Case Sc Gabungan

46
BAB I PENDAHULUAN Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan pervaginam dengan merangsang timbulnya his. Menurut National Center for Death Statistics, dari 3,9 juta persalinan di Amerika Serikat pada tahun 1995, 34 % melibatkan induksi atau augmentasi persalinan. Indikasi umum untuk induksi antara lain adalah pecahnya selaput ketuban tanpa awitan persalinan spontan, hipertensi ibu, status janin tidak meyakinkan dan kehamilan post matur, juga ada beberapa indikasi lainnya. Selain itu harus diperhatikan juga kontraindikasi dan syarat-syarat dalam melakukan induksi persalinan, karena dapat menyebabkan bebagai komplikasi. 1 Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2005). 5 1

description

obgyn RSUD Karawang

Transcript of Case Sc Gabungan

Page 1: Case Sc Gabungan

BAB I

PENDAHULUAN

Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan pervaginam dengan merangsang

timbulnya his. Menurut National Center for Death Statistics, dari 3,9 juta persalinan di

Amerika Serikat pada tahun 1995, 34 % melibatkan induksi atau augmentasi persalinan.

Indikasi umum untuk induksi antara lain adalah pecahnya selaput ketuban tanpa awitan

persalinan spontan, hipertensi ibu, status janin tidak meyakinkan dan kehamilan post

matur, juga ada beberapa indikasi lainnya. Selain itu harus diperhatikan juga

kontraindikasi dan syarat-syarat dalam melakukan induksi persalinan, karena dapat

menyebabkan bebagai komplikasi.1

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di atas 500

gram (Wiknjosastro, 2005).5

1

Page 2: Case Sc Gabungan

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 31 tahun

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Dusun Langseb I, RT 02/01, Kertarahaja

Suku : Sunda

Tanggal Masuk RS : 27 April 2013

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan di kamar bersalin RSUD Karawang pada tanggal 27 April 2013

A. Keluhan Utama

Rujukan dari Bidan dengan keluhan keluar air-air, lendir darah sejak 3 jam SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke kamar bersalin RSUD Karawang

setelah dirujuk oleh bidan. OS datang dengan keluhan keluar air-air dan juga lendir darah

sejau 3 jam SMRS. OS tidak merasakan adanya mulas. Tidak ada pusing, pandangan

buram, sesak.

2

Page 3: Case Sc Gabungan

C. Riwayat Haid

HPHT : 21 Juli 2012

Taksiran Partus : 28 April 2013

Usia Kehamilan : 39-40 minggu

Menarche : 12 tahun

Siklus Haid : Teratur (antara 28-30 hari)

Lama Haid : 5-7 hari

Banyaknya : 3 pembalut per hari

Dismenore : (-)

D. Riwayat Perkawinan

Status : Menikah, 1x

Usia saat menikah : 25 tahun

Lama perkawinan : 5 tahun

Jumlah anak : hamil ini

E. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yang Lalu

I. Hamil ini

F. Riwayat Penyakit Dahulu

Darah Tinggi (-)

Kencing Manis (-)

Asma (-)

Alergi (-)

Riwayat operasi (-)

G. Riwayat Keluarga Berencana

-

3

Page 4: Case Sc Gabungan

H. Riwayat Kebiasaan

Merokok (-)

Minum Alkohol (-)

Jamu-jamuan (-)

Menggunakan narkoba ataupun konsumsi obat-obatan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 36.6°C

Pernapasan : 20 x/menit

Kepala : Normochepali, deformitas (-)

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar,

Tiroid tidak teraba membesar

Thoraks

Cor : BJ 1,BJ 2 normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : datar , nyeri tekan (+) di abdomen bagian bawah, defans

muscular (-), BU (+) 2x/menit

Ekstremitas atas : Akral dingin -/, edema -/-, capillary refill time < 2 detik

Ekstremitas bawah : Akral dingin -/-, edema -/-

B. STATUS OBSTETRIK

a. Leopold

- Leopold 1 : TFU 33 cm, teraba bagian lunak (bokong)

4

Page 5: Case Sc Gabungan

- Leopold 2 : Teraba bagian besar (punggung) kanan, bagian kecil

(ekstremitas) kiri

- Leopold 3 : Teraba bagian bawah keras, bulat (presentasi kepala)

- Leopold 4 : Masuk PAP 2/5

b. DJJ 157 bpm

c. Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-)

d. Inspekulo : Portio licin livid, ostium terbuka tampak cairan bening keluar,

fl (-), flx (-), valsava (+)

e. VT portio kenyal, posterior, tebal 2cm, pembukaan 1 cm, sel ketuban (-),

kepala di hodge I-2 Pelvic Score 3

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 27/04/2013

a. Hematologi

Hb : 11.4 g/dl

Leukosit : 11.850 /mm3

Trombosit : 184.000 /mm3

Hematokrit : 34 %

Masa perdarahan : 2’

Masa pembekuan : 13’

GDS : 126

b. Serologi

HBSAg : negatif

Golongan Darah : O (+)

c. Tes Lakmus : Merah menjadi biru

5

Page 6: Case Sc Gabungan

Hasil CTG tanggal 27 April 2013

CTG reassuring : Baseline Fetal Heart Rate 130-160 bpm, variabilitas FHR antara 5-25 bpm,

tidak terdapat akselerasi dan deselerasi

V. RESUME

Pasien G1P0A0 hamil 40-41 minggu datang ke kamar bersalin RSUD Karawang

dengan rujukan bidan dengan keluhan keluar air-air dan lendir darah sejak 3 jam

SMRS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal.

Pada pemeriksaan obstetric didapatkan:

a. Leopold

i. Leopold 1 : TFU 33 cm, teraba bagian lunak (bokong)

6

Page 7: Case Sc Gabungan

ii. Leopold 2 : Teraba bagian besar (punggung) kanan, bagian

kecil (ekstremitas) kiri

iii. Leopold 3 : Teraba bagian bawah keras, bulat (presentasi

kepala)

iv. Leopold 4 : Masuk PAP 2/5

b. DJJ 157 bpm

c. Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-)

d. Inspekulo : Portio licin livid, ostium terbuka tampak cairan bening keluar,

fl (-), flx (-), valsava (+)

e. VT portio kenyal, posterior, tebal 2cm, pembukaan 1 cm, sel ketuban (-),

kepala di hodge I-2 Pelvic Score 3

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:

Pemeriksaan laboratorium: Hb 11.4, Leukosit 11.850, Ht 34, Tes Lakmus : Merah

menjadi biru

VI. DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0 hamil aterm Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, Ketuban Pecah Dini

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad malam

Ad fungsionam : Dubia ad malam

Ad sanationam : Dubia ad malam

VIII. PENATALAKSANAAN

- Observasi tanda vital, perdarahan, his, DJJ

- CTG reassuring + pelvic Score 3 : induksi pematangan cerviks dengan misoprostol

4x25 μg/6jam

- Drip RL 500cc + oxytocin 5 IU 20 tetes per menit

- Antibiotik Ceftriaxone 1x2gr IV

7

Page 8: Case Sc Gabungan

TATALAKSANA INDUKSI PERSALINAN PADA PASIEN

>8jam

8

02.00 - PELVIC SCORE 3

CTG Reassuring

AB : Ceftriaxone 1x2gr

03.00 - Misoprostol 25 mcg/6jam ke-1

PELVIC SCORE 3

15.00- Augmentasi Oksitosin 5 IU dalam

500cc RL, 20tpm

PELVIC SCORE 423.00 - Tidak tercapai

Kala II (GAGAL INDUKSI)

SC

09.00 - Misoprostol 25 mcg/6jam ke-2

PELVIC SCORE 3

- Monitor janin- Kontraksi rahim- Kemajuan

persalinan

Induksi Pematangan Serviks dengan Misoprostol 25 mcg/6jam

Page 9: Case Sc Gabungan

Laporan operasi 27/04/203, jam 23.00

Pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi spinal

A dan antisepsis pada daerah operasi dan sekitarnya

Dilakukan insisi mediana

Tampak uterus gravidarum

SBU disayat semilunaris, ditembus tumpul, dilebarkan tajam

Dengan meluksir kepala lahir bayi laki-laki, 3310 gram, panjang 50 cm, A/S 6/8

Air ketuban habis. dengan tarikan ringan lahir spontan plasenta lengkap

Terdapat robekan pada SBU bagian bawah kiri kea rah kaudal kurang lebih 4 cm, dan

dilakukan repair

SBU dijahit 1 lapis

Pada eksplorasi, kedua tuba dalam batas normal, diyakini tidak ada perdarahan, alat dan

kassa lengkap

Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

Perdarahan 300cc, urine jernih 300cc

Operasi selesai

Instruksi post-op

Observasi tanda vital, perdarahan, nyeri abdomen

Lakukan pemeriksaan darah rutin post operasi, 1 jam pertama tiap 15 menit, 1 jam kedua tiap 30

menit.

cek DPL

GV hari ke 3

Folley catheter 1x24 jam

Mobilisasi

Diet bertahap

Higienik op luka operasi

Medikamentosa:

o IVFD RL + oxytocin 20 IU/ 8 jam

o Ketorolac amp 1x2 gram IV

9

Page 10: Case Sc Gabungan

o Ceftriaxon 1x2 gram IV

o Asam tranexamat ampul 3x1 IV

FOLLOW UP

28 April 2013

S : Nyeri pada luka operasi VAS III (+), kentut (+), BAB (-), terpasang DC,

perdarahan (+), ASI -/-, BE -/-

O : T.110/70, N.82x.menit, S.36.1°C, P.16x/menit

St. Generalis:

- KU/Kes: Tampak sakit sedang/ CM

- Mata : CA -/-, SI-/-

- Thoraks : Cor dan pulmo dbn

- Abdomen: Luka operasi tertutup verba9n, rembesan (-), pus (-)

- Extremitas: Akral hangat+/+, oedem -/-

St. Obstetri:

- TFU sulit dinilai OS nyeri

- Abd: Luka operasi tertutup verban, rembesan (-)

- V/U: Tenang, perdarahan aktif (-), lochia +

Lab post-op:

Hb 10.1, Leukosit 21.060

A : Post SCTPP P1A0 partus aterm, Ketuban Pecah Dini, Gagal Induksi

P : IVFD RL 20 tts/mnt + oksitosin

Ceftriaxone inj 1 x 2 gr (iv)

Ketorolac 3 x 1 amp (iv)

Asam tranexamat 3x1 iv

10

Page 11: Case Sc Gabungan

1 Mei 2013

S : Nyeri pada luka operasi VAS II, flatus (+), BAB (+), perdarahan (+), ASI +/+,

BE -/-, BAk lancar, mobilisasi aktif (+)

O : T.110/70, N.84x.menit, S.36.2°C, P.18x/menit

St. Generalis:

- KU/Kes: Tampak sakit sedang/ CM

- Mata : CA -/-, SI-/-

- Thoraks : Cor dan pulmo dbn

- Abdomen: Luka operasi tertutup verban, rembesan (-), pus (-)

- Extremitas: Akral hangat+/+, oedem -/-

St. Obstetri:

- TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik

- Luka operasi kering, pus (-), darah (-)

- V/U: Tenang, perdarahan aktif (-), lochia +

A : Post SCTPP P1A0 partus aterm, Ketuban Pecah Dini, Gagal Induksi

NH III

P : Asam Mefenamat 3x500 mg

Cefadroxil 3x500 mg

SF 2x1

Ganti perban

Pasien dinyatakan boleh pulang

11

Page 12: Case Sc Gabungan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

Pendahuluan

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban

ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini

dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing

janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini

beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah

tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-

10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Normalnya selaput

ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah

sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).1,2

Definisi

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada

sembarang usia kehamilan sebelum persalinan dimulai ( William, 2001)

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung, ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua factor tersebut,

berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal

dari vagina serviks (Sarwono Prawiroharjo, 2002)

Etiologi

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau

meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya

12

Page 13: Case Sc Gabungan

kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan

serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab

lainnya adalah sebagai berikut :2,4

1. Serviks inkompeten (leher rahim yang lemah), kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh

karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

2. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati

sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya

hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya

KPD karena biasanya disertai infeksi.

3. Kelainan letak, misalnya letak lintang, sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic

disproporsi).

5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk

preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).

7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan

morbiditas janin.

Diagnosa

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang

positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau

melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang

negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan

13

Page 14: Case Sc Gabungan

mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa

yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :4

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna,

keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada

pengeluaran lendir darah.

2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih

jelas.

3. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari

orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,

penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuver valsava, atau bagian terendah

digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik

anterior.

4. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme

tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya

dillakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi

persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah, yakni leukosit untuk mendeteksi adanya tanda infeksi,

leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3). Cairan yang keluar dari

14

Page 15: Case Sc Gabungan

vagina juga perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari

vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu

hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

b. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan

infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.

c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.

Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi

kesalahn pada penderita oligohidromnion.

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya

mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan

komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan

disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin

memanjang L.P-nya.4

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan

sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam

setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada

tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan

bedah caesar.2,4

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun

antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap

chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik

profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera

setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6

jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari

6 jam.4

15

Page 16: Case Sc Gabungan

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan

atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan

sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga

resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.4

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap

keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.

Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan

ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang

kuat).

Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria.

Dapat pula diberikan misoprostol 25µg- 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali,

bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Induksi dilakukan dengan mempehatikan Bishop Score

Jika > 5 induksi dapat dilakukan,

Sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan

dengan seksio sesaria.1,2

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada KPD :

1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),

sepsis cepat (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat

banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.

2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.3

16

Page 17: Case Sc Gabungan

INDUKSI PERSALINAN

Definisi

Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau

sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his atau suatu

tindakan untuk memulai persalinan, baik secara mekanik ataupun secara kimiawi

(farmakologik).6

Tujuan Induksi

Tujuan melakukan induksi antara lain:

• Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan

• Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan

janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin

• Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan

memaksimalkan kepuasan ibu.1

Indikasi

Induksi diindikasikan apabila manfaat bagi ibu atau janin melebihi manfaat

apabila persalinan dibiarkan berlanjut. Spektrum indikasi mutlak untuk induksi antara

lain keadaan-keadaan darurat, misalnya pecah ketuban disertai korioamnionitis atau

preeklamsia berat. Juga terdapat beberapa indikasi relative yang mungkin mirip induksi

elektif.3

Keadaan-keadaan yang di indikasikan untuk induksi persalinan antara lain:

1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah

memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).

2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya ibu menderita

tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.

3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan

beresiko atau membahayakan hidup janin.

17

Page 18: Case Sc Gabungan

4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.

5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.

Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini,

yaitu:

1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan

sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).

3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin

tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai

skor bishop. Bila nilai lebih dari 9 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.1

Kontra Indikasi

Sejumlah kondisi di uerus, janin, atau ibu merupakan kontraindikasi induksi

persalinan. Sebagian besar kondisi ini serupa dengan meniadakan kemungkinan

persalinan spontan. Kontraindikasi pada uterus terutama berkaitan dengan riwayat cedera

uterus misalnya insisi seksio sesarea klasik atau bedah uterus. Plasenta previa juga tidak

memungkinkan terjadinya persalinan. Kontraindikasi pada janin antara lain makrosemia

yang cukup besar, beberapa anomali janin misalnya hidrosefalus, malpresentasi, atau

status janin yang kurang meyakinkan. Kontraindikasi pada ibu berkaitan dengan ukuran

ibu, anatomi panggul, dan beberapa penyakit medis misalnya herpes genitalis aktif.3

Pematangan Serviks Prainduksi

Kondisi atau kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi induksi

persalinan. Pada banyak kasus, teknik induksi yang dipilih bergantung pada perkiraan

kemungkinan persalinan. Karakteristik serviks dan segmen bawah uterus merupakan

factor yang sangat penting. Ketinggian bagian terbawah janin, atau station, juga penting.

18

Page 19: Case Sc Gabungan

Salah satu metode yang yang dapat dikuantifikasi dan bersifat prediktif terhadap

keberhasilan induksi persalinan adalah metode yang dijelaskan oleh Bishop. Parameter

Skor Bishop adalah pembukaan, pendataran, Penurunan kepala (station), konsistensi, dan

posisi serviks. Induksi ke persalinan aktif biasanya berhasil pada skor 9 atau lebih dan

kurang berhasil pada skor di bawahnya.3

FaktorSkor

0 1 2 3

Pembukaan

serviks (cm) 0 1-2 3-4 ≥ 5

Pendataran

serviks (%) 0-30 40-50 60-70 ≥ 80

Penurunan Kepala -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2

Konsistensi

serviks Keras Medium Lunak -

Posisi/arah

serviks Posterior Medial Anterior -

1. Tehnik Farmakologis

1.1. Prostaglandin E2

Aplikasi local gel prostaglandin E2 (dinoproston) banyak digunakan untuk

mematangkan serviks. Perubahan histologis yang terjadi mencakup pelarutan serabut

kolagen dan peningkatan kandungan air submukosa. Perubahan-perubahan pada jaringan

ikat serviks aterm ini serupa dengan yang ditemukan pada awal persalinan.

Prostaglandin adalah senyawa yang mengandung 20 atom karbon yang dibentuk

oleh kerja enzim sintase prostaglandin yang yang terdapat pada kebanyakan sel.

Prostaglandin E1, E2, dan F2a dikeluarkan dari sel-sel desidua dan miometrium.

Prostaglandin bekerja pada reseptor khusus untuk mengganggu atau menghambat

pekerjaan adenil siklase selanjutnya menghambat pembentukan cAMP (adenosine 3’5’

19

Page 20: Case Sc Gabungan

siklik monofosfat) sampai menimbulkan perubahan pada tonus otot polos dan pengaturan

kerja hormon

Proses pematangan serviks yang dipicu oleh prostaglandin sering mencakup

inisiasi persalinan. Pemakaian prostaglandin E2 dosis rendah meningkatkan kemungkinan

keberhasilan induksi, mengurangi insidensi persalinan yang berkepanjangan, dan

mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total.

Prostaglandin E2 tersedia dalam bentuk intraservikal dengan dosis 0,3-0,5 mg dan

intravaginal 3-5 mg. Rute intraservikal memiliki keunggulan berupa tidak banyak

meningkatkan aktivitas uterus dan efektivitasnya lebih besar pada wanita yang serviksnya

sangat tidak matang. Sedangkan keunggulan preparat sisip vagina yaitu obat sisipan ini

dapat dikeluarkan apabila terjadi hiperstimulasi.

Skor bishop 4 atau kurang dianggap menunjukkan serviks yang tidak layak

sehingga merupakan indikasi pemberian prostaglandin E2 untuk pematangan serviks.

Persyaratan lain untuk pasien yang akan menggunakan prostaglandin E2 antara lain pasien

tidak boleh dalam keadaan demam atau mengalami perdarahan pervaginam, denyut

jantung janin yang baik, belum ada his yang regular (tiap 5 menit atau kurang).

Pemberian dianjurkan dekat atau di kamar bersalin, tempat dimana dapat dilakukan

pemantauan kontinu atas aktifitas uterus dan frekuensi denyut jantung janin. Pasien

diharapkan tetap dalam posisi terlentang sekurang-kurangnya selama 30 menit dan

kemudian boleh dipindahkan bila tidak ada his.

Permulaan timbulnya his biasanya tidak teratur dan jarang, serupa dengan

persalinan spontan. Variasi yang berbeda dari his dapat diterangkan atas dasar perbedaan

respon individual, paritas, dosis, absorbsi, ukuran serviks semula dan keadaan selaput

ketuban. His biasanya jelas dalam 1 jam pertama, mencapai aktivitas puncak dalam 4 jam

pertama, dan memulai partus pada lebih kurang separuh jumlah kasus (berkisar 25-76 %).

Bilamana ada his yang teratur, monitoring elektronik diteruskan dan tanda-tanda vital ibu

harus direkam sekurangnya setiap jam selama 4 jam pertama.

Interval waktu antara pemberian jeli prostaglandin dengan memulai oksitosin

velum dapat ditentukan. Pengaruh prostaglandin E2 bisa berlebihan dengan oksitosin, jadi

harus ada waktu observasi sekurangnya 4-6 jam setelah pemberian jeli prostaglandin. Bila

20

Page 21: Case Sc Gabungan

terjadi perubahan serviks atau his yang tidak memadai, pilihan lain bisa diberikan

prostaglandin E2 dosis kedua. Bila setelah seri kedua tidak terjadi kontraksi yang tidak

memadai untuk persalinan, atau tidak tercapai skor Bishop >5 maka induksi dianggap

gagal. Langkah yang dilakukan adalah sesar berencana/ elektif (bila tidak ada kegawatan

ibu atau janin) atau sesar segera (bila ada kegawatan). Efek samping dari pemberian

prostaglandin E2 adalah hiperstimulasi (6 atau lebih kontraksi dalam 10 menit untuk total

20 menit) pada 1 % untuk gel intraservikal dan 5 % untuk gel intravaginal.3

1.2. Prostaglandin E1

Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintetik dan saat ini tersedia dalam

sediaan tablet 100 µg untuk mencegah ulkus peptikum. Obat ini digunakan ‘off label’

(tidak diindikasikan secara resmi) sebagai pematangan serviks prainduksi dan induksi

persalinan.

Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau

induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria

atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang

diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus

dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian

lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji

klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg

intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis

yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi,

khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir

lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10

menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.3

2. Tehnik Mekanis

2.1. Dilator Serviks Higroskopis

Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik telah lama

diterima sebagai metode yang efektif sebelum dilakukan terminasi kehamilan. Pada

21

Page 22: Case Sc Gabungan

induksi persalinan dengan janin hidup, masih sedikit informasi yang ada mengenai dilator

higroskopik untuk memperbaiki serviks yang belum matang.

Dilator higroskopik secara cepat memperbaiki status serviks. Namun, yang penting

adalah tidak ada efek menguntungkan terhadap angka seksio sesarea atau interval

pemberian sampai pelahiran.3

Gambar 1. Dilator Serviks Higroskopis

2.2. Pelucutan Selaput Ketuban (Stripping of the membranes)

Induksi persalinan dengan melucuti atau menyisir selaput ketuban merupakan

praktik relative yang sering dilakukan. Pelucutan dilakukan dengan memasukkan telunjuk

sejauh mungkin melalui os internal dan membuat putaran dua kali sebesar 360 derajat

untuk memisahkan selaput ketuban dari segmen bawah uterus.

Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan

prostaglandin F2α (PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang

melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan

memasukkan jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler

untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim. Risiko dari

teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan

pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak

menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap,

tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah

dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.3

22

Page 23: Case Sc Gabungan

Gambar 2. Stripping of the membranes

2.3. Insersi Kateter Foley

Insersi Foley Chateter intrauterine, yakni dengan memasukan Foley catheter no 24

atau no 26 ke dalam kavum uteri (sebelah bawah) kemudian balon diisi sebanyak 40-50cc

lalu dibiarkan selama 12-24 jam. Setelah itu jika skor Bishop > 5 dapat dilanjutkan

dengan drip Oksitosin. Teknik ini banyak digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang

mengalami komplikasi seperti preeklamsia berat atau eklamsi.3

Gambar 3. Insersi Kateter Foley

23

Page 24: Case Sc Gabungan

Amniotomi

Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban secara artificial. Amniotomi sering

digunakan untuk induksi atau augmentasi persalinan, indikasi lainnya adalah untuk

pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara elektronik apabila persalinan

kurang memuaskan. Amniotomi elektif untuk mempercepat persalinan spontan atau

mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering dipraktekkan. Kerugian utama

amniotomi apabila digunakan secara tunggal untuk induksi persalinan adalah interval

yang tidak dapat diperkirakan dan kadang berkepanjangan sampai timbulnya kontraksi.

Amniotomi dini menyebabkan durasi persalinan yang secara bermakna lebih singkat ,

tetapi terjadi insidensi korioamnionitis dan pola pemantauan penekanan tali pusat.3

Gambar 4. Amniotomi

Induksi Persalinan dengan Oksitosin

Oksitosin adalah sebuah oktipeptida dengan waktu paruh 3-4 menit dan durasi

kerja kurang lebih 20 menit. Mekanisme kerja bahan ini dalam memudahkan kontraksi

otot polos tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan obat ini mengikat reseptor-

reseptor pada selaput sel-sel miometrium tempat cAMP akhirnya terbentuk untuk

kenaikan yang bergantung kepada dosis dalam amplitude dan frekuensi kontraksi rahim.

Target pencepatan atau induksi partus adalah terjadinya kontraksi rahim setiap 2-3

menit yang berlangsung kurang lebih selama 45-60 detik. Oksitosin diberikan secara

titrasi larutan 5 IU dalam larutan kristaloid intravena, dengan kecepatan tetesan dimulai 8

24

Page 25: Case Sc Gabungan

tetes/menit dan ditingkatkan setiap 15 menit dengan 4 tetes/menit, sampai maksimal 40

tetes/menit.

Selama proses pemacuan maupun induksi ini, semua proses pemantauan

dilakukan dengan baik. Bila his sudah memadai untuk tahap persalinan tertentu, maka

tetesan dipertahankan dan tidak perlu ditingkatkan lagi. Bila tidak terjadi kontraksi yang

berarti setelah pemberian 2 botol larutan oksitosin maka induksi dianggap gagal dan

pasien disiapkan untuk sesar. Demikian juga jika 2 jam his baik,tetapi tidak ada kemajuan

persalinan, dilakukan tindakan sesar.

Penilaian kemajuan persalinan didasarkan pada 3 kriteria (namun cukup 1 unsur

saja yang perlu untuk menilai kemajuan persalinan), yakni :

- Pembukaan serviks

- Penurunan kepala janin

- Perputaran kepala janin.6

25

Page 26: Case Sc Gabungan

Skema Dasar Tatalaksana Induksi Persalinan.6

26

Page 27: Case Sc Gabungan

SEKSIO SESAREA

A. Pengertian

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta janin di

atas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).5

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding

uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).4

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin dari

dalam rahim (mochtar,1998). Dikatakan juga seksio sesarea adalah memindahkan fetus

dari uterus melalui insisi yang dibuat dalam dinding abdomen dan uterus (Long,1996).

Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer dkk, 2000).

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).

B. Klasifikasi seksio sesarea

Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu

a) Seksio Sesarea Klasik atau Corporal

Yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan

bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman, bayi besar dengan

kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Manuaba, 1999).

b) Seksio Sesarea Ismika atau Profundal (low servical)

27

Page 28: Case Sc Gabungan

Dengan insisi pada segmen bawah  rahim) merupakan suatu pembedahan dengan

melakukan insisi pada segmen  bawah uterus (Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari

seluruh kasus seksio sesarea  memilih teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan

seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan.

c) Seksio Sesarea yang Disertai Histerektomi

Yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak

dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang besar dan atau banyak atau

pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba, 1999).

d) Seksio Sesarea Vaginal

Yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus

(Manuaba,

1999).

e) Seksio Sesarea Ekstraperitoneal

Yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan

peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah kemudian uterus

dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba, 1999)

C.. Indikasi Seksio Sesarea

Menurut Kasdu (2003) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua factor :

a. Faktor Janin

1) Bayi terlalu besar

Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir

2) Kelainan letak bayi

Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang

28

Page 29: Case Sc Gabungan

3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres)

Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau

kejang rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban.

Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea.

4) Janin abnormal

Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus

5) Faktor plasenta

Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada

ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa

dan solutio plasenta

6) Kelainan tali pusat

Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat

7) Multiple pregnancy

Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar

memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi

pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu

pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan

operasi.

b. Faktor Ibu

1) Usia

Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas.

Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi jantung,

kencing manis dan eklamsia.

2) Tulang Panggul

29

Page 30: Case Sc Gabungan

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran lingkar kepala janin.

3) Persalinan sebelumnya dengan operasi

4) Faktor hambatan jalan lahir

Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini menyebabkan

persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia

5) Ketuban pecah dini

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami ketuban

pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat waktu, barulah

dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.

Alasan-alasan kelahiran cesarea dalam 5 kategori:

1. Distosia (33,4%)

2. Bekas section-cesarea (23,1%)

3. Letak sungsang (18,8%)

4. Gawat janin (13,2%)

5. Indikasi lain (11,2%)

Apapun indikasinya, peningkatan frekuensi sectio-cesarea diikuti dengan

penurunan absolute pada kematian perinatal. Walaupun memang peningkatan frekuensi

section-cesarea berperan dalam menurunkan kematian perinatal, namun banyak factor

lain yang berperan misalnya, membaiknya perawatan antenatal, pemantauan denyut

jantung secara elektronis dan kemajuan-kemajuan perawat neonatal seecara ringkas.

O’Driscoll dkk menyebutkan keberhasilan mereka untuk lebih agresif menangani distosia

dengan tetesan infus oksitosin pada nullipara dimana uterusnya mereka annggap “kebal

terhadap rupture kecuali akibat manipulasi”. Memberi kesempatan “trial of labor” pada

30

Page 31: Case Sc Gabungan

penderita bekas section-cesarea transversa profunda dimana terbukti 60% berhasil dan

trial of labor pada letak langsung.

D. Kontra Indikasi Seksio  Sesarea

Pada umumnya Seksio sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemia

berat  sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Wiknjosastro, 2005).4

E. Prognosis Operasi Sectio Caesarea

1. Pada Ibu

Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa

sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan

cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.

Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik

dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.

2. Pada anak

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria

banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.

Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang

baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %. (Sarwono,

1999).1

F.   Komplikasi Seksio Sesarea

Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janinnya. Dapat

terjadi aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan, infeksi saluran

kemih, cedera pada kandung kemih atau usus. Resiko janin lahir prematur jika usia

gestasi tidak dikaji dengan akurat dan resiko cidera janin dapat terjadi selama

pembedahan.

Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :

31

Page 32: Case Sc Gabungan

1. Infeksi peurperal (nifas)

Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang

disertai dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang. Sedangkan peritonitis,

sepsis serta ileus paralitik merupakan infeksi berat

2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus

atau dapat juga karena atonia uteri

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu

tinggi

4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.4

32

Page 33: Case Sc Gabungan

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka sarwono Prawiroharjo. 2008

2. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Kedua, Jakarta, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009

3. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition Boston,

McGraw Hill, 2003.

4. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004.

5. Smith Joseph.F., Premature Rupture of Membranes, di unduh dari :

http://www.chclibrary.org/micromed/00061770. Di akses pada tanggal 1 Mei 2013

6. Achadiat, Crisdiono. Prosedur Tetap Osbtetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC. 2003.

Carpenito L. J, 2001,

33