Case Sirosis Hepatis

14
SIROSIS HEPATIS (LIVER SIROSIS) Randa Pratama .A 1 , Dasril Effendi 2 1 Penulis untuk korespondensi : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat : Jl. Diponegoro No.1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] 2 Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau ABSTRAK Sirosis hati adalah penyakit dengan proses nekrosis, inflamasi, fibrosis, regenerasi nodular dan pembentukan anastomosis vaskular yang kurang lebih terjadi secara bersamaan. h Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. 2 Istilah sirosis pertama kali dikemukakan oleh leannec pada tahun 1826, berasal dari bahasa Yunani “scirrhus” yang berarti kuning orange (orange yellow). Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30- 40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. 2 Pasien baru masuk via IGD RSUD Arifin Achmad pada tanggal 29 Agustus 2014, lelaki umur 55 tahun dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan dan perut terasa membesar sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Ditemukan sklera ikterik, kencing berwarna kuning pekat, BAB berwarna hitam, pada pemeriksaan fisik ditemukan spider nevi, asites, hepatomegali pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositopenia, peningkatan kadar SGOT dan Penurunan kadar albumin pada pasien. Pada pemeriksaan imunoserologi HBsAg reaktif. Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penegakan diagnosis sirosis hepatis, penatalaksanaan serta prognosisnya. Kata kunci : Sirosis hepatis, liver sirosis PENDAHULUAN Sirosis hati adalah penyakit dengan proses nekrosis, inflamasi, fibrosis, regenerasi nodular dan pembentukan anastomosis 1

description

sirosis hepatis 2014

Transcript of Case Sirosis Hepatis

Page 1: Case Sirosis Hepatis

SIROSIS HEPATIS (LIVER SIROSIS)

Randa Pratama .A1, Dasril Effendi2

1Penulis untuk korespondensi : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat : Jl. Diponegoro No.1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

ABSTRAK

Sirosis hati adalah penyakit dengan proses nekrosis, inflamasi, fibrosis, regenerasi nodular dan pembentukan anastomosis vaskular yang kurang lebih terjadi secara bersamaan.h

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.2 Istilah sirosis pertama kali dikemukakan oleh leannec pada tahun 1826, berasal dari bahasa Yunani “scirrhus” yang berarti kuning orange (orange yellow). Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.2

Pasien baru masuk via IGD RSUD Arifin Achmad pada tanggal 29 Agustus 2014, lelaki umur 55 tahun dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan dan perut terasa membesar sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Ditemukan sklera ikterik, kencing berwarna kuning pekat, BAB berwarna hitam, pada pemeriksaan fisik ditemukan spider nevi, asites, hepatomegali pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositopenia, peningkatan kadar SGOT dan Penurunan kadar albumin pada pasien. Pada pemeriksaan imunoserologi HBsAg reaktif.

Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penegakan diagnosis sirosis hepatis, penatalaksanaan serta prognosisnya.Kata kunci : Sirosis hepatis, liver sirosis

PENDAHULUAN

Sirosis hati adalah penyakit dengan

proses nekrosis, inflamasi, fibrosis,

regenerasi nodular dan pembentukan

anastomosis vaskular yang kurang lebih

terjadi secara bersamaan.1 Sirosis adalah

suatu keadaan patologis yang

menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang

ditandai dengan distorsi arsitektur hepar

dan pembentukan nodulus regeneratif.2

Istilah sirosis pertama kali dikemukakan

oleh leannec pada tahun 1826, berasal dari

bahasa Yunani “scirrhus” yang berarti

kuning orange (orange yellow).

Di negara maju, sirosis hati

merupakan penyebab kematian terbanyak

ketiga pada pasien yang berusia 45 tahun

keatas setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker. Sirosis dapat diklasifikasikan

secara etiologi dan morfologi menjadi

alkoholik, kriptogenik dan post hepatis

(pasca nekrosis), biliaris, kardiak,

metabolik, keturunan dan terkait obat.

Secara klinis dibagi menjadi sirosis

kompensata yang berarti belum adanya

1

Page 2: Case Sirosis Hepatis

gejala klinis yang nyata dan sirosis

dekompensata yang ditandai dengan

gejala-gejala dan tanda klinis yang khas.3

Di negara barat yang tersering

adalah sirosis hati akibat alkoholik

sedangkan di Indonesia terutama akibat

infeksi virus hepatitis B maupun C. Di

Amerika Serikat penyakit hari kronis dan

sirosis menyebabkan 35.000 kematian tiap

tahunnya (1,2%) .Hasil penelitian di

Indonesia menyebutkan virus hepatitis B

menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan

virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-

20% penyebabnya tidak diketahui dan

termasuk kelompok virus bukan B dan C.2

Gejala klinis pada pasien sirosis

hepatis pada fase awal sirosis

(kompensata) meliputi perasaan mudah

lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut kembung, mual, berat

badan menurun. Apabila sirosis sudah

berlanjut pada fase dekompensata maka

gejalanya akan lebih menonjol seperti

hilangnya rambut badan, gangguan tidur

dan demam yang tidak begitu tinggi,

disertai adanya gangguan pembekuan

darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus

dengan BAK seperti teh pekat, muntah

darah dan atau melena.2

Sedangkan pada tanda klinis yang

kita temukan adalah Spider nevi, suatu lesi

vaskuler yang dikelilingi oleh vena-vena

kecil, sering ditemukan pada bahu, muka

dan lengan atas. Eritema palmaris, warna

kemerahan pada thenar dan hipothenar

telapak tangan, Hepatomegali biasanya

ukuran hati pada sirosis dapat membesar,

normal, mengecil dan bila teraba akan

terasa keras dan noduler. Splenomegali hal

ini terjadi akibat kongesti pulpa lien

karena hipertensi porta. Asites timbul

akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Ikterus pada kulit dan

membran mukosa akibat bilirubinemia,

warna urin terlihat gelap seperti teh.2

Prognosis sirosis sangat bervariasi

tergantung dari etiologi, beratnya

kerusakan hati, komplikasi dan penyakit

lain yang menyertai. Klasifikasi Child-

Pugh juga menilai prognosis pada pasien

sirosis variabelnya meliputi bilirubin,

albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati

dan juga status nutrisi. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun

untuk pasien dengan klasifikasi Child A,B

dan C berturut-turut adalah 100, 80, 45%.

ILUSTRASI KASUS

Tn. PS (55 tahun) telah dirawat di

bagian interna Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad sejak tanggal 29 Agustus

2014 dengan keluhan nyeri perut sebelah

kanan dan perut terasa membesar sejak

tujuh hari sebelum masuk rumah sakit.

Tujuh hari sebelum masuk rumah

sakit pasien mengeluhkan nyeri pada perut

sebelah kanan, nyeri seperti diremas-

remas, dirasakan hilang timbul dan

menjalar ke punggung. Nyeri tidak

2

Page 3: Case Sirosis Hepatis

berkurang saat diberi makan. Pasien juga

mengeluhkan mual dan muntah, pasien

muntah 2 kali dengan muntahan berisi

makanan sebanyak + ½ gelas, muntah

tidak bercampur darah, perut terasa

kembung. Mata dan kulit berwarna kuning,

BAK berwarna kuning pekat seperti teh

dan tidak nyeri. BAB berwarna hitam,

tidak bercampur darah segar, tidak ada

darah yang menetes, tidak ada rasa nyeri

saat BAB. Riwayat perdarahan gusi dan

perdarahan dari hidung disangkal pasien.

Lima selama dirawat di rumah

sakit pasien mengeluhkan perut yang

membesar dan kaki membengkak, pasien

kadang-kadang merasa sesak. Pasien juga

mengeluhkan timbul bercak merah pada

daerah leher, bahu dan dada pasien, bercak

tidak nyeri dan tidak gatal. Pasien juga

mengeluhkan terjadi penurunan nafsu

makan dan berat badan mengalami

penurunan. Pasien tidak pernah mengalami

keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien

tidak pernah menjalani transfusi darah,

pasien tidak mengkonsusmsi obat-obatan

dan jamu. Pasien merupakan perokok aktif

dengan konsumsi rokok sebanyak dua

bungkus/hari selama 40 tahun

terakhir.Pasien juga mempunyai riwayat

mengkonsumsi tuak sebanyak satu gelas

dalam sebulan sejak 1 tahun terakhir.

Dari pemeriksaan fisik yang

dilakukan tanggal 3 September 2014

ditemukan kesadaran komposmentis,

keadaan umum tampak sakit sedang,

keadaan gizi kurang dengan IMT 16.5

kg/m2, tekanan darah 130/80 mmhg,

denyut nadi 86 kali/menit, frekuensi nafas

24 kali/menit dan suhu 36,7°C.

Pada mata ditemukan mata tidak

cekung, sklera ikterik, konjungtiva anemis,

refleks pupil (+/+) dengan diameter

3mm/3mm. Pada pemeriksaan mulut

ditemukan bibir kering, tidak sianosis,

lidah tidak kotor. Pada pemeriksaan leher

tidak ditemukan pembesaran kelenjar

getah bening, JVP tidak meningkat.

Pada pemeriksaan thoraks

ditemukan bercak kemerahan, spider nevi

(+) pada daerah dada dan bahu, pergerakan

dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak

ada penggunaan otot bantu pernafasan.

Vokal fremitus (+/+) pada seluruh

lapangan paru, perkusi sonor pada semua

lapangan paru, auskultasi suara nafas

vesikular tidak ada suara nafas tambahan.

Pada pemeriksaan jantung iktus kordis

tidak terlihat dan teraba. Batas jantung

dalam batas normal dan auskultasi

terdengar suara jantung S1 dan S2 reguler,

gallop dan murmur tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan abdomen

ditemukan perut tampak cembung, simetris

kiri dan kanan, terdapat venektasi (+) tidak

terdapat kolateral vein. Auskultasi bising

usus pasien 14 kali/menit. Perkusi

ditemukan shifting dullnes (+). Palpasi

ditemukan nyeri tekan regio hipokondrium

3

Page 4: Case Sirosis Hepatis

dextra (+), hepar teraba 2 jari dibawah

costae dextra, permukaan rata, sudut

tumpul, lien tidak dapat diraba, undulasi

(+) ukuran lingkar perut 102 cm.

Pada ekstremitas ditemukan

eritema palmaris (+) pada kedua telapak

tangan, piting oedem pada ektremitas

bawah, akral teraba hangat, tidak sianosis,

CRT < 2 detik.

Pada pemeriksaan rectal toucher

ditemukan spincter ani masih menjepit,

mukosa teraba licin, tidak terdapat massa

(-), prostat teraba, pada handscoen

ditemukan feses berwarna hitam, darah (-).

Dari pemeriksaan laboratorium

pada tanggal 29 Agustus 2014 dari

pemeriksaan darah rutin didapatkan

leukosit 7.100 uL, trombosit 143.000 uL,

hemoglobin 10.8 gr/dL, Hematokrit 33,6

%. Pemeriksaan kimia darah pada tanggal

29 Agustus 2014, glukosa darah 64 mg/dL,

ureum 49,4 mg/dL, creatinin 1 mg/dL,

SGOT 221.7 uL, SGPT 26 uL, albumin

2,9 mg/dl, bilT 13,29 mg/dL, bilD 12,76

mg/dL. Pemeriksaan imunoserologi

HBsAg reaktif. Pemeriksaan elektrolit

pada tanggal 29 Agustus 2014 Na+ 134,4

mmol/L, K+ 3,95 mmol/L, Cl 104,9

mmol/L. Pada pemeriksaan imunoserologi

ditemukan HBsAg reaktif. Pada

pemeriksaan USG didapatkan kesan sirosis

hepatis, splenomegali dan asites.

Terapi non-farmakologis yang

diberikan pada pasien ini adalah tirah

baring total yang optimal dan diet rendah

protein, minum tiga gelas/hari.

Terapi farmakologis yang

diberikan adalah pemberian cairan ringer

laktat 20 tetes/menit, injeksi furosemid

2x20mg, Spironolakton 3x100mg,

ranitidin 2x50mg, domperidon 3x10mg,

curcuma 3x200mg. Pasien masih dirawat

di ruang rawat inap, dari hasil follow up

pasien pada tanggal 12 September 2014,

pasien merasa sesak nafas, lingkar perut

112 cm, input cairan sebanyak + 600cc

dan output cairan berupa urine sebanyak

250cc, dengan kadar albumin 2,7 mg/dL.

Pasien diberikan terapi farmakologis

berupa menghentikan pemberian cairan

pada pasien dan memasang IV plug, injeki

furosemid 2x20mg, injeksi spironolakton

3x100mg, curcuma 2x200mg, domperidon

3x10mg, omeprazole 2x20mg, lactulac

sirup 3x1, transfusi albumin 20% sebanyak

3 unit.

DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan, diagnosis

pasien ini mengarah pada sirosis hepatis.

Dari hasil anamnesis diketahui

bahwa pasien mengeluhkan adanya

penurunan nafsu makan, perut yang terasa

kembung, mual muntah dan terdapat

penurunan berat badan pada pasien, hal ini

mengarah pada fase awal sirosis hepatis

kompensata dimana gejalanya seperti

4

Page 5: Case Sirosis Hepatis

perasaan mudah lelah, selera makan

berkurang, perasaan perut kembung, mual,

muntah dan berat badan menurun. Pada

pasien ini juga sudah menunjukkan gejala

sirosis dekompensata diantaranya kulit dan

mukosa yang ikterik dan melena.

Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Sherlock, secara klinis

sirosis dibagi atas 2 tipe, yaitu sirosis

kompensata dan sirosis dekompensata.

Secara morfologi dibagi atas besar

kecilnya nodul, yaitu makronoduler

dimana pada saat dilakukan palpasi akan

didapatkan perabaan permukaan hati yang

irreguler dan multilobuler dan yang kedua

adalah mikronoduler dimana pada saat

perabaan akan dirasakan permukaan hati

yang reguler dan monolobuler.3

Pada pasien ini faktor resiko yang

menyebabkan terjadinya sirosis hepatis

adalah hepatitis alkoholik, dimana pasien

ada riwayat mengkonsumsi alkohol dalam

kurun waktu satu tahun terakhir.

Mekanisme kerusakan hati akibat

alkoholik masih belum pasti, diperkirakan

mekanismenya sebagai berikut : 1.

Hipoksia sentrilobular, metabolisme

asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi

oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif

dan cedera sel di daerah yang jauh dari

aliran darah yang teroksigenasi; 2.

Infiltrasi/aktifitas neurofil, terjadi

pelepasan chemoattractans neutrofil oleh

hepatosit yang memetabolisme etanol.

Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil

dan hepatosit yang melepaskan intermediet

oksigen reaktif, proteasa dan sitokin; 3.

Formasi acetaldehyde-pretein adducts

berperan sebagai neoantigen dan

menghasilkan limfosit yang tersensitasi

serta antibodi spesifik yang mengyerang

hepatosit yang membawa antigen ini; 4.

Pembentukan radikal bebas oleh jalur

alternatif dari metabolisme etanol, disebut

sistem yang mengoksidasi enzim

mikrosomal.2,4

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan

sklera ikterik. Pada pasien ini ikterik

terjadi akibat kegagalan fungsi hati yang

diakibatkan oleh penyalahgunaan alkohol,

ikterus intrahepatik terjadi disebabkan oleh

defek spesifik pada ambilan bilirubin pada

hati, konjugasi, atau sekresi bilirubin di

kanalikuli biliaris.1 Pada pasien juga

ditemukan spider nevi, yaitu suatu lesi

vaskuler yang dikelilingi vena kecil. Tanda

ini sering ditemukan di bahu, lengan atas

dan muka, mekanisme terjadinya tidak

diketahui ada anggapan dikaitkan dengan

peningkatan rasio estradiol/testosteron

bebas. Eritema palmaris juga ditemukan

pada pasien ini, hal ini dapat disebabkan

oleh perubahan metabolisme hormon

estrogen.2

Pada pasien ini ditemukan juga

perbesaran hati dan asites. Pada sirosis

hepatis fase awal dapat ditemukan

pembesaran hati, dan apabila sirosis telah

5

Page 6: Case Sirosis Hepatis

lama maka hati akan mengecil. Asites

merupakan penimbunan cairan dalam

rongga peritonium akibat hipertensi porta

dan hipoalbuminemia. Asites yang

berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi

melalui mekanisme transudasi. Beberapa

teori yang menjelaskan asites transudasi

adalah underfilling, overfilling dan perifer

vasodilatation. Menurut teori underfilling

asites terjadi akibat volume cairan plasma

menurun akibat hipertensi porta akan

meningkatkan tekanan hidrostatik venosa

ditambah dengan hipoalbuminemia akan

menyebabkan transudasi sehingga caian

intravaskuler menurun. Teori over filling

menyebutkan asites terjadi akibat ekspansi

cairan plasma akibat reabsorbsi air oleh

ginjal dan teori perifer vasodilatation

mengatakan bahwa asites terjadi akibat

hipertensi porta.5

Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan pada pemeriksaan darah rutin

pasien mengalami trombositopenia ringan

dimana pada teori disebutkan pada pasien

sirosis hepatis akan ditemukan

trombositopenia, leukositopenia dan

neutropenia yang berkaitan dengan adanya

hipertensi porta. Pada pemeriksaan kimia

darah juga ditemukan peningkatan SGOT,

penurunan kadar albumin dan peningkatan

konsentrasi bilirubin dalam darah, hal ini

didukung oleh teori yang menyebutkan

bahwa nilai SGOT dan SGPT pada pasien

yang mengalami sirosis hepatis akan

mengalami peningkatan. Konsentrasi

bilirubin dalam darah dapat meningkat

pada pasien sirosis hepatis dan kadar

albumin akan mengalami penurunan sesuai

dengan derajat perburukan sirosis.2 Hasil

USG pada pasien ini menunjukkan adanya

sirosis hepatis, splenomegali dan asites.

Komplikasi yang dapat terjadi pada

sirosis hepatis adalah ensepalopati

hepatikum, merupakan kelainan

neuropsikiatri pada penderita sirosis

bersifat reversibel, patogenesis terjadinya

karena adanya gangguan metabolisme

energi pada otak dan peningkatan

permeabelitas sawar darah otak,

peningkatan permeabelitas ini dapat

memudahkan masuknya neurotoksin ke

dalam otak. Peritonitis bakterial spontan

merupakan komplikasi yang sering terjadi

akibat infeksi bakteri pada cairna asites,

biasanya pasien tanpa gejala namun dapat

timbul demam dan nyeri pada abdomen.

Sindrom hepatorenal diakibatkan oleh

vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan

kecil sehingga menyebabkan menurunnya

fungsi ginjal dan selanjutnya

menyebabkan menurunnya laju filtrasi

glomerulus.

Penatalaksanaan pada pasien

sirosis hepatis tergantung dari etiologi

yang mendasarinya. Pada kasus sirosis

hepatis diberikan diet cair tanpa protein.

Rendah garam serta pembatasan cairan

kurang dari 1 liter/hari. Jumlah kalori yang

6

Page 7: Case Sirosis Hepatis

diberikan dalam sehari sebanyak 2000-

3000kkal/hari. Pada pasien ini didapatkan

asites maka tatalaksananya pasien tirah

baring, diet rendah garam dikombinasikan

dengan diuretik. Awalnya dengan

pemberian spironolakton 100-200 mg/hari,

respon diuretik dapat dimonitor dengan

penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa

adanya edema kaki dan 1kg/hari dengan

adanya edema kaki. Apabila pemberian

spironolakton tidak adekuat maka dapat

dikombinasikan dengan furosemid dengan

dosis 20-40mg/hari. Parasintesis dilakukan

apabila asites sangat besar.2 Pada pasien

ini tidak diberikan cairan infus,

omeprazole 2x20mg domperidon 3x10mg,

curcuma 2x200mg serta transfusi albumin

20% sebanyak 3 unit.

Prognosis pada pasien sirosis

hepatis bervariasi dipengaruhi sejumlah

faktor meliputi etiologi, beratnya

kerusakan hati, komplikasi dan penyakit

lain yang menyertai. Klasifikasi yang

digunakan pada sirosis hepatis adalah

klasifikasi Child-Phug.

Tabel 1. Klasifikasi Child-Phug

Derajat kerusakan Skor 1 Skor 2 Skor 3

Bilirubin serum <35 35-50 >50

Albumin serum >35 30-35 <30

Asites nihil Mudah dikontrol Sukar

PSE/Ensefalopati nihil minimal Berat/koma

Nutrisi sempurna baik Kurang/kurus

Tabel 2. Interpretasi klasifikasi Child-Phug

Kategori Skor 1 year 2 year

A 5-6 100% 85%

B 7-9 80% 57%

C 10-15 45% 35%

KESIMPULAN

Sirosis hati adalah penyakit dengan

proses nekrosis, inflamasi, fibrosis,

regenerasi nodular dan pembentukan

anastomosis vaskular yang kurang lebih

terjadi secara bersamaan. Sirosis hati

merupakan suatu keadaan patologis yang

menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang

ditandai dengan distorsi arsitektur hepar

dan pembentukan nodulus regeneratif.

Sirosis hepatis pada fase awal sering tanpa

gejala dan baru mulai terlihat pada fase

kompensata dimana pasien merasakan

7

Page 8: Case Sirosis Hepatis

badan lemas, nafsu makan menurun, perut

terasa kembung, mual dan muntah serta

penurunan berat badan. Pada fase

dekompensata pasien akan mengeluhkan

BAK pekat seperti the dan terjadinya

hematemesis dan atau melena. Tanda

klinis yang bisa ditemukan adalah Spider

nevi, eritema palmaris, hepatomegali,

splenomegali, asites dan ikterik pada

mukosa dan kulit.

Menegakkan diagnosis pada suspek

sirosis hepatis tidak begitu sulit, gabungan

dari gejala dan tanda yang diperoleh sudah

cukup mengarahkan kita pada diagnosis,

hal ini dapat dikonfirmasi dengan

pemeriksaan laboratorium dan USG

abdomen untuk meyankinkan diagnosis.

Pengobatan pada pasien sirosis hepatis

tergantung dari etiologi yang

mendasarinya. Prognosis pada pasien

sirosis hepatis sangat bervariasi, klasifikasi

Child-Phug dapat menilai prognosis pasien

sirosis hepatis yang dikelompokkan

menjadi 3 klasifikasi, yaitu klasifikasi A,B

dan C dimana dalam satu tahun secara

berturut-turut angka kelangsungan hidup

pasien 100,80,45%.

REFERENSI

1. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas

of Pathophysilogy. Penerbit Buku

Kedokteran. Jakarta : EGC. 2003

2. Nurdjanah S. Sirosis Hepatis.

Dalam :Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S.

Editors. Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV. Jilid I, Jakarta : Fakultas

Kedokteran UI ; 2006 : 668

3. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser,

Longo, Jameson. Chirhosis

Hepatitis, Harrison’s Manual of

Medicine, 16th Edition, 2005

4. Price SA, Wilson LMC.

Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit.6th edition.

Jakarta :EGC; 2006

5. Hirlan. Asites. Dalam : Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiadi S. Editors.

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.

Jilid I, Jakarta : Fakultas

Kedokteran UI ; 2006 : 674

8