Change management pt.pos indonesia
-
Upload
iskandar-muda -
Category
Documents
-
view
2.922 -
download
48
Transcript of Change management pt.pos indonesia
I. Driving Force for ChangePT. Pos Indonesia adalah salah satu BUMN
dengan Public Service Obligation (PSO) yang bisnis intinya meliputi bidang pelayanan surat, logistik dan jasa keuangan. Sampai saat ini kondisi keuangan PT. Pos Indonesia selalu menunjukkan kinerja yang negatif. Hal ini kemudian diperparah dengan perubahan cepat yang terjadi di luar perusahaan. Dari hasil penelitian, secara statistik operator pos di seluruh dunia mengalami penurunan pangsa pasar dalam hal volume selama dekade yang lalu (1998-2008) dari 93% menjadi 85% untuk surat pos, dan dari 30% menjadi 26% untuk layanan ekspres dan paket pos. Dalam hal pendapatan pun penurunan terjadi dari 93% menjadi 85% untuk surat pos, selanjutnya dari 19% menjadi 16% untuk layanan ekspres dan paket pos. Penurunan ini terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Di tengah hantaman eksternal, PT. Pos tetap memiliki kewajiban PSO, dimana harus tetap membuka layanan meski jalur tidak menguntungkan. Kondisi internal yang carut marut juga membuat PT. Pos Indonesia semakin berada di posisi sulit bagaikan duri dalam daging yang ‘sakit’ namun tetap harus dipertahankan. Tidak ada pilihan selain berubah untuk merespon tantangan dan juga peluang yang sebenarnya terbuka lebar.
Based on ‘Major Change Drivers’ by John P. Kotter in Leading Change pg. 19
II. Respon PerusahaanPT. Pos Indonesia adalah salah satu BUMN yang
mencoba memperbaiki diri dan merespon tantangan yang dihadapinya. Hal ini merupakan bagian dari program pemerintah dalam rangka penyehatan BUMN melalui BP BUMN dan Bapepam (2000) dengan penerapan Good Corporate Governance.
Good Corporate Governance adalah hal yang sangat populer sepuluh tahun terakhir ini. Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkanoleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikira mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
External Drivers Technological Change in
Telecommunication Public Service Obligation policy Private company for mail, logistic
and communication services
Internal Drivers Negative financial performance Worker welfare condition
The Globalization of Market and Competition
More Hazard Low Performance More Competition Non profit responsibilities
More Opportunity Market potential Network opportunity
Organizational Transformation
Internal Reform Dealing with External Treat
Change ManagementPT. Pos Indonesia (Persero)
Anindityo Dwi PutroIskandar Muda
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Penerapan Good Corporate Governance di PT.Pos Indonesia berawal pada tahun 2001. Secara umum program penerapan GCG di PT. Pos Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Perancangan dan penerapan gerakan moral Bersih Transparan Profesional (BTP). Maksud dan tujuan gerakan ini adalah membangun, membentuk budaya baru yang dapat dibanggakan dan dianut serta dilaksanakan oleh seluruh pimpinan/karyawan perusahaan, merubah dan membentuk perilaku pimpinan dan karyawan PT. Pos Indonesia.
2. Melakukan pengujian mandiri utnuk mengetahui apakah perusahaan melalui unit-unit kerja telah menetapkan prinsip-prinsip GCG
3. Adanya pedoman perilaku etis perusahaan4. Pengukuran dan penilaian pelaksanaan GCG
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di PT. Pos Indonesia:1. Transparansi
PT. Pos Indonesia menerapkan penyajian laporan keuangan tahunan yang sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PBAU). Dalam hal prinsip transparansi di PT. Pos Indonesia telah:a. Mengembangkan sistem akuntasi dan
praktek terbaik untuk memastikan kualitas dari laoran keuangan yang disclosure, akan tetapi PT. Pos Indonesia masih dalam tahap awal penerapan teknologi informasi dan sistem informasi manajemen untuk memastikan penilaian kinerja yang terbaik
dan proses pengambilan keputusan yang efektif
b. Mengembangkan manajemen resiko dalam perusahaan untuk dapat memastikan seluruh resiko dapat dikelola pada tingkat waktu yang dapat ditolerir.
c. Melakukan penilaian terhadap unit kerjanya secara berkalaLaporan keuangan telah memberikan
gambaran mengenai sistem manajemen resiko, tujuan dan strategi bisnis, kepemilikan, jaminan hutang, perencanaan, penilaian manajemen atas iklim dan resiko, nama-nama direksi dan pekerjaan utama lainnya. Selain itu, apabila ada jabatan yang kosong dumumkan melalui RUPS. Sistem remunerasi komisaris dan direksi juga disampaikan pada RUPS.
Penerapan prinsip transparansi ini sangat perlu karena merupakan sumber informasi bagi investor, pemegang saham, kreditor dan pihak yang berkepentingan lainnya dalam membuat keputusan yang nantinya akan mempengaruhi masa depan perusahaan.
2. KemandirianPT. Pos Indonesia menggunakan staf ahli di
setiap divisi atau bagian dalam perusahaan. Perseroan dikelola bebas dari pengaruh pihak lain dan juga kegiatan perusahaan sesuai dengan UU No.12 tahun 1998 tentang perseroan. Dalam hal ini ditekankan bahwa dalam menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawab komisaris serta manajer atau pihak-pihak yang diberi tugas sesuai dengan divisi masing-masing. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh PT. Pos Indonesia yaitu:a. Menggunakan tenaga ahli di setiap divisi
atau bagian dalam perusahaanb. Tidak melibatkan pengaruh dari luar yang
tidak sesuai dengan prinsip korporasi yang sehat
c. Berusaha menghindari benturan kepentingan antara perusahaan dan direksi
d. Membuat kebijakan intern dalam perusahaan yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
3. AkuntabilitasAkuntabilitas adalah pertanggungjawaban
atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai
dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan. Dalam hal ini direksi beserta manajer bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan pengawasan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan perusahaan. Untuk memperkuat fungsi pengawasan PT. Pos Indonesia membentuk komite audit oleh dewan komisaris, serta menggunakan auditor eksternal yang berkualitas.
Untuk efektivitas pelaksanaan GCG, PT. Pos Indonesia membentuk lembaga-lembaga yang bertugas memonitor, menilai dan mengevaluasi pelaksanaan GCG, diantaranya:1. Komite audit yang dibentuk oleh dewan
komisaris. Komite audit melaporkan tugasnya kepada dewan komisaris. Komite audit telah melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup kerjanya antara lain:a. Menyusun ketentuan dan persyaratan
bagi auditor independen untuk melaksanakan audit laporan keuangan konsolidasi
b. Mengawasi proses audit laporan keuangan konsolidasi, untuk memastikan auditor independen dalam melaksanakan audit bersikap objektif dan independen sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
2. Badan atau komite pemantauan dan evaluasi penerapan GCG yang dibentuk oleh direksi dengan SK tersendiri. Badan dan komite melaporkan tugasnya kepada direksi. Tugas dan fungsinya yaitu:a. pengawasan akan kebenaran penilaian
dan ketepatan waktu pelaporanb. Memproses dan mengkompilasi semua
hasil penilaian ke dalam bentuk laporan corporate
c. Analisa untuk evaluasi guna penyempurnaan proses, hasil dan dampaknya
Penilaian GCG di PT. Pos Indonesia juga dilakukan secara jabatan oleh:
a. Satuan Penggawasan Interen Pusat terhadap aspek organ perusahaan dan bidang fungsi perusahaan di kantor pusat serta untuk kantor wilayah usaha pos, yang dalam pelaksanaannya melapor langsung ke direktur utama dengan menyampaikan tembusannya kepada para anggota direksi
b. Satuan Pengawasan Interen Pusat terhadap UPT yang berada di jajaran wilayah usaha pos yang bertalian, yang dalam pelaksanaannya melapor langsung ke wilayah usaha pos yang bertalian dengan menyampaikan tembusannya kepada direktur utama dan para anggpta direksi
4. Pertanggung jawabanPengelolaan perusahaan diselengggarakan
berdasarkan etika bisnis yang sehat dan universal, akan tetapi perusahaan kurang konsisten menyelenggarakan perusahaan secara baik di kalangan perusahaan sendiri maupun di kalangan masyarakat.
Selain itu, peningkatan kinerja dan produktivitas masih harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan agar perusahaan tetap bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Dewan direksi harus menghindari penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugasnya yang terkadang masih sering terjadi. PT. Pos Indonesia juga membuat peraturan dan kebijakan yang memuat ancaman sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan prinsip-prinsip GCG, akan tetapi pelaksanaan sanksi-sanksi tersebut dirasa masih perlu ditingkatkan. Bentuk-bentuk ancaman sanksi tergantung pada bentuk pelanggaran yang dilakukan seperti:
1. Hukuman administratif kepada karyawan yang melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan disiplin karyawan
2. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi terhadap pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan
3. Tuntutan/proses hukum publik terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Kewajaran
Kewajaran yaitu perlindungan kepentingan minoritas shareholder, keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder dari penipuan, kecurangan, perdagangan dan penyalahgunaan oleh orang dalam. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak berkepentingan terhadap perusahaan terlindung dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak intern perusahaan. Yang telah dilakukan antara lain:
1. Menetapkan aturan perusahaan untuk melindungi kepentingan pemegang saham, khususnya pemegang saham minoritas
2. Menetapkan Corporate Conduct atau Code of Conduct/Ethics yang berlaku di PT. Pos Indonesia disamping nilai-nilai etika, moral yang selama ini telah dipedomani untuk melindungi dari kesalahan yang berasa dari dalam, self dealing, dan konflik kepentingan diantaranya sebagai berikut:a. Tidak melakukan perbuatan tercelab. Tidak melakukan kegiatan kolusi,
korupsi, nepotisme. Bagi pelaku dalam perusahaan yang melihat bukti-bukti adanya perbuatan yang cenderung merugikan perusahaan, berkewajiban untuk melaporkannya pada atasannya.
c. Tidak menerima pemberian apapund. Jujur
3. Menetapkan peran dan tanggung jawab manajemen
4. Wajar dalam menggunakan setiap informasi yang material dan diungkapkan secara penuh
Beberapa kegiatan yang dilakukan PT. Pos Indonesia untuk mendukung pelaksanaan GCG antara lain:1. Penyelenggaraan RUPS secara kontinyu dan
teratur2. Audit atas laporan keuangan oleh auditor
independen sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Dilakukannya penilaian mandiri terhadap unit-unit kerja. Penilaian dilakukan dalam bentuk kuesioner. Pejabat dan pimpinan unit melakukan penilaian mandiri sekurang-kurangnya setiap enam bulan
4. Membentuk Komite Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Good Corporate Governance yang melakukan interview terhadap para responden yang terdiri dari para pejabat/pimpinan unit kerja dan rekan setingkat, bawahan/karyawan serta atasan dari pejabat/pimpinan unit kerja yang bertalian
III. Hasil yang dicapai dari Respon Perusahaan PT. Pos Indonesia berhasil meningkatkan
performa keuangannya dari tadinya selalu negatif menjadi positif. Hasil tersebut tidak di dapat dengan cepat melainkan setelah penerapan GCG berjalan selama beberapa tahun.
-3.42%
-37.50%
-32.66%
0.58%
-40%
-35%
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
ROE
2003
2004
2005
2006
-0.29%
-10.41%
-6.09%
0.13%
-12%
-10%
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
ROI
2003
2004
2005
2006
-0.82%
-7.04%
-4.39%
0.06%
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
ROA
2003
2004
2005
2006
68.10%
70.85%
75.66%
79.93%
65%
70%
75%
80%
Cash Ratio
2003
2004
2005
2006
23.99%
18.79%
13.45%
10.77%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Total Equity to Total Asset
2003
2004
2005
2006
IV. Evaluasi dan SaranPenerapan GCG pada PT. Pos Indonesia telah
membawa perubahan yang positif terhadap perbaikan kinerja keuangan. Namun, langkah ini sebenarnya hanyalah respon terhadap tantangan internal, sedangkan tantangan eksternal justru belum terselesaikan. Padahal, harusnya perubahan dilakukan secara simultan, sebab perubahan yang terjadi akibat faktor eksternal telah terjadi secara cepat dan signifikan. Berdasarkan penelitian terhadap penerapan GCG pada beberapa kantor cabang PT. Pos Indonesia (....), kami melihat proses perubahan yang terjadi pada internal ini sangat rentan untuk kembali kepada kondisi awal. Hal ini dikarenakan perubahan internal dan penerapan GCG lebih disebabkan karena adanya peraturan atau hukum yang mengharuskan penerapan GCG pada BUMN, bukan didasari oleh kesadaran atau perasaan mendesak yang membutuhkan perubahan. Bila merujuk pada 8 langkah perubahan menurut Kotter:
Proses perubahan internal ini tidak melalui fase pembangunan Sense of Urgency dan tidak ditutup dengan menjadikan budaya yang baru sebagai hasil perubahan. Perubahan yang tidak melalui tahap-tahap ini sangat rentan untuk bertahan. Karena menurut Kotter, budaya sangat kuat untuk mengontrol cara kerja organisasi di masa depan dan memastikan kondisi tidak terulang kembali (Kotter: Leading Change, Ch 10)
Di sisi lain, PT. Pos Indonsia tetap membutuhkan strategi perubahan untuk merespon tantangan sekaligus peluang yang datang dari luar. PT. Pos Indonesia harus melakukan pemetaan strategi yang cocok berdasarkan peluang dan ancaman dan kekuatan serta kelemahan yang dimilikinya. Salah satu kelebihan yang akan sulit diikuti oleh organisasi lain yaitu jangkauan yang luas meliputi seluruh wilayah Indonesia. PT. Pos Indonesia sebaiknya memanfaatkan kelebihan yang strategis ini dengan baik untuk menjawab tantangan dan ancaman yang dialami saat ini.
V. Daftar Pustaka