Case Oligohidramnion

62
BAB I PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi,

description

oligohidramion

Transcript of Case Oligohidramnion

Page 1: Case Oligohidramnion

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai

tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang

mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien

gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan

aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur

lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama

kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)

harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi

pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi

yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan

prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang

terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan

perawatan pasca anestesi.

Seksio sesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada

dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang

lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada kecenderungan

untuk melakukan seksio sesarea tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam hubungan ini

perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu merupakan

seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta persalinan

berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya ruptura

uteri.

Page 2: Case Oligohidramnion

Prinsip dilakukan tindakan seksio sesarea diantaranya keadaan yang tidak

memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan atau keadaan gawat darurat yang

memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin

menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis. Indikasi dilakukan

tindakan seksio sesarea salah satu diantaranya ialah oligohidramnion, yakni suatu

keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.

WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan

dengan seksio sesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara

berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika

Serikat. Kanada pada 2003 memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an

menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar,

dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal.

Page 3: Case Oligohidramnion

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oligohidramnion

2.1.1. Definisi Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena

VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang

kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan) 13.

2.1.2. Patofisiologi Oligohidramnion

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan

dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan

Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal

bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,

dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari

dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,

karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal

atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal

ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral)

maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.

Page 4: Case Oligohidramnion

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih)

dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma

Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa :

Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal

hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).

Tidak terbentuk air kemih

Gawat pernafasan14.

2.1.3. Epidemiologi Oligohidramnion

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.

Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada

umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita

yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42

minggu) juga mengalami olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketuban yang

berkurang hamper setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu1

2.1.4. Etiologi Oligohidramnion

Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas

wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab

oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya

kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7%

bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti

gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin

berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan

oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada

plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah

tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis

Page 5: Case Oligohidramnion

captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan

kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis

seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum

merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap

terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan

mereka.

Fetal :

Kromosom

Kongenital

Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

Kehamilan postterm

Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal :

Dehidrasi

Insufisiensi uteroplasental

Preeklamsia

Diabetes

Hypoxia kronis

Induksi Obat :

Indomethacin and ACE inhibitors

Idiopatik2

2.1.5. Faktor Resiko Oligohidramnion

Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :

Page 6: Case Oligohidramnion

Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).

Retardasi pertumbuhan intra uterin.

Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).

Sindrom pasca maturitas15

2.1.6. Manifestasi Klini Oligohidramnion

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.

Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

Sering berakhir dengan partus prematurus.

Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.

Persalinan lebih lama dari biasanya.

Sewaktu his akan sakit sekali.

Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar16.

2.1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion

Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu

sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan

dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan

nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban)

yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami

oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa

mengalami poluhydramnion17

2.1.8. Penatalaksanaan Oligohidramnion

Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan

janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah

berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air

seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk

membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.

Page 7: Case Oligohidramnion

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya

menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan

asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak

cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah

”salah kaprah”. Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa

lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara

operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada kasus kekurangan air ketuban.

Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya, tetap harus diusahakan persalinan

pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar.

Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan

normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya

kemungkinan tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung

lahir denga sehat. Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-

menerus. Dokter mungkin akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan

USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan

ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus

berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal dengan

bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar

40-50% kasus oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama

sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan merekomendasikan tes

terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi untuk mengganti kondisi stress

tidaknya janin, dengan cara merekam denyut jantung janin. Tes ini dapat memberi

informasi penting untuk dokter jika janin dalam rahim mengalami kesulitan. Dalam

kasus demikian, dokter cenderung untuk merekomendasikan persalinan lebih awal

untuk mencegah timbulnya masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang

sempurna dalam rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk

mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen),

baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan

dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.

Page 8: Case Oligohidramnion

Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter

mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher

rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan

dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan

bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut

jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan

para wanita dengan oligohydramnion dapat membantu meningkatkan jumlah cairan

ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk

mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest18

2.1.9. Prognosis Oligohidramnion

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk

prognosisnya

Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3

2.1.10. Komplikasi Oligohidramnion

Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin,

bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam

”kamar sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus

extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak

mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau ”terpotong” oleh

amniotic band tersebut.

Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran

kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat

setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara

spontan dan teratur.

Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes

sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya

Page 9: Case Oligohidramnion

infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan

air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.

Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban

berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa

kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat

serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu

sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin

dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga

meningkatka resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam

kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal

ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat

akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan

dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada

janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion

lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya19.

2.2. Anestesi Spinal

2.2.1. Definisi Anestesi Spinal

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan

tindakanpenyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.

Anestesispinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok

intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesic lokal ke

dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

2.2.2. Mekanisme Kerja Anestesi Regional

Page 10: Case Oligohidramnion

Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat

kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak

akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan

yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi

lokal (pH sekitar 5). Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls

saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial

aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas

membrane terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah

yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap

perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan

bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran

akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun,

konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor) konduksi saraf juga

berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan

menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi

saraf. Ada kemungkinan zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan

lipid yang merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan saluran

(channel) pada membran tersebut 3 sehingga gerakan ion (ionik shift) melalui

membran akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat perpindahan natrium

dengan aksi ganda pada membran sel berupa :

1. Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium. Cara ini akan terjadi

sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat keluar masuk membran.

Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok. Percobaan dari Hille

menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi lokal terletak di dalam

saluran natrium.

2. Ekspansi membran.

Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan

reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat non-

polar lemak misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine. Untuk dapat

Page 11: Case Oligohidramnion

melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali harus dapat menembus

jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan untuk

melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang bergabung

dengan reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar

dapat melakukan aksinya, obat anestesi spinal pertama kali harus menembus

jaringan sekitarnya.

2.2.3. Teknik Anestesi Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis

tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja

operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.

Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah

sebagai berikut :

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri

bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil.

Buat pasien membungkuk maksimal agar processus spinosus mudah teraba.

Posisi lain adalah duduk.

2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan

pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G

dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29Gdianjurkan

menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan

introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan

jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan

jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat

duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,

Page 12: Case Oligohidramnion

untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala

pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan

keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan

(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum

tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan

likuor tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya likuor keluar. Untuk analgesia

spinal kontinyu dapat dimasukan kateter. 5

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.�

2.2.4. Indikasi Anestesi Spinal

Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untukpembedahan

daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papilla mammae ke

bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian

bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki.

2.2.5. Kontraindikasi

Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif.Kontraindikasi

Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia,

penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan

intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi

relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas

korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui. Dalam

beberapa kasus, jika pasien mendapat terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil,

anestesi spinal dapat dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli

anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi,

yang dapat meningkatkan risiko meningitis. Syok hipovolemia pra operatif dapat

meningkatkan risiko hipotensi setelah pemberian anestesi spinal. Tekanan intrakranial

yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal

Page 13: Case Oligohidramnion

keluar melalui jarum, jika tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi

spinal, herniasi otak dapat terjadi. Kelainan koagulasi dapat meningkatkan resiko

pembentukan hematoma, hal ini penting untuk menentukan jumlah waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi sebelum melakukan induksi anestesi spinal.

Jika durasi operasi tidak diketahui, anestesi spinal yang diberikan mungkin tidak

cukup panjang untuk menyelesaikan operasi dengan mengetahui durasi operasi

membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, 6

penambahan terapi spinal seperti epinefrin dan apakah kateter spinal akan

diperlukan. Pertimbangan lain saat melakukan anestesi spinal adalah tempat operasi,

karena operasi diatas umbilikus akan sulit untuk menutup dengan tulang belakang

sebagai teknik tunggal. Anestesi spinal pada pasien dengan penyakit neurologis

seperti multiple sclerosis masih kontroversial karena dalam percobaan in vitro

didapatkan bahwa saraf demielinisasi lebih rentan terhadap toksisitas obat bius lokal.

Penyakit jantung yang level sensorik di atas T6 merupakan kontraindikasi relatif

terhadap anestesi spinal seperti pada stenosis aorta, dianggap sebagai kontraindikasi

mutlak untuk anestesi spinal, sekarang mungkin menggabungkan pembiusan spinal

dilakukan dengan hati-hati, dalam perawatan anestesi mereka deformitas dari

kolumna spinalis dapat meningkatkan kesulitan dalam menempatkan anestesi spinal.

Arthritis, kyphoscoliosis, dan operasi fusi lumbal. dalam kemampuan dokter anestesi

untuk performa anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien

untuk menentukan kelainan apapun pada anatomi sebelum mencoba anestesi spinal.

2.2.6. Komplikasi

Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi

lambat. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal.

a. Komplikasi sirkulasi :

1. Hipotensi

Page 14: Case Oligohidramnion

Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal sering terjadi. Biasanya

terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah

perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah

perlu diukur setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik turun

dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan

darah, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal,

jantung dan otak. 7

Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi

blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan

memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat) secara cepat segera

setelah penyuntikan anestesi spinal dan juga berikan oksigen. Bila dengan

cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan

vasopressor seperti efedrin 15-25 mg intramuskular. Jarang terjadi, blok spinal

total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada kasus demikian, kita

harus melakukan intubasi dan melakukan ventilasi paru, serta berikan

penanganan seperti pada hipotensi berat. Dengan cara ini, biasanya blok spinal

total dapat diatasi dalam 2 jam.

2. Bradikardia

Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena

blok simpatis. Jika denyut jantung di bawah 65 kali per menit, berikan atropin

0,5 mg intravena.

3. Sakit Kepala

Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu komplikasi anestesi

spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi spinal biasanya akan

memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila pasien berbaring.

Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau oksipital dan tidak ada

hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini disebabkan oleh hilangnya cairan

Page 15: Case Oligohidramnion

serebrospinal dari otak melalui pungsi dura, makin besar lubang, makin besar

kemungkinan terjadinya sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan

pasien berbaring secara datar (boleh

menggunakan satu bantal) selama 24 jam.

4. Komplikasi Respirasi

a. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi

paru-paru normal.

b. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal

tinggi.8

c. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena

hipotensi berat dan iskemia medulla.

d. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas, merupakan tanda-

tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan

pernafasan buatan.

5. Komplikasi gastrointestinal

Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis

berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus

gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal

merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan

posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi

lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan

pada kehamilan meningkat.

2.2.7. Obat-Obat Anestesi Spinal

A. Bupivakain

Page 16: Case Oligohidramnion

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai

berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride.

Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali

lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO

af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial

bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang

lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering

digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah. Pada tahun

terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak

digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian

bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml

dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan

konsentrasi 0,5%, volume 2-4 ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat

melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam

dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila 9 dibandingkan dengan

lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari

kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.

Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai

lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan

yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada

persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2

jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat

berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik

anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada

dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesic

paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk

pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %,

epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal

adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.

Page 17: Case Oligohidramnion

B. Klonidin

Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis α2 yang digunakan untuk

obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek

kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis lain juga

mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek

anestesi dari pemberian secara oral (3-5μg/kg), intramuscular (2μg/kg),

intravena (1- 3μg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150μg)

dan epidural (1-2μg/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin

menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan

memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin

dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif dengan

menurunkan tingkatan katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk

peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade. Efek

langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik α2

dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan

terjadinya postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat obat

opioid, gejala withdrawal dari opioid, dan pengobatan10

dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping dapat berupa

bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut kering. Klonidin adalah

agonis alfa2- adrenergik parsial selektif yang bekerja secara sentral yang

bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya untuk menurunkan

keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat. Obat ini telah terbukti

efektif digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit renin-

dependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg.

Ketersediaan klonidin transdermal ditujukan untuk pemberian secara mingguan

pada pasien bedah yang tidak dapat diberikan obat per oral.

C. Epinefrin (Adrenalin)

Page 18: Case Oligohidramnion

Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan

oleh bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas

oleh neuron neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin

merupakan stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis,

dan stimulan jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan

meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikogenolisis, dan mengeluarkan

efek metabolik lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan

dilepas sebagai respon terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain.

Preparat sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan sebagai

vasokonstriktor topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan

secara intranasal, intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprin

(noradrenalin) adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang

dilepaskan oleh saraf adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga

diekskresi oleh medulla adrenal sebagai respon terhadap rangsangan

splanchnicus dan disimpan dalam granul kromafin. Norephineprin merupakan

neurotransmiter utama yang bekerja pada reseptor adrenergik α- dan β1.

Norephineprine merupakan vasopressor kuat dan biasanya dilepaskan dalam

tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres. Preparat farmasi senyawa

norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat.

D. Fentanyl

Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik

narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi

IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang

disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan 12

menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol

rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien

yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja di dalam sistem

saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga

Page 19: Case Oligohidramnion

disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang

lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila

pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika

pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek

samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan

periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan. Aksi sinergis dari fentanyl dan

anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan kualitas analgesia

intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa

pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena

sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 μg menghasilkan efek

puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis

tinggimeningkatkan kejadian efek samping.

E. Efedrin

Efedrin (ephedrine) merupakan simpatomimetik yang didapat dari

tanaman genus Ephedra (misalnya Ephedra vulgaris) dan telah digunakan luas

di Cina dan India Timur sejak 5000 tahun yang lalu. Pengobatan tradisional

Cina menyebut efedrin dengan nama Ma huang. Efedrin mempunyai rumus

molekul C10H15NO dan nama lainnya adalah α-hydroxy-β-

methylaminopropylbenzene. Rumus bangun efedrin adalah sebagai berikut: 13

Efedrin telah banyak digunakan dalam praktek kedokteran termasuk dalam

bidang Anestesi. Efedrin bekerja pada reseptor α dan β, termasuk α1, α2, β1

dan β2, baik bekerja langsung ataupun tidak langsung. Efek tidak langsung

yaitu dengan merangsang pelepasan noradrenalin. Efedrin 25 mg sampai 50 mg

intramuskular atau subkutan bisa digunakan untuk mengatasi keadaan

hipotensi, 25 mg per oral sekali sehari untuk mengatasi hipotensi ortostatik,

juga sebagai bronkodilator dan dekongestan. Gangguan-gangguan alergi juga

bisa diatasi dengan efedrin, seperti asma bronkhial, kongesti nasal karena akut

koriza, rhinitis dan sinusitis. Efedrin 25 atau 30 mg subkutan, intramuskular

Page 20: Case Oligohidramnion

atau intravena lambat) dapat juga untuk mengatasi bronkospasme tetapi

epinefrin lebih efektif. Penggunaan efedrin di bidang anestesi pada kasus

hipotensi akibat regional anestesi, baik oleh karena spinal ataupun epidural

anestesi. Pemberian efedrin 10-25 mg iv pada orang dewasa sebagai pilihan

simpatomimetik mengatasi blokade susunan saraf simpatis yang disebabkan

anestesi regional ataupun untuk mengatasi efek hipotensi yang disebabkan obat-

obat anestesi. Untuk Ibu hamil yang menjalani prosedur seksio sesarea dengan

spinal anestesi, efedrin merupakan pilihan mengatasi hipotensi yang

diakibatkan oleh spinal anestesi. Efedrin selain meningkatkan tekanan darah,

sejalan dengan itu memperbaiki aliran darah plasenta. Selain itu efedrin juga

digunakan untuk mengatasi hipotensi akibat induksi dengan propofol. Efedrin

juga mampu mempercepat mula kerja rokuronium. Efedrin mencegah nyeri

akibat injeksi propofol. Pencampuran efedrin dengan propofol dapat menjaga

kestabilan hemodinamik dan mencegah nyeri akibat suntikan propofol.

2.2.7.1. Farmakokinetik

Efedrin dapat diberikan secara oral, topikal maupun parenteral. Efedrin

dapat diserap secara utuh dan cepat pada pemberian oral, subkutan ataupun

intramuskular. Bronkodilatasi terjadi dalam 15-60 menit setelah pemberian oral

dan bertahan selama 2-4 jam. Absorbsi efedrin yang diberikan lewat jalur

intramuskular lebih cepat (10-20 menit) dibanding dengan pemberian subkutan.

14 Pada pemberian intravena, efek klinik dapat langsung diobservasi. Lama

kerja terhadap efek tekanan darah bertahan sampai 1 jam pada pemberian

parenteral dan dapat bertahan selama 4 jam pada pemberian secara oral. Efedrin

juga dilaporkan melewati plasenta dan terdistribusi pada air susu ibu. Efedrin

dimetabolisme oleh liver dalam jumlah kecil melalui deaminasi oksidasi,

demetilasi, hidroksilasi aromatis dan konjugasi. Metabolitnya adalah p-

hidroksiefedrin, p hidroksinorefedrin, norefedrin dan konjugasinya. Efedrin dan

metabolitnya diekskresi terutama melalui urine dan dalam bentuk tidak

Page 21: Case Oligohidramnion

berubah. Eliminasi efedrin dan metabolitnya dipengaruhi oleh asiditas urine.

Eliminasi paruh waktu efedrin dilaporkan 3 jam pada pH urin 5 dan 6 jam pada

pH urin. Efek puncak efedrin terhadap curah jantung dicapai sekitar 4 menit

setelah injeksi.

2.2.7.2. Efek terhadap kardiovaskular

Efek kardiovaskular dari efedrin menyerupai epinefrin, tetapi respon

kenaikan tekanan darah sistemik kurang dibanding efedrin. Efedrin

membutuhkan 250 kali dibandingkan epinefrin untuk mendapatkan efek

kenaikan tekanan darah yang sama. Pemberian efedrin intravena meningkatkan

tekanan darah, denyut jantung dan curah jantung. Aliran darah renal dan splanik

menurun, tetapi aliran darah koroner dan otot skelet meningkat. Resistensi

vaskular sistemik berubah karena vasokonstriksi pada vascular beds diimbangi

dengan vasodilatasi oleh stimulasi β2 pada tempat-tempat yang lain. Efek

kardiovaskular tersebut pada reseptor α menyebabkan vasokonstriksi arteri dan

vena di perifer.

Mekanisme utama efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan

meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan aktivasi reseptor β1. Dengan

adanya antagonis reseptor β maka efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah

dengan stimulasi reseptor α. Dosis kedua efedrin setelah pemberian dosis awal

mempunyai efektifitas lebih rendah dibanding dosis awal. Fenomena ini dikenal

dengan istilah takifilaksis, yang mana juga terjadi pada simpatomimetik dan

berhubungan dengan masa kerja obat. Takifilaksis terjadi oleh karena blokade

reseptor 15 adrenergik secara persisten. Sebagai contoh, efedrin menyebabkan

aktivasi reseptor adrenergik bahkan setelah peningkatan tekanan darah sistemik

terjadi pada subdosis. Ketika efedrin diberikan pada saat itu, reseptornya bisa

menempati batas minimal efedrin untuk peningkatan tekanan darah.

Takifilaksis mungkin karena kekurangan simpanan norepinefrin.

Page 22: Case Oligohidramnion

2.2.7.3.Toksisitas efedrin

Dosis besar efedrin parenteral dapat menyebabkan bingung, delirium,

halusinasi atau euphoria. Paranoid psikosis dan halusinasi penglihatan dan

pendengaran bisa terjadi pada dosis yang sangat besar. Efedrin bisa juga

menyebabkan sakit kepala, kesulitan bernafas, demam atau merasa hangat,

merasa kering pada hidung atau tenggorokan, takikardi, aritmia, nyeri dada,

berkeringat, tidak nyaman di perut, muntah, retensi urine, hipertensi yang

akibatnya perdarahan intrakranial, mual dan hilangnya selera makan.

2.2.8. Teknik Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah suatu metode anestesi dengan menyuntikkan obat

analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid di daerah lumbal. Cara ini sering

digunakan pada persalinan per vaginam dan pada seksio sesarea tanpa komplikasi.

Pada seksio sesarea blokade sensoris spinal yang lebih tinggi penting. Hal ini

disebabkan karena daerah yang akan dianestesi lebih luas, diperlukan dosis agen

anestesi yang lebih besar, dan ini meningkatkan frekuensi serta intensitas reaksi-

reaksi toksik.

- Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.

- Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.

- Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

- Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan

memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut

penderita.

- L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema

jaringan.

- Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

- Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.

Page 23: Case Oligohidramnion

- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3

ml, Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga

tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.

- Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain 5% sebanyak

1,25 - 1,5 cc.

- Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga

perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.

- Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.

- Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit pertama, selanjutnya

tiap 15 menit.

- Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg

dibanding semula, efedrin diberikan 10 - 15 mg l.V.

- Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus tidak baik, sehingga perlu

diberikan metergin IV

1.1. gambar 1 anatomi lapisan punggung lumbal

Page 24: Case Oligohidramnion

2. Indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea

Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada daerah yang

diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah) :

1) Vaginal delivery

2) Ekstremitas inferior

3) Seksio sesarea

4) Operasi perineum

5) Operasi urologic

3. Kontra indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea :

1) Infeksi tempat penyuntikan

2) Gangguan fungsi hepar

3) Gangguan koagulasi

4) Tekanan itrakranial meninggi

5) Alergi obat lokal anstesi

6) Hipertensi tak terkontrol

7) Pasien menolak

8) Syok hipovolemik

9) Sepsis

4. Obat anestesi spinal pada seksio sesarea :

Obat anestetik yang sering digunakan:

1) Lidocain 1-5 %

2) Bupivacain 0,25-0,75 %

5. Komplikasi anestesi spinal pada seksio sesarea :

1) Hipotensi

2) Brakikardi

3) Sakit kepala spinal (pasca pungsi)

4) Menggigil

5) Mual-muntah

6) Depresi nafas

Page 25: Case Oligohidramnion

7) Total spinal

8) Sequelae neurologic

9) Penurunan tekanan intrakranial

10)Meningitis

11) Retensi urine

2.2.9. Komplikasi analgesia spinal

1. Hipotensi

Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen blokade

midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan. Berkurangnya

venous return (peningkatan kapasitas vena dan pengumpulan volume darah dari

kaki) dan penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik)

menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP), menimbulkan nausea,

kepala terasa melayang dan dysphoria, dan berkurangnya perfusi uteroplacental.

Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala pada ibu dapat dihindari dan

uteroplacental perfusion tetap baik.3,4,5,6,7,9,10

Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg, atau

penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada sebelum induksi) dapat mencapai

80%. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh karena Pada posisi pasien

terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava inferior dan aorta oleh

masa uterus (beratnya kurang lebih 6 kg). 90% pasien yang mengalami

kompresi parsial tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini

disebabkanoleh mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokonstriktor

neurogenik. Sedangkan 10% sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan

sistolik bisa sampai 70 mmHg); dan hampir 75% mengalami gangguan darah

balik, sehingga curah jantung berkurang sampai 50%. 6,7,9

Page 26: Case Oligohidramnion

2. Blokade spinal Total

Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat mempersulit

analgesia spinal. paling sering, blokade spinal total merupakan akibat

pemberian dosis agen analgesia jauh melebihi toleransi oleh wanita hamil.

hipotensi dan apnoe cepat timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah henti

jantung. pada wanita tidak melehirkan uterus dipindahkan ke lateral untuk

mengurangi kompresi aortakaval. ventilaasi yang efektif diberikan melaului

tuba trackhea kalau mungkin.,untuk melindungi aspirasi. kalau wanita tersebut

hipotensif, cairan intravena diberikan dan efedrin mungkin membantu untuk

meninggikan curah jantung. peninggian tungkai akan meningkatkan aliran balik

vena dan membantu memulihkan hipotensi harus disediakan persiapan untuk

resusitasi jantung kalau terjadi henti jantung.

3. Kecemasan dan Rasa sakit

Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat bahwa wanita

yang berada dibawah analgesia regional tetap sadar.harus hati-hati sekali

berbicara dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perawtan ibu dan

janinnya,sehingga ibu tersebut tidak menginterpretasikan ucapan ucapan atau

tindakan tindakan tersebut sebagai indikaasi bahwa ia dan janinnya dalam

bahaya, atau kesejahteraan kurang diperhatikan. wanita tersebut biasanya

menyadari setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perast

sebagai perasaan yang tertekan. ia merasa tidak enak terhadap manipulasi -

manipulasi diatas blkokade spinal total sering kali, derajat penghilang rasa nyeri

dari analgesia spinal tidak adekuat. dalam keadaan ini, langkah penghilang rasa

nyeri yang dapat diberikan sebelum persalinan dengan memberikan 50 sampai

70 persen nitrogen oksida dengan oksigen. segera setelah pengkleman tali pusat

berbagai macam teknik dapat dilakukan untuk memberikan analgesia yang

efektif. morfin, meperidin, atau fentanil yang diberikan secara intravena paada

Page 27: Case Oligohidramnion

waktu ini sering memberikan analgesia dan euforia yang bagus sekali saat

operasi selesai.

4. Sakit kepala pasca pungsi

Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap

merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. kiranya, kalau wanita tersebut

duduk atau berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang tersebu

menimbulkan tarikan pada struktur-struktur sistem saraf pusat yang sensitif rasa

nyeri. kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini dapat dikurangi

dengan menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan menghindari banyak

tusukan pada meninges. membaringkan wanita tersebut datar pada

punggungnya selama beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri

kepala pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa prosedur ini sangat

efektif. hidarasi yang banyak telah dikalim bermanfaat, tertapi tidak ada bukti

penggunaan yang mendukung. pemakaian blood patch cukup efektif. beberapa

mL darah wanita tersebut tanpa antikoagulan disuntikan secara epidural

ditempat pungsi dural tersebut. salin yang disuntikan serupa dalam volume

yang lebih besar juga telah diklaim menghilangkan sakit kepala penyokong

abdomen dapat dikurang dengan cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil,

korset atau ikat perut tampaknya menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap

berbaring selama 24 jam pascaoperasi. Dan nyeri kepala tersebut membaik jelas

pada hari ketiga dan menghilang pada hari kelima.3,7

5. Disfungsi kandung kencing

Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan

dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah

persalinan. akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi

masa nifas, terutama kalau telah dan masih diberikan volume cairan intravena

yang banyak. kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih lebih cairan, (2) blokade

saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek antidiuretik oksitosin yang

Page 28: Case Oligohidramnion

diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan, (4) rasa sakit akibat

episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi ksndung kencing

pada wanita tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan menghilangkan distensi

kandung kencing dengan cepat dengan kateterisasi, sangat mungkin

mengakibatkan disfungsi kandung kencing yang cukup menyulitkan dan infeksi

kandung kencing.

6. Oksitosin dan hipertensi

Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovin

(Ergotrate) atau metilergonovin (Methergin) yang disuntikan setelah persalinan,

sangat sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural.

7. Arakhnoiditis dan meningitis

Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam alkohol,

formalin, pengawet atau pelarut lain yang sangat toksik. jarum dan kateter

sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai sehingga dapat digunakan kembali.

sebagai gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai, dan praktek sekarang ini,

ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi meningitis dan

arakhnoiditis.

Page 29: Case Oligohidramnion

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. CT

Umur : 24tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : jl. Bukit Raya Palembang

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No. RM : 19.86.08

Masuk RS : 23 -06- 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Hamil 42 minggu dengan air ketuban yang sedikit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS Muhamdyah Palembang dengan keluhan hamil

42 minggu dengan air ketuban yang sedikit, pasien sebelumnya kontrol ke

bidan, lalu bidan menyarankan kontrol ke dokter kandungan karena

kehamilannya sudah lewat bulan. Saat datang ke poli kebidanan dan

kandungan RSMP di USG dan diberitahu air ketubannya sudah sedikit dan

disarankan untuk dirawat. Pasien mengaku ini merupaka kehamilan ke 2.

Setelah dirawat pasien direncanakan untuk terminasi kehamilan

dengan diinduksi tetapi tidak ada kemajuan persalinan sehingga direncanakan

untuk SC. Sebelumnya pasien sudah dioperasi.

Page 30: Case Oligohidramnion

Riwayat Penyakit Terdahulu :

- Hipertensi disangkal

- Penyakit jantung disangkal

- DM disangkal

- Asma disangkal

Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan umum : sedang

- Kesadaran : CM

- Tanda vital : Tensi : 120/80 mmHg

Pernapasan : 20 x/menit

Nadi : 89 x/menit

Suhu : 36,7 °C

Pemeriksaan Fisik Lainnya :

- Kepala : normocephale

- Mata : Si -/-, RC +/+, Ca -/-

- Tht : dbn

- Leher : pembesaran KGB (-), tiroid (-)

- Thorax : Simetris Statis Dinamis

- Pulmo : vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

- Cor : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen : BU (+) normal

- Ekstremitas : akral hangat, pitting edema

Pemeriksaan Laboratorium :

- Hb : 11 g/dl

- Ht : 31 %

- Leukosit : 10.000 ul

- Trombosit : 347.000 ul

Page 31: Case Oligohidramnion

- Eritrosit : 3,4 juta

- GDS : 90 mg/dl

Diagnosis Kerja

G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu dengan oligohidramnion,

janin tunggal hidup.

Terapi

- Rencanakan terminasi kehamilan dengan SC

Laporan Anestesi

1. Diagnosis pra – bedah : G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu dengan

oligohidramnion,

2. Diagnosis Pasca – bedah : P2A0 hamil 42 minggu belum inpartu dengan

oligohidramnion,

3. Jenis pembedahan : SC

4. Persiapan anestesi :

Informed consent

Puasa } 8 jam pre operasi

5. Jenis anestesi : regional anestesi

6. Premedikasi anestesi : ondansentron 8mg/4ml

7. Teknik anestesi : Spinal

Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.

Desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio L3-L4

Blok dengan jarum spinal no.26 pada regio L3-L4

Barbotage (+), LCS keluar (+) jernih, darah (-)

8. Obat anestesia : Bucain spinal 3 cc

9. Oksigenasi : Kanul O2 2 liter/menit

Page 32: Case Oligohidramnion

10.Posisi : Terlentang

11. Status fisik : ASA II

12. Induksi mulai : 09.00 WIB

13. Operasi mulai : 09.10 WIB

14. Operasi selesai : 10.00 WIB

15. Berat badan : 62 kg

16. Lama operasi : 1 jam.

17. Pasien puasa : 8 jam

18. Infus durante operasi : RL 2 colf (1000ml)

19. Cairan keluar : darah (150 cc), urin (200cc)

20. Post Op (dalam ruang pemulihan) :

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 63 x/menit

Aldrete Score : Total = 9, dapat masuk ke ruang perawatan.

PENILAIAN PASCA ANESTESI

Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola di kamar pulih

atau unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat bangun dari anesthesia secara

bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal – hal yang

tidak menyenangkan akibat stress pasca operasi atau pasca anesthesia yang berupa

gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual –muntah,

menggigil dan kadang – kadang perdarahan. Selama di unit perawatan pasca anestesi

pasien dinilai tingkat pilih – sadarnya untuk criteria pemindahan ke ruang perawatan

biasa

Aldrete Score

KESADARAN :

2. sadar, orientasi baik

1. dapat dibangunkan

Page 33: Case Oligohidramnion

0. tidak dapat dibangunkan

WARNA KULIT :

2. Merah muda, tanpa oksigen saturasi 92%

1. pucat atau kehitaman, perlu oksigen agar saturasi 90%

0. sianosis

AKTIFITAS

2. 4 ekstremitas bergerak

1. 2 ekstremitas bergerak

0. tidak ada ekstremitas bergerak

RESPIRASI

2. dapat nafas dalam, batuk

1. Nafas dangkal, sesak nafas

0. apnoe atau obstruksi

KARDIOVASKULER

2. tekanan darah berubah ≤ 20%

1. berubah 20 – 30%

0. berubah ≥ 50%

Keterangan :

- 9-10 pindah dari unit perawatan pasca anestesi

- 7-8 Pindah ke ruangan

- 5-6 Pindah ke bangsal

Page 34: Case Oligohidramnion

BAB III

DISKUSI KASUS

Persiapan prabedah

Pada pasien ini didiagnosis G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu dengan

Oligohidramnion, dengan status fisik ASA II, akan dilakukan tindakan pembedahan

berupa section caesar. Pada pembedahan tersebut akan dilakukan anestesi spinal

karena memenuhi indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal, yaitu bedah obstetri –

ginekologi dan merupakan tindakan pembedahan yang berlokasi di abdomen bawah.

Pada tindakan pembedahan tersebut juga tidak terdapat kontraindikasi dari anestesi

spinal. Atas dasar tersebut maka, anestesi spinal menjadi pilihan. Setelah dianamnesis

pada pasien ini seelumnya pernah mengalami operasi sehingga tidak diketahui apakah

ada alergi, sesak nafas ataupun mual muntah pada pasien. Pasien juga tidak memilki

kebiasaan merokok ataupun minum alcohol yang dapat mempberikan penyulit pada

saat dilakukan anestesi. Pada pemeriksaa fisik tidak ditemukan adanya kelainan baik

itu pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ. Berdasarkan

diagnosis pasien dianjurkan untuk pemeriksaan lab, pemeriksaan lab yang didapatkan

adalah :

- Hb : 11 g/dl

- Ht : 31 %

- Leukosit : 10.000 ul

- Trombosit : 347.000 ul

- Eritrosit : 3,4 juta

- GDS : 90 mg/dl

Sebelumnya pasien sudah dipuasakan selama 6 jam, dimana puasa bertujuan untuk

regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas yang merupakan

resiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi.

Page 35: Case Oligohidramnion

Premedikasi

Pada premedikasi pasien diberikan ondansentron sebanyak 8mg yang tujuan

pemberianya adalah untuk mengurangi mual muntah pasca bedah. Jika terdapat

kecemasan pasien, maka dapat juga ditambah dengan midazolam untuk mengurangi

kecemasan, pada pasien ini terlihat kecemasan yang berlebihan sehingga perlu

diberikan midazolam.

Ondansetron

Sebelum pembedahan sebaiknya lambung dalam keadaan kosong sehingga

bila terjadi reflek esophagus tidak terjadi aspirasi isi lambung.

Mual dan regurgitasi disebabkan oleh hipoksia selama anestesi, anestesi

yang terlalu dalam tekanan tinggi karena lambung penuh atau akibat

tekanan dalam rongga perut yang tinggi.

Farmakologi :

Bekerja sebagai antagonis reseptor 5-HT yang terdapat pada

kemoreseptor trigger zone di area post rema otak dan aferen vagal

saluran cerna.

Indikasi :

Untuk mencegah mual muntah.

Pada kasus ini pasien diberikan ondansetron 8mg secara intravena,

diharapkan dapat mencegah mual muntah pasca bedah.

Midazolam

Mula kerjanya cepat, yakni 30 menit dan brtahan hingga 5-7 jam.

Induksi dan pemulihan lambat, untuk anestesia berimbang dan sedasi;

kardiovaskuler stabil; amnesia akut.

Antidotum : Flumazenil

Dosis : obat tidur 7,5-15 mg (maleat) a.n.; premedikasi anestesia lokal oral

25 mg 45 menit sebelumnya, i.m. 5 mg (klorida)

Induksi anestesi

Page 36: Case Oligohidramnion

Pada kasus ini menggunakan bucain spinal yang disuntikkan memakai jarum

spinal no.26 pada regio L3 – L4. Bucain 0,5% berisi bupivacain, merupakan anestesi

lokal yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi

sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus saraf dalam bentuk tidak

terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk beberapa molekul

terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta mencegah

pembentukan potensial aksi. Bupivacaine memiliki onset 5 – 8 menit dengan durasi

sampai 150 menit. Dosis bupivacaine untuk blokade hingga T10 adalah 8-15 mg,

sedangkan hingga blockade T4 adalah 14-20 mg. Bupivacaine memiliki periode

analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi.

Dosis efedrin IV adalah 0,25 – 0,1 mg/kgBB dengan onset hampir langsung

dan durasi kerja 10 – 60 menit.

Pemeliharaan anestesi

Pemeliharaan anestesi dapat dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, atau

kombinasi keduanya. Pemeliharaa anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi

yaitu hypnosis, analgesia cukup agar pasien selama pembedahan tidak menimbulkan

nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup. Pada pasien ini pemeliharaan anestesi

hanya menggunakan O2 tanpa obat-obatan yang lain.

Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air

untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.

Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan

garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan

makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

Page 37: Case Oligohidramnion

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu

tubuh

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang

belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan

transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,

frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi

nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

Operasi selesai dalam waktu 1 jam , pasien masuk ke ruang pulih sadar

dengan tekanan darah 120/ 60 mmHg dan Nadi 89 x/menit, dengan aldrete score 9

(dapat masuk ruang perawatan).

Selama operasi diberikan 2 colf infuse RL dikarenakan untuk mengganti

kebutuhan cairan karena puasa selama 8 jam dan stress operasi. Dengan perhitungan

kebutuhan cairannya adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan cairan rumatan/jam (Berat badan 67 kg) :

- 10 kg pertama : 10 kg x 4 ml/KgBB/jam = 40 ml/jam

- 10 kg kedua : 10 kg x 2 ml/kgBB/jam = 20 ml/jam

- > 10 kg selanjutnya : 47 kg x 1 ml/kgBB/jam = 47 ml/jam

- Total : 107 ml/jam

2. Pengganti cairan puasa (puasa 8 jam)

- Puasa x kebutuhan cairan rumatan = 8 jam x 107ml/jam = 856 ml

3. Stress operasi (operasi sedang 4 – 6 ml/kgBB/jam)

Page 38: Case Oligohidramnion

- 6 ml/KgBB/jam x 67Kg = 402 ml/jam

4. Kebutuhan cairan durante operasi (operasi selama 1 jam)

- jam pertama : 107 ml + 856ml + 402 ml = 1.365 ml

- - total kebutuhan : 1.365 ml

Selama operasi cairan urin yang keluar berjumlah 200 ml (produksi urin

normal minimal 0,5 – 1 ml/KgBB/jam).

Tabel 1.1. monitoring selama operasi

Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan

09.00 110/60 78 100% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc, mulai induksi

dengan bucain spinal 3 cc

09.05 150/100 79 100% injeksi ondancentron 4ml.

09.10 120/70 80 100% Mulai Operasi.

09.15 105/70 77 100% Injeksi miloz 1 ml.

09.30 120/70 83 100% Injeksi Induksin 2 ml drip dalam infuse RL 500 cc

09.45 120/70 89 100% Injeksi asam traneksamat I.V. 8 ml

09.55 120/70 79 100% Operasi selesai

10.00 130/70 80 100% Pasien dipindahkan ke ruangan

Page 39: Case Oligohidramnion

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau cito) harus

dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi

pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra-

anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,

menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan

anestesi yang terdiri dari premedikasi, induksi anestesi, pemeliharaan, serta tahap

pemulihan pasca operasi dan perawatan pasca anestesi.

Page 40: Case Oligohidramnion

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S.A, Suryadi K.A. Dachlan M.R. 2009. Petunjuk praktis anestesiologi FKUI. Jakarta : FKUI.

2. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348.

3. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.

4. Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi edisi ke 2. Jakarta: EGC.

5. Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta: YBB- SP.

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.

7. Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbull’s obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002.

8. Laughlin D, Knuppel RA. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early neonatal physiology. In: DeCherney AH, Nathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2003.

9. Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16th ed. New York: Oxford University Press;1995.Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299.

10. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

11. Neilson JP. Fetal medicine in clinical practice. In: Ketih D, Edmons, editors. Dewhurst’s textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th ed. London: Blackwell Publishing; 1999.Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio Medica Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17.