Case Obgyn Rsob Final

39
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Sumartini Suami Nur Syabadri Yanto Umur 27 Tahun Umur 26 Tahun Pendidika n SMK Pendidikan STM Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Pekerjaan PT. Unicem Agama Islam Agama Islam Alamat Muka Kuning Pratama N/3, Batu Aji Tanggal Masuk Pukul 07-03-2013 23.00 II. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Maret 2013 pukul 23.05 a. Keluhan Utama Mules- mules ± sejak 9,5 Jam SMRS b. Keluhan Tambahan Keluar flek-flek berwarna sedikit coklat sejak ± c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke VK RSOB dengan keluhan mules-mules sejak 9,5 jam SMRS, mules yang dirasakan pasien hilang 1

description

vaginal birth after cesarean

Transcript of Case Obgyn Rsob Final

Page 1: Case Obgyn Rsob Final

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Sumartini Suami Nur Syabadri Yanto

Umur 27 Tahun Umur 26 Tahun

Pendidikan SMK Pendidikan STM

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Pekerjaan PT. Unicem

Agama Islam Agama Islam

Alamat Muka Kuning Pratama N/3,

Batu Aji

Tanggal Masuk

Pukul

07-03-2013

23.00

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Maret 2013 pukul 23.05

a. Keluhan Utama

Mules- mules ± sejak 9,5 Jam SMRS

b. Keluhan Tambahan

Keluar flek-flek berwarna sedikit coklat sejak ±

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke VK RSOB dengan keluhan mules-mules sejak 9,5 jam SMRS,

mules yang dirasakan pasien hilang timbul namun semakin lama semakin sering timbul.

Pasien menyangkal adanya keluar darah bercampur lendir, hanya mengeluhkan adanya

flek-flek saja yang berwarna sedikit coklat sejak??, pasien mengatakan gerakan janin

aktif. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, ataupun keluar air. Pasien mengaku

teratur dalam memeriksakan kandungannya ke pos farma. USG terakhir yang dilakukan

pasien tanggal 07 Maret 2013 dikatakan janin dalam keadaan baik dengan kepala

dibawah.

1

Page 2: Case Obgyn Rsob Final

d. Riwayat Haid

Pasien mengatakan haid pasien teratur dengan siklus 28 hari dan lamanya haid

selama 6-7 hari dan ganti pembalut 2-3 kali sehari. Hari pertama haid terkahir pasien

tanggal : 04 Juni 2012 dengan taksiran partus : 11 Maret 2013.

e. Riwayat Pernikahan

Pasien menikah yang pertama, menikah pada tahun 2010 dan hamil anak pertama pada

tahun 2010.

f. Riwayat Kehamilan/KB

Kehamilan saat ini merupakan kehamilan kedua pasien, anak pertama dilahirkan

secara operasi SC atas indikasi letak sungsang. Anak pertama berjenis kelamin laki-laki

dengan BB lahir 3100 gr, umur saat ini 2,3 tahun dan sehat.

Pasien belum pernah ataupun tidak menggunakan KB dalam bentuk apapun.

g. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat operasi SC pada tahun 2010 atas indikasi bayi letak

sungsang, pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

asma, alergi baik terhadap obat ataupun makanan serta tidak ada riwayat kehamilan

kembar pada pasien.

h. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma,

alergi baik terhadap obat ataupun makanan serta tidak ada riwayat kehamilan kembar

pada keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

2

Page 3: Case Obgyn Rsob Final

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Pernapasan : 22x/ menit

Suhu : 36,3 ˚ C

Status gizi : BB= TB=

KEPALA

Ekspresi : ekspresif

Simetri wajah : simetris

Mata : CA -/-, SI -/-

THORAX

PARU

Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal, saat statis maupun

dinamis.

Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax

Perkusi : Sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

JANTUNG

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : -

Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Lihat status obstetrik

EKSTREMITAS

Ekstremitas atas :

Kanan : tidak terdapat kelainan, akral hangat, oedem (-)

Kiri : tidak terdapat kelainan, akral hangat, oedem (-)

Ekstremitas bawah :

Kanan : akral hangat, oedem (-)

3

Page 4: Case Obgyn Rsob Final

Kiri : akral hangat, oedem (-)

STATUS OBSTETRIK

Inspeksi

o Mammae : simetris, retraksi -, ASI -, hiperpigmentasi areola mammae +

o Abdomen : buncit, striae gravidarum +, linea nigra +

Palpasi : tegang, TFU : 31 cm, fundus uteri setinggi 3 jari di bawah processus

xyphoideus, taksiran berat janin 2790 gr

o Leopold I : teraba bokong pada bagian teratas

o Leopold II : teraba punggung pada bagian kanan, dan teraba bagian-bagian

kecil pada bagian kiri

o Leopold III : teraba kepala pada bagian terbawah

o Leopold IV : bagian terbawah janin sudah memasuki pintu atas panggul

HIS : 2x/10’/30”/Kontraksi Sedang/Relaksasi Baik.

Auskultasi : DJJ : 145 x/menit (via Doppler)

PEMERIKSAAN DALAM/INSPEKULO/VT

Pada pemeriksaan VT didapatkan : portio tebal, lunak, pembukaan 2-3 cm, presentasi

kepala, Hodge I-II, ketuban +, menonjol.

PEMERIKSAAN PANGGUL/PELVIOMETRI KLINIS

Promontorium tidak teraba, arcus pubis >90o

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 04 Oktober 2012

Hasil Satuan Nilai Rujukan

HGB 12.0 g/dL 11.0-16.5

RBC 3.91 10^6/uL 3.8-5.8

HCT 36.1 % 35.0-50.0

MCV 92.3 Fl 80.0-97.0

4

Page 5: Case Obgyn Rsob Final

MCH 30.7 Pg 26.5-33.5

MCHC 33.2 g/dL 31.5-35.0

RDW-CV 15.7 % 10.0-15.0

WBC 12.05 + 10^3/uL 4-11

EO% 0.4* % 0-4

BASO% 0.1* % 0-1

NEUT % 80.5* % 46-75

LYMPH% 12.9 % 17-48

MONO % 6.1 % 4-10

EO# 0.05* 10^3/uL

BASO# 0.01* 10^3/uL

NEUT # 9.09 10^3/uL

LYMPH# 1.56+ 10^3/uL

MONO # 0.74+ 10^3/uL

PLT 182 10^3/uL 150-450

MDW 14.5 fL 10.0-18.0

MPV 11.1+ fL 6.5-11.0

Gol Darah O

GDS 99 Mg/dl

CTG

5

Page 6: Case Obgyn Rsob Final

Kesimpulan : Reaktif

V. RESUME

- Ny. S, 27 tahun, sosioekonomi cukup, G2P1A0, usia kehamilan 39-40 minggu

- Keluhan utama : mules – mules sejak 9,5 jam SMRS, pada awalnya mules yang

dirasakan hlang timbul namun makin lama makin sering timbul.

- Darah dan lendir tidak ada, yang ada hanya flek-flek jelasin

- HPHT : 04 – Juni – 2012 Taksiran partus : 11 – maret - 2013

- Riwayat operasi SC pada tahun 2010 atas indikasi janin letak sungsang, dan

sampai saat ini anak pertama dalam keadaan sehat

- Status generalis dalam batas normal

- TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, S : 36.3oC, Gizi Baik

- Status obstetrik :

o Inspeksi : abdomen : buncit, striae gravidarum +, line nigra + , mammae :

simetris, retraksi -, ASI -, hiperpigmentasi pada areola mammae +

o Palpasi : , TFU : 31 cm, Fundus uteri : 3 jari dibawah processus

xyphoideus, taksiran berat janin (31-13) x 155 = 2790 gr, HIS :

2x/10’/30”/Kontraksi Sedang/Relaksasi Baik

o Auskultasi : DJJ : 145x/menit (via Doppler)

- Pemeriksaan dalam : Pada pemeriksaan VT didapatkan portio tebal, lunak,

pembukaan 2-3 cm, presentasi kepala, Hodge I, ketuban +, menonjol.

- CTG : Reaktif

V. DAFTAR MASALAH

G2P1A0, usia kehamilan 39-40 minggu/HPHT, inpartu kala I fase laten, janin tunggal

hidup, intrauterine presentasi kepala dengan bekas SC 1 kali atas indikasi janin letak

sungsang.

6

Page 7: Case Obgyn Rsob Final

VII. PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnosis

o CTG, Pemeriksaan Laboratorium, Vaginal Toucher, Percobaan partus

normal, Observasi tanda-tanda vital ibu, observasi denyut jantung janin dan

HIS

Rencana Terapi

o Pro lahir pervaginam

Rencana Edukasi

o Bed rest dengan posisi yang nyaman untuk pasien ( miring ke kiri)

VIII. PROGNOSIS

Ibu

o Ad Functionam : Bonam

o Ad Vitam : Bonam

Anak

o Ad Functionam : Bonam

o Ad Vitam : Bonam

7

Page 8: Case Obgyn Rsob Final

LAPORAN PERSALINAN

Pukul Keterangan

01.00 pecah ketuban spontan warna jernih, dilakukan VT : pembukaan

hampir lengkap, kepala hodge III, portio lunak.

DJJ : 148 x / menit, HIS : 3x/10’/50-60”/Kontraksi Sedang/Relaksasi

Baik

Pimpin Meneran

01.57 telah dilahirkan bayi dari ny. Sumartini :

Jenis kelamin : laki – laki

Tanggal : 8 – Maret – 2103, pukul : 01.57

Berat lahir : 3250 gr, panjang badan : 49 cm

Apgar score : 9/10

Dilakukan episiotomi mediana, dan dijahit dengan menggunakan

benang chromic

Plasenta dilahirkan dengan cara spontan dan lengkap

Perdarahan ± 350 cc

Ditolong oleh bidan duty.

Lalu ibu diberi injeksi synto 10 IU

02.20 KU/Kes : Baik/Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

FOLLOW UP 8 MARET 2013

S : Masih terasa nyeri pada jalan lahir, BAK (-), BAB (-), Flattus (-)

O : KU/Kes : CM/TSS

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

8

Page 9: Case Obgyn Rsob Final

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,2˚ C

STATUS GENERALIS

KEPALA

Ekspresi : ekspresif

Simetri wajah : simetris

Mata : CA -/-, SI -/-

THORAX

PARU

Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal, saat statis maupun

dinamis.

Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax

Perkusi : Sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

JANTUNG

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

STATUS OBSTETRIK

Inspeksi :

- Mammae : Simetris, Retraksi (-), Asi (-), Hiperpigmentasi areola mammae (+)

- Abdomen : Datar, striae gravidarum (+), Linea Nigra (+)

Palpasi : supel, Fundus uteri setinggi umbilicus, kontraksi baik.

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Pemeriksaan Genitalia : tampak Lochia (+)

9

Page 10: Case Obgyn Rsob Final

Pemeriksaan Dalam (VT) : tidak terdapat tampon kassa.

A : P2A0, post lahir pervaginam 4 jam yang lalu, dengan post SC satu kali.

P : - Observasi tanda-tanda vital

- Mobilisasi

- Perawatan luka

- Breast care

- Amoxicilin 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Nutrisi Breast 1 x 1

- Hemafort 1 x 1

Pada pukul 12.00, tanggal 8 maret 2013 dinyatakan boleh pulang oleh dr. Adri Yanti, Sp.OG dan

diberikan obat terapi oral berupa : Amoxicilin 500 mg dan asam mefenamat 500 mg

10

Page 11: Case Obgyn Rsob Final

BAB II

ANALISIS KASUS

Pasien Ny. Sumartini, umur 27 tahun, dengan diagnosis G2P1A0, usia kehamilan 39-40

minggu/HPHT, inpatu kala I fase laten, janin tunggal hidup, presentasi kepala Hodge I-II,

ketuban (+) dengan post SC 1 kali atas indikasi janin letak sungsang. Pada saat melahirkan,

pasien menajalani VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) yang merupakan proses

melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea.

Seksio Caesarea (SC) adalah prosedur operasi yang umum dikerjakan pada saat ini. Di

Indonesia sendiri banyak wanita yang melahirkan melalui proses operasi ini. Dan bertahun tahun

lalu diasumsikan bahwa apabila seorang wanita yang melakukan operasi Seksio Caesarea bahwa

setelah operasi tersebut pada kehamilan berikutnya wanita tersebut harus melakukan operasi

kembali untuk melahirkan. Namun dengan meningkatnya pelayanan kesehatan serta banyaknya

penelitian yang dilakukan konsep ini telah banyak berubah. Banyak wanita kini yang dapat

mempunyai pilihan untuk melahirkan secara normal (pervaginam) dengan aman setelah Seksio

Caesarea. Dan konsep tersebut dikenal sebagai Vaginal Birth After Cesarean (VBAC). Dengan

penentuan criteria yang selektif lima sampai delapan ibu hamil akan mampu dan dapat

melahirkan secara pervaginam.

Beberapa manfaat dan alas an mengapa memilih VBAC :

1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil lagi maka resiko

masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.

2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi darah.

3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.

4. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu sehingga masa perawatan lebih

cepat.

5. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.

Setelah mempertimbangkan resiko umum proses persalinan pada kelompok wanita yang

terseleksi terbukti bahwa resiko komplikasi lebih rendah dan manfaat yang didapatkan lebih

besar dibandingkan dengan SC berulang.

11

Page 12: Case Obgyn Rsob Final

Namun keputusan untuk melakukan VBAC dipertimbangkan oleh beberapa hal, yaitu :

Riwayat satu atau dua kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tidsk ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan

seksio sesarea emergensi

Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.

Namun ada juga kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya VBAC, bila :

Sayatan klasik atau Inverted “T” uterin scar pada operaso sesarea sebelumnya.

Riwayat operasi histerektomi atau miomektomi yang masuk ke dalam kavum uteri

Riwayat rupture uterus

Adanya kontraindikasi untuk dilakukannya lahiran secara pervaginam seperti

plasenta previa ataupun malpresentasi.

Disproporsi sefalopelvik yang jelas.

Pasien menolak untuk dilakukannya percobaan lahir pervaginam setelah seksio

sesarea dan memang meninta “Elective Repeat Caesarean Section” (ERCS)

VBAC mempunyai resiko terhadap terjadinya rupture uteri, yaitu dimana kondisi luka d

rahim terbuka pada saat proses persalinan. Namun komplikasi ini jarang terjadi (sekitar 0.5 – 0.8

%) yang dimana juga tergantung dari kondisi kehamilan pada saat itu akan tetapi komplikasi ini

dapat berakibat fatal dan serius apabila terjadi. Tanda – tanda dari rupture uteri itu sendiri sulit

terdeteksi. Salah satu tanda utamanya adalah perdarahan yang hebat saat persalinan dan nyeri

yang berketerusan diantara kontraksi.

Kondisi ini perlu mendapatkan penanganan segera dan dokter akan menganjurkan untuk

dilakukannya operasi darurat. Satu dari sepuluh wanita yang mengalami rupture uteri akan

memerlukan histerektomi untuk menghentikan perdarahan. Walaupun jarang, wanita yang

melahirkan melalui operasi berencanapun mempunyai resiko perdarahan hebat yang dapat

mempunyai indikasi untuk operasi angkat rahim tersebut. Pada keadaan rupture uteri, satu dari

sepuluh kasus akan mempunyai resiko kematian bayi.

12

Page 13: Case Obgyn Rsob Final

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Pendahuluan

Angka seksio sesarea yang mendekati 25%, telah stabil dan mulai menunjukkkan

penurunan. Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000, angka ini menjadi 15%, dengan

angka yang dianjurkan 12% untuk seksio primer dan 3% untuk seksio ulangan. Seorang wanita

yang pernah menjalani operasi sesar jika hamil lagi mempunyai 2 pilihan persalinan yaitu

operasi sesar lagi atau persalinan pervaginam (vaginal birth after cesarean section atau yang

disebut VBAC). Selama bertahun-tahun, uterus yang memiliki jaringan parut dianggap

merupakan kontraindikasi untuk melahirkan normal karena kekhawatiran untuk terjadinya

ruptura uteri. Menurut panduan yang dikeluarkan oleh American College of Obstetricians and

Gynecologists, wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea dua kali atau riwayat operasi rahim

sebelumnya dapat diberikan kesempatan memilih persalinan pervaginam. (1)(2)

Penggunaan yang luas trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea

akan menghasilkan penurunan angka ini lebih jauh. Negara-negara di Eropa mencapai >50%

persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, dibandingkan di Amerika Serikat yang hanya

25%. Tahun 1978 merupakan tahun yang sangat berarti dalam sejarah persalinan pervaginam

pada bekas seksio sesarea. Merril dan Gibbs melaporkan dari Universitas Texas di San Antonio

persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea terbukti aman pada 83% bekas seksio sesarea. (1)

Banyak faktor yang dihubungkan dengan peningkatan angka kegagalan partus percobaan,

meliputi induksi persalinan, penggunaan prostaglandin, tipe jahitan dengan lapisan tunggal atau

dobel, berat anak yang lebih dari 4000 gram, jarak antar persalinan yang pendek, indikasi seksio

sebelumnya, usia ibu dan riwayat persalinan pervaginam sebelumnya. (3)

III.2. Definisi Seksio Sesarea

Seksio sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen

(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin

dari rongga abdomen pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (2)

13

Page 14: Case Obgyn Rsob Final

III.3. Indikasi Seksio Sesarea(2)

Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan,

yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu), psikologi dan penolong.

Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak

berjalan dengan lancar, bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu

dan janin jika keadaan tersebut berlanjut. Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa

penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu,

atau bahkan keduanya, atau bila persalinan pervagina, tidak mungkin dapat dilakukan dengan

aman.

Lebih dari 85% seksio sesarea dilakukan karena :

Riwayat seksio sesarea sebelumnya

Distosia persalinan. Merupakan indikasi yang sangat sering pada kelahiran secara

sesarea. Distosia dapat dikelompokkan menjadi gangguan penurunan janin atau janin

yang tidak turun. Gangguan ini dapat terjadi secara primer atau sekunder. Distosia paling

banyak terjadi karena abnormalitas dari kekuatan ibu dalam hal ini kontraksi uterus,

kelainan jalan lahir, atau besarnya janin.

Gawat janin.

Letak sungsang. Janin presentasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat

dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan pervaginam.

Seksio sesarea ada yang dilakukan terencana, ada pula yang tanpa rencana (cito). Seksio sesarea

yang terencana yaitu pada : (2)

Kepala janin tidak berada di bawah mendekati waktu persalinan (sungsang atau

melintang)

Ibu hamil memiliki kelainan atau penyakit kardiovaskular

Ibu sedang dalam keadaan infeksi yang dapat menularkan ke bayi bila melahirkan

pervaginam

14

Page 15: Case Obgyn Rsob Final

Kehamilan lebih dari satu anak (multiple pregnancy)

Riwayat seksio sebelumnya karena indikasi yang sama saat ini, atau karena ditakutkan

terjadi ruptur uteri bila melahirkan pervaginam.

III.4. Definisi VBAC

VBAC (Vaginal Birth After C-Section) adalah proses persalinan per vaginam yang

dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya. (2)

III.5. Epidemiologi

Tahun 1978 merupakan tahun yang sangat berarti dalam sejarah persalinan pervaginam

pada bekas seksio sesarea. Merril dan Gibbs melaporkan dari Universitas Texas di San Antonio

persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea terbukti aman pada 83% bekas seksio sesarea.

Laporan ini mewujudkan ketertarikan pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea,

pada waktu dimana hanya 2% wanita Amerika yang ingin melahirkan pervaginam setelah

sebelumnya seksio sesarea.(2)

United States Public Health Service, melalui Consensus Development Conference on

Cesarea Child Birth, pada tahun 1980 merekomendasikan persalinan pervaginam pada bekas

seksio sesarea dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang

aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.(3)

Gambar.III.1. Rasio Total Seksio Sesarea, Sesarea Primer dan VBAC (4)

III.6. Indikasi VBAC (5)

15

Page 16: Case Obgyn Rsob Final

American Collage of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) pada tahun 1999 dan 2004

memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan

pervaginal pada bekas seksio sesarea adalah sebagai berikut :

Riwayat satu atau dua kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan

seksio sesarea emergensi

Sarana dan personil anestesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.

III.7. Kontraindikasi VBAC (5)

Sayatan klasik atau Inverted “T” uterin scar pada operasi sesarea sebelumnya.

Riwayat operasi histerektomi atau miomektomi yang masuk ke dalam kavum uteri

Riwayat rupture uterus

Adanya kontraindikasi untuk dilakukannya lahiran secara pervaginam seperti

plasenta previa ataupun malpresentasi.

Disproporsi sefalopelvik yang jelas.

Pasien menolak untuk dilakukannya percobaan lahir pervaginam setelah seksio

sesarea dan memang meninta “Elective Repeat Caesarean Section” (ERCS)

III.9. Faktor yang mempengaruhi keamanan VBAC(2)

Jenis Insisi Uterus Sebelumnya

Pasien dengan jaringan parut melintang yang terbatas di segmen uterus bawah.

Kecil kemungkinannya mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan

berikutnya. Pada table II.1 diperlihatkan angka ruptur unteri yang dilaporkan untuk

berbagai jenis insisi uterus saat seksio sesarea. Secara umum angka terendah untuk

rupture dilaporkan terdapat pada insisi transversal rendah dan tertinggi pada insisi yang

meluas ke fundus—insis klasik. Greene dkk, (1997) melaporkan bahwa angka ruptur

uteri 7 persen sebelum persalinan pada 62 wanita dengan insisi uterus klasik.

Angka ruptur uterus pada wanita dengan riwayat insisi vertikal yang tidak meluas

hingga ke fundus masih diperdebatkan. American College of Obstetricians and

16

Page 17: Case Obgyn Rsob Final

Gynecologists (1999) menyimpulkan bahwa bukti ilmah masih inkonsisten atau terbatas,

wanita dengan insisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak meluas ke fundus dapat

menjadi kandidat untuk VBAC. Sebaliknya, riwayat insisi uterus klasik atau berbentuk T

dianggap kontraindikasi untuk VBAC.

Tipe insisi uterusPerkiraan ruptur (%)

Klasik 4-9

Bentuk T 4-9

Vertikal rendah 1-7

Tranversal rendah 0.2-0.5

Tabel.II.1. Angka Ruptur Uteri Berdasarkan Tipe dan Lokasi Bekas Insisi Uterus (2)

Jumlah Seksio Sesarea Sebelumnya (2)

Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Secara

spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada wanita yang

mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar dibandingkan dengan

riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and Gynecologists mengambil

posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat

dipertimbangkan untuk menjalani VBAC

Indikasi Seksio Sebelumnya (2)

Angka keberhasilan percobaan persalinan sedikit bergantung pada indikasi

seksioa sesarea sebelumnya. Secara umum, sekitar 60 sampai 80 persen percobaan

persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio sesarea berhasil. Angka

keberhasilan agak membaik apabila seksio sesarea sebelumnya dilakukan atas indikasi

presentasi bokong atau gawat janin daripada distosia.

Riwayat pelahiran pervaginam, baik sebelum atu sesudah seksio sesarea, secara

bermakna meningkatkan prognosis keberhasilan VBAC.

17

Page 18: Case Obgyn Rsob Final

Sterilisasi Elektif

Keinginan untuk sterilisasi permanen pada seorang wanita dengan riwayat sesar

bukan merupakan indikasi untuk mengulang sesar karena morbiditas akibat persalinan

pervaginam dan ligasi tuba pascapartum jauh lebih kecil daripada morbiditas akibat sesar

berulang.

Oksitosin dan Analgesia Epidural (2)(5)

Pemakaian oksitosin untuk menginduksi atau augmentasi persalinan dilaporkan

menjadi penyebab ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Turner (1997)

mengamati bahwa 13 diantara 15 wanita dengan ruptur uteri yang dirawat di Coombe

Hospital di dublin antara tahun 1982 dan 1991 merupakan wanita dengan riwayat seksio

sesarea yang mendapat oksitosin, biasanya untuk induksi persalinan.

Sebaliknya, pemakaian oksitosin intravena secara berhati-hati untuk augmentasi

persalinan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea di rumah sakit ini jarang berkaitan

dengan ruptur uteri. Ruptur uteri terjadi pada 2,3 persen dari mereka yang diinduksi

dibandingkan dengan masing-masing 1 dan 0,4 persen pada mereka dengan augmentasi

persalinan atau persalinan spontan. Namun pada penelitian terbaru tahun 2002

menyatakan bahwa oksitosin augmentasi bukan merupakan kontraindikasi pada wanita

yang akan menjalani percobaan pelahiran setelah seksio sesarea. Medical induksi

pelahiran dengan oksitosin bisa saja berhubungan denagn kenaikan resiko terjadinya

ruptur uteri dan sebaiknya dan seharusnya digunakan secara sangat berhati-hati setelah

konseling sebelumnya.

Medical induksi pelahiran dengan meggunakan prostaglandin E2 (dinoprostone)

berhubungan dengan kenaikan resiko terjadinya ruptur uteri dan seharusnya tidak

digunakan kecuali pada keadaan yang jarang setelah konseling sebelumnya.

Prostglandin E1 (misoprostol) berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya ruptur

uteri dan seharusnya tidak digunakan pada percobaan pelahiran setelah seksio sesarea.

Foley keteter bisa saja digunakan dengan aman untuk mematangkan serviks pada

wanita yang merencanakan percobaan pelahiran setelah seksio sesarea. (5)

III.9. VBAC pada keadaan yang spesial atau langkah(6)

18

Page 19: Case Obgyn Rsob Final

Preterm

Pada sebuah penelitian menemukan bahwa wanita yang berusaha VBAC yang

ingin melahirkan sebelum jangka (<37 minggu) mempunyai angka sukses yang lebih

tinggi (82%) dibandingkan dengan wanita yang berusaha VBAC pada saat waktunya

(74%).

Kehamilan ganda

Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak terjadi

ruptura uteri.

Makrosomia

Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin

karena terjadinya distensi uterus.

III.10. Keberhasilan VBAC (7)

Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 – 80 %, dengan komplikasi yang dapat

terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 – 1,5 %, histerektomi (operasi pengangkatan

rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan

dan kematian ibu dan janin. Angka keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea

sebelumnya. Jika indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit,

jelas tidak boleh melakukan VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi

sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus macet. Pada

partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika operasi sebelumnya

dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm. Hoskins dan Gomez (1997) menganalisis angka

kejadian VBAC pada 1917 wanita dalam kaitannya dengan besar pembukaan serviks yang

dicapai sebelum dilakukan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan

VBAC adalah 67% untuk yang seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau kurang, dan

73% untuk pembukaan 6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun menjadi 13% apabila distosia

didiagnosis pada kala dua persalinan. Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam

setelah seksio sesaria (VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022

19

Page 20: Case Obgyn Rsob Final

pasien, Bruce L. Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System

berikut:

No. Kriteria Nilai

1 Usia dibawah 40 tahun 2

2 Riwayat persalinan pervaginam:

- sebelum dan setelah seksio sesarea 4

- setelah seksio sesarea pertama 2

- sebelum seksio pertama 1

- Belum pernah 0

3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan

persalinan1

4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit

-  > 75% 2

-  25 – 75 % 1

-  < 25% 0

5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1

Tabel.II.2. an admission scoring system (7)

Interpretasi: 

Nilai 0 – 2  : 49%            kemungkinan persalinan pervaginam

20

Page 21: Case Obgyn Rsob Final

Nilai 3 – 8  : 50 – 94%    kemungkinan persalinan pervaginam

Nilai 8 – 10: 95%            kemungkinan persalinan pervaginam.

II.11. Manfaat VBAC

1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil lagi maka resiko

masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.

2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi darah.

3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.

4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.

5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.

II.12. Rencana VBAC (5)

Fasilitas

Untuk keamanan lahiran setelah sesarea, wanita tersebut sebaiknya dikirim ke

rumah sakit yang memiliki ruang operasi untuk dilakukannya section cesarean yang

dimana tersedia dokter ahli kandungan dan kebidanan, dokter anestesi, dokter anak serta

staf-staf di kamar operasi. Karena percobaan pelahiran setelah sesarea berhubungan

dengan resiko terjadinya rupture uteri, walaupun resiko tersebut kecil namun tidak bias

menutup kemungkinan hal tersebut dapat terjadi.

Monitoring maternal

Wanita yang mempunyai rencana untuk percobaan lahiran setelah sesarea

sebaiknya di monitor selama lahirannya. Kemajuan persalinan harus selalu dikontrol,

karena ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa partus lama berhubungan dengan

kenaikan resiko kegagalan dan rupture uteri.

Monitoring Fetal

Monitoring fetal yang berulang pada lahiran direkomendasikan untuk semua

wanita yang melakukan percobaan pelahiran setelah sesarea. Gejala pertaama yang sering

21

Page 22: Case Obgyn Rsob Final

muncul pada keadaan ruptur uteri adalah penurunan sampai tidak terdengarnya denyut jantung

janin. Onset ini bias terjadi secara tiba – tiba dan tidak berhubungan dengan kontraksi.

III.13. Komplikasi (6)

Maternal

Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan

pervaginam adalah rupture uteri. Rupture jaringan parut bekas seksio sesarea sering

tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian

rupture uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 %

(0.2%-0.8%). Kejadian rupture uteri pada persalinan pervaginam dengan riwayat insisi

seksio sesarea corporal dilaporkan oleh scott (1997) dan American College of

Obstetricans dan Gynecologist (1998) adalah sebesar 4-9%. Kejadian rupture uteri

selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0.8% dan dehisensi 0.7%.

Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga

peritoneum dapat berhubungan. yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang

pada kehamilan tua. Apabila pada ruptura uteri, peritoneum pada permukaan uterus ikut

robek, hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta ; jika tidak ruptura uteri inkompleta.

Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau

membujur, atau miring dan bias agak ke kiri atau ke kanan.(8)(9)

Menurut cara terjadinya ruptura uteri dibedakan menjadi :

1. Ruptura uteri spontan, yaitu ruptura uteri yang terjadi secara spontan tanpa intervensi

pada uterus yang utuh. Terjadi terutama pada wanita dengan paritas yang tinggi.

2. Ruptura uteri traumatik, yaitu disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,

kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya.

3. Ruptura uteri pada parut uterus adalah jenis yang sering ditemukan pada bekas seksio

sesarea, terutama jenis klasik. Penting untuk membedakan antara ruptura pada parut

seksio sesarea dan terbukanya (dehisensi) parut bekas seksio sesarea. (10)

22

Page 23: Case Obgyn Rsob Final

Gambar.III.2. Ruptur Uteri

Ruptura uteri pada jaringan parut pada bekas seksio sesarea adalah terpisahnya

jaringan parut pada bekas insisi, ruptura selaput ketuban, sehingga terdapat hubungan

antara kavum uteri dan kavum abdomen dan sebagian atau seluruh janin telah berada di

dalam kavum abdomen yang ditandai dengan gejala perdarahan yang hebat dan dapat

mengakibatkan mortalitas terhadap janin maupun terhadap ibu. Perdarahan biasanya

berasal dari pinggir robekan jaringan parut atau dari perluasan luka pada jaringan uterus

yang sehat.(8)

Sebaliknya pada dehisensi parut seksio sesarea, selaput janin tidak pecah dan oleh

karena itu, janin tidak keluar ke dalam kavum peritoneum, luka yang terbuka tidak

meliputi seluruh jaringan parut, dan perdarahan hanya sedikit atau tidak ada, terjadi

perlahan-lahan, sedangkan ruptura uteri sangat simptomatik dan kadang-kadang fatal.

Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intra uterine, suatu dehisensi dapat menjadi

ruptura.(8)

Sebelum terjadinya ruptura uteri umumnya penderita menunjukkan gejala ruptura

uteri membakat : gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta diraskan nyeri yang

terus menerus pada perut bagian bawah/ segmen bawah rahim dan ligamentum rotundum

23

Page 24: Case Obgyn Rsob Final

tegang dan nyeri pada perabaan, tampak lingkaran Bandl yang tinggi sampai mendekati

pusat.(8)(9)(10)

Pada saat terjadinya ruptura uteri terdapat gejala klinis yang klasik meliputi yaitu

perasaan nyeri dan nyeri tekanan di daerah perut, kontraksi uterus berhenti, syok,

perdarahan pervaginam dan nadi menjadi cepat (8)(9)(10)

Nyeri perut

Adanya rasa sakit yang hebat dan tiba-tiba seperti merasa ada robekan dalam perutnya,

merupakan tanda yang khas sesaat akan terjadi ruptura uteri. Biasanya nyeri ini disertai

dengan keluhan rasa cemas, gelisah, lemah, pusing, nyeri suprapubik, sesak napas.

Adanya syok dengan nadi yang cepat secara tiba-tiba merupakan tanda yang sangat klasik

pada ruptura uteri, tetapi bukan merupakan kriteria untuk menegakkan diagnosa.

Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang penting, namun tidak adanya perdarahan

belum dapat menyingkirkan tidak adanya ruptura uteri.

Ada tidaknya perdarahan pervaginam sangat tergantung dari luasnya luka, posisi janin,

lokasi dan jenis ruptura. Bila janin berada di luar rongga uterus, maka uterus biasanya

berkontraksi dan perdarahan yang timbul biasanya sedikit, akan tetapi bila janin masih

berada dalam rongga uterus dan sebagian janin berada di luar rongga uterus maka

kemungkinan perdarahan pervaginam banyak.

Bagian anak mudah diraba, hilangnya gerakan janin, jika janin sebagian atau seluruhnya

sudah berada di luar uterus. Pada palpasi didapat bagian terendah janin sudah keluar dari

PAP dan mudah digerakkan, kontur uterus sebagai massa yang bulat sebesar kehamilan

16 minggu. Serta terjadi deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung janin.

Adanya tanda-tanda perdarahan tertutup (perdarahan dalam) atau adanya tanda

cairan bebas dalam rongga perut merupakan gejala yang penting pada ruptura uteri,

terutama bila meraba massa yang nyeri pada perut.(8)(9)(11)

Resiko Pada Perinatal VBAC dan PRCD (6)

Hypoxic Ischemic Encephalopathy

24

Page 25: Case Obgyn Rsob Final

Insiden dari intrapartum Hypoxic Ischemic Encephalopathy adalah

7.8/10.000 pada VBAC, yang mana jika dibandingkan dengan PRCD (0%).

Setengah kenaikan resiko pada rencana VBAC, resiko HIE disebabkan dari

rupture uteri.

Perinatal Death

Pada penelitian NICHHD, kematian perinatal secara signifikan lebih besar

terjadi pada wanita yang mempunyai rencana VBAC dibandingkan dengan PRCD

3.2/1000 yang merencanakan VBAC dan 1.3/1000 yang merencanakan PRCD.

Respiratory Morbidity

Pada tiga penelitian, data yang dikumpulkan dari 90.000 kelahiran, telah

menunjukan bahwa terdapat bahwa peningkatan resiko terjadinya neonatal

respiratory morbidity seperti : transient tachypnea (TTN) atau respiratory distress

syndrome (RDS) yang berhubungan dengan infant dilahirkan secara elektif

sesarea (3.5 % - 3.7 %) yang apabila dibandingkan dengan lahiran pervaginam

(0.5%-1.4%).

Dari dasar penelitian dan percobaan telah menunjukan efek untuk

mengurangi respiratory morbidity adalah dengan menunda elektif sesarea paling

tidak sampai usia kehamilan 39 minggu.

BAB IV

KESIMPULAN

25

Page 26: Case Obgyn Rsob Final

Berdasarkan banyaknya hasil studi para ahli yang telah dipaparkan, bahwa VBAC

merupakan salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan bagi wanita hamil dengan seksio sesarea

sayatan transversa segmen bawah rahim pada kehamilan sebelumnya. Bahkan dengan dua atau

lebih luka bekas operasi rahim transversa bukan merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya

VBAC.

Dari data studi serta penelitian yang ada sudah sangat dijelaskan mengenai keuntungan

dan kekurangan dari VBAC itu sendiri serta perbandingan resiko terjadinya komplikasi yang ada

anatara VBAC dengan ERCS yang dimana tergantung dari kondisi kehamilan pada saat ini.

Sehingga peran utama dari bidang kesehatan adalah memberikan dukungan serta

informasi bagi wanita hamil dengan riwayat SC sebelumnya tentang pemilihan proses persalinan,

baik VBAC ataupun ERCS.

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Case Obgyn Rsob Final

1. Paul RH, Miller DA : Cesarean Birth : How To Reduce The Rate. In

American Journal of Obstetrics and Gynecology, June 1995, Volume 172,

Number 6 : 1-14

2. Cunningham FG, et al. Obstetri Williams. In: Profitasari, et al (editor). Seksio

Sesarean dan Histerektomi Postpartum. Vol 1. Ed 21. Jakarta : ECG. 2006.

p.592-600

3. Lydon–Rochelle M, Holt VL, Easterling TR, et al : Risk of Uterine Rupture

during Labor among Women with a Prior Cesarean Delivery. In The New

England Journal of Medicine, July 2001, Volume 345, Number 1 : 1-9

4. Quade,G. Rates for Total Cesarean Section, Primary Cesarean Section, and

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC), United States, 1989-2011. Novenber

2012. http://www.childbirthconnection.org/article.asp?ck=10554 [diakses 15

Maret 2013]

5. Jocelyne, M. Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. In

SOGC Clinical Practice Guidelines.February 2005.Volume 155.p : 1-11

6. Smith, G. Delivery After Previous Cesarean Section. In : High Risk Pregnancy

Management Options. Editor : Steer, J, etc. 4th edition. Lippincott UK :

Elsevier Saunders. 2011. p.1261-68.

7. Flamm BL, Geiger AM. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission

scoring system. Obstetric dan Gynecology. 1997. p : 907-10.

8. Cunningham FG, Gant NF, Loveno KJ : Rupture of The Uterus. In

Obstetrical Hemorrhage. In Williams Obstetrica, 21 st Ed. The Mc Graw- Hill

Companies, New York 2001 : 646 – 649

9. Cunningham FG : Injuries to Birth Canal . In Williams Obstetrics, 19 th Ed,

Precentice – Hall International Inc, 1993 : 543-553

10. Marsianto, Martohoesodo S : Ruptura Uteri pada Parut Uterus. Dalam

Perlukaan dan Peristiwa Lain dalam Persalinan. Dalam Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1991 : 670-672.

27

Page 28: Case Obgyn Rsob Final

11.Dutta DC : Pregnancy with History of Previous Caesarean Section. In

Textbook of Obstetrics, 4 th Ed. New Central Book Agency (P) Ltd, Calcutta

1998 : 348-352

28