Case Tb Dah Jadi

download Case Tb Dah Jadi

of 31

Transcript of Case Tb Dah Jadi

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    1/31

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka

    prevalensi kasus TBC yang cukup tinggi, khususnya pada masyarakat dengan

    golongan ekonomi menengah kebawah. Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi

    yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk

    batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam

    (BTA) (Depkes, 2009).

    Penderita TBC di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 231.370 orang.

    Propinsi dengan peringkat 5 tertinggi penderita TBC adalah Jawa Barat, Jawa Timur,

    Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. Perkiraan Kasus TB Paru BTA

    positif di Jawa Barat sebanyak 44.407, Jawa Timur sebanyak 39.896, Jawa Tengah

    sebanyak 35.165, Sumatra Utara sebanyak 21.197, dan Sulawesi Selatan sebanyak

    16.608 (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).

    Angka insiden penyakit baru BTA (+) sebesar 107/100.000 penduduk, maka

    diperkirakan pada tahun 2008 di Provinsi Jawa Tengah terdapat 34.913 penderita baru

    BTA (+). Akan tetapi BTA (+) yang ditemukan sebanyak 16.748 penderita (47,97%).

    Rendahnya angka penemuan ini berarti masih banyak kasus TB paru yang belum

    terobati sehingga dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan sekitar para

    penderita tersebut (Profil Jawa Tengah,2008).

    Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak

    dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain karakteristik individu,

    memburuknya kondisi sosial ekonomi, lingkungan fisik yang kurang memadahi,

    belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah

    penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi

    HIV. Daya tahan tubuh yang lemah / menurun, virulensi dan jumlah kuman

    merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC

    (Girsang, 2009).

    1

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    2/31

    B. Tujuan

    TujuanUmum

    1) Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang

    berpengaruh terhadap tuberculosis paru berdasarkan pendekatan HL.

    Blum.

    TujuanKhusus

    1) Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang mempengaruhi

    terjadinya TB.

    2) Untuk memperoleh informasi mengenai factor perilaku yang mempengaruhi

    terjadinya TB.

    3) Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan yang

    mempengaruhi terjadinya TB.

    4) Untuk memperoleh informasi mengenai factor kependudukan yang

    mempengaruhi terjadinya TB.

    5) Untuk dapat memberikan solusi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

    terjadinya TB.

    2

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    3/31

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Etiologi

    Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

    berbentuk basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis dan dapat

    menyerang semua golongan umur. Penyebaran TB paru melalui perantara ludah

    atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru.

    Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga

    sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh

    Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya

    bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru

    kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

    Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan

    bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan

    pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.

    Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak

    menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat

    menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah

    infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak,

    ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun

    demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

    2.2. Epidemologi TB Paru

    Survei prevalensi TB paru tahun 2004 di Indonesia dengan jumlah sampel

    86.000 rumah tangga menemukan bahwa pengetahuan masyarakat yang berada di

    pedesaan lebih rendah di banding masyarakat perkotaan mengenai gejala-gejala

    penyakit TB paru, penularan TB paru. Hasil survei juga menemukan bahwa sikap

    masyarakat pedesaan dalam pencarian pengobatan TB paru lebih rendah dibanding

    masyarkat di perkotaan (Depkes RI, 2004).

    Penelitian follow up yang dilakukan Gotama (2002), di Tangerang

    menyimpulkan bahwa sanitasi perumahan yang jelek, pemakaian sumber air minum,

    dan air bersih yang tidak terlindungi menyebabkan peningkatan kasus TB paru sebesar

    0,5%.

    3

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    4/31

    Penelitian yang dilakukan Firdous (2005) di poli paru Rumah Sakit

    Persahabatan jakarta menemukan bahwa faktor-faktor yang mempunyai hubungan

    bermakna dengan kesembuhan /ketidaksembuhan orang yang sedang berobat TB paru

    adalah merokok (OR = 7,78), penghasilan (OR = 7,56), pengetahuan tentang TB

    paru (OR = 5,51), sikap terhadap proses poengobatan Tb paru (OR = 6,27), perilaku

    (OR = 6,83), keadaan rumah di pandang dari segi kesehatan (OR = 6,68), program OAT

    gratis dari pemerintah (OR = 4,15), PMO (OR = 4,52), keadaan gizi (OR = 9,95).

    Penelitian yang dilakukan Sukana (1998), di Daerah Tingkat II Kabupaten

    Tangerang, diperoleh angka ketaatan minum obat penderita dengan memberdayakan

    tenaga anggota keluarga lebih baik/berbeda makna dibandingkan dengan tanpa

    pemanfaatan anggota keluarga tenaga PMO. Angka konversi BTA (+) setelah terapi

    intensif (2 bulan) adalah 81,8% dan 62,5% untuk kasus dengan PMO dari anggota

    keluarga tanpa PMO, sedangkan angka konversi BTA (-) akhir terapi adalah masing-

    masing 100%. Angka konversi dahak poenderita setelah terapi intensif pada akhir terapi

    antara dua kelompok tidak berbeda makna (P>0,05).

    2.3. Penularan TB paru

    Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA (+). Penularan terjadi

    pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri

    ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman

    dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, orang dapat

    terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam pernapasan. Setelah kuman TB

    paru masuk kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran

    limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes

    RI, 2002).

    Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,

    makin menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif

    (tidak terlihat kuman) maka penderita tersebut tidak menularkan. Kemungkinan

    seorang terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan

    lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002).

    Perlu diketahui bahwa basil tuberkulosis dalam paru tidak hanya keluar ketika

    penderita TB paru batuk. Basil tuberkulosis juga dapat keluar bila penderita

    bernyanyi, bersin atau bersiul. Di Jepang dan Inggris telah ada beberapa kali

    4

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    5/31

    laporan menunjukkan penularan tuberkulosis pada murid sekolah, terutama yang

    duduk di barisan depan yang tertular dari guru yang mengajar di depan kelas

    (Aditama, 1994).

    Hal penting yang perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terhirup basil

    tuberkulosis akan mejadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil tuberkulosis.

    Risiko orang terinfeksi TB paru untuk menderita TB Paru pada ARTI (Annual

    Risik of Tuberculosis Infenction) sebesar 1%. Hal ini berarti diantara 100.000

    penduduk rata-rata terjadi 100 penderita TB paru baru setiap tahun, dimana 50

    penderita adalah BTA positif (Depkes RI, 2002).

    2.3 Gejala Penyakit TB Paru

    Gejala penyakit pada penderita TB paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di

    paru dan gejala pada seluruh tubuh secara umum. Gejala di paru tergantung pada

    banyaknya jaringan paru yang sudah rusak karena gejala penyakit TB paru ini

    berkaitan bagaimana bentuk kerusakan paru yang ada (Aditama, 1994). Gejala paru

    seseorang yang dicurigai menderita TB paru dapat berupa:

    1. Batuk lebih dari 3 minggu

    2. Batuk berdarah

    3. Sakit di dada selama lebih dari 3 minggu

    4. Demam selama lebih dari 3 minggu

    Semua gejala tersebut diatas mungkin disebabkan penyakit lain, tetapi bila terdapat

    tanda-tanda yang manapun diatas, dahak perlu dilakukan pemeriksaan (Crofton, 2002).

    Gejala tubuh penderita tuberkulosis secara umum dapat berupa;

    a. Keadaan umum, kadang-kadang keadaan penderita TB paru sangat kurus, berat

    badan menurun, tampak pucat atau tampak kemerahan

    b. Demam, penderita TB paru pada malam hari kemungkinan mengalami kenaikan

    suhu badan secara tidak teratur

    c. Nadi, pada umumnya penderita TB paru meningkat seiring dengan demam Dada,

    seringkali menunjukkan tanda-tanda abnormal. Hal paling umum adalah krepitasi

    halus di bagian atas pada satu atau kedua paru. Adanya suara pernapasan

    bronkial pada bagian atas kedua paru yang menimbulkan Wheezing terlokalisasi

    disebabkan oleh tuberkulosis (Crofton, 2002).

    5

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    6/31

    2.4 Diagnosis TB Paru

    Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksan jasmani

    radiologi dan pemeriksaan laboratorium. Di Indonesia, pada saat ini uji tuberkulin

    tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB paru pada orang dewasa,

    sebab sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terinfeksi Mycobacterium

    tuberculosis karena tingginya prevalensi TB paru. Uji tuberkulin positif hanya

    menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan pernah terpapar Mycobacterium

    tuberculosis (Depkes RI, 2004).

    1. Gejala Klinik

    Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu, gejala respiratorik

    dan gejala sistemik.

    a. Gejala respiratorik dapat berupa

    1. Batuk lebih atau sama dengan 3 minggu

    2. Batuk darah

    3. Sesak napas

    4. Nyeri dada

    b. Gejala sistemik

    1. Demam

    2. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

    menurun.

    2. Pemeriksaan Jasmani

    Pemeriksaan jasmani akan dijumpai sangat tergantung luas dan kelainan

    struktural paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya atau sulit sekali

    menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

    terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada

    pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara

    napas lemah, ronkhi basa, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum

    (Aditama, 2002).

    3. Pemeriksaan Radiologik

    Pemeriksaan radiologi standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.

    Pemeriksaan lain atas indikasi foto apiko-lordotik, oblik, CT scan. Pada

    pemeriksaan foto toraks tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam

    bentuk (multiforom). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

    6

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    7/31

    a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru

    dan

    segmen superior lobus bawah.

    b. Kapitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan berawan atau nodular.

    c. Bayangan bercak milier.

    d. Efusi pleura unilateral.

    Gambaran radiologist yang dicurigai lesi TB inaktif:

    a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

    b. Kalsifikasi atau fibrotik

    c. Fibrothorax dan atau penebalan pleura

    4. Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan

    darah dan uji tuberkulin.

    a. Pemeriksaan bakteriologik

    Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti

    yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahkan untuk pemeriksaan

    bakteriologi ini dapat berasal dari sputum, bilasan bronkhitis, jaringan paru, cairan

    pleura

    b. Pemeriksaan darah

    Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang

    spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua

    dibutuhkan. Data ini dapat dipakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan

    nilai keseimbangan biologi penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu

    respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebaga predeteksi

    tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat

    menggambarkan biologik/daya tahan tubuh penderita, yaitu dalam keadaan

    supresi/tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah

    yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.

    c. Uji Tuberkulin

    Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB paru

    di darah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi

    tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

    7

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    8/31

    kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila

    didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya atau apabila ada

    kepositifan uji yang di dapat besar sekali atau timbul bula.

    2.4.1. Tipe Penderita TB Paru

    Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

    beberapa tipe penderita, yaitu:

    1. Kasus baru

    Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

    OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

    2. Kambuh (Relaps)

    Penderita TB paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

    dan telah dinyatakan sembuh kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

    pemeriksaan dahak BTA positif.

    3. Pindahan (Transfer In)

    Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten / kota lain

    kemudian pindah berobat ke kabupaten/kota lain. Penderita pindahan tersebut harus

    membawa surat rujukan/pindah.

    4. Lalai

    Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau

    lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali

    dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

    5. Lain-lain

    a. Gagal

    Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

    positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau

    lebih).

    b. Kronis

    Penderita dengan hasil pemeriksaan basil BTA positif setelah selesai

    pengobatan ulang kategori 2 (depkes RI, 2002). Program penanggulangan

    Tuberkulosis (DepKes 2002). WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien

    Tuberkulosis Paru yaitu :

    1. Pasien dengan sputum BTA positif :

    8

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    9/31

    Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis

    ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan

    1x sediaan sputum positif disertai kelainan radiologis yang sesuai

    dengan gambaran TB aktif

    1x sediaan sputum positif disertai biakan yang positif

    2. Pasien dengan sputum BTA negatif :

    Pasien yang pada pemeriksaan sptumnya secar mikroskopis tidak

    ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tapi gambaran

    radiologis sesuai dengan TB aktif

    Pasien yang pada pemeriksaaan sputumnya secara mikroskopisnya

    tidak ditemukan BTA sama sekali tetapi pada biakannya positif

    Diluar pembagian tersebut diatas pasien digolongkan berdasarkan riwayat

    penyakitnya yakni :

    Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapatkan obat anti TB lebih dari satu

    bulan

    Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, terapi

    kemudian timbul lagi TB aktifnya

    Kasus gagal, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat

    obat anti TB lebih dari 5 bulan atau Pasien yang menghentikan pengobatannya

    setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTAnya masih positif

    Kasus kronik

    2.5. Pengobatan :

    Pengobatan tuberculosis memiliki dua prinsip dasar, yaitu :

    1. Terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka

    terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisid. Karena

    suatu resistensi obat dapat timbul spontan pada sejumlah kecil basil,

    monoterapimemakai obat bakterisid yang terkuatpun dapat menimbulkan

    kegagalan pengobatan dengan terjadinya pertumbuhan basil yang persisten.

    Kemungkinan terjadinya resistensi spontan terhadap 2 macam obat merupakan

    hasil probabilitas masing-masing obat, sehingga penggunaan dua macam obat

    yang aktif umumnya dapat mencegah perkembangan resistensi sekunder.

    9

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    10/31

    2. Penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan

    gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk

    mengeliminasi basil yang persisten. Dengan adanya cara pengobatan pada

    masa kini (metode DOTS) yang menggunakan paduan beberapa obat, pada

    umumnya pasien tuberculosis berhasil disembuhkan secara baik dalam waktu 6

    bulan. Berdasarkan prinsip tersebut, program pengobatan tuberculosis dibagi

    menjadi 2 fase yaitu : fase bakterisidal awal (inisial) dan fase sterilisasi

    ( lanjutan)

    Dosis Paduan OAT

    a. Kategori-1

    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :

    Pasien baru TB paru BTA ( + )

    Pasien TB paru BTA ( - ) foto thoraks ( + )

    Pasien TB ekstra paru

    Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3

    Berat badan Tahap Intensif tiap

    hari selama 56 hari

    RHZE

    (150/75/400/275)

    Tahap Lanjutan 3 kali seminggu

    selama 16 minggu

    RH (150/150)

    30 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

    38 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

    55 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet KDT

    71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet KDT

    Tabel Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE / 4H3R3

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobatan

    Dosis per

    hari/kali

    Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tablet

    Isoniazid@

    300 mgr

    Tablet

    Rifampicin

    @ 400

    mgr

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mgr

    Tablet

    Etambutol

    @ 250

    mgrIntensif 2 bulan 1 1 3 3 56

    10

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    11/31

    Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

    Tabel Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobatan

    Tablet

    Isoniasid

    @300

    mgr

    Tablet

    Rifampisi

    n @450

    mgr

    Tablet

    Pirazinami

    d @500

    mgr

    Etambut

    ol

    Streptomisi

    n injeksi

    Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tahap

    Intensif

    (dosis

    harian)

    2

    bula

    n

    1

    bula

    n

    1

    1

    1

    1

    3

    3

    3

    3

    -

    -

    0,7

    5

    gr

    -

    5

    6

    2

    8

    Tahap

    Lanjutan

    (dosis 3x

    semingg

    u)

    4

    bula

    n

    2 1 - 1 2 - 6

    0

    b.Kategori -2

    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA ( + ) yang telah diobati sebelumnya:

    Pasien kambuh

    Pasien gagal

    Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

    Tabel Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

    Berat Badan Tahap Intensif

    tiap hari RHZE

    (150/75/400/275)

    + S

    Tahap Lanjutan

    3 kali seminggu

    RH (150/150) +

    E (400)

    Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20

    minggu

    30 37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2

    11

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    12/31

    500 mg

    Streptomisin inj.

    tab Etambutol

    38 54 kg 3 tab 4KDT +

    750 mg

    Streptomisin inj.

    3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3

    tab Etambutol

    55 70 kg 4 tab 4KDT +

    1000 mg

    Streptomisin inj.

    4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4

    tab Etambutol

    71 kg 5 tab 4KDT +

    1000 mg

    Streptomisin inj.

    5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5

    tab Etambutol

    Catatan :

    Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk streptomisin

    adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.

    Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

    Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest

    sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1ml = 250mg)

    b. OAT Sisipan (HRZE)

    Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA ( + ) yang pada akhir pengobatan

    intensif masih tetap BTA ( + )

    Tabel Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

    Berat badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    30 37 kg 2 tablet 4KDT

    38 54 kg 3 tablet 4KDT55 70 kg 4 tablet 4 KDT

    71 kg 5 tablet 4KDT

    Tabel Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE

    Tahap Pengobatan Lamanya

    Pengobatan

    Tatablet Isoniazid

    @300 mgr

    Tatablet

    Rifampisin

    @450 mgr

    Tablet

    Pirazinamid

    @500 mgr

    Tablet

    Etambut

    ol @250

    mgr

    Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    12

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    13/31

    Tahap Intensif (dosis

    harian)

    1 bulan 1 1 3 3 28

    Terapi FDC

    Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC

    untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC

    mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg

    Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari

    dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150

    mg Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan

    intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC

    pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat

    kategori II tersedia obat lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial

    @750 mg).

    Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet

    diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3

    macam obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini

    digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2

    macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk

    pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien

    dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak.

    Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien.

    Untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel

    di bawah ini.

    Berat Badan

    Tahap Intensif tiap hari

    selama 56 hari

    Tahap Lanjutan 3 kali

    seminggu selama 16 minggu

    30 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC

    38 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC

    55 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC

    71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDCSedangkan untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan

    aturan pakai FDC yang harus diberikan yaitu:

    Berat

    badan

    Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3

    kali seminggu

    selama 20 mingguSelama 56 hari Selama 28 hari

    30 37 kg

    2 tab 4FDC

    + 500 mg Streptomisin

    Inj. 2 tab 4FDC

    2 tab 2FDC + 2 tab

    Etambutol

    38 54 kg

    3 tab 4FDC + 750 mg

    Streptomisin Inj. 3 tab 4FDC

    3 tab 2FDC + 3 tab

    Etambutol55 70 kg 4 tab 4FDC + 1000 mg 4 tab 4FDC 4 tab 2FDC + 4 tab

    13

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    14/31

    Streptomisin Inj. Etambutol

    71 kg

    5 tab 4FDC +

    Streptomisin Inj. 5 tab 4FDC

    5 tab 2FDC + 5 tab

    Etambutol

    Catatan:Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml

    aquabidest. Dosis ini dapat dianggap sebagai 3 dosis @ 250 mg yangdigunakan untuk kelompok pasien dengan BB 38 54 kg. Untuk kelompokpasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan dengan jumlah tablet yangdiminum, misalnya untuk pasien yang memerlukan hanya 2 tablet, jugahanya memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (1 ml = 250 mg. Untukpasien berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisinmaksimum 500 mg/hari. Injeksi streptomisin diberikan setelah pasienselesai menelan obat.

    Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak terjadi

    konversi maka diberikan OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28 hari.

    Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu:

    Berat Badan

    Tahap Intensif tiap hari

    selama 2 bulan

    Tahap Lanjutan tiap hari

    selama 4 bulan

    7 kg 1 tablet 3FDC 1 tablet 2FDC

    8 9 kg 1,5 tablet 3FDC 1,5 tablet 2FDC

    10 14 kg 2 tablet 3FDC 2 tablet 2FDC

    15 19 kg 3 tablet 3FDC 3 tablet 2FDC

    20 24 kg 4 tablet 3FDC 4 tablet 2FDC

    25 29kg 5 tablet 3FDC 5 tablet 2FDC

    OAT-FDC tersedia dalam kemasan blister. Tiap blister terdapat 28 tablet. Tablet

    4FDC dan 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet. Untuk tablet

    etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @ 28 tablet. Streptomisisn

    injeksi dikemas dalam dos berisi 50 vial @ 750 mg. Untuk penggunaan streptomisin injeksi

    diperlukan aquabidest dan disposable syringe 5 m l dan jarum steril. Aquabidest tersedia

    dalam kemasan vial @ 5 mldalam dos yang berisi 100 vial.

    Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari penggunaan

    OAT yang dalam tablet terpisah. Beberapa efek samping yang muncul berupa hilangnya

    nafsu makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut, nyeri sendi, gatal dan kemerahan

    pada kulit, kesemutan hingga rasa terbakar di kaki, gangguan keseimbangan. Selain itu efek

    samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan

    dosis. Efek samping dari OAT tersebut diperkirakan terjadi pada sekitar 3 6 % pasien yang

    mendapat pengobatan dengan FDC. Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek

    samping seperti yang disebutkan sebelumnya dan obat tersebut tidak dapat diberikan kembali,

    maka pasien diberikan OAT yang dalam bentuk tablet terpisah (OAT kombipak).

    Pengobatan TB perlu diperhatikan untuk pasien yang berada dalam kondisi khusus

    misalnya pasien wanita hamil, pasien dengan penyakit tertentu seperti DM, gagal ginjal,

    memiliki kelainan hati kronik. Untuk pengobatan TB pada wanita hamil perlu diperhatikan

    pada penggunaan streptomisin. Streptomisin tidak dapat digunakan pada kehamilan. Hal ini

    14

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    15/31

    karena streptomisin bersifatpermanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta.

    Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang

    menetap pada bayi yang akan dilahirkan.

    Pasien DM harus selalu dikontrol dalam pengobatannya. Jika pasien juga menderita

    TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi

    efektivitas antidiabetika oral gol sulfonil urea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika

    tersebut. Pasien DM yang memperoleh pengobatan insulin seringkali terjadi

    komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu perlu diperhatikan untuk pemberia

    etambutol karena dapat memperparah kejadian tersebut.

    Pasien TB dengan gagal ginjal sebaiknya tidak menggunakan streptomisin dan

    etambutol dalam pengobatannya. Hal ini karena kedua obat tersebut diekskresi melalui ginjal.

    Jika tetap diberikan memungkinkan obat tersebut tidak dapat dieksresikan dari dalam tubuh

    karena ketidakmampuan ginjal. Akibatnya akan menimbulkan efek toksik dalam tubuh.Oleh

    karena itu dapat diberikan pengobatan dengan INH, rifampisin, dan pirazinamid untuk pasien

    TB dengan gagal ginjal. Ketiga obat tersebut diekskresi melalui empedu dan dapat diubah

    menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien

    TB dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

    Pengobatan TB pada pasien dengan kelainan hati kronik dapat dilakukan jika pasien

    sudah melakukan pemeriksaan hati. Jika nilai SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali

    maka OAT tidak diberikan dan bila sudah dalam pengobatan maka harus dihentikan. Jika

    peningkatannya kurang dari 3 kali maka pengobatan tetap dapat dilakukan denganpengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati tidak boleh diberikan pirazinamid. Paduan

    OAT yang dianjurkan untuk pasien TB dengan kelainan hati yaitu 2RHES/6RH atau

    2HES/10HE.

    Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan

    makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman

    beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB,

    maka para pasien TB diharapkan menutup mulut saat batuk dan tidak meludah di sembarang

    tempat. Usaha pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus

    Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu

    menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan daya

    tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang infeksi oportunistik (TB).

    Tidak hanya AIDS yang memiliki hari peringatan tetapi TB pun memiliki hari

    peringatan yang jatuh pada tanggal 24 Maret. Tahun ini peringatan hari TB sedunia

    bertemakan Every Breath Counts, Stop TB now!. Tema ini menekankan pada kata breath

    yang tidak hanya berarti pernafasan tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas

    manusia. Jadi, jika breath manusia rusak karena TB maka akan merusak juga seluruh

    aktivitas manusia. Tema ini mengingatkan akan bahaya TB dan urgensi pemberantasannya.

    15

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    16/31

    Berbagai macam strategi pemerintah dalam rangka mengurangi jumlah penderita TB

    paru,diantaranya dengan menerapkan program-program seperti berikut :

    1. Paradigma Sehat

    o Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin,

    serta meningkatkan cakupan program.

    o Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.

    o Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu.

    2. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO

    o Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

    o Diagnosa TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

    o Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka

    pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

    o Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

    o Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

    dan evaluasi program penanggulangan TBC.

    3. Peningkatan mutu pelayanan.

    o Pelatihan seluruh tenaga pelaksana.

    o Ketetapan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.

    o Kualitas labolatorim diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check).

    o Untuk menjaga kualitas pemeriksaan labolatorium, dibentuklah KPP

    (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas

    Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk

    daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana

    mandiri).

    o Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.

    o Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.

    o Keteraturan menelan obat sehari hari diawasi oleh pengawas oleh

    Pengawas Menelan Obat (PMO). Keteraturan pengobatan tetap merupakan

    tanggung jawab petugas kesehatan.

    o Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.

    16

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    17/31

    STATUS PASIEN

    Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Puskesmas Malaka Jaya

    No rekam medis :

    17

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    18/31

    Pasien ke : 1 dalam keluarga

    Data administrasi

    Tanggal : 7 Mei 2013

    Diisi oleh : : Septina F Nauw

    Lily Setyawati

    Aprima Visgint

    Pasien Keterangan

    Nama Ny. Nilawati

    Umur/tanggal lahir 40 tahunAlamat Jl.cakung, RT013/008,

    jakarta Timur

    Jenis kelamin Perempuan

    Agama Islam

    Pendidikan SMP

    Pekerjaaan Wirausaha Membuka laundry

    Status perkawinan Sudah menikah

    Kedatangan yang ke 2 kali Pasien datang diantar oleh

    suaminya dan atas inisiatif

    sendiri keadaan umum tenang

    Telah diobati sebelumnya Tidak

    Alergi obat Tidak

    System pembayaran Askes Pasien menggunakan

    Jaminan kesehatan

    Data pelayanan

    ANAMNESIS (dilakukan secara autoanamnesis )

    A. Alasan Kedatangan/Keluhan Utama

    Keluhan Utama : Batuk tidak sembuh selama 4 bulan yang lalu.

    Kekhawatiran (Suami) : Khawatir tertular penyakit yang berbahaya

    Harapan (Suami) : Penyakit istrinya cepat sembuh dan tidak terkena penyakitberbahaya

    18

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    19/31

    B. Keluhan Lain/Tambahan

    Sesak napas, berat badan menurun, pasien merasa cepat lelah dan merasa dingin pada

    seluruh tubuh, dan sakit pada punggung kanan dan kiri.

    C. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

    Sebelum datang ke Puskesmas Malaka Jaya, pasien mengeluh batuk yang tidak

    sembuh-sembuh sejak bulan februari. Awalnya batuk terus-menerus tanpa disertai

    dahak selama 2 minggu. Pasien mencoba mengobati sendiri keluhan yang dialaminya

    dengan membeli obat batuk di apotik tapi keluhan tidak sembuh. Pada bulan April

    pasien mengeluh batuk dengan dahak disertai darah, berat badan menurun, lemas,

    sering berkeringat setiap malam, sesak nafas dan nyeri pada punggung kanan dan kiri.

    Pasien khawatir dengan keluhannya yang tidak kunjung sembuh dan akhirnya pasien

    datang ke Puskesmas untuk berobat dan melakukan pemeriksaan sputum dan hasilnya

    (+)TB.

    D. Riwayat Penyakit Keluarga

    - Riwayat keluarga menderita penyakit serupa : disangkal

    - Riwayat sakit TB : disangkal

    -Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

    E. Riwayat Penyakit Dahulu

    Pada tahun 2007 pasien pernah mengeluh batuk tanpa disertai dahak tetapi tidak

    didiagnosis sebagai TB. Penyakit jantung, asma, dan alergi obat atau makanan

    disangkal. Riwayat trauma, kecelakaan, operasi disangkal.

    F. Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien mengontrak rumah bersama suami dan satu orang anak. Pasien tinggal

    dirumah dengan pencahayaan sinar matahari cukup dengan luas rumah kira-kira 4 x 4

    M. Pasien memiliki usaha laundry bersama dengan empat karyawannya.

    DATA ANGGOTA KELUARGA

    19

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    20/31

    No. Nama Umur Status Dalam

    Keluarga

    Jenis

    Kelamin

    Pekerjaan

    1. Ny. Nilawati 40 tahun Istri Perempuan Wiraswasta

    2. M. Nuryanto 52 tahun Suami Laki-laki Supir

    3. Robi Adam 15 tahun Anak Laki-laki Pelajar 4. Reza permana 12 tahub Anak Laki-laki Pelajar

    PEMERIKSAAN FISI K

    1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital termasuk status gizi

    Keadaan umum: Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos Mentis

    TB : 163 cm

    BB : 56 kg

    IMT : 21, 0 (normal)

    Status gizi : Baik

    Normal : 18,5 25,5

    Obes I : > 25 30

    Obes II : > 30 40

    Obes III : > 40

    Tanda tanda vital:

    Tekanan darah : 110/80 mmHg

    Nadi : 84x/menit

    Nafas : 20x/menit

    Suhu : 36,5C

    20

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    21/31

    Status Generalis

    Kepala : Normocephali, wajah simetris kanan dan kiri, tidak ada

    deformitas

    Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), visus secara kasar

    baik, lapang pandang tidak menyempit, tidak terdapat

    eksoftalmus, tidak terdapat enoftalmus, tidak terdapat deviasi

    konjugae

    Telinga : liang telinga lapang, sekret (-)

    Hidung : bentuk hidung simetris, tidak ada derformitas septum, dan

    tidak ada hiperemis

    Tenggorokan : mukosa faring merah muda, dinding faring tidak bergranul,

    uvula ditengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, tidak hiperemis

    Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan KGB

    Thorax :

    o Inspeksi : bentuk dada normochest, sela iga mengembang saat

    inspirasi dan menyempit saat ekspirasi, pergerakan dinding dada

    simetris kanan-kiri, tidak terlihat adanya retraksi sela iga, pulsasi

    iktus kordis tidak terlihat, bendungan vena tidak terlihat.

    o Palpasi : vokal fremitus simetris kanan-kiri, iktus kordis teraba,

    kuat angkat 2 jari, tidak terdapat nyeri tekan dan krepitasi

    o Perkusi : perkusi perbandingan pekak pada paru kanan, batas

    jantung kanan disela iga 5 garis sternalis dextra, batas jantung kiri

    disela iga 5 garis midclavicula sinistra

    21

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    22/31

    o Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler kanan dan kiri, tidak

    terdapat ronkhi, tidak terdapat wheezing, bunyi jantung I dan II

    normal, tidak terdengar gallop, tidak terdengar murmur.

    Abdomen:

    o Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada perubahan warna kulit,

    tidak tampak peristaltik, tidak ada pelebaran vena, tidak ada sikatrik

    dak tidak ada striae

    o Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan (-), defense muscular

    (-), hepar tidak teraba membesar, ginjal tidak teraba.

    o Perkusi : Timpani diseluruh lapangan perut, pekak hepar disela

    iga 5 garis midclavicula dextra, region suprapubik timpani, nyeri ketok

    (-)

    o Auskultasi : bising usus 4x/menit

    Ekstremitas :

    o Atas : akral hangat, cap refill < 2 detik, tidak terdapat udem

    o Bawah : akral hangat, cap refill < 2 detik, tidak terdapat udem

    Status Lokalis

    Pulmonal

    Perkusi : pekak pada paru kanan

    Auskultasi : terdengar rhonki pada lapang paru kanan

    Pemeriksaan Penunjang

    - Pemeriksaan BTA sputum : BTA S.P.S: +/+/+

    22

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    23/31

    PERUMUSAN MASALAH KESEHATAN PASIEN

    DIAGNOSTIK HOLISTIK

    Aspek personal :

    Keluhan utama : batuk terus menerus disertai dahak yang bercampur darah yang

    tidak kunjung sembuh

    Harapan : Harapan pasien agar batuk bisa sembuh dan pasien kembali secara

    normal dengan keluarga dan lingkungan

    Kekhawatiran : pasien merasa khawatir timbul komplikasi lain dari batuk dan

    khawatir anggota keluarga lain akan tertular

    Aspek klinis: TB paru

    Aspek risiko internal:kurangnya pengetahuan mengenai TB Paru, riwayat imunisasi

    yang belum lengkap

    Aspek Psikologi Keluarga : Kebiasaan suami yang sering merokok, keadaan

    pemukiman rumah yang padat

    Derajat fungsional: 1 (Pasien masih bisa melakukan aktivitasnya sendiri)

    RENCANA PENATALAKSANAAN PASIEN

    No Kegiatan Rencana intervensi Sasaran Waktu Hasil yang

    diharapkan

    23

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    24/31

    1. Aspek

    personal

    Edukasi mengenai TB Pasien 1

    minggu

    Pasien mengerti

    keadaannya

    sekarang

    2. Aspek

    klinis

    Evaluasi :

    - Pemeriksaan ulang sputum

    setelah 2 bulan

    mengkonsumsi obat

    Edukasi :

    - Minum obat teratur

    - Meminimalisir kontak

    dengan orang lain selama

    pengobatan untuk

    mencegah penularan

    Pasien

    Untuk

    memeriksa

    adanya konversi,

    dan mengurangi

    resiko penularan

    TB

    3. Aspek

    risiko

    Internal

    Edukasi :

    - Tidak tidur dengan anak

    dan suami sampai pasien

    dinyatakan sembuh

    Pasien

    dan

    keluarga

    24

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    25/31

    4. Aspek

    psikososia

    l

    Edukasi :

    - Memberitahukan kepada

    suami pasien agar

    memperhatikan pasien

    dalam minum obat yang

    teratur

    - Menganjurkan untuk

    melakukan pencegahan

    penularan penyakit TB

    antara lain jangan tidur

    dengan anak dan suami

    selama belum dinyatakan

    sembuh

    - Memberi penjelasan

    mengenai bahaya asap

    rokok bagi perokok

    ataupun orang

    disekelilingnya dan

    menyarankan untuk

    berhenti merokok

    - Komsumsi makanan yang

    bergizi

    Pasien

    dan

    keluarga

    25

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    26/31

    TINDAK LANJUT DAN HASIL INTERVENSI

    Tanggal Intervensi yang dilakukan, diagnosis holistik, dan rencana selanjutnya

    09 April 2013 Saat kunjungan dilakukan beberapa hal yaitu :

    1. Memperkenalkan diri dan menjalin hubungan yang baik dengan

    pasien

    2. Melakukan anamnesis mengenai keluhan serta kehidupan sehari-hari

    pasien

    3. Memberi inform consent pada pasien agar pasien dapat mengerti

    keadaan pasien sekarang

    4. Melakukan pemeriksaan fisik lengkap

    5. Membuat diagnostik holistik lengkap

    Intervensi yang akan diberikan :

    1. Edukasi mengenai TB Paru dan kaki diabetikum. Edukasi ini

    diberikan pada pasien dan keluarganya

    2. Edukasi agar pasien tetap menjaga pola hidup dan pola makan

    dirinya dan keluarganya

    3. Memotivasi pasien untuk rajin kontrol dan minum obat hingga 6

    bulan dan dinyatakan sembuh

    4. Menyarankan untuk berobat ke puskesmas bila ada keluarga

    yang sakit supaya mendapatkan pengobatan yang tepat

    5. Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah,

    membuka jendela setiap hari

    6. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan alat pelindung

    diri saat bekerja

    Rencana Selanjutnya :

    - kunjungan rumah ke dua, 1 minggu kemudian (16 Mei 2013)

    26

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    27/31

    untuk melakukan evaluasi dan intervensi selanjutnya

    16 Mei 2013 - Evaluasi:

    Berdasarkan pengawasan minum obat (PMO), pasien meminum

    obat secara teratur

    Kebersihan rumah cukup, lantai disapu dan dipel 1 kali sehari,

    jendela dibuka dari pagi hingga sore

    Pasien dan keluarga sudah membiasakan menggunakan masker

    sebagai alat pelindung diri dalam setiap pekerjaan dan aktivitas

    Intervensi yang diberikan :

    - Mengulang kembali penjelasan mengenai TB paru

    KESIMPULAN PENATALAKSANAAN PASIEN DALAM BINAAN KELUARGA

    PERTAMA

    Diagnostik Holistik pada saat berakhirnya pembinaan pertama

    - Aspek Personal : Pasien datang dengan keluhan batuk terus menerus disertai dahak yang

    bercampur darah yang tidak kunjung sembuh. Pasien merasa khawatir timbul komplikasi lain

    dari batuk dan khawatir anggota keluarga lain akan tertular, harapan pasien agar bisa sembuh

    dari penyakitnya ini, sembuh dalam artian pasien adalah sembuh dan kembali normal.

    - Aspek klinis : TB Paru

    - Aspek Risiko Internal : kurangnya pengetahuan mengenai TB Paru, riwayat imunisasi yang

    belum lengkap

    - Aspek Psikologi Keluarga : Kebiasaan suami yang sering merokok, keadaan pemukiman

    rumah yan padat

    - Derajat Fungsional : Derajat 1 (Pasien tetap bisa beraktivitas seperti biasa)

    Faktor pendukung terselasaikannya masalah kesehatan pasien :

    27

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    28/31

    - keluarga menerima penjelasan serta anjuran yang diberikan dengan baik

    - Keluarga berusaha menjalankan anjuran yang diberikan sesuai dengan kemampuan, misalnya

    minum obatsesuai petunjuk dan dosis, mengubah komposisi makanan, menciptakan

    lingkungan yang bersih.

    Faktor penghambat terselesainya masalah pasien

    - terdapat masalah ekonomi untuk pemenuhan nutrisi dan kesehatan

    - lingkungan rumah merupakan pemukiman yang padat dan kurang bersih.

    - jarak fasilitas pelayanan cukup jauh dari rumah, terkadang pasien malas untuk pergi ke

    puskesmas jika tidak ada suaminyayang mengantarkannya.

    Persetujuan (dokter PJ Klinik)

    Nama Lengkap :

    Tanda Tangan :

    Tanggal :

    LAMPIRAN FOTO HOME VISIT

    28

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    29/31

    29

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    30/31

    DAFTAR PUSTAKA

    Depkes RI, 2002,Pedoman Penanganan Tuberculosis, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

    Masyarakat. Depkes RI, Jakarta.

    Depkes RI, 2010,Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas), Jakarta.

    Depkes RI, 2011,Buku Saku Petugas Kesehatan: Tuberculosis, Direktorat Jenderal Pengendalian

    Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2008,Profil Kesehatan Jawa Tengah, Semarang.

    30

  • 7/27/2019 Case Tb Dah Jadi

    31/31

    Notoatmodjo, S., 2003, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan, Dalam: Pendidikan dan

    Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

    Rahajoe N. Beberapa Masalah Penanggulangan Tuberkulosis Anak Dalam Praktek Sehari-hari.

    Jakarta.Fak.Kedokteran Universitas Indonesia.1987

    Notoatmodjo, S., 2007,Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: PT. Rineka

    Puskesmas Pandanaran, 2012,Kinerja Tahun 2011 & Rencana Tingkat Puskesmas (RTP) Tahun

    2012, Semarang.

    Eddy Widodo : Tuberkulosis Pada Anak : Diagnosis dan Tata Laksana Pendidikan

    Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya.2003

    Pelatihan Manajemen Tuberkulosis Anak.UKK Respirologi PP.IDAI.IDAI.Jateng. 2007