Case Meningitis TB
-
Upload
leobalda-purnama -
Category
Documents
-
view
21 -
download
5
description
Transcript of Case Meningitis TB
sSTATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus : ......................................................SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA
Nama Mahasiswa: Steven Martin F
TandaTangan:
NIM
: 11 2013 120Dokter Pembimbing: dr Dini Adriani, Sp.S
TandaTangan:
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. SUmur
: 66 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan: Menikah
Pendidikan
: KuliahPekerjaan
: Pensiunan Pegawai Alamat
: Gang Nyamuk , CipayungNo CM
: Tanggal masuk RS: 14/10/2014II. SUBJEKTIF
Dilakukan alloanamnesis dengan Istri dan anak pasien pada 24 Oktober 2013 jam 08:00 WIB.
Keluhan Utama: Kesulitan berbicara 3 hari SMRSRiwayat Penyakit Sekarang:
6 Hari SMRS pasien mengalami keluhan lemas badan, lemas badan ini dialaminya seluruh badan dan tidak diawali dengan demam, sakit kepala, pusing ataupun muntah. Pasien masih bisa beraktifitas seperti biasa tanpa dibantu oleh orang lain seperti makan ataupun pergi ke toilet dan masih bisa berkomunikasi dengan istri dan anak-anaknya tanpa hambatan, Pasien tidak berobat untuk mengatasi keluhan tersebut, hanya beristirahat saja. Nafsu makan pasien juga baik dengan frekuensi makan 3x/ hari nya.
4 hari SMRS pasien megalami kesulitan dalam berjalan namun tidak sampai menyeret, harus dibantu istrinya untuk pergi ke toilet ataupun beraktifitas. Pasien masih dapat berbicara namun sudah sedikit-sedikit, nafsu makan pasien sudah mulai menurun, pasien tidak mengalami sakit kepala, pusing ataupun muntah, demam juga tidak ada sejak keluhan ini berlangsung. Oleh karena hal ini pasien berobat ke klinik terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Pasien dikatakan mengalami lemas badan biasa dan tidak dirawat untuk pengobatan lebih lanjut, hanya diberikan obat minum untuk 3 hari namun keluarga tidak ingat apa saja obat yang diberikan.
2 Hari SMRS pasien sudah mulai tidak bisa berbicara saat ditanya, tidak merespon dengan ucapan atau gerakan tubuh, hanya dengan tatapan saja, pasien sudah tidak bisa beraktifitas, jadi tidak mau makan sama sekali, dan hanya mau minum saja. Pasien tidak mengalami demam, sakit kepala, mual ataupun muntah.
1 Hari SMRS pasien tidak mengalami perbaikan, hanya bisa membuka mata dan tidak merespon ketika diajak bicara, karena khawatir dengan perkembangannya, pasien dibawa oleh istri dan anaknya ke IGD RSBY untuk penanganan lebih lanjut.
Pasien sebelumnya mempunyai riwayat stroke sekitar 7 tahun yang lalu, namun tidak parah dan masih bisa beraktifitas seperti biasa setelah perawatan. Pasien juga mempunyai riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol dan tidak tahu sejak kapan. Pasien mengalami batuk yang sedikit-sedikit sejak 1 bulan ini, tidak disertai darah ataupun sesak dan tidak berobat untuk keluhan tersebut. Riwayat diabetes, penurnan berat badan yang berarti sejak 1 bulan terakhir tidak ada.Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat DM (-)
Riwayat hipertensi (+) ayah pasienRiwayat kejang (-), stroke (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Dahulu:
Terdapat riwayat hipertensi dan Stroke ringan sekitar 7 tahun yang laluRiwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:
Pasien sekarang sudah tidak bekerja, ekonomi tidak ada kesulitan, hubungan dengan keluarga baik.III. OBJEKTIF 1. Status Generalis
a. Keadaan umum: tampak sakit sedangb. Kesadaran
: APATIS (15/10/2014) GCS = E4M6V3c. TD
: 150/100 mmHg
d. Nadi
: 98 x/menit
e. Pernapasan
: 20 x/menit
f. Suhu
: 37,6oC
g. Kepala
: normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata
: OS : pupil bulat, 3mm, refleks cahaya langsung (+), RCTL (+)
OD : pupil bulat, 3mm, refleks cahaya langsung (+),
RCTL (+)
i. THT
: rhinorea (-), otorhea (-)
j. Mulut
: tidak tampak paralisis , tampak bercak putih di dalam mulutk. Leher
: pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
l. Paru
: SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki +/+
m. Jantung
: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
n. Abdomen
: datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba
o. Kelamin
: tidak dilakukan pemeriksaanp. Ekstremitas
: edema (-), ada luka yang sudah kering di kedua kaki
2. Status psikikus
a. Cara berpikir
: tidak dapat dinilaib. Perasaan hati
: normotimc. Tingkah laku
: pasien sadar, pasif
d. Ingatan
: Tidak bisa dilakukane. Kecerdasan
: tidak dilakukan
3. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk
: normosefali
ii. Nyeri tekan: tidak ada
iii. Simetris
: kanan sama dengan kiri
iv. Pulsasi
: A. temporalis terabab. Leher
i. Sikap
: simetris
ii. Pergerakan: bebas
iii. Kaku kuduk: negatifc. Pemeriksaan saraf kranial
i. N. olfaktorius
Tidak dapat dilakukanii. N. optikus
KananKiri
Tajam penglihatanTidak dapat dilakukanTidak dapat dilakukan
Pengenalan warnaTidak dapat dilakukanTidak dapat dilakukan
Lapang pandangTidak dapat dilakukanTidak dapat dilakukan
Fundus okuliTidak dilakukanTidak dilakukan
iii. N. okulomotorius
Kanan Kiri
Kelopak mataTerbukaTerbuka
Gerakan mata:
SuperiorTidak ada kelainanTidak ada kelainan
InferiorTidak ada kelainanTidak ada kelainan
MedialTidak ada kelainanTidak ada kelainan
EndoftalmusTidak adaTidak ada
EksoftalmusTidak adaTidak ada
iv. Pupil
Diameter3 mm3 mm
BentukBulatBulat
PosisiSentralSentral
Refleks cahaya langsung++
Refleks cahaya tidak langsung++
Strabismus--
Nistagmus--
v. N. trochlearis
Gerak mata ke lateral
BawahTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Strabismus--
Diplopia--
vi. N. trigeminus
Membuka mulutTidak ada kelainan
Sensibilitas atasTidak dilakukan
Sensibilitas bawahTidak dilakukan
Refleks korneaTidak dilakukan
Refleks masseterTidak dilakukan
Trismus Tidak dilakukan
vii. N. abdusens
Gerak mata ke lateralTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Strabismus divergen--
Diplopia--
viii. N. fasialis
Mengerutkan dahiTidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kerutan kulit dahiKerutan (+)Kerutan (+)
Menutup mataTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Sudut mulutTidak ada kelainanTidak ada kelainan
MeringisTidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigiTidak ada kelainanTidak ada kelainan
BersiulTidak dilakukanTidak dilakukan
ix. N. vestibulokoklearis
Mendengar suara berbisikTidak dilakukanTidak dilakukan
Test RinneTidak dilakukanTidak dilakukan
Test WeberTidak dilakukanTidak dilakukan
Test ShwabachTidak dilakukanTidak dilakukan
x. N. glosofaringeus
Arkus faringTidak tampak deviasi
Daya mengecap 1/3 belakangTidak dilakukan
Refleks muntahTidak dilakukan
SengauTidak ada
Tersedak Tidak ada
xi. N. vagus
Arkus faringTidak dilakukan
Menelan Tidak ada kesulitan ataupun tersedak
xii. N. asesorius
Menoleh kanan, kiri, bawahTidak ada kelainan
Angkat bahuTidak ada kelainan
Trofi otot bahuTidak ada kelainan
xiii. N. hipoglosus
Sikap lidah dalam mulutTidak ada kelainan
Julur lidahTidak ada kelainan
TremorTidak ada kelainan
Fasikulasi Tidak ada kelainan
d. Badan dan anggota gerak
Ekstremitas atas
Kanan Kiri
SimetrisSimetrisSimetris
TrofikEutrofikEutrofik
TonusNormotonusNormotonus
Kekuatan55555555
Refleks bisep++
Refleks trisep++
Refleks H.Trommer--
Kesan : hemiparese (-)Sensibilitas
Raba Tidak ada kelainanTidak ada kelainan
NyeriTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Suhu Tidak dilakukanTidak dilakukan
Vibrasi Tidak dilakukanTidak dilakukan
Badan
R. abdomen atasTidak dilakukan
R. abdomen bawahTidak dilakukan
R. anusTidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Kanan Kiri
BentukSimetrisSimetris
TrofikEutrofikEutrofik
TonusNormotonusNormotonus
Kekuatan55555555
Refleks patella++
Refleks Achilles ++
Refleks patologis:
Babinski--
Chaddock--
Openheim--
Gordon--
Schaeffer--
Sensibilitas:
RabaTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Nyeri Tidak ada kelainanTidak ada kelainan
Suhutidak dilakukantidak dilakukan
Vibrasitidak dilakukantidak dilakukan
e. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan
: tidak dilakukan Test Romberg
: Tidak dilakukan Dismetria
: tidak dilakukan
Nistagmus test: : tidak dilakukanf. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor
: (-)
Miokloni
: (-)
Khorea
: (-)
g. Alat vegetative
Miksi
: normal
Defekasi
: normal
Anjuran Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit: Na, K, Cl: 131, 3.38, 98 SGOT; SGPT: 27; 18 Bilirubin Total; direk, indirek: 0,3 ; 0,1; 0,2 GDS: 17 oktober 2014: 289 H2TL: Hb: 16,4 ; L: 10.99; HT: 48%; Trombosit: 244.000 Basofil: 0; Eosinofil: 0; Neutrofil stab: 0; Neutrofil segmen: 80; Limfosit: 13; monosit :71. Pemeriksaan cairan otak (18 Oktober 2014)PemeriksaanHasil Nilai rujukan
Glukosa 52500-80 mg/dL
Protein 96< 50mg/dL
None Positif Negative
Pandi Positif Negative
Jumlah sel40-5
Mono 75%
Poli 25%
Warna jernih, tidak ada keruh Rontgent Thorax: tampak infiltrate di suprahiler kanan dan parahiller, tampak cavitas parahiler kiri, kesan TB paru
Ct Scan: infark multiple di kapsula interna kanan, basal ganglia kanan kiri, kapsula externa kiri, periventrikel lateralis kiri cornu posterior dan paraventrikel lateralis kanan. Leukoensefalopati periventricular. Brain atrophy senilis
IV. RINGKASAN
Subjektif : Laki-laki usia 66 tahun datang dengan keluhan kesulitan bicara sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien mengalami lemas seluruh badan yang makin lama makin bertambah parah. Pasien cendrung tidak mau makan setelah keluhan ini berlangsung dan tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa dan harus dibantu oleh anggota keluarganya untuk ke toilet dan makan. Tidak ada keluhan demam, sakit kepala, pusing ataupun muntah sebelumnya. Pasien sudah berobat ke klinik terdekat namun tidak ada perbaikan.
Pasien mempunyai riwayat darah tinggi dan stroke sekitar 7 tahun yang lalu namun mengalami perbaikan sampai bisa beraktifitas seperti biasa. Pasien mengalami batuk sedikit-sedikit tanpa disertai dengan sasak dan darah sejak satu bulan yang lalu dan tidak diobati. Tidak ada riwayat diabetes ataupun kejang sebelumnya,Objektif : a. APATIS (15,/10/2014), GCS 13b. TD
: 150/100 mmHg
c. Nadi
: 98 x/menit
d. Pernapasan
: 20 x/menit
e. Suhu
: 37,6oC
Reflex fisiologis : +/+
+/+Reflex patologis : tidak ada
Laboratorium :
Elektrolit: Na, K, Cl: 131, 3.38, 98
SGOT; SGPT: 27; 18
Bilirubin Total; direk, indirek: 0,3 ; 0,1; 0,2
GDS: 17 oktober 2014: 289
H2TL: Hb: 16,4 ; L: 10.99; HT: 48%; Trombosit: 244.000
Basofil: 0; Eosinofil: 0; Neutrofil stab: 0; Neutrofil segmen: 80; Limfosit: 13; monosit :7 Pemeriksaan cairan otak (18 Oktober 2014)PemeriksaanHasil Nilai rujukan
Glukosa 104500-80 mg/dL
Protein 54< 50mg/dL
None Positif Negative
Pandi Positif Negative
Jumlah sel90-5
Mono 33%
Poli 67%
Rontgent Thorax: tampak infiltrate di suprahiler kanan dan parahiller, tampak cavitas parahiler kiri, kesan TB paru Ct Scan: infark multiple di kapsula interna kanan, basal ganglia kanan kiri, kapsula externa kiri, periventrikel lateralis kiri cornu posterior dan paraventrikel lateralis kanan. Leukoensefalopati periventricular. Brain atrophy senilisV. DIAGNOSISKlinis
: kesulitan berbicara, dan lemas seluruh badanTopis
: meningenEtiologi: infeksi
Patologis: inflamasi
VI. TATALAKSANA
Medikamentosa Inh 1x300 mg
Rifampisin 1x450
Pirazinamid 1x100
Etambutol 1x 700 mg
Dexametason 0,4 mg/kgbb diturunkan 0,1 mg sampai 4 minggu, dilanjutkan per oral 4mg/kgbb, diturunkan 1mg tiap minggu.
Lansoprazole 2x1
VII. PROGNOSIS Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad malam
Ad sanationam: dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKAPENDAHULUAN
Meningitis tuberkulosis termasuk salah satu dari tuberkulosis ekstrapulmoner dan merupakan penyakit infeksi susuan saraf pusat subakut dari fokus primer paru. Menurut WHO, diperkirakan 8 juta orang terjangkit tuberkulosis setip tahun dan 2 juta orang meninggal. Pada tahun 1997, diperkirakan tuberkulosis menyebabkan kematian lebih dari 1 juta penduduk di negara-negara asia. Meningitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada anak terutama yang berusia 0-4 tahun di daerah dengan prevalensi tuberkulosis tinggi. Sebaliknya, di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah, meningitis tuberkulosis lebih sering dijumpai pada orang dewasa.1,
Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan serebro spinalis (CSS) tidak begitu hebat. Dewasa ini terutama di negara-negara maju, penderita meningitis tuberkulosis merupakan komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, seperti infiltrate pulmoner difus dengan limfadenopati torakal.1ANATOMI DAN FISIOLOGIMeningen
Merupakan selaput atau membran yang terdiri dari connective tissue yang melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian yaitu:21. Duramater
Duramater atau dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional duramater ini terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan duramater yang sebenarnya, sering disebut dengan kranial duramater. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi duramater spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari tulang sakrum. Lapisan meningeal membentuk empat septum ke dalam, membagi rongga kranium menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Falx cerebri adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang terletak pada garis tengah diantara kedua hemisfer serebri. Ujung bagian anterior melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium serebeli. Tentorium cerebelli adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang menutupi fossa cranii posterior. Septum ini menutupi permukaan atas serebelum dan menopang lobus oksipitalis serebri. Falx cerebelli adalah lipatan duramater kecil yang melekat pada protuberantia oksipitalis interna. Diaphragma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari duramater yang menutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidais. Diaragma ini memisahkan pituitary gland dari hipotalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hipofisis.
Gambar 1. Septum Otak
Pada duramater terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadap regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat. 22. Araknoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.2
3. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf. Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia. Selaput ini berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf pusat.2Ruang Epidural
Ruang epidural adalah ruang dimana di antara lapisan luar dura dan tulang tengkorak yang terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler halus.Ruang Subdural
Ruang subdural merupakan ruangan diantara lapisan dalam duramater dan araknoid yang mengandung sedikit cairan.
Gambar 2. Kulit Kepala, Tengkorak dan Lapisan MeningenCerebrospinal Fluid (CSF)
CSF merupakan suatu cairan bening dan hampir bebas protein. Cairan yang mirip air ini dapat ditemukan pada rongga subaraknoid dan dalam susunan ventrikel.21. Pembentukan CSF
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh sekresi dari plexus choroidalis dari cerebral ventrikel. Plexus choroidalis adalah struktur yang secara fungsional kompleks dan khusus mensekresi , mendialisa dan menyerap CSF. Lapisan epitel plexus choroidalis merupakan bagian penting bagi pengangkutan transeluler zat pelarut dan zat larut dari pembuluh koroid ke CSF ventrikel. 2. Sirkulasi Cerebrospinal FluidSetelah disekresi oleh plexus choroidalis pada ventrikel lateral CSF mengalir melalui interventricular foramina dan masuk ke ventrikel ke tiga. Selanjutnya CSF mengalir melewati aquaductus Sylvii dan menuju ventrikel keempat dan kemudian memasuki ruang subaraknoid dan cisterna melalui foramen Magendie pada bagian medial aperture ventrikel empat dan foramen Luscka pada bagian lateral aperture ventrikel empat. Dari cisterna ini sebagian besar CSF mengalir ke bagian medial dan lateral permukaan hemisfer serebri dan menuju sinus sagitalis superior pada atap kranium. Pada ruang subaraknoid, cerebrospinal fluid merembes melalui saluran saluran pada granulasi araknoid untuk bersatu dengan darah vena didalam sinus sagitalis posterior. Sebagian kecil CSF mengalir kebawah menuju ruang subaraknoid medulla spinalis. 3. Absorbsi Cerebrospinal FluidVilli arachnoidalis merupakan tempat absorbsi CSF kedalam kedalam darah vena pada sinus duramatris. Vili ini terdapat pada ruang subaraknoid. Antara ruang subaraknoid dan pembuluh vena dipisahkan oleh lapisan sel yang tipis yang dibentuk dari epitel araknoid dan endothel sinus. Pada orang dewasa dan lanjut usia villi ini membesar dan disebut pacchionian bodies atau arachnoid granulation. Pada keadaan ini sering terjadi kalsifikasi dan menimbulkan bekas penekanan pada calvaria.4. KomposisiVolume cairan serebrospinal ini pada orang dewasa normal rata-rata 135 ml. Dari jumlah ini diperkirakan 80 ml berada dalam ventrikel dan 55 ml di dalam rongga subaraknoid. Komposisi cairan ini terdiri dari air, sejumlah kecil protein, gas dalam larutan (O2 dan CO2), ion natrium, kalium, kalsium, khlorida dan sedikit sel darah putih (limfosit dan monosit) dan bahan- bahan organik lainnya.
5. Fungsi CSF
Cerebrospinal fluid mempunyai banyak fungsi. Antara lain : mempertahankan keseimbangan external environtment dari neuron dan glia. sebagai bantalan peredam yang melindungi otak dan medulla spinalis terhadap benturan. mencegah agar otak tidak menarik-narik meningen, akar saraf dan pembuluh
darah otak yang disarafi oleh saraf sensorik.
pada keadaan tertentu cairan serebrospinal ini sering diambil untuk dilakukan analisa cairan sebagai penunjang diagnostik.
DEFINISI
Meningitis TB adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis pada sistem saraf yang mengenai arachnoid, piamater dan caiaran cerebrospinal di dalam sistem ventrikel. Akibatnya terjadi infiltrasi sel radang disertai reaksi radang dari jaringan dan pembuluh darah didalamnya. Selain itu juga terjadi eksudasi dari fibrinogen yang sesudah beberapa waktu akan menjadi fibrin. Hai ini disebabkan oleh toksin yang dibuat bakteri akan memberikan gejala sindrom meningitis.3ETIOLOGIMeningitis tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis Hominis, jarang oleh jenis bovinum atau Aves. 2
EPIDEMIOLOGI
Insidensi berkaitan dengan banyaknya kasus TB, WHO (2003) mencatat 8 juta orang terjangkit TB dengan 2 juta meninggal. Meningitis TB terutama terjadi pada anak dengan usia 0-4 tahun pada daerah prevalensi TB tinggi, dan lebih sering terjadi pada dewasa pada daerah prevalensi TB rendah. Menurut Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo, tahun 1996 terdapat 15 kasus dengan kematian 40%, tahun 1997 ada 13 kasus dengan kematian 50.85% dan tahun 1998 dilaporkan 13 kasus dengan kematian 46,15%. WHO pada tahun 2009 menyatakan meningitis tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus tuberkulosis dimana 83% diantaranya berasal dari tuberkulosis pulmonal.2,4PATOFISIOLOGIMeningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.Tuberkulosis pada sistem saraf pusat bisa dalam bentuk meningitis, tuberkuloma atau abses otak dan proses penyakit ini bisa terjadi sebagai isolated disease atau bagian dari tuberkulosis diseminata.Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali oleh pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang.Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa(lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 36 bulan setelah infeksi primer.5 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Meningitis TB terjadi akibat reaktivasi lambat suatu infeksi pada daerah otak dan paru-paru. Akibat reaktivasi terjadi perjalaran kuman tuberkulosis ke susunan saraf pusat melalui bakteremia. Kuman tuberkulosis yang dominan di dalam paru-paru akan kembali aktif jika terdapat infeksi dan imunitas yang menurun. Tahap kedua dalam perkembangan meningitis tuberkulosis adalah peningkatan saiz fokus Rich sehingga fokus tersebut pecah. Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang.
Keadaan dan luas lesi pada meningitis tuberkulosis tergantung dari jumlah dan virulensi kuman serta keadaan kekebalan penderita. Bilamana jumlah kuman sedikit dan daya tahan tubuh penderita cukup baik, maka reaksi peradangan terbatas pada daerah sekitar tuberkel perkijuan. Pada penderita immunocompromised dapat terjadi meningitis tuberkulosis yang luas disertai dengan peradangan hebat dan nekrosis akibat daya tahan tubuhnya yang menurun atau lemah.
Patofisiologi Meningitis tuberkulosaBTA masuk tubuh
Tersering melalui inhalasi, jarang pada kulit, saluran cerna
Multiplikasi
Infeksi paru / focus infeksi lain
Penyebaran homogen
meningens
Membentuk tuberkel
BTA tidak aktif atau dorman
Bila daya tahan tubuh lemah
Rupture tuberkel meningen
Pelepasan BTA ke subarachnoid
Meningitis
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (piamater dan arakhnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal otak
Bagan.1 patofisiologi meningitis TBSecara umum patofisiologi dari meningitis adalah sebagai berikut
Agen penyebab
Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah
Bermigrasi ke lapisan subarakhnoid
Respon inflamasi di piamater, arakhnoid, cairan serebrospinal, dan ventrikuler
Eksudat menyebar di seluruh saraf kranial dan saraf spinal
Kerusakan neurologis
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah. Penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea Bagan.2 patofisiologi meningitis TBSecara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis: 1. Araknoiditis proliferatifProses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen. 2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin .
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
PATOLOGIGambaran patologi pada meningitis tuberkulosa ada 4 tipe, yaitu:
1. Disseminated military tubercles, seperti pada tuberculosis miler
2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus
3. Acute inflammatory caseous meningitis
i. Terlokalisasi, disertai perkejuan dari tuberkel, biasanya di korteks
ii. Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subaraknoid
4. Meningitis proliferatif
i. Terlokalisasi, pada selaput otak
ii. Difus dengan gambaran tidak jelas
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah basil juga merupakan factor yang mempengaruhi.
MANIFESTASI KLINIS
Antara gejala meningitis TB adalah demam, nyeri kepala hebat, gangguan kesadaran, kejang dan adanya tanda rangsang meningeal berupa : kaku kuduk, test Bruzinsky positif, test Kernig positif.Gejala klinis meningitis TB disebabkan 4 macam efek terhadap sistem saraf pusat yaitu :
a. Iritasi mekanik akibat eksudat meningen menyebabkan gejala perangsangan meningen, gangguan saraf otak dan hidrosefalus.
b. Perluasan infeksi ke dalam parenkim otak menyebabkan gejala penurunan kesadaran, kejang epileptik serta gejala defisit neurologi fokal.
c. Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit neurologi fokal
d. Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan tekanan tinggi intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.
Tabel 1. gejala pada meningitis TB
Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great Britain (1948):
1. Stadium I : penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinis atau tanpa defisit fokal. Tidak didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tidak sehat, suhu subfebris dan nyeri kepala.
2. Stadium II : selain gejala diatas bisa didapatkan gejala defisit neurologi fokal
3. Stadium III : disertai dengan penurunan kesadaran yaitu GCS 10.6,7KRITERIA DIAGNOSIS Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). Dari pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya dapat ditemukan ataupun tidak Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Dari hasil pemeriksaan laboratoriumo Darah: - anemia ringan
- peningkatan laju endap darah pada 80% kasus o Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal) - Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.- Jumlah sel: 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.- Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen - Kadar glukosa: biasanya menurun liquor cerebrospinalis dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah 50% dari kadar glukosa darah.- Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun- Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga. Dari pemeriksaan radiologi:- Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.- Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.- CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks serebri atau talamus.Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnostik untuk meningitis TB. Pemeriksaan ini akan memberikan gambaran jernih kekuningan sampai dengan xantokrom, tekanan meninggi. Test Nonne dan Pandy positif kuat menunjukkan peningkatan kadar protein. Hitung sel meningkat 100-500, terutama limfositik mononuklear. Kadar glukosa menurun 5 hari
Gangguan kesadaran
Tanda Neurologis Fokal
Dominasi mononuclear pada cairan serebrospinal,
Rasio glukosa serum dengan LCS < 0.5, cairan serebrospinal berwarna kekuningan (xantokrom).6Tabel 3. diagnosis banding
Pengobatan
Saat ini, telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika, pada umumnya tuberkulostatika diberikan dalam bentuk kombinasi, dikenal sebagai triple drugs, ialah kombinasi antara INH dengan dua jenis tuberkulostatika lainnya. Berikut ini adalah beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia:11. Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari (pada anak) dan pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari. Efek samping berupa neuropati dan gejala-gejala psikis.
2. Rifampisin, diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari (pada anak) dan pada dewasa dengan dosis 600 mg/hari. Efek samping yang sering ditemukan pada anak dibawah 5 tahun dapat menyebabkan neuritis optika, muntah, kelainan darah perifer, gangguan hepar, dan flu-like-symptom.
3. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari hingga 150 mg/hari. Efek samping dapat menimbulkan neuritis optika.
4. PAS atau Para-Amino-Salicilyc-Acid diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis dan dapat diberikan sampai 12 g/hari. Efek samping dapat menyebabkan gangguan nafsu makan.
5. Streptomisin, diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Oleh karena bersifat ototoksik, maka harus diberikan dengan hati-hati. Bila perlu pemberian streptomisin dapat diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan sampai CSS menjadi normal.
6. Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dengan dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya adalah kurang lebih 3 bulan, apabila diberi deksametason, maka obat ini diberikan secara intravena dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam. Pemberian deksametason ini terutama bila ada edema otak. Apabila keadaan membaik, maka dosis dapat diturunkan secara bertahap sampai 4 mg setiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid parenteral ditujukan untuk mengurangi eksudat di bagian basal, mencegah terjadinya nekrosis, perlengketan, dan menghalangi blok spinal. Pemberian kortikosteroid dapat membahayakan penderita karena munculnya superinfeksi, kemampuan menutupi penyakitnya.2Tabel 4. Beberapa regimen yang dianjurkan untuk pengobatan meningitis TB.2ObatDosisFrekuensiLamanya
Kemungkinan Resistensi Obat yang rendah
A. INH
RIF
PRZ
B. INH
RIF
Etambutol atau Streptomisin
C. INH
RIF
300 mg
600 mg
15-30 mg/kg300 mg
600 mg
25 mg/kgBB
1 g
300 mg
900 mg
600 mg
600 mgSetiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
2 x seminggu
Setiap hari
2 x seminggu6 bulan
6 bulan
2 bulan
9 bulan
9 bulan
2 bulan
2 bulan
1 bulan
8 bulan
1 bulan
8 bulan
Kemunginkan resistensi obat yang tinggi
A. INH
RIF300 mg
600 mgSetiap hari
Setiap hari1 tahun
1 tahun
Komplikasi
Komplikasi neurologi yang sering terjadi pada anak dan dewasa adalah hemiparesis spastik, ataksia, parese nervus kranialis yang permanen, kejang terutama pada anak, atropi nervus optikus, penurunan visus dan kebutaan.2 Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah gangguan fungsi kognitif dan obstruktif hidrosefalus.8Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosis ditentukan oleh stadiumnya, makin lanjut stadiumnya prognosanya makin jelek. Anak di bawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.2
PEMBAHASAN Kriteria Meningitis Menurut Thwaites ( Kriteria Possible
1. Klinis meningitis / meningoensefalitis plus
2. Analisa CSF tidak normal plus
3. Foto thorak sesuai dengan TB paru aktif Meningoensefalitis TB ( kesulitan bicara dan Kekurangan nafsu makan : Kaku kuduk (+) pada awal masuk, Menurut skoring TB
usia tahun (+2). Durasi sakit hari (-5), jumlah sel di CSS < 900 (0) dan neutrofil pada CSS < 75% (0). Jumlah leukosit pasien 15 000/mm3 (0), jumlah skor adalah -3, sugestif untuk meningitis TB
Stadium II meningitis TB ( GCS 13 dan ada defisit neurologi Hasil LCS
Hasil analisa CSS tidak normal, sakit > 5 hari, none (+), pandy (+), pada cairan serebrospinal
Ct Scan: infark multiple di kapsula interna kanan, basal ganglia kanan kiri, kapsula externa kiri, periventrikel lateralis kiri cornu posterior dan paraventrikel lateralis kanan. Leukoensefalopati periventricular. Brain atrophy senilis
Rontgent Thorax: tampak infiltrate di suprahiler kanan dan parahiller, tampak cavitas parahiler kiri, kesan TB paru
DAFTAR PUSTAKA1) Lumongga F. Meninges Dan Cerebrospinal Fluid. Departemen Patologi Anatomi FK USU, Medan: USU Repository, 2008. h. 1-5. 2) Frida M. Meningitis Tuberkulosis. Infeksi Pada Sistem Saraf. Surabaya: Airlangga University Press; 2011. Hal 13-9.3) Green C.W, Sari buku kecil ,HIV & TB, Jakarta: yayasan spirita, hal;7-184) Koppel Barbara, CNS tuberculosis in Brust John CM,editor Lange: neurology current diagnosis and treatment. New York:Mc Graw Hill;2007, hal 421-235) Ramachandran T.S, tuberculous meningitis, diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a01046) Perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia cabang jakarta, handout workshop neuro-infeksi, hal 6-9.7) Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from: URL: http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-viral/, 28 Juni 2014.8) Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis and Treatment 2005. Edisi ke-44. United States of America: The McGraw-Hill companies; 2005. Hal 1389.