Case Vesikolithiasis

50
BAB I LAPORAN KASUS I. Identitas Nama Tn. S Jenis Kelamin Laki-laki Umur 50 Tahun Pendidikan SMP Pekerjaan Wiraswasta Status Pernikahan Menikah Agama Islam Alamat Ciwandan, Cilegon Tanggal Masuk RS 15 Januari 2014 No. CM 24.xx.xx II. Anamnesa Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 06.00 WIB di Ruang Bangsal Aster RSUD Cilegon. Keluhan Utama Nyeri pada saat Buang Air Kecil (BAK) sejak 5 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK sejak 5 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan 1

description

yaa

Transcript of Case Vesikolithiasis

Page 1: Case Vesikolithiasis

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama Tn. S

Jenis Kelamin Laki-laki

Umur 50 Tahun

Pendidikan SMP

Pekerjaan Wiraswasta

Status Pernikahan Menikah

Agama Islam

Alamat Ciwandan, Cilegon

Tanggal Masuk RS 15 Januari 2014

No. CM 24.xx.xx

II. Anamnesa

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 16 Januari 2014 pukul 06.00 WIB di Ruang

Bangsal Aster RSUD Cilegon.

Keluhan Utama

Nyeri pada saat Buang Air Kecil (BAK) sejak 5 bulan sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK sejak 5 bulan sebelum

masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul namun 1 minggu terakhir ini

dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan hingga di ujung kemaluan. Keluhan nyeri

disertai dengan BAK yang keluar sedikit-sedikit dan kadang-kadang mendadak berhenti

keluar namun lancar kembali jika pasien merubah posisi. Pasien mengaku pada akhir

BAK, pasien merasa tidak puas. Pasien juga mengaku lebih sering ingin BAK terutama

di malam hari. 4 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh buang air kecilnya

bercampur pasir dan disertai darah. Namun hal itu hanya terjadi sebanyak 2 kali.

Keluhan nyeri pinggang disangkal. Keluhan mual, muntah dan demam disangkal.

1

Page 2: Case Vesikolithiasis

Pasien mengaku jarang sekali minum air putih. Dalam sehari pasien mengaku

hanya menghabiskan kira-kira sebanyak 1 botol air mineral 600 ml. Riwayat

mengkonsumsi obat-obatan disangkal.

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat operasi batu buli 10 tahun yang lalu

Riwayat trauma, hipertensi, kencing manis, sakit jantung, sakit ginjal, asma, alergi,

batuk dalam jangka waktu yang lama disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan

disangkal.

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang serupa.

V. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/menit, reguler

Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler

Suhu : 36,7⁰C

BB : 65 kg

Status Generalis

Kulit : warna kulit sawo matang, tak tampak kelainan kulit, turgor kulit baik

Kepala : normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : simetris kanan kiri, kelopak mata cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera

ikterik -/-, kornea jernih, lensa jernih.

Leher : pembesaran KGB (-), trakea ditengah

Telinga : bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-), hiperemis (-/-)

2

Page 3: Case Vesikolithiasis

Hidung : septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)

Mulut : mukosa bibir basah, sianosis (-), lidah kotor (-)

Thorax : simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan

dinamis, tidak terdapat retraksi diafragma.

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, dan terdapat peranjakan paru-hati

Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, rhonki-/-, tidak terdapat wheezing

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra, batas jantung kiri

pada ICS V linea midklavikula sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III linea

parasternalis sinistra, proyeksi besar jantung normal.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak terdapat murmur dan gallop.

Abdomen

Inspeksi : Tampak simetris, datar, tidak terdapat kelainan kulit seperti\ sikatrik, dan

tidak ada pelebaran pembuluh darah vena.

Auskultasi : Bising usus normal, bising aorta abdominalis terdengar.

Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, shifting dullness (-).

Palpasi : Turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat nyeri lepas, tidak

teraba organomegali, tes undulasi (-),

3

Page 4: Case Vesikolithiasis

Ekstremitas : Atas : Akral hangat +/+, Edema -/-

Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-

Status Lokalis

Regio Lumbalis

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-) ballottement ginjal (-), tak teraba massa

Perkusi : Nyeri ketok (-)

Regio Suprapubic

Inspeksi : Tak tampak massa, bulging (-)

Palpasi : VU teraba penuh, tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi : Tak tampak kelainan

Palpasi : Nyeri tekan (-)

VI. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (15 Januari 2014)

Hb : 14,2 g/dl (14-18 g/dl)

Ht : 41,3% (40-48%)

Leukosit : 8470/uL (5000-10000 /uL)

Trombosit : 228.000/uL (150.000-450.000/uL)

Masa pendarahan: 2’ (1-6)

Masa pembekuan: 8’ (5-15)

Golongan darah : O/Rh(+)

Glukosa darah sewaktu : 91 mg/dl

SGOT : 15 u/l (<37 u/l)

SGPT : 16 u/l (<41 u/l)

Albumin : 5,1 g/dl (3-6 g/dl)

Ureum : 22 mg/dl (17-43 mg/dl)

Kreatinin : 1 (0,7-1,1)

4

Page 5: Case Vesikolithiasis

HbsAg : negatif

Anti HIV : non reaktif

Pemeriksaan USG Renal dan VU

Vesica Urinaria : Besar, bentuk baik, dinding menebal dan ireguler berukuran 1,02 x 1,01 cm.

tampak batu berukuran 2,36 x 2,61 cm.

Kesan : Vesicolithiasis dan Cystitis

VII. Resume

Anamnesis

Pasien Laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK sejak 5 bulan

sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai dengan BAK yang keluar sedikit-sedikit

dan kadang-kadang mendadak berhenti keluar namun lancar kembali jika pasien merubah

posisi. Pasien merasa BAK tidak puas dan lebih sering merasa ingin BAK terutama di

5

Page 6: Case Vesikolithiasis

malam hari. Keluhan BAK berpasir dan BAK disertai darah diakui oleh pasien. Pasien

mengaku memiliki kebiasaan kurang minum air putih.

Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/menit, reguler

Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler

Suhu : 36,7⁰C

BB : 65 kg

Status Generalis : dalam batas normal

Status Lokalis

Regio Lumbalis

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-) ballottement ginjal (-), tak teraba massa

Perkusi : Nyeri ketok (-)

Regio Suprapubic

Inspeksi : Tak tampak massa, bulging (-)

Palpasi : VU teraba penuh, tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi : Tak tampak kelainan

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Dalam batas normal

Pemeriksaan USG Renal dan VU

Kesan : Vesicolithiasis dan Cystitis

6

Page 7: Case Vesikolithiasis

VIII. Diagnosis Kerja

Vesicolithiasis

IX. Diagnosis Banding

Tumor Kandung Kemih

X. Usulan Pemeriksaan

Urinalisis

BNO-IVP

XI. Penatalaksanaan

Operatif : Vesicolitotomi (Sectio Alta)

XII. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Laporan Operasi (16 Januari 2014)

Diagnosis pre-operasi : Batu Buli

Diagnosis post-operasi : Batu Buli

Tehnik operasi : Sectio Alta

Jenis Anestesi : Regional Anestesi

Instruksi pasca operasi :

Banyak minum

IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x1 amp

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Follow Up

7

Page 8: Case Vesikolithiasis

17 Januari 2014 S/ : Nyeri dan perih pada luka bekas operasi, mual (-), muntah

(-), nyeri kepala (+)

O/ : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis

TD : 120/80 mmHg, N: 80 x/menit,

RR : 20x/menit, S: 36,5°C

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: region abdominalis

Inspeksi: tampak jahitan operasi yang tertutup verband,

rembesan darah (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi: supel, datar, nyeri tekan (+)

A/ : Post section alta atas indikasi vesicolithiasis hari ke 1

P/ : IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x1 amp

Inj. Ranitidine 2x1 amp

8

Page 9: Case Vesikolithiasis

18 Januari 2014 S/ : Nyeri dan perih pada luka bekas operasi, mual (-), muntah

(-), nyeri kepala (-)

O/ : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis

TD : 130/80 mmHg, N: 60 x/menit,

RR : 20x/menit, S: 36,5°C

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: region abdominalis

Inspeksi: tampak jahitan operasi yang tertutup verband,

rembesan darah (-)

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi: supel, datar, nyeri tekan (+)

A/ : Post section alta atas indikasi vesicolithiasis hari ke 2

P/ : IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x1 amp

Inj. Ranitidine 2x1 amp

9

Page 10: Case Vesikolithiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-

masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal

kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini

disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah

tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga

11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2

(kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjalkanan adalah pertengahan

vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih

rendah dibandingkan ginjal kiri. (1)

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: (1)

a) Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpusrenalis /

Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan

tubulus kontortus distalis.

10

Page 11: Case Vesikolithiasis

b) Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulusrektus,

lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

c) Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

d) Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arahkorteks

e) Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf

atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

f) Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpuldan

calix minor.

g) Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

h) Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

i) Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan

antara calix major dan ureter.

j) Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis / Malpighi

(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,

tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus

ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan

menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal)

Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di

mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya

sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta

11

Page 12: Case Vesikolithiasis

medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki

lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah

panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta. (1)

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta

abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah

memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang

akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-

superior, anterior-inferior, inferiorserta posterior. (1)

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafa nsimpatis

ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus

imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan

persarafan simpatis melalui n.vagus. (1)

Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan

ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat

sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

12

Page 13: Case Vesikolithiasis

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoasmajor

memasuki cavitas pelvis dengan menyilang bifurcatio arteria iliaca communis di depan

articulation sacroiliaca. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,

lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup

uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. (1)

Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan

pelvis renalis-ureter di dalam abdomen, pada tempat ureter menekuk pada waktu

menyilang aperture pelvis superior untuk masuk ke dalam pelvis serta muara ureter

kedalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,

a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui

segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus

hipogastricus superior dan inferior. (1)

Vesica Urinaria

Vesica Urinaria terletak tepat di belakang pubis di dalam cavitas pelvis. Vesica

urinaria cukup baik untuk menyimpan urine dengan kapasitas maksimum kurang lebih

500 ml pada orang dewasa. Vesica urinaria yang kosong terletak sepenuhnya di dalam

cavum pelvis sedangkan jika terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk pada region

hypogastricum. (1)

Vesica urinaria yang kosong berbentuk pyramid, mempunyai apex, basis dan sebuah

facies superior serta dua buah facies inferolateralis (dextra dan sinistra), juga mempunyai

collum. Vesica urinaria memiliki 4 tepi yaitu anterior, posterior, lateral dextra dan lateral

sinistra. (1)

Apex vesica mengarah ke depan dan terletak pada pinggir atas symphisis pubis. Apex

vesicae terhubung dengan umbilicus oleh ligamentum umbilicale medianum (sisa

urachus). Basis atau facies posterior vesica menghadap ke posterior dan berbentuk

segitiga. Sudut superolateralis merupakan tempat muara ureter sedangkan sudut inferior

merupakan tempat asal uretra. Facies superior vesica diliputi oleh peritoneum dan

berbatasan dengan lengkung ileum atau colon sigmoid. Sepanjang pinggir lateral

permukaan ini, peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis. Facies inferolateralis vesica

di bagian depan berbatasan dengan bantalan lemak retropubica dan pubis. Lebih ke

posterior, facies tersebut berbatasan di atas dengan musculus obturatorius internus dan di

bawah dengan musculus levator ani. Collum vesica berada di inferior, dipertahankan oleh

13

Page 14: Case Vesikolithiasis

ligamentum puboprostaticum pada laki-laki dan ligamentum pubovesicale pada wanita.

Tunica mucosa sebagian besar berlipat-lipat pada vesica urinaria yang kosong sedangkan

lipatan tersebut akan hilang jika vesica urinaria terisi penuh. Area tunica mucosa yang

meliputi permukaan dalam basis vesica urinaria dinamakan trigonum vesicae Liutaudi.

Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara ureter dan sudut inferiornya

merupakan ostium uretra internum. Ureter menembus dinding vesica urinaria secara

miring dan keadaan ini yang membuat fungsinya seperti katup yang mencegah aliran

balik urine ke ginjal pada waktu vesica urinaria terisi. (1)

Trigonum vesicae di bagian atas dibatasi oleh rigi muscular yang berjalan dari muara

ureter yang satu ke muara ureter yang lain dan disebut sebagai plica interureterica.

Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos yang tersusun dalam tiga lapisan

yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum

vesica komponen sirkular ini menebal membentuk musculus sphincter vesicae.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior yang merupakan

cabang dari a.iliaca interna. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh

a.vaginalis. (1)

14

Page 15: Case Vesikolithiasis

Persarafan pada vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior terdiri atas

persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus

lumbalis L1-L2 lalu turun ke vesica urinaria melewati plexus hypogastricus. Adapun

persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4. Saraf simpatis berfungsi

untuk menghambat kontraksi musculus detrusor vesica dan merangsang penutupan

musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatis merangsang kontraksi musculus detrusor

vesicae dan menghambat kerja musculus sphincter vesicae. (1)

15

Page 16: Case Vesikolithiasis

Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju

lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada

pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual

(berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar

3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos

terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars

membranosa,bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter

externa(distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).(1)

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars

membranosa dan pars spongiosa.

- Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek

superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.sphincter urethrae

internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh

persarafan simpatis.

- Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar

prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar disbanding bagian

lainnya.

- Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.

Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma

urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal

yang berada di bawah kendali volunter(somatis).

- Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,membentang

dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi

oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra

pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada

orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.spchinter

urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra

pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif. (1)

16

Page 17: Case Vesikolithiasis

2.2 Fisiologi

Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis

atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan

keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)mengeluarkan sisa-sisa

metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. (2)

Proses pembentukan urin adalah :

1. Proses Filtrasi ,

Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah

kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri

dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.

cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.

2. Proses Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium,

klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator

reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali

penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi

secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.

3. Proses sekresi.

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla

17

Page 18: Case Vesikolithiasis

renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

Proses Berkemih (miksi)

Miksi atau urinisasi merupakan proses pengosongan kandung kemih. Setelah dibentuk

oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Aliran ini dipengaruhi oleh

gaya tarik bumi, selain itu juga kontraksi peristaltik otot polos dalam dinding ureter. Karena

urin secara terus menerus dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas

penyimpanan yang cukup. Mekanisme miksi bergantung pada inervasi parasimpatis dan

simpatis juga impuls saraf volunter. Pada pengeluaran urin dibutuhkan kontraksi aktif otot

detrusor, maka: (1)

a) Bagian otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai

sfingter uretra internal yang diinervasi oleh neuron parasimpatis.

b) Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot perineal

transversa dibawah kendali volunter. Selain itu bagian pubokoksigeus pada otot

elevator juga berkontriksi dalam pembentukan sfingter.

Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung

kemih terangsang. Kandung kemih orang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 450 ml

urin sebelum tegangan di dinding kandung kemih untuk mengaktifkan reseptor regang.

Makin besar peregangan melebihi ambang ini, makin besar tingkat pengaktifan reseptor.

Selain refleks ini dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri. Refleks berkemih terjadi

dengan cara:

a) Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls parasimpatis

18

Page 19: Case Vesikolithiasis

yang menjalankan melalui saraf splanknik pelvis ke kandung kemih.

b) Refleks perkemihan menyebabkan otot detrusor kontraksi dan relaksasi sfingter

internal dan eksternal.

Selama miksi, proses yang terjadi berupa:

a) Refleks detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot tersebut

sehingga timbul keinginan untuk miksi.

b) Relaksasi otot puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit sehingga

penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama uretra melebar.

c) Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan kandung kemih untuk

mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan tindakan valsava.

d) Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot sfingter uretra eksterna dan dasar

panggul akan mengeluarkan sisa urin dalam uretra, setelah itu otot detrusor relaksasi

kembali untuk pengisian urin selanjutnya.

Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat

autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi dapat

mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat

kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat

waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat

merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan

dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga

peristiwa berkemih dapat terjadi. (1)

2.3 Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah terbentuknya batu disebabkan oleh pengendapan

substansi yang terdapat dalam air kemih. Proses pembentukan BSK ini disebut urolitiasis

dan dapat terbentuk pada ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria

(vesicolithiasis), dan uretra (urethrolithiasis). (3)

2.4 Epidemiologi

Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit terbanyak ke tiga pada sistem traktus

urinarius setelah penyakit infeksi saluran kemih dan hyperplasia prostat. Untuk komposisi

batu diperoleh kesan bahwa batu kalsium oksalat merupakan jenis batu yang paling

banyak dijumpai.

19

Page 20: Case Vesikolithiasis

Amerika serikat melaporkan 5-10% dari penduduknya dalam hidupnya pernah

menderita batu saluran kemih, sedangkan insiden pasien batu ginjal berkisar 0.1-0.3% per

tahun atau sekitar 240.000 sampai 720.000 pasien per tahun. Angka yang didapat di

Amerika Serikat hampir sama dengan angka di Eropa. (4)

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki angka penyakit batu saluran kemih

namun bila angka insiden diproyeksikan untuk penduduk Indonesia yang jumlahnya

sekitar 210 juta, maka tiap tahun akan didapat pasien baru batu saluran kemih sekitar

294.000 kasus. Morbiditas yang diakibatkan batu saluran kemih bisa ditandai dengan rasa

sakit yang ringan sampai berat, dan juga komplikasi terjadinya urosepsis dan gagal

ginjal, yang dapat menimbulkan mortalitas. (4,8)

Angka kekambuhan batu setelah pengobatan dan kenaikan faktor resiko kekambuhan

yang perlu diperhatikan. Berdasarkan literatur angka kekambuhan dalam satu tahun 15-

17%, dalam empat tahun 50% dan dalam 10 tahun sekitar 75%. Apabila terdapat kasus

batu kambuh, hal ini akan menaikkan angka morbiditas dan mortalitas sehingga

diperlukan biaya yang cukup besar. (4)

Prevalensi penyakit batu ginjal di perkirakan antara 1%-5%, dengan kemungkinan

menderita batu bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, ras dan letak geografi.

Penyakit batu lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Dikatakan bahwa batu

saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Batu relatif lebih

jarang terjadi sebelum umur 20 tahun tetapi puncak insidens terjadi pada dekade empat

dan ke ke lima. (4)

2.5 Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran

urin, gangguan metabolik, ISK, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum

terungkap (idiopatik). (8)

Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang memermudah terjadiya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah factor intrinsik yaitu keadaan yang

berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari

lingkungan di sekitarnya. Faktor intrinsic itu antara lain 1) herediter, 2) umur, 3) jenis

kelamin. Faktor ekstrinsik diantaranya adalah: (8,10)

1) Geografi.

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang

lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt

20

Page 21: Case Vesikolithiasis

(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

penyakit batu saluran kemih

2) Iklim dan temperature

3) Asupan air

Asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi,

dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4) Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih

5) Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau

kurang aktifitas (sedentary life).

2.6 Patogenesis

Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam

pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal. Batu

kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan)

dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu pembentukan batu

kalsium oksalat. Aksi inhibitor dan reaktan belum diketahui sepenuhnya. Ada dugaan

proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal, progresi kristal atau

agregasi kristal. Penambahan sitrat dalam kompleks kalsium dapat mencegah agregasi

kristal kalsium oksalat dan mungkin dapat mengurangi risiko agregasi kristal dalam

saluran kemih. Secara pasti etiologi batu saluran kemih belum diketahui dan

sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya batu

saluran kemih, yaitu: (6)

1) Teori Supersaturasi.

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan

dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan

suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi

sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk

batu.

Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu

bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang

21

Page 22: Case Vesikolithiasis

suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam

air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk batu yang larut,

tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih. (6)

2) Teori Matriks

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan

mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu

oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan

berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. (6)

3) Teori Penghambat Kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat-zat penghambat pembentuk kristal.

Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik yang sering terdapat adalah asam sitrat,

nefrokalsin dan tamma-horsefall glikoprotein dan jarang terdapat yaitu gliko-

samin glikans, uropontin. Inhibitor anorganik yaitu pirofosfat, magnesium dan

Zinc.

Menurut penelitian inhibitor yang paling kuat yaitu sitrat, karena sitrat akan

bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang larut dalam air.

Magnesium mencegah terjadinya kristal kalsium oksalat dengan mengikat

oksigen menjadi magnesium oksalat. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal

kalsium oksalat, mencegah agregasi dan mencegah perlengketan kristal kalsium

oksalat pada membran tubulus. (5)

4) Teori Nukleasi

Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-

partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) nakan

mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu

dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.

5) Teori Infeksi

Teori terbentuknya batu juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman

tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan batu adalah teori terbentuknya batu

struvit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis

ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium

ammonium fosfat (batu struvit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang

menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp,

Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. (7)

6) Teori Vaskuler

22

Page 23: Case Vesikolithiasis

Pada penderita batu saluran kemih sering didapat adanya penyakit

hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan

teori vaskuler untuk terjadinya batu saluran kemih.

Pada penderita hipertensi disebabkan aliran darah pada papilla ginjal

aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Aliran turbulen ini

berakibat pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga

perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.

Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui

glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol

tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan

kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori

epistaksi). (7)

2.7 Jenis Batu Saluran Kemih

1) Batu Asam Urat

Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan komposisi asam urat. Pasien

biasanya berusia 60 tahun. Pada pasien berusia lebih muda biasanya juga menderita

kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Batu asam urat dibentuk

hanya oleh asam urat. Diet menjadi risiko penting terjadinya batu tersebut. Diet

dengan tinggi protein dan purin serta minuman beralkohol meningkatkan ekskresi

asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Sebanyak 20-40% pasien pada

Gout akan membentuk batu, oleh karena itu tingginya asam urat yang berakibat

hiperurikosuria. (3)

2) Batu Kalsium

Batu ini paling banyak ditemui, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu

saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat

atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor terjadinya batu oksalat adalah

sebagi berikut: (5)

a) Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi 250-

300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui usus,

gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi tulang

karena hiperparatiroid atau tumor  paratiroid.

23

Page 24: Case Vesikolithiasis

b) Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/hari,

keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus

karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman

soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau

terutama bayam.

c) Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/24

jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu terhadap

pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari

makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme

endogen.

d) Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin

sehingga kalsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya

merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut

sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.

e) Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat.

Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang diikuti

gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi

usus (inflammatory bowel disease)yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi

3) Batu Struvit ( magnesium-amonium fosfat )

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah

golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim

urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi

amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah: Proteus spp,

Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphyloccocus. Infeksi

saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air

kemih>7. Pada kondisi tersebut kelarutan fosfat menurun yang berakibat terjadinya

batu struvit dan kristalisasi karbon apatite, sehingga batu struvit sering terjadi

bersamaan dengan batu karbonat apatite.

Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk

membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat. Di samping

pengobatan terhadap infeksinya, membuat suasana air kemih menjadi asam dengan

methionine sangat penting untuk mencegah kekambuhan. (5)

4) Batu Sistin

24

Page 25: Case Vesikolithiasis

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.

Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.

Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan

batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain

karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu

yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena

imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan

pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani

yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih. (5)

2.8 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala penyakit BSK ditentukan oleh letaknya, besarnya dan morfologinya.

Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria, baik

hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infkesi saluran kemih,

dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik

lain. BSK dapat mengakibatkan kelainan patologik yang menunjukkan gejala dan tanda

akut, kronik atau sama sekali tidak ada keluhan dan gejala. (3)

a) Batu Pelvis Ginjal

Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya

menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan

pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa atau terkadang batu

hanya terdapat pada kaliks. Batu disini dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai

dengan gejala berat. Umumnya gejalanya merupakan akibat obstruksi aliran

kemih dan infeksi.

Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal akibat distensi parenkim

dan kapsul ginjal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena

adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak

ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya

hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau nyeri ketok pada daerah arkus

costae pada sisi ginjal yang terkena. Pasien juga mungkin mengeluhkan pernah

mengeluarkan batu kecil ketika berkemih. Batu ginjal yang terletak di pelvis dapat

menyebabkan terjadinya hidronefrosis sedangkan batu kaliks tidak memberikan

kelainan fisik. (3)

b) Batu Ureter

25

Page 26: Case Vesikolithiasis

Ureter memiliki beberapa penyempitan yang memungkinkan batu ureter

berhenti. Karena peristaltis, akan terjadi kolik disertai perasaan mual dengan atau

tanpa muntah dengan nyeri alih yang khas ke perut bagian bawah sesuai dengan

lokasi batu dalam ureter. Pada pria nyeri dapat ditemukan sampai ke testis (batu

ureter proksimal) dan skrotum (batu ureter distal) sedangkan pada wanita rasa

nyeri dapat sampai ke vulva. Nyeri kolik akan berulang-ulang selama batu masih

menyumbat. Dapat ditemukan juga nyeri tekan atau nyeri ketok sudut

costovertebrae. (3)

Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih kemudian keluar

bersama kemih. Batu dapat juga sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa

nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Jika tetap tertinggal di ureter, akan

menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik.

Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului dengan serangan kolik. Jika

keadaan ini terus berlangsung, dapat berakibat hidronefrosis dengan atau tanpa

pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum. (3)

c) Batu Kandung Kemih

Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih,

aliran kemih yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes

disertai dengan nyeri. Pada saat sakit lalu kemudian pasien merubah posisi, suatu

saat air kemih dapat keluar kembali karena letak batu yang berpindah. Pada anak-

anak, nyeri menyebabkan anak menarik penisnya sehingga tampak penis yang

agak panjang. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu

miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik. Dapat pula ditemukan

hematuria. (3)

Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di negara barat sekitar

5% dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya

sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih, obstruksi

infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria),

adanya benda asing, divertikel kandung kemih.

Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya

beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya

kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat

dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari

batu infeksi (struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu

26

Page 27: Case Vesikolithiasis

kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan

gejala obstruktif dan iriatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang

dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria. (9)

d) Batu Prostat

Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde

terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap yang akhirnya menjadi batu

yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali karena

tidak menyebabkan gangguan pasase kemih. (3)

e) Batu Uretra

Batu uretra pada umumnya berasal dari ureter atau kandung kemih yang oleh

aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut pada tempat

yang agak lebar. Pada pria biasanya ditemukan pada uretra pars prostatika, bagian

permulaan pars bulbosa dan pada fossa navikular. Gejala yang ditimbulkan

umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes serta nyeri. Penyulitnya dapat

berupa terjadinya diverticulum, abses, fistel proksimal dan uremia karena

obstruksi urin. (3)

2.9 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis, perlu anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan seperti intake cairan, diet,

obat-obatan (alkali, analgesic, vitamin D, kemoterapi), immobilisasi yang lama, riwayat

penyakit gout serta riwayat pernah mengeluarkan batu. (3)

Pada pemeriksaan laboratorium, perlu diperiksa urin untuk menunjang adanya batu di

saluran kemih, mengetahui fungsi ginjal dan menentukan sebab terjadinya batu. (6)

a) Darah

- Hemoglobin, akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis

- Leukosit, akan terjadi leukositosis jika terdapat infeksi

- Ureum dan kreatinin utnuk mengetahui fungsi ginjal

- Kadar Ca, fosfor serta asam urat dalam darah.

b) Urin

- pH > 7,6 biasanya ditemukan kuman urea splitting organisme yang dapat

membentuk batu magnesium ammonium fosfat.

- pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.

- Eritrosit dan leukosit pada urin

27

Page 28: Case Vesikolithiasis

- Biakan urin

- Ekskresi Ca, fosfor, asam urat urin dalam 24 jam

Secara radiologi, batu dapat radioopak atau radiolusen sehingga dapat diduga jenis

batu. Batu radiolusen pada umumnya berasal dari asam urat murni. Urutan batu menurut

densitasnya dari opak hingga lusen adalah kalsium fosfat, kalsium oksalat, magnesium

ammonium fosfat, sistin, asam urat dan xantin. Pada pemeriksaan Foto polos abdomen,

dapat ditemukan batu radioopak kecuali pada batu yang terletak di depan bayangan

tulang. Foto BNO-IVP berguna untuk melihat lokasi batu serta untuk menilai apakah

terdapat bendungan pada saluran kemih atau tidak. Foto BNO-IVP juga dapat

memperlihatkan batu radiolusen karena dengan bantuan kontras akan tampak defek

pengisian pada tempat batu sehingga memberi gambaran pada daerah batu yang kosong.

Bila fungsi ginjal sudah menurun, kontras tidak muncul, sehingga diperlukan

pemeriksaan lanjutan yaitu pielografi retrograde yang dilaksanakan pemasangan kateter

ureter melalui sistoskop pada ureter ginjal untuk memasukkan kontras. (3)

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara terpisah

pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk

memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk

melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. (3)

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat melihat

semua jenis batu. Selain itu dapat ditentukan ruang dan lumen saluran kemih.

Pemeriksaan ini juga dipakai untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk

mencegah tertinggalnya batu. (3)

2.10 Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut misalnya

distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik

ureter maupun ginjal, khususnya bagian kanan, perlu diperimbangkan kemungkinan kolik

saluran cerna, kandung empedu atau appendicitis akut. Pada perempuan perlu

dipertimbangkan kemungkinan adneksitis. (3)

Bila ditemukan hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi

jika ditemukan hematuria tanpa nyeri. Batu yang bertahun-tahun juga dapat menyebabkan

28

Page 29: Case Vesikolithiasis

terjadinya keganasan yang umumnya karsinoma epidermoid akibat rangsangan dan

inflamasi.

Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor

ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. Pada batu ureter, terutama

batu radiolusen apalagi jika disertai dengan hematuria tanpa kolik, perlu dipertimbangkan

tumor ureter.

Dugaan batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan kemungkinan tumor

kandung kemih, terutama bila batu terdapat dari jenis radiolusen. Batu prostat pada

umumnya tidak sulit untuk didiagnosis karena gambaran radiologiknya khas. Akan tetapi

pada pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan adanya keganasan terutama bila

terdapat batu yang cukup banyak sehingga teraba seperti karsinoma prostat. (3)

2.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan

batu saja tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling

sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Bila batu tidak mengakibatkan gangguan

fungsi ginjal, batu tersebut tidak perlu diangkat, apalagi misalnya batu ureter, karena

diharapkan batu dapat keluar sendiri. Indikasi pengeluaran batu saluran kemih yaitu jika

terdapat obstruksi saluran kemih, infeksi, nyeri yang menetap atau berulang-ulang, serta

batu metabolic yang tumbuh cepat. (3)

a) Terapi Medis dan Simptomatik

Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau melarutkan

batu. Pengobatan simptomatik bertujuan untuk mengurangi nyeri kolik dengan

simpatolitik. Untuk batu ureter, diharapkan dapat keluar dengan sendirinya

dengan memberikan minum berlebihan disertai diuretic. Dengan produksi air

kemih yang berlebihan diharapkan dapat mendorong dan mengeluarkan batu. (3)

b) Pelarutan

Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah batu dari jenis asam urat. Batu asam

urat akan terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam sehingga dengan

pemberian bikarbonat natrikus, diharapkan batu asam urat dapat dilarutkan. Dapat

pula dibantu dengan pemberian Alupurinol.

Batu struvit tidak dapat dilarutkan namun dapat dicegah pembesarannya jika

diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Bila

29

Page 30: Case Vesikolithiasis

terdapat kuman, harus dibasmi. Akan tetapi infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi

karena kuman berada di dalam batu yang tidak dapat dicapai oleh antibiotic.

Solution G merupakan obat yang dapat diberikan ke batu di kandung kemih

tetapi biasanya penatalaksanaannya sulit. Dapat juga dipakai obat hemiasidrin

untuk batu ginjal dengan cara irigasi tetapi hasilnya kurang memuaskan kecuali

untuk batu sisa pascabedah yang dapat diberikan melalui nefrostomi yang

terpasang. Kemungkinan penyulit dengan pengobatan seperti ini adalah

intoksikasi atau infeksi yang lebih berat. (3)

c) Litotripsi

Litotripsi atau pemecahan batu dapat dilakukan dengan bantuan endoskopi.

Untuk batu kandung kemih, batu dapat dipecahkan dengan menggunakan

litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan menggunakan gelombang

elektrohidrolik atau ultrasonic.

Untuk batu ureter, digunakan ureteroskop dan batu dapat dihancurkan

menggunakan gelombang elektrohidrolik, ultrasonic atau sinar laser. Untuk batu

ginjal dalap dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa

transduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi

perkutan. (3)

Dapat pula dipakai gelombang kejut di luar tubuh yang sering disebut ESWL

(Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang tidak menimbulkan perlukaan pada

tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan

di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur dan keluar bersama air kemih.

Terapi ini dapat dilakukan pada setiap batu, tetapi bila terdapat kelainan saluran

kemih, misalnya stenosis yang akan menghalangi keluarnya batu yang telah

dipecahkan, tindakan ini tidak akan bermanfaat. Batu dapat dipastikan letaknya

dengan bantuan sinar rontgen atau ultrasonografi yang terdapat pada setiap jenis

alat ESWL. Kekurangan tindakan ini adalah tidak dapat dipastikannya ukuran

batu pasca tindakan serta batu membutuhkan waktu untuk keluar melalui saluran

kemih. Pasca tindakan juga perlu diawasi dari segi kemungkinan terjadinya

infeksi atau kerusakan jaringan yang dapat mengakibatkan gejala sisa.

d) Pembedahan

Terapi bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat ESWL atau bila

cara non bedah tidak berhasil. Pada batu ginjal, perlu dilakukan pembedahan

melalui nefrolitotomi bila terdapat hidrokaliks. Batu pelvis perlu dibedah bila

30

Page 31: Case Vesikolithiasis

menyebabkan hidronefrosis, infeksi atau menyebabkan nyeri yang hebat. Pada

umumnya, batu pelvis yang berbentuk seperti tanduk rusa menyebabkan

kerusakan ginjal. Operasi untuk batu pielum yang sederhana disebut pielolitotomi

sedang, sedangkan untuk yang berbentuk seperti tanduk rusa disebut pielolitotomi

yang diperluas. (3)

Bila batu ureter menimbulkan gangguan dan komplikasi pada ginjal, nyeri

yang tidak tertahankan serta penanganan medis tidak berhasil, dapat dilakukan

tindakan ureterolitotomi. Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan

miksi yang hebat sehingga perlu dikeluarkan. Litotriptor hanya dapat

memecahkan batu berukuran <3cm. batu yang berukuran lebih besar dari itu dapat

ditangani dengan ESWL atau sistolitotomi melalui sayatan Pfannenstiel.

Batu uretra yang berukuran <1cm dapat keluar sendiri atau dengan bantuan

pemasangan kateter uretra selama 3 hari ; batu akan terbawa ke luar dengan aliran

kemih yang pertama. Batu uretra dapat dikeluarkan melalui tindakan uretratomi

eksterna. Komplikasi yang dapat terjadi pasca tindakan adalah striktur uretra. Batu

prostat pada umumnya tidak membutuhkan tindakan bedah.

2.12 Komplikasi

31

Page 32: Case Vesikolithiasis

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi, infeksi saluran

kemih serta iritasi berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya

keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Manifestasi obstruksi pada saluran

kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain, sedangkan saluran

kemih bagian atas dapat menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis kemudian berlanjut

dengan atau tanpa pionefrosis yang beraakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang

sama dapat juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih jika batu tersebut

membesar sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus

pada batu uretra dapat terjadi diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat

terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu

ureter. (3)

2.13 Pencegahan

Untuk mencegah pembentukan Kristal fosfat ammonium magnesium, semua batu

harus dihilangkan karena kuman B. proteus bukan saja berada di dalam kemih tetapi juga

terdapat di dalam batu yang tidak pernah dapat dicapai dengan antibiotik. Selain itu,

rekonstruksi anatomi saluran kemih amat penting karena infeksi rekuren antara lain

disebabkan oleh aliran air kemih yang tidak sempurna. (3)

Kristalisasi asam urat sangat bergantung pada pH kemih. Bila pH kemih diatas 6,2,

tidak akan terbentuk kristal asam urat. Pencegahan pengeluaran asam urat ke dalam

saluran kemih dapat dicegah dengan pengaturan diet dan diberi pengobatan.

Ekskresi oksalat di dalam saluran kemih dapat dicegah dengan pengaturan diet,

walaupun oksalat sebagian besar bersumber dari metabolism endogen. Bahan makanan

yang paling banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat. Untuk

mengurangi ekskresi kalsium pada kemih dapat dicegah sesuai dengan penyebabnya.

Pada hiperparatiroidisme dibutuhkan koreksi, sedangkan pada gangguan absorpsi selain

mengurangi diet yang mengandung kalsium, juga dapat diberikan bahan yang mencegah

absorpsi kalsium dari usus.(3)

32

Page 33: Case Vesikolithiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2012. Clinical Anatomy 9th edition. Lippincot Williams & Wilkins.

2. Sheerwood, Lauralee. 2010. Human Physiology : From Cells to Systems 7th edition.

Canada : Cengage Learning.

3. De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar ilmu Bedah. Jakarta : EGC

4. Rifki Muslim. 2004. Pengaruh Hidroklorotiazid dan Natrium Bikarbonat terhadap

Risiko Kambuhan Batu Kalsium Oksalat Saluran Kemih Bagian atas. Disertasi.

5. Sja’bani, Mohammad. 2009. Batu Saluran Kemih dalam Buku Ajar ilmu penyakit

Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Manuputty, David. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Hall PM. 2009. Kidney stones: formation, treatment, and prevention. Journal

Cleveland Clinic.

8. Purnomo, B. B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya.

9. Taher A. 2007. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih. Jakarta :

Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

10. Pearle MS, Lotan Y. 2007. Urinary Lithiasis and Endourology. In: Wein AJ,

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh

Urology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders Company

33

Page 34: Case Vesikolithiasis

34