Case Med Spin

download Case Med Spin

of 23

Transcript of Case Med Spin

PRESENTASI KASUS Paraplegi inferior e.c spondylolisthesis

Diajukan Oleh : REZA PRASETIA (1102001228)

Pembimbing : Dr. SURYA KANTA, Sp.S.

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG April 2006

1

STATUS NEUROLOGIS Pemeriksa Tgl. Pemeriksaan : : Reza Prasetia 01April 2006

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Pekerjaan Status Suku Bangsa Tgl. Masuk RS Dirawat yang ke : : : : : : : : Ny.Supinah. 56 tahun Dusun IV desa tebing, Lampung timur. Ibu Rumah Tangga Menikah Jawa 26 maret 2006 Pertama

II. RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis Keluhan utama Keluhan tambahan : Autoaanamnesa dan Alloanamnesa : Kedua tungkai tidak dapat digerakan : sakit seperti ditusuk-tusuk disekitar epigastrium sampai punggung, sakit pinggang seperti diikat dan disertai sukar BAB. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan kedua kaki tidak dapat digerakan 2 bulan yang lalu sebelum masuk RSAM diruangan bougenvile (syaraf).. Sebelumnya pasien mempunyai riwayat terpeleset ketika hendak buang air kecil sehingga pasien jatuh dalam posisi duduk dengan kedua tungkai dalam keadaan tertekuk, setelah kejadian tersebut pasien mengeluh bagian punggung sampai tungkai terasa sakit dan setiap harinya pasien di urut untuk menghilangkan rasa sakitnya tersebut 1 minggu lamanya, selama di urut pasien tidak mengalami perbaikan malahan kedua tungkainya semakin hari semakin lemah dan berat untuk digerakan dan pada akhirnya tidak dapat di gerakan sama sekali. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah, sakit pinggang seperti diikat, rasa sakit seperti di 2

tusuk-tusuk di sekitar epigastrium yang menjalar kepunggung dan sulit untuk BAB, pekerjaan pasien sehari-hari adalah ibu rumah tangga, menggasuh cucu-cucunya yang dititipkan anaknya, dan terkadang berkebun di belakang rumahnya, pasien mengaku tidak suka minum susu sewaktu muda dulu, dan jarang berolah raga, pasien juga mengaku sudah tidak menstruasi semenjak 12 tahun yang lalu Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mempunyai riwayat jatuh terpeleset dalam keadaan Pasien menyangkal mempunyai riwayat kencing manis dan terduduk dengan kedua tungkai tertekuk 3 Bulan yang lalu Hipertensi Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal ada anggota keluarganya yang mempunyai riwayat hipertensi dan kencing manis. Riwayat Sosio Ekonomi Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 5 orang anak, dan 4 cucu, suami pasien adalah seorang petani, kebutuhan sehari-hari di peroleh dari hasil bertani dan di Bantu oleh anaknya yang paling tua yang bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Sehingga penghasilan yang diperoleh terkadang tidak cukup untuk makan sehari-hari, Pasien berasal dari ekonomi rendah dan hanya berpendidikan SD. III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran : : E4 = M6 = V5 = Vital sign : 110/70 mmHg Tekanan darah Tampak sakit sedang Compos mentis, GCS E4M6V5 = 15 dapat membuka mata secara spontan mengikuti perintah waktu bicara orientasi baik dengan disatria

3

Nadi RR Suhu Gizi Kepala : : : : :

: : : :

78 x/menit 22 x/menit 36,5o C cukup

Rambut Mata Telinga Hidung Mulut Leher Toraks

Hitam ,lurus, tidak mudah dicabut Konjungtiva ananemis, sklera anikterik Liang lapang, membran timpani intak Septum tidak deviasi, sekret (-) Bibir tidak kering, lidah tidak kotor. : Pembesaran KGB (-), trakhea di tengah Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP tidak meningkat

(Cor) Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis terlihat pada ICS V garis mid clavicula kiri : Iktus kordis teraba pada ICS V garis mid clavicula kiri : Batas atas intercostal II garis parasternal kiri Batas kanan intercostal IV garis parasternal kanan Batas kiri intercostal V garis midklavikula kiri Auskultasi : (Pulmo) Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : : : : Pergerakan nafas hemitorak kanan-kiri simetris Fremitus taktil kanan = kiri Sonor pada seluruh lapangan paru Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Abdomen : : Datar dan simetris Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) Bunyi jantung I-II mumi, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi Palpasi

4

Perkusi Auskultasi Extremitas Superior Inferior

: : : : :

Timpani, nyeri ketok (-) Bising usus (+) normal. oedem (-/-),sianosis (-/-),turgor kulit baik. oedem (-/-),sianosis(-/-), turgor kulit baik., kedua

kaki sulit digerakan.

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Saraf cranialis N.VI) Kelopak mata Ptosis Endophtalmus Exopthalmus Ukuran Bentuk Isokor/anisokor Posisi Refleks cahaya lansung Refleks cahaya tidak langsung Medial Lateral Superior : (+/+) : (+/+) : (+/+) 5 : (-/-) : (-/-) : (-/-) : (3 mm / 3 mm) : (Bulat / Bulat) : (Isokor / Isokor) : (Sentral / Sentral) : (+/+) : (+/+) (Kanan/kiri) : (Normosmia/Normosmia) : (> 6/60/ > 6/60) : Normal/Normal : Tidak buta warna/tidak buta warna : Tidak dilakukan

N.Olfactorius (N.I) Daya penciuman hidung N.Opticus (N.II) Tajam penglihatan Lapang penglihatan Tes warna Fundus oculi

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV

Pupil

Gerakan bola mata

-

inferior Obliqus superior Obliqus inferior

: (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+) : (+/+)

Refleks pupil akomodasi Refleks pupil konvergensi Diam Tertawa Meringis Bersiul Menutup mata Mengerutkan dahi Menutup mata kuat-kuat Mengembungkan pipi Sensibilitas Ramus oftalmikus Ramus maksilaris Ramus mandibularis

N.Trigeminus (N.V) : (Normal / Normal) : (Normal / Normal) : (Normal / Normal) : (Baik/Baik) : (Baik/Baik) : (+/+) : (+/+)

Motorik M.maseter dan M.tempolaris M.pterigoideus lateralis Refleks kornea Refleks bersin N.Fascialis (N.VII) : : : : : Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris : : : Simetris Simetris Simetris

Refleks

Inspeksi wajah sewaktu

Pasien disuruh untuk

Sensoris Pengecapan 2/3 depan lidah : (+/+) N.Acusticus (N.VIII) Ketajaman pendengaran Tinitus : (baik/baik) : (-/-) 6

N.cochlearis

N.vestibularis Atropi Fasikulasi Deviasi Test vertigo Nistagmus Suara bindeng/nasal Posisi uvula Palatum mole Arcus palatoglossus Arcus palatoparingeus Refleks batuk Refleks muntah Peristaltik usus Bradikardi Takikardi : (-) : Ditengah : Istirahat Bersuara : Istirahat Bersuara : Istirahat Bersuara : (+) : (+) : Bising usus (+) normal : (-) : (-) : : : : : : Simetris Terangkat Simetris Terangkat Simetris Terangkat : Tidak dilakukan : (-/-)

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)

N.Accesorius (N.XI) M.Sternocleidomastodeus : ( Normal/Normal ) M.Trapezius : ( Normal/Normal ) : (-) : (-) : (-) N.Hipoglossus (N.XII)

Tanda perangsangan selaput otak - Kaku kuduk : (-) Kernig test Lasseque test Brudzinsky I Brudzinsky II : (-) : (-) : (-) : (-)

7

Sistem motorik Gerak Kekuatan otot Tonus Klonus Tropi

Superior kanan/kiri : (aktif/aktif) : (5/5) :(Normotonus/Normotonus) : : (Normal/Normal) : Biceps (N/N) Triceps (N/N)

Inferior kanan/kiri (-/-) (0/0)

(Hipertonus/Hipertonus) (+/+)

(Normtropi/Normtropi) Refleks fisiologis Pattela Achiles (N/N) Babinsky (+/+) Chaddock (+/+) Oppenheim (+/+) Schaefer (-/-) Gordon (+/+) Sensibilitas Eksteroseptif / rasa permukaan Rasa raba Rasa nyeri Rasa suhu panas Rasa suhu dingin : (Baik) / (berkurang setinggi V. Th. 8 ke bawah) : (Baik) / (berkurang setinggi V. Th. 8 ke bawah) : (Baik) / (berkurang setinggi V. Th. 8 ke bawah) : (Baik) / (berkurang setinggi V. Th. 8 ke bawah) Proprioseptif / rasa dalam : normal/normal : Tidak dilakukan : Normal/normal (Mningkat/M ningkat) Refleks patologis : Hoffman trommer (-/-)

Rasa sikap Rasa getar Rasa nyeri dalam

Fungsi kortikal untuk sensibilitas 8

Asteriognosis/taktil Agrafognosis Koordinasi Tes telunjuk hidung

: (-) : (-)

Two point discrimination : 2 mm, dipunggung tangan : (+/+) : (+/+)

Tes pronasi supinasi

Susunan saraf otonom Miksi Defekasi Salivasi : normal : terganggu : Normal

Fungsi luhur Fungsi bahasa Fungsi orientasi Fungsi memori Fungsi emosi : Baik : Baik : Baik : Baik RESUME Pasien seorang perempuan berusia 56 tahun, datang ke RSAM dengan keluhan kedua kaki tidak dapat ruang bougenvile (syaraf)

digerakkan, sakit pinggang seperti diikat, Rasa sakit seperti di tusuktusuk di sekitar epigastrium sampai punggung di sertai sukar BAB. Sebelumnya Pasien mempunyai riwayat jatuh terpeleset dalam keadaan terduduk dengan kedua tungkai tertekuk 3 Bulan yang lalu, dari pemeriksaan didapatkan : Pemeriksaan fisik : Kesadaran : composmentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg RR Suhu Nadi : 22 x/menit : 36,5 C : 78 x/menit 9

- Pemeriksaan neurologist Paraplegi inferior tipe spastik Hipestesi setinggi vertebra thoracalis VIII kebawah

DIAGNOSIS Klinis Topis Etiologi = Paraplegi inferior tipe spastik, hipestesi setinggi Vertebra thoracalis VIII kebawah = Medula spinalis setinggi vertebra thoracalis VIII = Trauma medula spinalis ec spondylolisthesis setinggi vertebra thoracal VIII PENATALAKSANAAN 1. Umum Tirah baring 2. Dietetik : peroral Makanan Nasi biasa cukup kalori cukup protein. 3. Therapi medikamentosa Neurodex 2x1 voltadex 2x1 Neurobion 3x4. Nursing rehabilitasi : pindah posisi tiap 2 jam Mobilisasi pasif Fisioterapi Psikologi

4. Rehabilitasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hematologi Hb LED Leukosit : 11,0 gr% : 17 mm/jam : 7000 /ul 10

Diff.count : 0/2/0/62/32/4 2. Kimia Darah GDS Ureum Creatinin HDL LDL 3. Urinalisa Warna Kejernihan Berat jenis Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Sedimen Leukosit Erytrosit Epithel : kuning : jernih : 1.020 : -/negative : -/negatif : -/Negatif : -/negatif : -/negatif : -/negatif :-/negatif : 0-1 :0 :+ : 82mg/dl : 33 mg/dl : 0.9 mg/dl : 33 mg/dl : 117 mg/dl

Cholesterol total :170 mg/dl

Trigliserida : 95 mg/dl

Darah samara : -/negatif

PEMERIKSAAN ANJURAN 1. Thoraks foto AP Pulmo dan besar cor dalam batas normal Spondylolisthesis sedang-berat laterolateral corpus vertebra VI-VII

2. CT Scan thorakolumbal

11

PROGNOSA Quo ad vitam Quo ad Fungsionam Quo ad Sanationam = Dubia ad bonam = Dubia ad malam = Dubia ad bonam

FOLLOW UP Tanggal 03 April 2006 Keadaan umum : Keluhan : Tampak sakit sedang Kedua tungkai tidak dapat di gerakan Sakit seperti ditusuk-tusuk didaerah epigastriumpunggung Tidak bisa BAB Kesadaran GCS Tanda vital : : : CM E4M6V5 = 15 TD N R T Status neurologis Extremitas Gerak Kekuatan otot Tonus Klonus Tropi Ref. Fisiologis Ref. Patologis : Superior kanan/kiri (aktif/aktif) (5/5) (Normotonus/Normotonus ) (Normal/Normal) Biceps (N/N) Tricep (N/N) Hoffman Tromer (-/-) (-/-) (normotropi/normotropi) Patella (/) Achiles (N/N) Babinsky (+/+) Chaddock (+/+) Openheim (+/+) Schaefer (+/+) Gordon (+/+) Gonda (-/-) Th/ Neurodex ( 2x1 ) 12 Inferior kanan/kiri (-/-) (0/0) (hipertonus/hipertonus) = 110/70 mmHg = 76 x/mnt = 22 x/mnt = 36,5o C

Voltadex 50 mg ( 3x1 ) Dulcolax IxII (malam) FOLLOW UP Tanggal 04 April 2006 Keadaan umum : Tampak sakit sedang Keluhan Kesadaran GCS Tanda vital : Kedua tungkai tidak dapat di gerakan : : : CM E4M6V5 = 15 TD N R T Status neurologis Extremitas Gerak Kekuatan otot Tonus Klonus Tropi Ref. Fisiologis Ref. Patologis : Superior kanan/kiri (aktif/aktif) (5/5) (Normotonus/Normotonus ) (Normal/Normal) Biceps (Normal/Normal) Tricep (Normal/Normal) Hoffman Tromer (-/-) Inferior kanan/kiri (-/-) (0/0) (Normotonus/Normotonus ) (Normal/Normal) (Normal/Normal) Patella (-/-) Achiles (+/+) Babinsky (+/+) Chaddock (+/+) Openheim (+/+) Schaefer (+/+) Gordon (+/+) Gonda (-/-) Therapi : Th / Neurodex ( 2x1 ) Voltadex 50 mg ( 3x1 ) Advice Dr Bedah Ortopedi : operasi untuk mengembalikan posisi tulang thoracal vertebra VI-VII ke posisi semula. Operasi tidak dapat mengembalikan fungsi motorik. 13 = 100/70 mmHg = 78 x/mnt = 18 x/mnt = 37,1o C

Paraplegia Akibat Lesi Pada Medula Spinalis Lesi transversal yang merusak segmen C. 5 itu tidak saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan ascendens dan descendns lain. Di samping itu kelompok motoneuron segenap lintasan yang berada di dalam segmen C. 5 ikut terusak. Ini berarti bahwa pada tinglat lesi kelumpuhan itu bersifat LMN. Akibat ikut terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif aseendens dan descendens, maka dan tingkat Tesi ke bawah, penderita kuadriplegik (a ) tidak dapat merasakan apapun, ( b ) tidak bisa buang air besar dan kecil dan ( c ) tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif. Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau lumbal, mengakibatkan kelumpuhan, pada ti:gkat lesi terjadi kelumpuhan LMN dan di bawah lesi terdapat kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN di tingkat lesi melanda kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dan muskulatur toraks atau abdomen Mengingat kelompok otot tersebut tidak begitu menonjol, maka kelumpuhan LMN di tingkat lesi, jika melibatkan sebagian kecil dari muskulatur torks atau abdomen, tidak begitu jelas seperti halnya jika kelumpuhan LMN di tingkat lesi itu melanda sehagian dan muskulatur anggota gerak. Tingkat lesi transversal di medula soinalis nrndah terungkap oleh batas defisit sensorik. Di bawah baas tersebut, tnada tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap, narnun pada toraks tandatanda UMN tidak dapat di ungkapkan Tanda UMN satu-satunya yang dapat dibangkitkan pada otot abdomen adalah hipertonia. Oleh karena tonus otot abdominal meningkat maka refleks otot dinding perot mcninggi (scdangkan refleks kulit dinding perut menghilang). Kelumpuhan yang melanda bagian bawah tubuh, dinamakan paraplegia.

14

Lesi di segmen-segmen lumbal paling bawah dan sakral merusak motoneuronmtoneuron bcrsifat LMN. Paraplegia dan kuadraplegia dapat disebabkan oleh infeksi (mielitis transversa). Satu sampai dua segmen medula spinalis dapat terusak sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui emboli septik, luka terbuka dan tulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan bilamana Medula spinalis dilanda peradangan, namun juga jika Iesinya menyerupai peradangan dart disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Proses patologik yang mendesak medula spinalis dan samping dapat menghasilkan sindrorn Brown-Sequard pula. Gambaran penyakit yang pada permulaan menyerupai sindrom Brown-Sequard dan kemudian terjadi kuadriplegia atau paraplegia secara herangsur-angsur, daerah jaras kortikospinalislah yang paling dini mengalami gangguan karena desakan dari samping. Selain itu pada mielitis dan kompresi medula spinalis, kelumpuhan UMN akibat gangguan terhadap serabut-serabut kortikospinal dapat dijumpai juga pada penderita amyotropik lateral sclerosis. Dulu penyakit itu dianggap sebagai penyakit karena proses heredo-dcgcncrati f. In Icksi viral i tu merusak serabut-serabut kortikospinal dan motoneuron di trunkus serebri dan medula spinalis selektif. Susunan somatosenaorik sarna sekali tidak terganggu. berikut dengan terminalia serabut-serabut kortikospinal, sehingga kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi tersebut

15

Kelumpuhan LMN Kelumpuhan akihat [esi pada pleksus lurnbosakralis Anyaman pleksus lumbosakralis lebih sederhana danipacla pleksus brachialis, oleh karen semua saraf perifer bagi tungkai merupakan lanjutan langsungnya. Kelumpuhan akibat lesi setempat pada pleksus lumbosakrlis sukar dibedakan. akibat lesi di bagian proksimal n. Femoralis, n. Obfttratorius,dati n. Iskiadikus. Kelumpuhan Akibat Lesi Sarafperifer yang berinduk pada pleksus tumbosakralis Anyaman pleksus Iumbosakralis Iebih sederhana daripada anyaman pleksus brachialis. Sebenarnya pleksus lumbosakralis adalah gabungan dan pleksus lumbalis dan pleksus sakralis. Sarafsaraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbalis adalah n.femoralis dan n. Obturatorius, mereka mengurus persarafan motorik dan sensorik hagian medial dan ventral tungkai atas, sedangkan n. Iskiadikus, r. Gluteus superior dan gluteus inferior mengurus persarafan motorik dan sensorik bagian dorsal dan lateral tungkai atas. Ketiga saraf perifer tersebut berinduk pada pleksus sakralis. Yang membentuk anyaman pleksus lumbalis adalah radiks ventralis dan dorsalis T. 12 Sampai L. 4 sedangkari radiks dorsalis dan ventralis L. 4 sampai S. 4 menganyam pleksus sakralis. Lesi yang terbatas pada pleksus lumbalis saja jarang dijumpai. Kompresi dan infiltrasi oleh tumor di dalam abdomen dan abses psoas dapat menimbulkan gejala-gejala akibat lesi primernya. Bilamana gejala akibat lesi sekundernya yaitu lesi di pleksus lumbalis, bukan gejala motorik yang tampak melainkan gejala sensoriknya. 16

Lesi pada pleksus sakralis dapat terjadi pada waktu partus. Baik manifestasi motorik maupun scnsoriknya sangat menonjol, yakni drop foot yang diiringi defisit neurologik. Gangguan Sensorik Negatif Gangguan sensorik superficial atau gangguan eksteroseptif yang negatif merupakan salah satu manifestasi sindrom neurologik. Secara singkat gangguan sensorik negatif itu disebut defisit sensorik. Mengenal pola defisit sensorik itu berarti mengetahui lokasi lesi yang mendasarinya. Untuk mempermudah pembahasan defisit sensorik, maka istilah anestesia dan hipestesia digunakan secara bebas sebagai sinonim dan defisit sensorik dan tidak memiliki arti penderajatan sebagaimana lazimnya anestesia dan hipestesia berarti 1) Hemihipestesia ia!ah hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh. Di tinjau dari sudut patofisiologik, maka keadaan itu terjadi karena korteks sensonik primer tidak menerima impuls sensorik dan belahan tubuh kontralateral. Di dalam klinik hemihipestesia merupakan gejala utama atau gejala pengiring penyakit peredaran darah serebral (CVO). Infark yang menduduki seluruh krus posterior, kapsula interna sesisi, mengakibatkan hemiplegia kontralateral yang disertai hemihipestesia kontralateral juga. Infark tersebut tenjadi karena penyumbatan arteri lentikulostriata. 2) Hipestesia afternans ialah hipestesia pada belahan wajah ipsilateral terhadap lesi yang bergandengan dengan hipestesia pada belahan badan (=bagian tubuh di bawah kepala ) kontralateral terhadap lesi. Lesi yang mendasari pola defisit sensorik itu menduduki kawasan jaras spinotalamik dan traktus spinalis nervi trigemini di medula oblongata. 3) Hipestesia tetraplegik ialah hipestesia pada seluruh tubuh kecuali kepala dan wajah. Defisit sensorik itu timbul akibat lesi transversalyang memotong medula spinalis di tingkat servikal. Jika lesi

17

itu menduduki segmen medula spinalis di bawah tingkat T. 1, maka defisit sensorik yang terjadi dinamakan hipestesia paraplegik. 4) Hipestesia selangkangan atau saddle hypestesia ialah hipestesia pada daerah kulit selangkangan. Lesi yang mengakibatkan rusaknya kauda ekuina. 5) Hemihipestesia sindrorn Brown-sequard, ialah hemihipestesia pada belahan tubuh kontralateral terhadap hemilesi di medula spinalis 6) Hipestesia yang terjadi akibat lesi di radiks posterior diken& sebagai hipestesia radikular atau hipestesia dermatomal. Dalam hal itu daerah yang hipestetik ialah dermatoma yang disarafi olch serabut-serabut radiks posterior yang terkena lesi 7) Hipestesia perifer ialah hipestesia pada kawasan saraf perifer yang biasanya mencakup bagian-bagian beberapa dermaroma. Sindrom Delisit Sensorik Defisit sensorik pada sindom tetraplegia atau paraplegia Karena trauma, gangguan spinovaskular, proses auto-imunologik ataupun proses maligna, satu atau beberapa segmen medula spfnalis rusak sama sekali. Lesi seolaholah memotong medula spinalis dinamakan lesi transversal. Akibat lesi transversal di segmen servikal atas ( C. 3 atau C. 4 ) impuls motorik tidak dapat disampaikan kepada motoneuron yang berada di bawah C. 3 .atau C. 4; lalu impuls sensorik dan permukaan badan di bawah dermatoma C. 3 atau C. 4 tidak dapat disanipaikan kepada korteks sensorik primer. Ini berarti bahwa keempat anggota gerak lumpuh dan mulai dermatoma C. 3 / C. 4 ke bawah badan anestetik atau hipestetik, karena impuls ascendens dan descendens lainnya juga tidak dapat disampaikan kepada tempat tujuannya, maka perasaan ingin kencing dan berak hilang serta daya untuk mengosongkan kandung kemih berikut rektum pun lenyap.

18

Bilamana lesi transversal berada di bawah intumensia servikobrakialis, maka tirnbulah paralisis kedua tungkai ( paraplegia ) yang disertai hipestesia pada permukaan badan di bawah tingkat lesi ( hipestesia paraplegik). Mielopati transversa dimana sekuruh jaras asenden dan desenden terkena.Sehingga terjadi gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas.Penyebab yang tersering adalah trauma, tumor, multiple sklerosis, dan penyakit pembuluh darah. Penyebab lainnya hematom epidural, abses, hernia diskus intervertebralis, sindroma parainfeksi dan post vaksinasi. Gambaran klinis lesi medula spinalis 1. Mielopati transversa dimana sekuruh jaras asenden dan desenden terkena. Sehingga terjadi gangguan motorik, sensorik dan vegetatif yang luas. Penyebab yang tersering adalah trauma, tumor, multiple sklerosis, dan penyakit pembuluh darah. Penyebab lainnya hematom epidural, abses, hernia diskus intervertebralis, sindroma parainfeksi dan post vaksinasi. 2. Lesi yang mengenai bagian sentral medula spinalis. Contohnya syringomieli,hydromieli, tumor intramedular. Medula spinalis dapat terganggu mulai dari sentral kemudian meluas ke struktur lain dari medula spinalis. Gambaran khasnya dalah suatu disosiasi sensibilitas. Dengan berjalannya penyakit bagian anterior dapat terkena pada tingkat lesinya dan mengakibatkan atrofi neurogenik sentral, parese dan arefleksia. Perluasan ke lateral dapat menyebabkan sindrome Horners ipsilateral (bila mengenai pusat siliospinal pada lesi di C8-T2), kiposkoliosis (bila mengenai nukleus motorik dari dorsomedian dan ventromedian yang mempersarafi otot para spinal), paralisa spastik di bawah lesi bila traktus kortikospinalis terkena. Perluasan ke dorsal akan mengakibatkan putusnya jaras dorsalis (untuk sensasi posisi dan rasa getar ipsilateral) dan dengan terkenanya juga daerah ventrolateral akan menyebabkan gangguan suhu dan nyeri pada medula spinalis di bawah lesi.

19

Karena secara laminasi traktus spinothalamikus sensasi servikal terletak dorsomedial dan sensasi sakral terletak ventrolateral, pada lesi intraparenkimal dapat terjadi sensasi sakral tidak terkena. 3. Lesi di kolumna posterolateral. Dapat terjadi secara selektif pada penyakit Subacute combine degeneration pada defisiensi Vitamin B12 mielopati vakuolar oleh sebab AIDS, servikal spondylosis. Terjadi gangguanproprioseptif dan sensasi vibrasi pada tungkai sebagai ataksia sensorik.Gangguan traktus kortikospinal bilateral akan mengakibatkan spasitisitas, hiperreflesi, dan refleks ekstensor bilateral. Akan tetapi reflek dapat negatif atau menurun bila disertai neuropati perifer 4. Lesi di kolumna posterior, sering terjadi pada penyakit Tabes dorsalis (neurosyphillis). Terjadi gangguan sensasi vibrasi dan posisi dan penurunanrasa raba, juga mengakibatkan ambang sensasi mekanik, taktil, postural, halusinasi, arah gerak dan posisi, sehingga akan timbul staksia sensorik dan Romberg yang positif. Cara berjalan yang ataksik. Pasien mengeluh nyerilancinating terutama tungkai. Dapat terjadi inkontinens urine, reflek KPR dan APR yang negatif. Terdapat Lhermittes sign yang disebabkan peningkatan sensitifitas mekanik pada kolumna dorsalis dimana fleksi leher akan mengakibatkan peningkatan secara spontan unit-unit sensoris yang aktif danikut sertanya serabut saraf yang lain. 5. Lesi di kornu anterior. Penyakit yang menyerang secara difus kornu anterior misalnya adalah spinal muskular atrofi (misalnya infantile spinal muscular atrophy in motor neuron disease). Bila bagian kornu anterior terkena secara difus terjadi kelemahan secara difus, atrofi, fasikulasi terjadi pada otot tubuh dan ekstremitas. Tonus otot menurun dan ketegangan otot dapat menurun atau hilang. Gangguan sensorik tidak terjadi karena jaras sensorik tidak terkena. 6. Kombinasi lesi di kornu anterior dan traktus piramidalis. Hal ini secara

20

karakteristik terjadi pada Amyotrophic lateral sclerosis. Terjadi gangguan secara difus dari lower motor neuron (progressive muscular atrophy, parese,fasikulasi) yang bersamaan dengan gejala lesi UMN (parese, spastisitas,reflek plantar ekstensor). Tidak ada gangguan sphincter urine dan rektal tidak ada.

Terapi Fisioterapi Fisioterapi adalah cara terapi yang menggunakan unsur fisik atau yang memanfaatkan sifat fisik suatu benda. Latihan gerak dapat dilkukan secara aktif, pasif, atau aktif dengan bantuan. Pada latihan aktif penderita bergerak sendiri atau dibantu oleh terapis, sedangkan pada latihan pasif, gerakan latihan dilakukan oleh terapis. Tujuan latihan gerak adalah mempertahankan atau memperbaiki lingkup gerak sendi dengan melakukan regangan pada otot, tendo, ligamen, dan simpul sendi. Tujuan berikutnya adalah memberikan kekuatan pada otot untuk mengembalikan stabilitas sendi. Latihan napas dimaksudkan untuk melatih kekuatan otototot pernapasan. Hidroterapi Hidroterapi adalah cara rehabilitasi menggunakan air atau cairan. Fungsi air dalam rehabilitasi ini bermacam-macam. Didalam air,tubuh menjadi lebih ringan,karena hilangnya gaya berat,sehingga otot yang lemah teras berfungsi lebih kuat. Keadaan demikian menyebabbkan seseorng merasa lebih baik dan bergairah melakukan latihan latihan. Airyang disemprotkan dapat menghasilkan kedaan seperti setelah dipijat hingga dapat digunakan untuk pijat air. Selain itu, air yang panas dapat digunakan untuk membersihkan luka pada penderita luka baker. Suhu dpat dinaikkan dan diturunkan secra bergantian (40 C selama 4 menit dan 15 C selama satu menit) untuk merangsang permukaan kulit. Cara ini disebut mandi kontras. Kadang dipakai Lumpur panas sehingga disebut

21

terapi

Lumpur.

Untuk

cara

ini

kelainan

kulit

tentu

merupakan

kontraindikasi. Kebanyakan pada terapi ini dipakai untuk kaku sendi. Thermoterapi Efek pemanasan atau pendinginan pada dasarnya sama yaitu memperbaiki sirkulasi.pendinginan dan pemanasan ini dapat dilakukan sendiri sendiri atau bergantian sehingga pembuluh darah dapat dilatih unutk vasokonstriksi dan vasodilatasi . selain memperbaiki keadaan permukaan karena diperbauikinnya sirkulasi, panas dapat menghilangkan sakit akibat spasme otot, dengan demikian terjadi kelenturan untuk melakukan gerak pada sendi. Sifat panas dan dingin dapat diberikan melalui getaran gelombang sehingga dapat dicapai penetrasi jaringn yang lebih dalam. Vasokonstriksi yang segera terjadi setelah pendinginan dapat mengilangkan rasa sakit. cara ini digunakan pada cedera olahraga sehingga reaksi radang berkurang, metabolisme jaringan menurun, dan oedem berkurang tentu saja keadan yang iskemia seperti pada penyakit buerger atau sindrom raynaud merupakan kontraindikasi kuat pemberian dingin. Elektroterapi Arus listrik galvanic ( searah ) dan faradic ( bolak-balik ) dipakai untuk merangsang otot saraf. Perangsangan selektif pada serabut sensorik kulit dapat menghalangi persepsi nyeri dan ini dapat dilakukan dengan rangsangan saraf elektrik transkutan (Trasncutaneus Electric Nerve Stimulation = TENS). Cara TENS dapat memberikan hasil baik pada nyeri local. Pada keadaan kronik, TENS hanya mengurangi keluhan simptomatik, oleh karena itu pada keadaan ini harus digunakan cara lain seperti latihan atau obat-obatan. Stimulasi galvanic dipakai untuk memperbaiki fungsi saraf setelah cedera, sedangkan stimulasi faradic digunakan untuk mencegah hipotrofi otot yang hilang persarafannya.

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Prof.DR. Mahar Mardjono, Prof.DR. Priguna Sidharta : Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Edisi 6, 1997. 2. Prof.DR.S.M. Lumban Tobing : Pemeriksaan Fisik dan Mental ;Neurologi Klinik, FKUI. 3. Peter duus;Anatomi fisiologi tanda ,gejala;Diagnosis topic neurology;EGC,Edisi 2,1996 4. Sylvia,A price & lorreaine M.Wilson;Konsep klinis Proses-Proses penyakit;Patofisiologi;Buku 2,EGC,edisi 4,1995 -

23