diberikan oleh
temperatur dibandingkan dengan rasio mol substrat.
Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam
Gambar 4.23 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur
Konversi (%)
30
40
50
-2
Konsentrasii Novozym (%b/b A L
2 -1 0 1
Ko e i (%)
60
L)
10
T e-1-2
1
emperatur (oC)
Konsentrasi Novozym (%b/b AL)
Tem
pera
tur
(oC)
65
60
55
50
50
4545
40
65
60
55
50
50
4545
40
1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam
Gambar 4.24 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Molar Substrat
Konversi (%)
0
20
40
-2
Ras
2 -1 0 1sio mol MGL : AL
Konversi (%) 40
60
10 Temperatur (oC)-1
-2
Rasio mol MGL : AL
Tem
pera
tur
(oC)
64
56
48 48 40
40
32
2416
64
56
48 48 40
40
32
2416
1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
Grafik tiga dimensi untuk pengaruh temperatur dan rasio mol ini, memperlihatkan
bahwa perolehan produk terbesar berada pada kondisi temperatur pada titik pusat
(center point) yaitu 50oC serta rasio mol substrat 1:1 sampai 2:1.
Rasio mol substrat berpengaruh terhadap kondisi asam-basa reaksi, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi selektivitas reaksi. Jika rasio N-metil-glukamina:asam
laurat lebih kecil dari satu, media reaksi akan asam. Pada kondisi ini gugus amina akan
terprotonasi sehingga tidak dapat bereaksi dengan asil-enzim. Hal ini mendorong
terjadinya esterifikasi N-metil-glukamina. Berlawanan dengan itu, jika rasio lebih besar
dari satu, media reaksi akan lebih basa dan amidasi N-metil-glukamina akan lebih besar
karena gugus amina akan lebih reaktif. Rasio N-metil-glukamina:asam laurat 1:1
menunjukkan hasil kompromi antara yield asilasi dengan kemoselektivitas. Hasil
pengamatan yang sejalan yaitu oleh Dolores dkk. (2002) memperoleh kesimpulan
bahwa penambahan basa (seperti trietil amin) melalui peningkatan rasio amina kedalam
campuran reaksi, akan meningkatkan yield amidasi.
4.3 Penelitian Pengembangan Proses
Pada tahapan pengembangan proses beberapa pengamatan dilakukan yaitu:
1) Penambahan amina, baik dietanolamina maupun N-metil glukamina secara
bertahap sepanjang proses sintesis dimana diharapkan asam laurat akan
mengambil amina secara efisien dan sistem tidak terlalu viskos sehingga
perpindahan massa tidak terhambat.
2) Penggunaan proses tanpa pelarut. Sintesis tanpa menggunakan pelarut dilakukan
pada reaksi asam laurat dengan dietanolamina. Sintesis lauroil-N-metil
glukamida dari N-metil glukamina dengan asam laurat tidak diamati tanpa
menggunakan pelarut karena kedua substrat berada dalam fasa padat, dan
mencairkan N-metil glukamina membutuhkan temperatur yang tinggi.
3) Penggunaan asam oleat sebagai substrat asam lemak rantai panjang dan
berikatan rangkap. Sebagaimana sintesis lauroil-dietanolamida, pada sintesis
oleoil-dietanolamida dari asam oleat dengan dietanolamina akan dilakukan
optimasi sintesis untuk mengamati pengaruh variabel yang sama dengan sintesis
lauroil-dietanolamida, yaitu konsentrasi enzim, rasio molar substrat dan
temperatur, terhadap persen konversi asam lemak yang diperoleh.
4) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor berpengaduk multi-tahap.
Pengamatan ini sebagai langkah awal untuk memproduksi surfaktan lauroil-
dietanolamida, lauroil-N-metil-glukamida dan oleoil-dietanolamida pada skala
yang lebih besar, dimana diharapkan hasil yang diperoleh dapat dikembangkan
pada industri hilir oleokimia.
5) Penggunaan enzim berulang atau recoveri enzim. Enzim lipase komersial
Novozym dipilih untuk digunakan karena sesuai untuk sintesis alkanolamida,
mudah dipisahkan dari campuran produk serta yang utama, dapat digunakan
kembali secara berulang. Penggunaan berulang ini akan menghemat biaya
penggunaan enzim, mengingat bahwa biokatalisator enzim, baik yang disintesis
sendiri maupun yang komersial, memerlukan biaya yang tinggi untuk
memperolehnya.
4.3 Penelitian Pengembangan Proses
Pada tahapan pengembangan proses beberapa pengamatan dilakukan yaitu:
6) Penambahan amina, baik dietanolamina maupun N-metil glukamina secara
bertahap sepanjang proses sintesis dimana diharapkan asam laurat akan
mengambil amina secara efisien dan sistem tidak terlalu viskos sehingga
perpindahan massa tidak terhambat.
7) Penggunaan proses tanpa pelarut. Sintesis tanpa menggunakan pelarut dilakukan
pada reaksi asam laurat dengan dietanolamina. Sintesis lauroil-N-metil
glukamida dari N-metil glukamina dengan asam laurat tidak diamati tanpa
menggunakan pelarut karena kedua substrat berada dalam fasa padat, dan
mencairkan N-metil glukamina membutuhkan temperatur yang tinggi.
8) Penggunaan asam oleat sebagai substrat asam lemak rantai panjang dan
berikatan rangkap. Sebagaimana sintesis lauroil-dietanolamida, pada sintesis
oleoil-dietanolamida dari asam oleat dengan dietanolamina akan dilakukan
optimasi sintesis untuk mengamati pengaruh variabel yang sama dengan sintesis
lauroil-dietanolamida, yaitu konsentrasi enzim, rasio molar substrat dan
temperatur, terhadap persen konversi asam lemak yang diperoleh.
9) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor berpengaduk multi-tahap.
Pengamatan ini sebagai langkah awal untuk memproduksi surfaktan lauroil-
dietanolamida, lauroil-N-metil-glukamida dan oleoil-dietanolamida pada skala
yang lebih besar, dimana diharapkan hasil yang diperoleh dapat dikembangkan
pada industri hilir oleokimia.
10) Penggunaan enzim berulang atau recoveri enzim. Enzim lipase komersial
Novozym dipilih untuk digunakan karena sesuai untuk sintesis alkanolamida,
mudah dipisahkan dari campuran produk serta yang utama, dapat digunakan
kembali secara berulang. Penggunaan berulang ini akan menghemat biaya
penggunaan enzim, mengingat bahwa biokatalisator enzim, baik yang disintesis
sendiri maupun yang komersial, memerlukan biaya yang tinggi untuk
memperolehnya.
4.3.1 Penambahan amina bertahap
a. Sintesis lauroil-dietanolamida
Sintesis lauroil-dietanolamina pada penggunaan asam laurat berlebih akan
menjadikan reaksi cenderung membentuk ester. Manakala penggunaan dietanolamina
berlebih diharapkan akan membentuk amida dengan ikatan yang lebih efektif. Untuk itu
sintesis lauroil-dietanolamida lebih baik jika menggunakan amina berlebih. Hanya saja
penambahan amina berlebih secara bersamaan cenderung mengentalkan campuran dan
menghambat perpindahan massa, untuk itu dicoba menambahkan amina secara bertahap
agar reaksi lebih efisien dalam mengambil amina yang tersedia.
Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada
tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 0,05 mol direaksikan dengan 0,15 mol
dietanolamina (rasio substrat AL:DEA pada 1:3) menggunakan 10 % (b:b AL)
Novozym, pelarut n-heksan, waktu reaksi 24 jam pada temperatur 55 oC. Penambahan
dietanolamina dilakukan mulai dari dua hingga empat tahap, untuk dibandingkan
dengan hasil optimasi menggunakan satu tahap penambahan amina. Pada penambahan
amina dua tahap, amina ditambahkan setelah reaksi berjalan nol (0) dan 12 jam. Pada
penambahan amina tiga tahap, amina ditambahkan setelah reaksi berjalan 0, 8 dan 16
jam. Manakala pada penambahan amina empat tahap, dietanolamina ditambahkan
setelah reaksi berjalan 0, 6, 12, dan 18 jam.
Hasil pengamatan penambahan dietanolamina diberikan pada Gambar 4.25.
Secara umum diamati bahwa penambahan amina secara bertahap akan meningkatkan
persen konversi asam lemak yang digunakan. Bila dibandingkan dengan satu tahap
penambahan amina (konversi asam laurat 73,68%) diperoleh bahwa tahapan
penambahan amina yang memberikan konversi asam lemak terbaik adalah pada dua
tahap yaitu 79,78%. Meskipun demikian hasil yang dicapai pada penggunaan 3 tahap
juga mendekati hasil pada dua tahap, manakala hasil 4 tahap mengalami penurunan
dibanding 2 dan 3 tahap. Dapat disimpulkan bahwa ketika dilakukan penambahan
amina tahap 2 dan seterusnya, masih cukup banyak asam laurat yang belum bereaksi
yang dapat membentuk pasangan ion dengan fraksi dietanolamina yang ditambah.
Gambar 4.25 Pengaruh Penambahan Amina secara Bertahap Terhadap Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-Dietanolamida
Menurut Par Tufvesson, dkk. (2007), untuk mencegah kehilangan amina,
disarankan untuk:
1) Membawa reaksi tetap ke arah pembentukan amida ester dengan menambahkan
hanya ½ bagian alkanolamina dan pada saat yang bersamaan, mengaplikasikan
kondisi vakum untuk menghilangkan air yang terbentuk. Vakum dihentikan
setelah beberapa jam dan porsi ke-2 amina ditambahkan. Konsentrasi yang
tinggi dari amida ester dan konsentrasi yang rendah dari asam akan tercapai pada
setengah bagian pertama reaksi. Ketika setengah bagian kedua amina
ditambahkan, amida ester akan terkonversi menjadi amida dan yield dapat
mencapai 80%.
2) Strategi kedua adalah menambahkan amina dalam porsi yang kecil untuk
memastikan bahwa konsentrasi amina tidak pernah melebihi asam bebas, hal ini
73.6879.78 79.68
74.63
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 tahap 2 tahap 3 tahap 4 tahapTahap penambahan Dietanolamina
Kon
vers
i (%
)
dilakukan untuk menjaga amina tetap dalam bentuk protonasinya, bentuk non
volatil. Dengan cara ini sangat memungkinkan untuk menghilangkan air dari
reaksi tanpa menghilangkan amina.
Salah satu cara meningkatkan efisiensi proses adalah dengan menambahkan
amina secara bertahap serta menerapkan kondisi vakum pada sintesis alkanolamida.
Hanya saja kondisi vakum memerlukan tambahan biaya operasional. Untuk itu perlu
dioptimalkan upaya meningkatkan konversi asam lemak dan perolehan amida melalui
optimasi variabel-variabel proses.
b) Sintesis lauroil-N-metil-glukamida
Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada
tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 10 gram direaksikan dengan 9,74 gram N-metil
glukamina (rasio AL:MGL 1:1) menggunakan 8 % (b:b AL) Novozym, pelarut tert-
amil-alkohol, waktu reaksi 48 jam pada temperatur 50 oC. Penambahan N-metil-
glukamina dilakukan mulai dari dua hingga empat tahap, untuk dibandingkan dengan
hasil optimasi menggunakan satu tahap penambahan amina. Pada penambahan amina
dua tahap, N-metil glukamina ditambahkan setelah reaksi berjalan nol (0) dan 24 jam.
Pada penambahan N-metil glukamina tiga tahap, N-metil glukamina ditambahkan
setelah reaksi berjalan 0, 16 dan 32 jam. Manakala pada penambahan N-metil-
glukamina empat tahap, N-metil glukamina ditambahkan setelah reaksi berjalan 0, 12,
24, dan 36 jam. Hasil pengamatan penambahan N-metil glukamina diberikan pada
Gambar 4.26.
54.72 55.21
67.93 66.80
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
1 tahap 2 tahap 3 tahap 4 tahapTahap Penambahan N-metil glukamina
Konv
ersi
(%)
Gambar 4.26 Pengaruh Penambahan Amina secara Bertahap Terhadap Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida
Secara umum diamati bahwa penambahan N-metil glukamina secara bertahap
akan meningkatkan persen konversi asam lemak yang digunakan. Hasil terbaik yang
diperoleh adalah pada penambahan amina 3 tahap yaitu 67,93 %, dan pada 4 tahap
penambahan, asam lemak yang terkonversi telah konstan pada nilai 66-67 %.
Penambahan amina secara bertahap juga telah diamati oleh Par Tufvesson, dkk. (2007)
pada sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan etanolamina. Sintesis alkanolamida
dijalankan dengan menambahkan hanya ½ bagian etanolamina pada awal reaksi. Ketika
etanolamina sisa ditambahkan, amida ester akan terkonversi menjadi amida dengan
yield sekitar 75%, sedangkan asam yang tidak bereaksi tetap 23%. Dari pengamatan ini
serta dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penambahan
amina secara bertahap cukup menjanjikan sebagai salah satu cara meningkatkan
perolehan amida dan sekaligus mengeliminasi jumlah ester-amida yang terbentuk.
4.3.2 Sintesis tanpa pelarut
Pengembangan sintesis dilakukan antara lain dengan menggunakan proses tanpa
pelarut. Pelarut mempunyai manfaat untuk menghomogenkan campuran reaksi, hanya
saja beberapa peneliti mencoba untuk meminimalkan penggunaan pelarut guna
mengurangi efek penguapan pelarut terhadap lingkungan, memperkecil volume reaktor,
serta memudahkan dalam proses pemurnian (Herawan, 2004; Tornvall, dkk. 2007).
Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada
tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 0,05 mol direaksikan dengan 0,15 mol
dietanolamina (rasio substrat AL:DEA 1:3) menggunakan 10 % (b:b AL) Novozym,
waktu reaksi 24 jam pada temperatur bervariasi dari 50 hingga 70 oC.
Hasil pengamatan kondisi tanpa pelarut ditunjukkan pada Gambar 4.27. Terlihat
bahwa kondisi tanpa pelarut akan menurunkan perolehan lauroil- dietanolamida.
Konversi asam lemak yang mendekati keadaan menggunakan pelarut adalah bila reaksi
dijalankan pada suhu 50oC. Konversi tanpa pelarut pada suhu ini sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan pelarut yaitu 70,01% berbanding 73,07 %.
Manakala pada suhu yang lebih tinggi, kenaikan suhu justru menurunkan konversi asam
lemak hingga 50% lebih rendah dibandingkan kondisi tanpa pelarut pada suhu 50oC.
Kelihatannya pada suhu ini, enzim menjadi berkurang keaktifannya. Untuk itu dapat
disimpulkan bahwa kondisi tanpa pelarut dapat diterapkan pada sintesis lauroil-
dietanolamida, pada suhu yang moderat, agar enzim masih terjaga keaktifannya. Secara
umum, untuk menjalankan reaksi enzimatik pada kondisi tanpa pelarut, paling sedikit
satu reaktan berada dalam fasa cair. Temperatur reaksi karena itu merupakan parameter
yang penting yang harus dipilih dengan mempertimbangkan titik lebur dan kelarutan
reaktan.
Gambar 4.27 Pengamatan Pengaruh Penggunaan Pelarut n-heksan Terhadap
Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
Pengamatan sintesis alkanolamida pada kondisi tanpa pelarut juga diamati olef
Par Tufvesson, dkk. (2007). Produk yang diinginkan adalah lauroil-etanolamida dengan
titik lebur 89oC, sedangkan reaktan adalah asam laurat (titik lebur 44oC) dan
etanolamina (titik lebur 10oC). Jika asam laurat dan etanolamina dicampur maka akan
membentuk pasangan ion asam-amina. Pada jumlah yang equimolar reaktan akan
terionisasi sempurna menghasilkan amida yang viskos dan mempunyai titik lebur lebih
kurang 80oC.
Viskositas yang tinggi menjadikan perpindahan massa yang rendah dan
mengakibatkan waktu reaksi yang sangat panjang. Campuran reaksi yang terdiri dari
jumlah yang equimolar asam dan amina akan menjadi tidak tepat untuk konversi
enzimatik. Penurunan viskositas yang dramatik diamati jika menggunakan setengah
jumlah etanolamina. Dapat dikatakan bahwa asam berlebih berlaku sebagai pelarut. Dari
pengamatan yang dilakukan oleh Par Tufvesson, dkk. (2007), sangat menarik untuk
70.01
35.10 32.37
73.07 73.0068.05
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
50 60 70Temperatur (oC)
Kon
vers
i (%
)
Tanpa n-heksanDengan n-heksan
dikaji lebih lanjut mengenai pengamatan secara simultan antara kondisi tanpa pelarut
dan penambahan amina bertahap untuk meningkatkan konversi asam yang diperoleh.
4.3.3 Penggunaan asam oleat sebagai sumber asam lemak
Selain asam laurat reaksi amidasi juga diamati menggunakan asam oleat yang
mewakili asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Kondisi reaksi yang meliputi rasio
mol substrat, jenis dan konsentrasi enzim, jenis dan rasio pelarut, temperatur dan waktu
reaksi dipilih sama dengan kondisi reaksi amidasi asam laurat dengan dietanolamina.
Penelitian menggunakan asam oleat dioptimasi menggunakan variabel dan level desain
eksperimen sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.2 untuk sintesis lauroil-
dietanolamida, dan hasil optimasi sintesis oleoil-dietanolamida dari asam oleat
dipaparkan pada Tabel 4.7.
4.3.3.1 Prediksi model
Agar model persamaan yang dibuat tidak menyimpang jauh, tahap awal dalam
RSM adalah memprediksi model regresi dan dilanjutkan dengan analisis variansi
(ANAVA) dan uji verifikasi model.
Model permukaan sambutan yang dibuat bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara persen konversi asam laurat (Y) dengan konsentrasi Novozym (X1), rasio molar
asam oleat terhadap dietanolamina (X2) dan temperatur (X3), serta untuk
mengoptimalkan respon yaitu konversi asam oleat.
Tabel 4.7 Hasil Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida
Konsentrasi enzim (X1)
Rasio molar substrat (X2)
Temperatur (X3)
No
Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual
Konversi (%)
1 -1 8 -1 2:1 -1 45 75,17592 1 12 -1 2:1 -1 45 73,56693 -1 8 1 4:1 -1 45 52,44864 1 12 1 4:1 -1 45 65,96485 -1 8 -1 2:1 1 55 85,78836 1 12 -1 2:1 1 55 81,84247 -1 8 1 4:1 1 55 42,43968 1 12 1 4:1 1 55 54,79839 -1,682 6,64 0 3:1 0 50 46,4999
10 1,682 13,36 0 3:1 0 50 55,177411 0 10 -1,682 1,3:1 0 50 55,208012 0 10 1,682 4,7:1 0 50 46,356213 0 10 0 3:1 -1,682 42,6 45,924214 0 10 0 3:1 1,682 58,4 41,7288
15 0 10 0 3:1 0 50 39,058016 0 10 0 3:1 0 50 68,010017 0 10 0 3:1 0 50 30,030218 0 10 0 3:1 0 50 42,960019 0 10 0 3:1 0 50 44,450420 0 10 0 3:1 0 50 42,1185
Pada Tabel 4.8 berikut dicantumkan hasil prediksi koefisien regresi untuk
menyusun model permukaan sambutan sintesis oleoil-dietanolamida.
Tabel 4.8 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Oleoil-dietanolamida
Term Coef P Constant 43.8639 0.000 Konsentrasi Novozym 2.5565 0.533 Rasio mol amina:asam laurat -8.4653 0.058 Temperatur -0.6842 0.866 Konsentrasi Novozym* 6.0140 0.150 Konsentrasi Novozym Rasio mol amina:asam laurat* 5.9941 0.151 Rasio mol amina:asam laurat Temperatur*Temperatur 3.5349 0.381 Konsentrasi Novozym* 3.9287 0.465 Rasio mol amina:asam laurat Konsentrasi Novozym*Temperatur -0.4368 0.934 Rasio mol amina:asam laurat* -5.0079 0.356 Temperatur Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi (%) Fit SE Fit Residual St Resid 11 11 55.208 75.055 11.402 -19.847 -2.16 R Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α
Berdasarkan Tabel 4.8, model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan
variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen konversi asam oleat pada sintesis
oleoil-dietanolamida diperoleh sebagai berikut:
Y = 43,8639 + 2,5565X1 – 8,4653 X2 – 0,6842 X3 + 6,0140 X12 + 5,9941 X2
2
+ 3,5349 X32 + 3,9287 X1.X2 – 0,4367 X1.X3 – 5,0079 X2.X3 (4.5)
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap unusual observation dimana
berdasarkan Tabel 4.8 diketahui unusual observation berada pada run (order model) 11.
Berdasarkan hasil analisis persen konversi pada Tabel 4.8, konversi oleoil-
dietanolamida yang menghasilkan unusual observation adalah 55,2080 %.
4.3.3.2 Analisis variansi (ANAVA)
Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk memeriksa signifikansi model
regresi yang diperoleh. Tabel 4.9 menunjukkan hasil analisis variansi model permukaan
sambutan untuk sintesis oleoil-dietanolamida.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Oleoil-Dietanolamida
FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 2433.2 2433.2 270.4 1.26 0.359 Linear 3 1074.3 1074.3 358.1 1.67 0.235 Square 3 1033.3 1033.3 344.4 1.61 0.249 Interaction 3 325.6 325.6 108.5 0.51 0.686 Residual Error 10 2140.7 2140.7 214.1 Lack-of-Fit 5 1341.0 1341.0 268.2 1.68 0.292 Pure Error 5 799.7 799.7 159.9 Total 19 4573.9 R-Sq 53.2 R-Sq(adj) 38,57 S 14.63 DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan
Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis oleoil-dietanolamida
pada Tabel 4.9 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 53,28 %. Nilai R2 (Adj)
sebesar 38,57 % dengan nilai S sebesar 14,63. Pada pengamatan ini sebanyak 53,28 %
perolehan amida ditunjukkan oleh tiga variabel yaitu konsentrasi Novozym, rasio mol
dietanolamina/asam oleat dan temperatur. Dari hasil analisis statistika, diperoleh harga
lack of fit bernilai P= 0,292. Apabila digunakan nilai α sebesar 5%, maka hal ini
menunjukkan bahwa model yang dibuat telah dapat mewakili data karena P > 0,05.
4.3.3.3 Uji verifikasi model
Untuk memeriksa kesesuaian residual diambil asumsi sebagai berikut.
a) Asumsi normalitas
Berdasarkan data statistika Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α =
0,05 dan jumlah pengamatan sebanyak 20 pengamatan diperoleh KS1- α = 0,294 (uji dua
arah Kolmogorov Smirnov). Nilai statistik Kolmogorov yang diperoleh dari pengamatan
yaitu KS=0,121, kurang dari nilai statistik Kolmogorov dari Lampiran 4. Apabila KS <
KS1- α maka disimpulkan bahwa residual model regresi linier yang dibuat telah
mengikuti distribusi normal. Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar
4.28, terlihat bahwa sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Jika
sebaran cenderung membentuk garis lurus maka asumsi kenormalan residual tidak
dilanggar.
Gambar 4.28 Grafik Probabilitas Normal Residual
b) Asumsi homoskedastisitas
Hasil uji homoskedastisitas ditunjukkan pada Gambar 4.29 dimana terlihat
bahwa sebaran data cenderung acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat
dikatakan bahwa asumsi homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.
Gambar 4.29 Plot Residual dengan Fitted Value pada Sintesis Oleoil-dietanolamida
Fitted Value
Res
idua
l
8070605040
30
20
10
0
-10
-20
RESI1
Perc
ent
3020100-10-20-30
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
-1.48770E-15StDev 10.61N 20KS 0.121P-Value
c) Asumsi independensi
Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel
bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Gambar 4.30 digunakan untuk memeriksa
residual dengan order model pada sintesis oleoil-dietanolamida. Dari plot pada Gambar
4.30 terlihat bahwa sebaran data residual versus urutan (order) cenderung acak dan tidak
berpola, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi independensi dipenuhi.
Gambar 4.30 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Oleoil-dietanolamida
4.3.3.4. Analisis pengaruh variabel
a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat
Kurva yang dihasilkan pada Gambar 4.31 menunjukkan plot respon kontur dan
respon permukaan, pada pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan rasio mol
dietanolamina:asam oleat terhadap persen konversi asam oleat. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa konversi asam oleat akan meningkat baik pada level konsentrasi
enzim rendah maupun tinggi, akan tetapi hanya pada rasio mol dietanolamina:asam
oleat (DEA:AO) 1,5:1 sampai 1:1. Manakala pada peningkatan rasio mol DEA:AO
maka akan menurunkan konversi asam oleat hingga 40% jika konsentrasi enzim 8 – 10
% (b:v AO), dimana nilai konversi ini merupakan nilai minimum. Hasil ini berlawanan
dengan sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan dietanolamina, dimana pada
konsentrasi Novozym 8-10% konversi asam laurat justru bernilai maksimum.
Observation Order
Res
idua
l
2018161412108642
30
20
10
0
-10
-20
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.31 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Rasio Mol Dietanolamina:Asam Oleat pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida
Konsentrasi Novozym (%b/v AO)
Ras
io m
ol D
EA:A
O
9084
78 78
72
66
66
60
54
48
42
13121110987
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
Konversi (%)
40
60
6
Konsentrasii Novozym (%b/v A O
8 10 12
K i (%)80
100
O)
2
43Ras2
1
4
sio mol DEA :A O
Menurut De Zoete, dkk. (1996) hal ini kelihatannya karena reaksi menggunakan
substrat asam oleat lebih lambat bila menggunakan lipase dari C.antarctica (Novozym
435) dibandingkan lipase jenis lainnya. Fenomena permukaan kontur menunjukkan
bahwa nilai maksimum konversi oleoil-dietanolamida dapat diperoleh apabila rasio mol
dietanolamina:AO adalah 1,5:1 – 1:1, dan konsentrasi biokatalis 6%-8%. Pada kondisi
reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 85,79%. Hal ini diikuti dengan
tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina yang lebih besar 3:1 baik pada level
konsentrasi biokatalis yang rendah atau tinggi diperoleh penurunan konversi produk.
Sama seperti sintesis lauroil-dietanolamida, sintesis oleoil-dietanolamida juga
optimal jika digunakan n-heksan sebagai pelarut. Selain dari tingkat polaritas pelarut
sebagaimana yang didiskusikan sebelumnya, struktur kimia dan alami pelarut juga
memegang peranan penting dalam memastikan kemampuan pelarut untuk digunakan
pada reaksi berkatalis enzim. Sintesis dietanolamida cenderung lebih sesuai
menggunakan pelarut organik non polar karena jika digunakan pelarut polar seperti
asetonitril dan etil asetat maka pelarut akan mengambil air dari molekul enzim,
sehingga aktivitas dan penyesuaiannya berkurang.
n-Heksan merupakan pelarut non polar, yang tidak menghilangkan air esensial
enzim, dan membiarkan molekul enzim dalam penyesuaian aktifnya. Pelarut ini juga
mempunyai struktur rantai lurus yang tidak besar dimana hal ini berbeda dengan ketiga
pelarut polar lainnya yang digunakan yaitu tert-butanol, tert-amil alkohol dan
isopropanol yang mempunyai rantai cabang. Ee Lin Soo, dkk. (2003) sebelumnya juga
melaporkan bahwa penurunan yield sejalan dengan peningkatan jumlah cabang dari
pelarut.
b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur
Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur terhadap konversi
ditunjukkan pada Gambar 4.32. Dari kurva yang dihasilkan terlihat bahwa ekspresi
respon temperatur dan konsentrasi enzim pada nilai center point adalah bernilai
minimum. Manakala pada konsentrasi Novozym 435 ® 6% dan 13%, konversi asam
oleat bernilai maksimum pada level temperatur 42,6 0C dan 58,4 0C.
Selain daripada itu, peningkatan temperatur maupun penurunan temperatur,
keduanya akan meningkatkan konversi secara nyata. Lebih lanjut diamati bahwa
peningkatan konsentrasi akan meningkatkan konversi pada penggunaan konsentrasi
enzim yang sesuai. Dari kontur pada Gambar 4.32, dapat diketahui bahwa dengan
mendesain kondisi temperatur pada 55°C-60°C serta konsentrasi Novozym pada 12 -
13% dapat menghasilkan perolehan % konversi oleoil-dietanolamida yang maksimum.
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.32 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida
Konsentrasi Novozym (%b/v AO)
Tem
pera
tur
(oC)
706560
6060
5555
50
45
706560
6060
5555
50
45
13121110987
58
56
54
52
50
48
46
44
42
Konversi (%)
50
60
6
Konsentrasii Novozym (%b/v A O
8 10 12
K i (%)
70
80
O)
2
550
T e4540
55
emperatur (oC)
Penelitian oleh Ee Lin Soo, dkk. (2003) juga menunjukkan bahwa penggunaan
sejumlah besar enzim secara signifikan akan meningkatkan jumlah donor asil yang
membentuk kompleks asil-enzim, sehingga akan meningkatkan konversi asam lemak.
Ee Lin Soo, dkk. (2003) juga mengamati bahwa asam oleat merupakan substrat terbaik
diikuti dengan asam palmitat. Hanya saja Ee Lin Soo, dkk. (2003) belum mengamati
sintesis surfaktan asam amino jika menggunakan asam laurat.
c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat
Menurut Maugard, dkk. (1998), alkanolamina tidak larut dalam pelarut
hidrofobik seperti n-heksan, akan tetapi dengan adanya asam oleat, alkanolamina akan
larut dengan membentuk pasangan ion; kelarutan alkanolamina akan meningkat dengan
meningkatnya rasio asam:amina. Jika rasio asam:amina adalah 6 maka 100%
alkanolamina akan terlarut. Hanya saja penggunaan asam berlebih akan memicu
terbentuknya ester. Untuk itu pada optimasi sintesis oleoil-dietanolamida tidak
digunakan asam oleat berlebih, serta diatur rasio molar substrat yang tepat agar
dihasilkan amida yang maksimum dan ester yang minimum. Plot respon permukaan dan
respon kontur yang diperoleh diberikan pada Gambar 4.33.
Respon permukaan pada Gambar 4.33 menunjukkan bahwa pada konsentrasi
Novozym 6,64 %, perolehan persen konversi oleoil-dietanolamida meningkat seiring
dengan meningkatnya temperatur, manakala reaksi dengan perolehan produk terbesar
berada pada kondisi temperatur 55 – 60 oC yaitu mencapai 85%. Selain daripada itu
respon kontur juga menunjukkan bahwa untuk mendapatkan perolehan persentase
produk dietanolamida yang maksimum, variabel temperatur dapat didesain 55-60°C dan
level rasio mol DEA:AO pada 2:1 sampai 1:1. Pada kondisi tersebut, perolehan konversi
dapat mencapai 85,79%. Temperatur reaksi pada plot ini terlihat memberikan pengaruh
yang lebih besar daripada rasio mol substrat terhadap pembentukan oleoil-
dietanolamida. Pada kondisi temperatur 60°C, peningkatan rasio mol pada awalnya
mampu meningkatkan perolehan dengan cukup besar, tetapi pada akhirnya justru
memberikan penurunan perolehan yang cukup tajam, dimana perolehan minimum 40%
diperoleh pada rasio mol DEA:AO maksimum 4,7:1.
Fenomena ini berhubungan dengan adanya hambatan oleh produk pada reaksi
enzimatis. Dalam hambatan produk, aktifitas enzim secara langsung dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat dan produk didalam lingkungan mikro enzim (Mangunwidjaja dan
Suryani, 1994). Pada kondisi ini hambatan produk berasal dari telah penuhnya ruang
aktif enzim yang berikatan dengan substrat, sehingga enzim tidak mampu lagi
mensintesa substrat.
Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam
Gambar 4.33 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Mol Substrat pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida
Rasio mol DEA:AO
Tem
pera
tur
(oC)
80
70
60 60
50
40
80
70
60 60
50
40
4.54.03.53.02.52.01.5
58
56
54
52
50
48
46
44
42
Konversi (%)
40
60
1
Ra
2
asio mol DE3 4
EA:AO
Konversi (%)80
100
4
550 T45
40
555Temperatur (oC)
Dari pengamatan respon permukaan dan respon kontur untuk pengaruh rasio mol
substrat, konsentrasi Novozym dan temperatur terhadap persen konsersi asam oleat
didapati bahwa nilai pusat (center point) yang digunakan pada sintesis oleoil-
dietanolamida justru menghasilkan persen konversi yang minimum manakala pada
sintesis lauroil-dietanolamida bernilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
dan level untuk desain eksperimen lauroil-dietanolamida tidak dapat langsung
digunakan sebagai variabel dan level untuk desain eksperimen oleoil- dietanolamida.
Dengan kata lain, untuk setiap sintesis suatu alkanolamida harus terlebih dahulu
dilakukan penelitian pendahuluan untuk mencari nilai perkiraan optimum untuk setiap
variabel.
Dari kedua jenis substrat asam lemak yang digunakan, asam laurat kelihatan
lebih efisien jika digunakan sebagai donor asil, walaupun asam oleat juga memberikan
hasil yang cukup baik. Ini disebabkan karena kecenderungan Novozym untuk lebih
memilih asam lemak rantai pendek dan sedang, sementara Lipozyme lebih memilih
asam lemak rantai panjang (Soledad, dkk. 2000).
Maugard, dkk. (1998) melakukan reaksi amidasi metil ester asam lemak dengan
N-metil glukamina secara enzimatik dan memperoleh surfaktan alkanolamida dengan
komposisi 80% amida, 15% amida ester dan 5% N-metil-glukamina. Pada komposisi
ini, untuk bahan baku industri, tidak diperlukan pemisahan campuran dan dapat
langsung digunakan untuk formulasi kosmetika.
4.3.4 Pembesaran skala menggunakan bioreaktor
Beberapa peneliti telah mengamati bahwa bioreaktor multi-tahap dapat
digunakan pada sintesis yang memerlukan waktu tinggal dan keseragaman yang tinggi
serta pengadukan yang tidak boleh merusak sel, seperti pada reaksi enzimatik (Mohd
Sobri Takriff, dkk. 1998 dan Xu 1996). Selain itu, pada bioreaktor berpengaduk, pH
reaksi dapat lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan bioreaktor packed-bed dimana
kontrol pH merupakan faktor yang berpengaruh pada reaksi enzimatik (Senthuran, dkk.
1999). Untuk itu dicoba diamati pengaruh variabel operasi reaktor terhadap perolehan
persen konversi asam lemak pada sintesis asam laurat dengan dietanolamina dan N-
metil glukamina, maupun asam oleat dengan dietanolamina.
Pengamatan pembesaran skala menggunakan bioreaktor diamati pada ketiga
sintesis yang dilakukan yaitu sintesis lauroil-dietanolamida (AL+DEA), lauroil-N-metil
glukamida (AL+MGL) dan oleoil-dietanolamida (AO+DEA). Sintesis lauroil-
dietanolamida dan oleoil-dietanolamida pada bioreaktor multi-tahap dilakukan selama
48 jam dengan pembesaran skala lima kali lebih besar dari skala penelitian optimasi,
rasio mol substrat dietanolamina:asam lemak 3:1, konsentrasi Novozym 10% (b:b asam
lemak), temperatur 55 oC dan menggunakan pelarut n-heksan. Sintesis lauroil-N-metil
glukamida dilakukan selama 48 jam dengan pembesaran skala lima kali, rasio mol
substrat MGL:AL 1:1, konsentrasi Novozym 8% (b:b asam laurat) dan menggunakan
pelarut tert-amil alkohol.
a) Pengaruh jenis pengaduk
Hasil pengamatan pengaruh jenis pengaduk diamati pada Gambar 4.34 dan 4.35,
masing-masing pada putaran motor pengaduk 150 dan 250 rpm. Untuk ketiga sintesis
yang diamati, pada putaran motor 150 rpm, pengaduk jenis B (turbin lengkung 45o)
memberikan nilai persen konversi asam lemak yang lebih besar. Peningkatan konversi
yang nyata dijumpai pada sintesis lauroil-N-metil glukamida, dimana pengaduk jenis B
mampu meningkatkan konversi asam laurat hingga 15 % dibandingkan penggunaan
pengaduk jenis A.
Pada putaran motor 250 rpm, dijumpai pengamatan yang sedikit berbeda,
dimana secara keseluruhan pengaduk jenis A dan B memberikan perolehan persen
konversi yang hampir sama. Dari hasil pengamatan pada Gambar 4.34 dan 4.35
diperoleh bahwa secara keseluruhan pengaduk jenis B memberikan perolehan persen
konversi yang lebih besar, hanya saja efek tersebut tidak begitu nyata jika putaran motor
pengaduk juga besar (250 rpm), sehingga pengaduk jenis A (turbin lurus) juga dapat
digunakan pada pembesaran skala ini jika bekerja pada putaran motor 250 rpm.
Dari pemaparan di atas diperoleh bahwa kedua jenis pengaduk mempunyai
kinerja yang hampir setanding, meskipun pengaduk jenis B memberikan persen
konversi yang lebih baik. Hal ini kelihatannya disebabkan karena pada pengaduk jenis
B yaitu turbin lengkung 45o, fluida mendapat kesempatan untuk bergerak secara aksial
dan radial dengan sama kuatnya sehingga pencampuran lebih baik dan perpindahan
masa juga terjadi secara aksial di dalam kolom.
b) Pengaruh putaran motor pengaduk
Hasil pengamatan pengaruh putaran motor pengaduk terhadap persen konversi
asam lemak ditunjukkan pada Gambar 4.36 dan 4.37. Pengamatan pengaruh putaran
motor dilakukan pada dua jenis putaran motor yaitu 150 rpm dan 250 rpm.
Pengamatan menggunakan pengaduk jenis A pada Gambar 4.36 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan putaran motor 150 rpm justru memberikan persen konversi yang
lebih tinggi dibandingkan putaran motor 250 rpm.
Gambar 4.34 Pengaruh Jenis Pengaduk, padaPutaran Motor 150 rpm
Gambar 4.35 Pengaruh Jenis Pengaduk, pada Putaran Motor 250 rpm
Gambar 4.36 Pengaruh Putaran Motor Pengaduk, pada Pengaduk Jenis A (turbin lurus)
Gambar 4.37 Pengaruh Putaran Motor Pengaduk, pada Pengaduk Jenis B (turbin lengkung 450)
Hasil yang berlawanan hanya dijumpai pada reaksi AL+MGL. Pengamatan pada
Gambar 4.37 yaitu menggunakan pengaduk jenis B juga menunjukkan hasil yang sama
dimana peningkatan nilai putaran motor pengaduk dari 150 rpm menjadi 250 rpm justru
menurunkan konversi asam lemak dari ketiga reaksi yang diamati. Dari kedua gambar
tersebut diamati bahwa peningkatan kecepatan pengadukan justru menurunkan persen
konversi asam lemak dan disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan yang lebih tinggi
45
50
55
60
65
70
75
80
85
A BJenis Pengaduk
Konv
ersi
(%)
AL+DEA, 150 rpm
AL+MGL, 150 rpm
AO+DEA, 150 rpm
45
50
55
60
65
70
75
80
85
A BJenis Pengaduk
Kon
vers
i (%
)
AL+DEA, 250 rpm
AL+MGL, 250 rpm
AO+DEA, 250 rpm
45
50
55
60
65
70
75
80
85
150 250Putaran Motor (rpm)
Kon
vers
i (%
)
AL+DEA, jenis A
AL+MGL, jenis A
AO+DEA, jenis A
45
50
55
60
65
70
75
80
85
150 250Putaran Motor (rpm)
Kon
vers
i (%
)
AL+DEA, jenis B
AL+MGL, jenis B
AO+DEA, jenis B
dari 150 rpm kelihatannya mengganggu reaksi enzimatik dan menurunkan konversi
asam lemak pada sintesis alkanolamida.
Secara keseluruhan, kinerja bioreaktor multi-tahap sudah cukup baik. Dari ketiga
sintesis yang diamati, perolehan persen konversi asam lemak ketiga sintesis di dalam
bioreaktor mempunyai nilai yang sebanding dengan hasil optimasi konversi asam lemak
ketiga sintesis di dalam labu reaksi menggunakan pengaduk magnetik. Untuk sintesis
lauroil-dietanolamida persen konversi asam lemak yang diperoleh adalah 72,65 % di
bandingkan dengan persen konversi pada tahap optimasi yaitu 73,05 %. Untuk sintesis
lauroil-N-metil glukamida persen konversi asam lemak yang diperoleh adalah 66,06 %
di bandingkan dengan persen konversi optimasi yaitu 64,88 %. Untuk sintesis oleoil-
dietanolamida persen konversi asam oleat jika menggunakan bioreaktor adalah 67,91 %
di bandingkan dengan persen konversi pada tahap optimasi reaksi yaitu 43,86 %.
4.3.5 Recoveri enzim
Salah satu penelitian terkini dari sintesis enzimatik dalam pelarut organik adalah
sintesis senyawa amida menggunakan lipase imobil (De Zoete, dkk. 1996; Maugard,
dkk. 1998; Dolores, dkk. 2002; dan Par Tufvesson, dkk. 2007). Keunggulan utama dari
penggunaan lipase pada sintesis senyawa amida adalah karena lipase bersifat
kemoselektif sehingga dapat memproteksi gugus amina agar tidak terkarbonasi dengan
CO2 (Dolores, dkk. 2002). Disamping itu enzim lipase, terutama yang imobil, dapat
direcovery hingga lebih dari 15 kali sehingga menghemat biaya pemakaian katalis (Par
Tufvesson, dkk. 2007). Recoveri enzim bertujuan untuk memaksimalkan pemakaian
enzim. Recoveri enzim diamati pada sintesis lauroil-dietanolamida, sintesis lauroil-N-
metil glukamina maupun oleoil-dietanolamida pada bioreaktor multi-tahap.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil pengamatan recoveri enzim untuk sintesis lauroil-dietanolamida
ditunjukkan pada Gambar 4.38. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym
dapat digunakan hingga 4 kali. Hanya saja persen konversi asam lemak yang diperoleh
mengalami penurunan. Pada keseluruhan pengamatan, penurunan yang nyata diamati
pada pemakaian enzim yang ke 3 dan ke 4 dimana enzim kehilangan aktifitasnya hingga
persen konversi asam lemak menurun hampir 40%.
Hal ini kemungkinan enzim tidak begitu mampu mempertahankan akifitasnya,
karena sebelum digunakan kembali enzim disimpan sementara pada suhu 10 oC.
Penyimpanan enzim sementara dilakukan karena penelitian tidak terus-menerus
dilaksanakan dari ulangan ke satu hingga ulangan ke empat. Menurut Dolores, dkk.
(2002), konversi asam lemak yang rendah pada reaksi amidasi enzimatik di dalam
pelarut organik juga mungkin disebabkan karena terjadinya kompetisi antara sintesis
dan hidrolisis amida dalam reaksi, dimana baik sintesis amida maupun hidrolisis amida
dapat dikatalisis oleh enzim yang sama.
Gambar 4.38 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Lauroil-dietanolamida
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil pengamatan recoveri enzim pada sintesis lauroil-N-metil glukamida
diperoleh pada Gambar 4.39. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym dapat
digunakan hingga 4 kali. Penurunan persen konversi asam laurat pada pemakaian enzim
berulang tidak begitu nyata pada sintesis lauroil-N-metil-glukamida. Setelah
penggunaan hingga empat kali, persen konversi asam lemak masih cukup tinggi, yaitu
pada kisaran 40-50%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sintesis lauroil-N-metil-
glukamida, enzim Novozym masih memungkinkan untuk digunakan kembali lebih dari
4 kali. Satu periode sintesis adalah 2 hari (48 jam), penggunaan 4 kali ulang dilakukan
selama 12 hari reaksi karena ada selang waktu dua hari enzim yang telah digunakan
disimpan sementara di lemari pendingin. Hal ini berarti enzim masih dapat digunakan
lebih dari dua minggu, mengingat setelah 12 hari kemampuan enzim Novozym
mengkonversi asam lemak masih tinggi.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:
Kon
vers
i (%
)
Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm
Gambar 4.39 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida
c) Sintesis oleoil-dietanolamida
Hasil pengamatan recoveri enzim pada sintesis oleoil-dietanolamida diperoleh
pada Gambar 4.40. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym dapat
digunakan hingga 4 kali. Penurunan yang nyata juga diamati pada pemakaian enzim
yang ke 3 dan ke 4. Walaupun demikian penurunan ini lebih besar dari pada penurunan
konversi pada sintesis lauroil-N-metil glukamida dan lauroil-dietanolamida.
Jisender, dkk.(2004) mengamati penggunaan kembali enzim pada 60oC selama 5
jam. Diperoleh bahwa enzim tidak kehilangan aktivitas katalitiknya pada 60oC dan
dapat digunakan kembali hingga 6 kali (run 1-6 dalam 95,8%, 89%, 70%, 97,7%, 96 %
yield), tanpa diperlukan perlakukan diantara run dan dengan sedikit kehilangan
aktivitas. Par Tufvesson, dkk. (2007) yang mengamati stabilitas enzim Novozym pada
90oC mengamati bahwa enzim yang disiapkan adalah sangat stabil pada kondisi reaksi
yang dipilih kira-kira 14 hari reaksi pada 90oC jika air diuapkan dan 7 hari jika air tetap
berada dalam sistem. Profil ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ee Lin So, dkk.
(2004), yang menyatakan bahwa enzim lipase sangat sabil walaupun pada temperatur
yang bervariasi hingga 4-5 hari dan hasil penelitian Herawan (2004) bahwa untuk
sintesis selama 24 jam, enzim Novozym dapat digunakan hingga empat kali.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:
Kon
vers
i (%
)
Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm
Gambar 4.40 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Oleoil-dietanolamida
4.4 Analisis dan Karakterisasi Produk
Alkanolamida yang disintesis diperoleh dari reaksi amidasi asam laurat dengan
alkanolamina yaitu dietanolamina dan N-metil glukamina. Reaksi ini menghasilkan
berturut-turut lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil-glukamida. Selain dari reaksi
amidasi, maka reaksi antara asam laurat dengan gugus OH dari suatu alkanolamina akan
menjadi ester. Reaksi esterifikasi ini bersifat reversibel dimana dengan adanya air
berlebih maka ester akan cenderung menjadi asam karboksilat kembali. Reaksi
esterifikasi tidak diharapkan pada sintesis ini sehingga rendemen ester yang dihasilkan
harus sekecil mungkin.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan asam laurat
secara terbatas. Disamping itu, menurut Fessenden dan Fessenden (1989), jika hasil
yang diharapkan adalah ester dengan rendemen tinggi, maka lebih baik dilakukan
esterifikasi antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau suatu klorida asam yang
akan bereaksi recara ireversibel. Reaksi esterifikasi antara suatu alkohol dengan suatu
asam karboksilat bersifat kurang reaktif dibandingkan alkohol dengan anhidrida asam.
Dengan demikian, pengaturan kondisi reaksi yang optimum antara asam laurat dengan
alkanolamina diharapkan dapat memperbesar alkanolamida yang dihasilkan dan
meminimalkan ester yang terbentuk.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:
Kon
vers
i (%
)
Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm
4.4. Analisis dan Karakterisasi Produk
Alkanolamida yang disintesis diperoleh dari reaksi amidasi asam laurat dengan
alkanolamina yaitu dietanolamina dan N-metil glukamina. Reaksi ini menghasilkan
berturut-turut lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Selain dari reaksi
amidasi, maka reaksi antara asam laurat dengan gugus OH dari suatu alkanolamina akan
menjadi ester. Reaksi esterifikasi ini bersifat reversibel dimana dengan adanya air
berlebih maka ester akan cenderung menjadi asam karboksilat kembali. Reaksi
esterifikasi tidak diharapkan pada sintesis ini sehingga rendemen ester yang dihasilkan
harus sekecil mungkin.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan asam laurat
secara terbatas. Disamping itu, menurut Fessenden dan Fessenden (1989), jika hasil
yang diharapkan adalah ester dengan rendemen tinggi, maka lebih baik dilakukan
esterifikasi antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau suatu klorida asam yang
akan bereaksi recara ireversibel. Reaksi esterifikasi antara suatu alkohol dengan suatu
asam karboksilat bersifat kurang reaktif dibandingkan alkohol dengan anhidrida asam.
Dengan demikian, pengaturan kondisi reaksi yang optimum antara asam laurat dengan
alkanolamina diharapkan dapat memperbesar alkanolamida yang dihasilkan dan
meminimalkan ester yang terbentuk.
4.4.1 Analisis spektrum FTIR
Sebagaimana halnya suatu ester, senyawa alkanolamida juga mempunyai gugus
karbonil. Resapan karbonil spektrum inframerah berada pada 1630-1840 cm-1. Hanya
saja posisi karbonil untuk alkanolamida dan ester memiliki perbedaan, dimana posisi
resapan alkanolamida adalah pada 1630-1700 cm-1, manakala resapan ester pada 1740
cm-1. Secara spesifik, spektrum infra merah untuk beberapa hasil penelitian dipaparkan
sebagai berikut.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Gambar 4.41 menunjukkan spektrum inframerah bahan baku dietanolamina
murni. Ikatan yang menimbulkan absorbsi inframerah yang merupakan karakteristik
amina adalah ikatan C-N dan N-H, disertai dengan ikatan O-H bila amina dalam bentuk
alkanolamina. Dietanolamina menunjukkan absorbsi uluran OH dan NH yang jelas dan
berimpit pada 3000-3700 cm-1. Pita uluran NH hanya memiliki satu peak saja karena
hanya terdapat satu H pada N, atau dietanolamina merupakan amina sekunder. Pita
uluran NH dijumpai pada 3310,62 cm-1. Disamping itu absorbsi oleh ikatan NH ini
kurang intensif dibandingkan resapan oleh OH karena pada amina ikatan hidrogen lebih
lemah dan NH kurang bersifat polar. Dietanolamina menunjukkan absorbsi C-N(1020 –
1250 cm-1) pada daerah sidik jari yaitu pada 1054,56 cm-1 dan absorbsi C-C pada 937,66
cm-1. Tekukan NH dijumpai pada 1654,43 cm-1, tekukan CH pada 1458,66 cm-1 dan
tekukan OH pada 1364,47 cm-1.
Gambar 4.42 menunjukkan spektrum inframerah untuk bahan baku asam laurat.
Golongan asam karboksilat menunjukkan resapan C=O yang khas dan juga
menunjukkan pita OH yang terbedakan pada daerah sekitar 3300 cm-1 dan miring ke
dalam pita CH alifatik. Spektrum yang terbedakan dibanding spektrum OH alkohol ini
adalah jika asam karboksilat yang digunakan berbentuk dimer berdasarkan ikatan
hidrogen. Asam laurat yang digunakan berada pada konsentrasi di bawah 0,01 M
sehingga tidak berada dalam bentuk dimer berikatan hidrogen melainkan dalam bentuk
monomer diskrit.
Karenanya resapan uluran OH dari asam laurat tidak lebar tetapi sangat intensif.
Resapan ini terdapat pada 2917,71 cm-1 dan 2849,77 cm-1 yang merupakan resapan khas
dari vibrasi uluran C-H sp3 yang didukung dengan vibrasi tekukan C-H sp3 pada daerah
bilangan gelombang 1464,94 cm-1. Resapan karbonil dijumpai pada 1700 – 1725 cm-1,
hanya saja karena adanya konjugasi, resapan ini bergeser ke frekuensi yang lebih rendah
pada pada 1699,89 cm-1 dengan intensitas yang cukup kuat. Daerah sidik jari asam
laurat menunjukkan uluran C-O pada 1299,82 cm-1. Spektrum yang menunjukkan
puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,01 cm-1 adalah vibrasi rocking
(CH2)n dari asam laurat.
Gambar 4.43 menunjukkan spektrum FTIR senyawa lauroil-dietanolamida,
dimana terlihat puncak resapan pada daerah bilangan gelombang 3362,57 cm-1 yang
menunjukkan adanya gugus OH. Adanya OH ini didukung oleh tekukan OH pada
1409,61 cm-1. Vibrasi CH sp3 muncul pada daerah bilangan gelombang 2924,07 cm-1
2853,43 cm-1 yang didukung dengan munculnya resapan pada daerah bilangan
gelombang 1466,90 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan CH sp3. Spektrum
yang menunjukkan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,28 cm-1 yang
merupakan vibrasi rocking (CH2)n untuk n>4. Vibrasi gugus C=O (karbonil) muncul
pada daerah bilangan gelombang 1621,73 cm-1 dan C-N pada 1563,50 cm-1 yang
merupakan gugus khas dari N-C=O amida. Ikatan C-N juga dinyatakan oleh uluran C-N
pada 1068,88 /cm.
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Gambar 4.44 menunjukkan spektrum inframerah bahan baku N-metil glukamina
murni. Ikatan yang menimbulkan absorbsi inframerah yang merupakan karakteristik
amina adalah ikatan C-N dan N-H, disertai dengan ikatan O-H bila amina dalam bentuk
alkanolamina. N-metil glukamina menunjukkan absorbsi uluran OH dan NH yang jelas
dan berimpit pada 3378,58 cm-1. Pita uluran NH hanya memiliki satu peak saja karena
hanya terdapat satu H pada N, atau N-metil glukamina merupakan amina sekunder.
Disamping itu absorbsi oleh ikatan NH ini kurang intensif dibandingkan resapan oleh
OH karena pada amina ikatan hidrogen lebih lemah dan NH kurang bersifat polar.
Uluran alkil CH2 dijumpai pada bilangan gelombang 2973,36 cm-1. N-metil glukamina
menunjukkan absorbsi C-N pada daerah sidik jari yaitu pada 1186,97 cm-1 dan absorbsi
C-C pada 939,83 cm-1. Tekukan CH dijumpai pada 1464,20 cm-1, tekukan OH pada
1379,05 cm-1. Tekukan OH mempunyai mempunyai intensitas yang kuat karena
banyaknya gugus OH pada N-metil glukamina.
Gambar 4.45 menunjukkan hasil analisis spektrum inframerah pada sintesis
lauroil-N-metil glukamida menggunakan rasio amina/asam laurat 4:1 atau amina
berlebih. Puncak resapan pada daerah bilangan gelombang 3372,45 cm-1 menunjukkan
adanya gugus OH dalam amida. Adanya OH ini didukung oleh tekukan OH pada
1406,70 cm-1. Vibrasi regangan metilen (-CH2-) muncul pada bilangan gelombang
2923,24 cm-1 sedangkan vibrasi regangan metin (-CH- tersier) muncul pada 2853,31
cm-1. Vibrasi ini didukung oleh munculnya resapan pada daerah bilangan gelombang
1465,69 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan CH sp3. Spektrum yang
menunjukkan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,55 cm-1 yang
merupakan vibrasi rocking (CH2)n untuk n>4. Vibrasi gugus C=O (karbonil) muncul
pada daerah bilangan gelombang 1622,03 cm-1 dan C-N pada 1557,40 cm-1 1 yang
merupakan gugus khas dari N-C=O amida. Adanya ikatan C-N dinyatakan oleh uluran
C-N pada 1082,95 cm-1, sedangkan puncak ester yang berada pada 1700 cm-1 tidak
terbentuk.
Gambar 4.46 menunjukkan spektrum FTIR pada pengamatan bertahap sintesis
lauroil-N-metil glukamida. Analisis dilakukan pada waktu 0 jam, 24 jam, 45 jam dan 48
jam. Ketika hanya asam laurat dilarutkan dalam tert-amil alkohol, hanya satu pita
karbonil diamati pada 1699,89 cm-1. Pada saat mulai sintesis (nol jam), yaitu setelah N-
metil glukamina ditambahkan ke dalam medium, pita asam karbonil menghilang dan
pita 1558,53 cm-1 terdeteksi yang menunjukkan adanya ion karboksilat. Penambahan
pita ini menunjukkan asam laurat bertindak sebagai fasa transfer katalis untuk N-metil
glukamina. Di dalam tert-amil alkohol (pelarut dengan konstanta dielektrik yang
rendah) pasangan ion ini sangat stabil. Turunan ester akan dihasilkan selama tahap awal
reaksi yaitu setelah sintesis berjalan selama 24 hingga 45 jam, akan tetapi akan habis
seluruhnya pada akhir reaksi yaitu setelah 48 jam. Hasil yang sama diamati oleh
Maugard, dkk. (1998) pada sintesis oleoil-N-metil glukamida, serta oleh Orellana-Coca,
dkk. (2007) pada sintesis oleoil-epoksi stearat secara enzimatik.
4.4.2 Analisis spektrum 1H-NMR Spektrum 1H-NMR diperoleh menggunakan tetrametilsilana (TMS, (CH3)4Si)
sebagai internal standar dan CDCl3 sebagai pelarut pada 1H-NMR spektrometer jenis
JEOL/NJ60.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa lauroil-dietanolamida ditunjukkan
dalam Gambar 4.47. Dari spektrum pada Gambar 4.47 diperoleh 6 lingkungan proton
pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 18H); 2,2 ppm (t, 2H); 2,9
ppm (s, 4H); 3,7 ppm (m, 4H); dan 5,7 ppm (s, 2H).
Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari
CH3 pada ujung rantai senyawa lauroil-dietanolamida. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 18H)
menunjukkan 18 buah proton pada gugus H3C-(CH2)9- (dari atom C2 sampai C10).
Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 2,2 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada
gugus CH2-C=O. Untuk δ = 2,9 ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus
CH2-N-CH2. Pergeseran kimia pada δ = 3,7 ppm (m, 4H) menunjukkan 4 buah proton
pada gugus (CH2)-OH. Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 2H)
menunjukkan 2 buah proton pada gugus –OH pada ujung gugus lauroil-dietanolamida.
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan
dalam Gambar 4.48. Dari spektrum lauroil-N-metil glukamida diperoleh 7 lingkungan
proton pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 20H); 2,2 ppm (s, 2H);
2,8 ppm (t, 3H); 3,3 ppm (s, 3H); 3,8 ppm (s,4H); dan 5,7 ppm (s, 5H).
Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari
CH3. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 20H) menunjukkan 20 buah proton pada gugus -(CH2)n.
Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 2,2 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada
gugus –CH2-C=O. Untuk δ = 2,8 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada gugus -
CH2-N. Pergeseran kimia pada δ = 3,3 ppm (s, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari
N-CH3. Untuk δ = 3,8 ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus -CH.
Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 5H) menunjukkan 5 buah proton pada
gugus –OH.
c) Sintesis oleoil-dietanolamida
Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa oleoil-dietanolamida ditunjukkan
dalam Gambar 4.49. Dari spektrum pada Gambar 4.49 diperoleh 7 lingkungan proton
pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 28H); 2,1 ppm (t, 2H); 2,9
ppm (s, 4H); 3,7 ppm (m, 4H); 5,3 ppm (s, 1H); dan 5,7 ppm (s, 2H).
Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari
CH3 pada ujung rantai senyawa oleoil-dietanolamida. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 28H)
menunjukkan 28 buah proton pada gugus -(CH2)n- Sedangkan pergeseran kimia pada δ
= 2,1 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada gugus CH2-C=O. Untuk δ = 2,9
ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus CH2-N-CH2. Pergeseran kimia
pada δ = 3,7 ppm (m, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus (CH2)-OH.
Pergeseran kimia pada δ = 5,3 ppm (s, 1H) diberikan oleh proton alilik HC=CH-.
Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 2H) menunjukkan 2 buah proton
gugus –OH pada ujung gugus oleoil-dietanolamida.
4.4.3 Analisis spektrum HPLC
Analisis HPLC dilakukan untuk mengetahui komposisi produk. Standard dari
komposisi bahan baku dan produk ditentukan dari perbedaan waktu retensi yang
dihasilkan antara bahan baku dan produk. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan
karena bahan baku berasal dari bahan yang hampir murni (kemurnian > 99%).
Disamping itu, analisis spektrum HPLC dilakukan dengan beberapa
pertimbangan yang merujuk dari literatur sebagai berikut:
1) Analisis yang dilakukan oleh Par Tufvesson, dkk. (2007) pada sintesis asam
laurat dengan etanolamina menghasilkan lauroil-etanolamida. Analisis asam
laurat, amida dan amida ester dilakukan menggunakan HPLC pada kolom fasa
Kromasil C18 dari Chromtech (150x4,6 mm, 5 mm, 100A)) menggunakan
Perkin Elmer HPLC system Seri 200. Menurut Par Tufvesson, dkk. (2007) waktu
retensi untuk amida 3,4 menit, asam laurat 5,4 menit dan amida ester 14,2
menit.
2) Analisis yang dilakukan oleh Maugard, dkk. (1997) pada sintesis asam oleat
dengan N-metil glukamina menghasilkan oleoil-N-metil glukamida. Analisis
menggunakan HPLC ini menggunakan kolom Supelcosil LC 18, 5 μm (250 x
4,6 mm) menggunakan fasa gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v). Menurut
Maugard, dkk. (1997) waktu retensi N-metil-glukamina tercatat pada menit ke-
2, amida menit ke 6,3 dan asam oleat menit ke 11,45.
Analisis HPLC pada penelitian ini dilakukan pada kolom HPLC Perkin Elmer
seri 200 dengan spesifikasi berikut:
Jenis kolom : Silika C-18, 4 μm
Panjang gelombang : 280 nm
Flow rate : 1 ml/menit
Pressure : 2200 psia
Temperature : 40oC
Sebagai fasa gerak digunakan metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v). Bahan baku
dianalisis, untuk dibandingkan dengan perubahan komposisi produk.
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku sintesis lauroil-dietanolamida yaitu
asam laurat dan dietanolamina diberikan pada Tabel 4.10, manakala hasil spektrum
HPLC produk yaitu lauroil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.10 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku Sintesis Lauroil-dietanolamida
No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area
1 Asam Laurat a 1.515 103275.00 9.58 (AL) 7.014 601622.12 55.82 8.516 372949.88 34.60 b 1.519 92145.00 12.67 7.028 483856.81 66.53 8.613 151220.19 20.79 2 Dietanolamina a 1.428 65124.35 57.11 (DEA) 1.676 489153.00 42.89 b 1.424 649968.87 57.84 1.681 473861.13 42.16
Tabel 4.11 Hasil Analisis HPLC sintesis Lauroil-dietanolamida
No Konsentrasi
Enzim (%b/b laurat)
Rasio molar
DEA:AL
Temperatur (oC)
Kode Analisa RT Area %
Area
1 8 2:1 45 a 1.706 777475.5 2.67 3.827 13515374.0 46.47 4.488 14793929.0 50.86 b 1.722 836613.0 2.71 3.845 13911909.0 45.01 4.477 16160963.0 52.282 12 2:1 45 a 1.698 648074.0 2.14 3.833 15978414.0 52.88 4.289 3688576.2.0 12.21 4.601 9901306.8 32.77 b 1.719 734315.0 2.38 3.827 15550126.0 50.29 4.31 4527529.5 14.64 4.579 10106080.0 32.693 8 4:1 45 a 1.585 2227668.0 7.27 3.809 14886555.0 48.59 4.616 13521670.0 44.14 b 1.641 2139071.5 6.32 3.823 16187922.0 47.82 4.648 11713087.0 34.64 12 4:1 45 a 1.588 1636042.5 8.36 3.797 10162762.0 51.91 4.67 7778445.6 39.73 b 1.587 1511063.0 7.44 3.809 10800238.0 53.18 4.762 7996188.8 39.385 8 2:1 55 a 1.582 794086.0 3.13 3.81 12637090.0 49.83 4.806 11930848.0 47.04 b 1.582 667662.5 2.95 3.810 11546612.0 51.09 4.793 10387528.0 45.96
Hasil Spektrum HPLC senyawa lauroil-dietanolamida juga ditunjukkan pada
Gambar 4.50 dan 4.51.
Gambar 4.50 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-dietanolamida Menggunakan
Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 8%, Rasio Molar DEA:AL = 4:1 dan Temperatur 55oC
Gambar 4.51 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-dietanolamida Menggunakan
Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 10%, Rasio Molar DEA:AL = 3:1 dan Temperatur 50oC
Gambar 4.50 menunjukkan spektrum HPLC pada pengamatan menggunakan
konsentrasi Novozym 8%, rasio molar DEA:AL = 4:1 dan temperatur 55oC. Hasil
spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk lauroil-dietanolamida adalah
pada 3,72-4,37 menit, dan waktu retensi bahan baku dietanolamina adalah pada 1,43 –
1,63 menit. Gambar 4.51 menunjukkan spektrum HPLC pada pengamatan
menggunakan konsentrasi Novozym 10%, rasio molar DEA:AL = 3:1 dan temperatur
50oC. Hasil spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk lauroil-
dietanolamida adalah pada 3,67-4,51 menit, dan waktu retensi bahan baku
dietanolamina adalah pada 1,48 – 1,69 menit.
Pengamatan spektrum HPLC dari Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 serta Gambar 4.50
dan 4.51 menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan pada sintesis lauroil-
dietanolamida yaitu asam laurat dan dietanolamina masing masing mempunyai waktu
retensi 7-8,5 menit dan 1,4-1,6 menit, sementara produk yang dihasilkan yaitu lauroil-
dietanolamida mempunyai waktu retensi 3,8-4,6 menit. Pada beberapa sampel, pada
menit ke 4,8 juga ditemukan amida-ester yaitu N-O-dilauroil-dietanolamida. Komposisi
produk yang dihasilkan pada kondisi reaksi optimum adalah: dietanolamina sisa + 4,5 %
dan produk lauroil-dietanolamida + 95,5 %. Hasil selengkapnya analisis HPLC
diberikan pada Lampiran 2.
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku sintesis lauroil-N-metil glukamida
yaitu asam laurat dan N-metil glukamina diberikan pada Tabel 4.12, manakala hasil
spektrum HPLC produk yaitu lauroil-N-metil glukamida diberikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.12 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida
No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area
1 Asam Laurat a 1.515 103275 9.58 (AL) 7.014 601622.12 55.82 8.516 372949.88 34.60 b 1.519 92145 12.67 7.028 483856.81 66.53 8.613 151220.19 20.79 2 N-Metil a 1.507 1444779 30.6 glukamina 1.67 3276911 69.4 (MGL) b 1.506 1123849.68 31.34 1.67 2462648.32 68.66
Tabel 4.13 Hasil Analisis HPLC Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida
Konsentrasi Enzim
Rasio mol AL/MGL Temperatur No
(% b/b laurat) mol/mol (oC)
Kode Analisa RT Area % Area
1 6 1:2 40 a 3.517 3127887.3 43.91 4.125 3995785.7 56.09 b 3.51 3214626 44.58 4.104 3996740 55.42 2 10 1:2 40 a 3.514 2044692.2 45.43 4.165 2456156.9 54.57 b 3.497 1991447.8 45.72 4.155 2363885.3 54.28 3 6 2:1 40 a 1.437 28433.34 0.59 1.673 30051.16 0.63 3.526 2168626.9 45.38 4.04 2552105.1 53.4 b 1.476 32305 0.73 1.691 27571 0.62 3.569 2055199.2 46.51 4.073 2304211.4 52.14 4 10 2:1 40 a 1.459 52611.69 0.71 1.67 50147.81 0.67 3.52 3469775.6 46.56 4.045 3880188.4 52.06 b 1.472 55017.5 0.73 1.686 52889.5 0.7 3.351 3450584.5 45.83 4.028 3970893.5 52.74 5 6 1:2 60 a 1.425 70651.24 1.29 1.646 54928.26 1 3.451 2716566 49.5 4.065 2483044 45.24 b 1.456 69442.49 1.36 1.672 52809.51 1.02 3.491 2620349.4 51.41 4.082 2355261.6 46.21 6 10 1/2 60 a 1.501 273699.2 10.73 1.677 314587.3 12.33 3.507 1126365.4 44.14 4.152 837131.33 32.81 b 1.495 292619.43 11.55 1.661 289557.57 11.43 3.483 1137330.8 44.9 4.159 813421.24 32.11 7 6 2/1 60 a 3.503 4908482.5 49.13 4.15 5082509.5 50.87 b 3.471 4911832.4 50.17 4.166 4878101.6 49.838 10 2/1 60 a 1.443 62098.6 0.72 1.701 76868.4 0.89 3.472 4591724.5 53.38 4.206 3870500 45 b 1.462 56929.26 0.65 1.721 61022.74 0.69 3.493 4664890.3 52.92 4.165 4032081.7 45.74
Hasil Spektrum HPLC bahan baku dan produk sintesis lauroil-N-metil
glukamida juga ditunjukkan pada Gambar 4.52 dan 4.53. Gambar 4.52 menunjukkan
spektrum HPLC bahan baku N-metil glukamina dimana waktu retensi untuk lauroil-N-
metil glukamina adalah pada 1,51 – 1,66 menit.
Gambar 4.52 Hasil Spektrum HPLC Bahan Baku N-metil Glukamina
Menggunakan Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v)
Gambar 4.53 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-N-metil Glukamina
Menggunakan Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 6%, Rasio Molar MGL:AL = 2:1 dan Temperatur 60oC
Gambar 4.53 menunjukkan spektrum HPLC senyawa lauroil-N-metil glukamida
pada pengamatan menggunakan konsentrasi Novozym 6%, rasio molar MGL:AL = 2:1
dan temperatur 60oC. Hasil spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk
lauroil-N-metil glukamida adalah pada 3,59 menit. Pengamatan spektrum HPLC dari
Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 serta Gambar 4.52 dan 4.53 menunjukkan bahwa bahan baku
yang digunakan pada sintesis lauroil- N-metil glukamida yaitu asam laurat dan N-metil
glukamina masing masing mempunyai waktu retensi 7-8,5 menit dan 1,5-1,6 menit,
sementara produk yang dihasilkan yaitu lauroil-N-metil glukamida mempunyai waktu
retensi 3,5-4,2 menit. Komposisi produk yang dihasilkan pada kondisi reaksi optimum
adalah: N-metil glukamina sisa + 3,5 % dan lauroil-N-metil glukamida + 96,5 %.
c) Sintesis oleoil-dietanolamida
Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku dan produk sintesis lauroil-
dietanolamida diberikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku dan Produk Sintesis Oleoil-dietanolamida
No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area
1 Dietanolamina a 1.428 65124.35 57.11 1.676 489153 42.89 b 1.424 649968.87 57.84 1.681 473861.13 42.16 2 Asam Oleat a 1.417 10379 18.38 7.603 24883.75 44.06 8.571 21215.25 37.56 b 1.427 8794 23.59 7.634 25428.5 68.21 8.632 3058 8.2 3 AO-DEA 18 a 3.525 1077430 100 b 3.562 1134839 100 4 AO-DEA 19 a 3.55 616779.9 48.29 3.77 660369.1 51.71 b 3.532 684320.22 47.71 3.747 750125.28 52.29 5 AO-DEA 20 a 3.55 774192.35 32.03 3.796 1642854.65 67.97 b 3.553 909451.8 37.34 3.799 1526102.2 62.66
Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa bahan baku yang digunakan yaitu asam oleat dan
dietanolamina, masing masing mempunyai waktu retensi 7,6-8,6 menit dan 1,4-1,6
menit dimana hasil ini mendekati waktu retensi rujukan (Orellana-Coca, dkk. 2007).
Produk yang dihasilkan adalah oleoil-dietanolamida yang mempunyai waktu retensi 3,5-
3,8 menit.
4.4.4 Analisis sifat fisika kimia
a) Sintesis lauroil-dietanolamida
Karakteristik produk lauroil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Karakteristik Produk Lauroil-dietanolamida
Karakteristik Lauroil-dietanolamida
Kode Sampel DEA 609 DEA 613 Bilangan Asam 100,58 104,23 Bilangan Penyabunan 77,87 80,45 Bilangan Hidroksi 703,14 749,44 Densitas (gr/ml) 1,2196 1,2322 Viskositas (cP) 684 825 pH 7 7 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 4,52 4,56
b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida
Karakteristik produk lauroil-N-metil glukamida diberikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Karakteristik Produk Lauroil- N-metil Glukamida
Karakteristik Lauroil-N-metil Glukamida Kode Sampel MGL 605 MGL 609 Bilangan Asam 64,34 74,05 Bilangan Penyabunan 48,27 45,46 Bilangan Hidroksi 459,30 383,25 Densitas (gr/ml) 1,1020 1,1066 Viskositas (cP, 27-29 oC) 278 283 pH 8 8 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 5 7,72
c) Sintesis oleil dietanolamida
Karakteristik produk oleoil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Karakteristik Produk Oleoil-dietanolamida
Karakteristik Oleoil-dietanolamida
Kode Sampel DEA 609 DEA 613 Bilangan Asam 68,2 93,56 Bilangan Penyabunan 48,16 66,79 Bilangan Hidroksi 679,57 686,26 Densitas (gr/ml) 1,3148 1,3195 Viskositas (cP, 27-29 oC) 813 1356 pH 7 7 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 5,88 5,72
Menurut Gupta, dkk. (1983), ciri-ciri surfaktan yang digunakan sebagai emulsi
pada makanan, kosmetik dan obat-obatan adalah mempunyai rentang nilai HLB 2-18
serta mempunyai tingkat toksisitas dan iritasi yang rendah. Lebih lanjut Gupta, dkk.
(1983) menyatakan bahwa pada nilai HLB 3-8 surfaktan bertindak sebagai emulsi air
dalam minyak, pada nilai HLB 8-13 sebagai emulsi minyak dalam air dan pada 15-18
sebagai solubilizer. Hasil analisis HLB sintesis alkanolamida menunjukkan bahwa nilai
HLB yang diperoleh berkisar antara 4,5 – 8. Hal ini menunjukkan bahwa surfaktan yang
dihasilkan dapat bertindak sebagai emulsi air dalam minyak.
Ikatan amida pada surfaktan alkanolamida diketahui sangat potensial untuk
berinteraksi dengan ikatan hidrogen. Disamping itu kepolaran ikatan amida akan
meningkatkan hidrofilisitas/kelarutan dalam air dari surfaktan alkanolamida (Stjerndahl
dan Holmberg, 2005), sehingga secara keseluruhan penggunaan alkanolamida sebagai
salah satu surfaktan yang potensial dapat dipertimbangkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai optimasi sintesis
surfaktan alkanolamida yaitu lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida dari
asam laurat (AL) dengan dietanolamida (DEA) dan N-metil glukamina (MGL), dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1) Pada tahap pendahuluan, jumlah asam laurat yang terkonversi menjadi alkanolamida
dipengaruhi oleh variabel reaksi. Sintesis lauroil-dietanolamida memberikan
konversi asam laurat terbaik jika menggunakan enzim Novozym 435® dengan
konsentrasi 10% (b/b AL), pelarut n-heksan dengan rasio pelarut 2:1 (v/b AL),
temperatur 50oC, waktu reaksi 24 jam serta rasio molar substrat (DEA:AL) 3:1.
Sintesis lauroil-N-metil glukamida memberikan konversi asam laurat terbaik jika
menggunakan enzim Novozym 435® dengan konsentrasi 8% (b/b AL), pelarut tert-
amil alkohol dengan rasio pelarut 3:1 (v/b AL), temperatur 50oC, waktu reaksi 48
jam serta rasio molar substrat (MGL:AL) 1:1.
2) Pada tahap optimasi :
a) Untuk sintesis lauroil-dietanolamida, peningkatan temperatur maupun
konsentrasi enzim kedua-duanya memberikan pengaruh yang signifikan untuk
meningkatkan konversi asam laurat pada reaksi AL+DEA dan kondisi
optimum yang diperoleh adalah, rasio molar DEA:AL 3:1; konsentrasi
Novozym, 10-11% serta temperatur 55-60 oC dengan konversi asam laurat
maksimum 73,05 % dan persen yield 77,82 %.
b) Untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida efek temperatur paling signifikan
pada reaksi AL+MGL dan kondisi optimum yang diperoleh adalah, rasio
molar DEA:MGL 1:1; konsentrasi Novozym, 8 % serta temperatur 50-55 oC
dengan konversi asam laurat maksimum 64,52 % dan persen yield 97,59 %.
3) Pada tahap pengembangan proses :
a) Penambahan amina2 hingga 3 tahap menghasilkan konversi asam lemak yang
lebih tinggi dibanding satu tahap penambahan amina.
b) Penerapan kondisi tanpa pelarut dapat dijalankan pada sintesis lauroil-
dietanolamida pada temperatur reaksi 50oC.
c) Penggunaan enzim hingga empat kali ulangan masih memberikan hasil yang
baik yang ditandai dengan kemampuan konversi asam laurat yang masih
tinggi.
d) Pembesaran skala reaksi menggunakan bioreaktor menghasilkan bahwa
pengaduk jenis B memberikan persen konversi yang lebih baik karena pada
pengaduk jenis B, fluida mendapat kesempatan untuk bergerak secara aksial
dan radial dengan sama kuatnya sehingga perpindahan massa juga lebih baik.
Selain itu disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan yang lebih tinggi dari
150 rpm akan menurunkan konversi asam lemak.
e) Pada penggunaan asam oleat sebagai sumber asam lemak kondisi optimum
yang diperoleh untuk reaksi AO+DEA adalah, rasio molar substrat 1:1-2:1
(DEA/AO); konsentrasi Novozym, 6-8 % (b/v AO) serta temperatur 55-60oC
dimana akan menghasilkan konversi asam oleat 43,86 %.
4) Setelah melalui tahap purifikasi, diperoleh karakteristik produk sebagai berikut: pH
7-8, hidrophilic lipophilic balance (HLB) bernilai 4-8 dan larut terhadap pelarut
organik seperti n-heksan, etanol, metanol serta terdispersi dalam air.
5.2 Saran
Beberapa hal berikut ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
1) Untuk melanjutkan penelitian sebagaimana objektif pada disertasi ini perlu diamati
recoveri enzim hingga lebih dari empat kali, agar dapat dipastikan bahwa enzim
imobil dapat digunakan lebih dari 25 kali sebagaimana rujukan dari literatur.
2) Pengembangan proses sintesis menggunakan bioreaktor pada skala yang lebih besar
disarankan untuk menggunakan sekat (baffle) pada dinding reaktor maupun diantara
pengaduk. Hal ini dimaksudkan agar pencampuran yang dihasilkan lebih homogen.
3) Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan studi pada pengaruh
aktifitas air terhadap reaksi amidasi enzimatis, misalnya dengan penambahan
molecular sieve.
Berdasarkan paparan di atas diharapkan agar hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan baru pada kemajuan ilmu pengetahuan dalam sintesis
alkanolamida secara enzimatik dan masukan bagi industri oleokimia untuk digunakan
sebagai salah satu bahan surfaktan baru yang ramah lingkungan.