Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

46

Click here to load reader

Transcript of Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Page 1: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

BAB X

SPIN ELEKTRON DAN PRINSIP PAULI

10.1 Spin Elektron

Setiap orang yang mempelajari ilmu kimia, pasti familiar dengan spektrum warna

kuning yang berasal dari nyala unsur natrium. Pengujian secara cermat terhadap spektrum

natrium menunjukkan bahwa garis kuning tertajam yang biasa disebut garis D

sesungguhnya terdiri atas dua garis yang berjarak sangat rapat. Garis D unsur natrium ini

berasal dari transisi konfigurasi tereksitasi 1s2 2s2 2p6 3s2 3p1 ke keadaan dasar (ground

state). Sifat doublet garis kuning serta garis-garis lain dari spektrum natrium ini,

menunjukkan adanya kelipatan dua terhadap ekspektasi banyaknya state dikaitkan

dengan elektron valensi.

Untuk menjelaskan struktur spektra atom natrium ini, Uhlenbeck dan Goudsmit

menyatakan pada tahun 1925, bahwa elektron mempunyai momentum angular intrinksik

selain momentum angular orbital dalam pergerakannya mengelilingi inti atom.

Selanjutnya momentum intrinksik ini disebut momentum angular spin atau

disederhanakan menjadi spin saja, yaitu suatu momentum angular yang muncul dari

gerak rotasi elektron terhadap sumbunya. Perlu diingat bahwa “spin” elektron ini bukan

merupakan efek klasik, dan gambaran mengenai elektron yang berotasi pada sebuah

sumbunya itu, tidak dapat dikonsiderasikan untuk merepresentasikan realitas fisik.

Momentum angular intrinksik ini adalah nyata, tetapi tidak visualisasi model yang dapat

dengan mudah digunakan untuk menjelaskan asal-usulnya secara pantas. Kita tidak dapat

berharap untuk memperoleh pemahaman yang layak terhadap patikel mikroskopik atas

dasar sebuah model yang diambil dari pengalaman di dalam dunia makroskopik. Perlu

pula diketahui bahwa partikel-partikel elementer lain selain elektron, juga mempunyai

momentum angular spin.

Pada tahun 1928, Paul Dirac mengembangkan mekanika kuantum relativistik

untuk gerak sebuah elektron, dan dalam pembahasannya spin elektron muncul secara

natural. Teori Dirac juga mengindikasikan adanya elektron bermuatan positif yang

disebut positron, meskipun Dirac tidak secara penuh merealisasikannya pad tahun 1928.

224

Page 2: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Positron baru diketemukan pada tahun 1932. Positron ini merupakan sebuah antipartikel

dari elektron.

Dalam pembahasan secara non relativistik yang akan dipergunakan di sini,

elektron harus dikenal sebagai sebuah hipotesis tambahan. Kita telah mempelajari bahwa

setiap properti fisik berhubungan dengan operator Hermitian linear dalam mekanika

kuantum. Untuk properti momentum angular orbital yang mempunyai analogi dengan

mekanika klasik, kita dapat menyusun operator mekanika kuantumnya, dengan

menggunakan ekspresi klasik dan mengganti px, py dan pz dengan operator yang sesuai.

Namun, momentum angular spin dari sebuah partikel mikroskopik, tidak mempunyai

analogi dengan mekanika klasik, sehingga kita tidak dapat menggunakan metode seperti

itu untuk membangun sebuah operator bagi momentum angular spin. Untuk tujuan ini,

kita akan secara sederhana menggunakan simbol-simbol untuk operator spin, tanpa

memberikan bentuk eksplisit dari simbol-simbol itu.

Analog dengan operator momentum angular orbital maka kita

menggunakan simbol untuk operator momentum angular spin dan

dipostulatkan sebagai operator linear dan Hermitian. adalah operator untuk kuadrat

dari besarnya momentum angular spin total dari sebuah partikel. adalah operator

momentum angular spin partikel untuk komponen z. Selanjutnya hubungan antara

momentum angular total dengan komponen-komponennya adalah:

(10-1)

Dipostulatkan bahwa operator momentum angular spin mengikuti relasi kommutasi yang

sama sebagaimana operator momentum angular orbital. Analog dengan ,

, ( lihat bab 5), kita dapat menyatakan bahwa:

, , (10-2)

Selanjutnya sebagaimana untuk operator momentum angular orbital yang sudah dibahas

pada bab 5, kita juga dapat menyatakan bahwa:

= = = 0 (10-3)

225

Page 3: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Selanjutnya karena nilai eigen adalah kita juga dapat menyatakan bahwa

nilai eigen untuk adalah:

s = 0, ½ , 1 . . . . (10-4)

dan nilai eigen untuk adalah:

ms , ms = s, s+1, . . . ., s1, s (10-5)

Bilangan kuantum s disebut spin partikel. Meskipun pada pembahasan bab 5 tidak

terdapat pembatasan bahwa elektron hanya mempunyai sebuah harga s, namun

eksperimen menunjukkan bahwa semua elektron hanya mempunyai satu macam harga s

yaitu ½ . Dengan s = ½ maka diperoleh:

S = = ½ (10-6)

Untuk s = ½ , persamaan (10-5) memberikan dua kemungkinan nilai eigen untuk ,

yaitu ½ dan ½ . Jika fungsi eigen yang berhubungan dengan masing-masing nilai

eigen untuk ini kita sebut dan , maka persamaan eigennya dapat ditulis:

= ½ (10-7)

= ½ (10-8)

Selanjutnya dengan menggunakan (10-4) dan s = ½ , dapat diketahui bahwa nilai eigen

untuk = ¾ . Karena operator adalah kommute terhadap operator , maka dan

yang merupakan fungsi eigen terhadap merupakan fungsi eigen pula terhadap

operator . Dengan demikian persamaan eigen yang menghubungkan operator

dengan fungsi dan nilai eigennya adalah:

= ¾ = ¾ (10-9)

Operator tidak kommute terhadap operator dan , oleh karena itu fungsi dan

tidak merupakan fungsi eigen untuk dan . Istilah spin up diberikan untuk ms = ½

sedang spin down untuk ms = ½ . Perhatikan gambar 10.1. Akan kita tunjukkan bahwa

dua kemungkinan untuk bilangan kuantum ms, membuat garis rangkap dua pada spektra

logam alkali.

226

Page 4: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Fungsi gelombang yang telah kita pelajari sebelumnya adalah fungsi koordinat

ruang dari sebuah partikel ; = (x, y, z). Sekarang kita boleh bertanya. Apakah variabel

untuk fungsi dan ? Kadang-kadang orang menggunakan koordinat spin , tanpa

membuat spesifikasi buat koordinat tersebut. Yang lebih sering, orang menggunakan ms

sebagai variabel penentu fungsi dan . Jika kita menggunakan ms sebagai variabel, kita

mempunyai.

= (ms) = (ms) (10-10)

Sebagaimana biasa, kita menginginkan agar fungsi eigen ternormalisasi. Ketiga variabel

x, y dan z pada fungsi gelombang sebuah partikel mempunyai rentang kontinum dari

sampai sehingga bentuk normalisasinya adalah::

= 1

Variabel ms pada fungsi eigen spin elektron hanya mempunyai dua macam nilai diskrit

yaitu + ½ dan ½ , sehingga normalisasinya adalah:

; (10-11)

Gambar 10.1: Dua kemungkinan arah vektor spin elektron

terhadap sumbu z. Pada masing-masing kasus, S terletak pada

permukaan kerucut yang sumbunya adalah sumbu z.

Karena fungsi eigen dan berhubungan dengan nilai eigen yang berbeda dari operator

Hermitian , maka keduanya pasti ortogonal, jadi:

(10-12)

227

½

½

½

S

S

Page 5: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Ketika kita menganggap fungsi gelombang sebuah elektron adalah fungsi yang lengkap,

yang terdiri atas variabel ruang maupun spin, maka normalisasinya adalah:

(10-13)

Notasi penjumlahan untuk seluruh variabel spin dan integral untuk seluruh variabel ruang

seperti pada (10-13) tersebut selanjutnya disederhanakan menjadi:

sedang untuk integral seluruh rentang variabel ruang saja digunakan notasi dv.

10.2 Spin Pada Atom Hidrogen

Fungsi gelombang yang menyatakan kedudukan sebuah elektron, tidak hanya

bergantung pada koordinat x, y, z tetapi juga bergantung pada spin elektron. Apakah

pengaruh masalah ini terhadap fungsi gelombang dan tingkat energi pada atom hidrogen?

Jika fungsi koordinat dinyatakan dengan (x, y, z) dan fungsi spin misalnya saja

kita nyatakan dengan g(ms), maka fungsi gelombang elektron tunggalnya secara lengkap

dapat ditulis sebagai berikut:

(x, y, z). g(ms)

dengan g(ms) adalah fungsi yang mewakili baik fungsi maupun bergantung nilai

ms-nya. Jika ms = ½ maka g(ms) mewakili dan jika ms = ½ maka g(ms) mewakili .

Tetapi agar pembahasannya lebih umum, g(ms) dapat dipandang sebagai kombinasi

linear dari dab . [Jadi g(ms) = c1 + c2 Karena operator Hamilton tidak

berpengaruh terhadap fungsi spin, maka:

dan tampak bahwa memperhitungkan efek spin, tidak berpengaruh terhadap energi

elektron. Artinya, efek spin tidak mempengaruhi energi elektron. Dengan demikian spin

228

Page 6: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

yang berbeda hanya membuat kemungkinan state elektron menjadi dua kali lipat; untuk

(x, y, z) misalnya, kita dapat mempunyai dua kemungkinan fungsi state yaitu:

(x, y, z) dan (x, y, z).

10.3 Prinsip Pauli

Kita misalkan ada sebuah sistem yang terdiri atas beberapa partikel identik. Dalam

mekanika klasik, identitas masing-masing partikel tidak menimbulkan konsekuensi

khusus. Sebagai contoh, beberapa bola identik yang menggelinding di meja billiard.

Adalah sangat mungkin sekali, untuk mengikuti gerak masing-masing bola secara

individual, misal saja dengan menggambarkan bekas lintasan gerak bola itu. Kita dengan

mudah dapat mengatakan bahwa bola satu bergerak pada lintasan tertentu, sedang bola

dua bergerak pada lintasan tertentu yang lain, begitu seterusnya. Jadi, meskipun bola-bola

tersebut identik, kita dapat mengenalinya dengan memperhatikan lintasan yang

ditempuhnya. Jadi identitas bola tidak berpengaruh pada gerak bola-bola ini.

Dalam mekanika kuantum, prinsip ketidakpastian menyatakan bahwa kita tidak

dapat mengikuti lintasan eksak yang ditempuh oleh sebuah partikel mikroskopik. Jika

partikel mikroskopik, semuanya mempunyai perbedaan massa, atau muatan atau spin,

maka kita dapat menggunakan perbedaan itu untuk mengenali satu partikel dari partikel

yang lain. Tetapi, jika semua partikel tersebut identik, dan satu-satunya cara yang kita

miliki hanyalah mengikuti lintasan sebagaimana dalam mekanika klasik, maka

pengenalan dengan cara ini akan kehilangan kemampuan dalam mekanika kuantum,

karena adanya prinsip ketidakpastian. Oleh karena itu, fungsi gelombang masing-masing

dalam suatu sistem yang terdiri atas interaksi beberapa partikel identik, pasti tidak dapat

dikenali, artinya sangat tidak mungkin untuk menentukan fungsi apa untuk partikel yang

mana. Sebagai contoh, menurut perlakuan perturbasi untuk atom helium tereksitasi dalam

bab 9, terlihat bahwa fungsi 1s(1)2s(2), yang menyatakan elektron kesatu pada orbital 1s

dan elektron kedua pada orbital adalah bukan fungsi gelombang order nol yang benar.

Pernyataan yang lebih baik untuk menyatakan fungsi gelombang helium tereksitasi

adalah:

229

Page 7: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

2½[ 1s(1)2s(2) 1s(2)2s(1)]

yang tidak men-spesifikasi elektron yang mana yang berasa pada orbital 1s dan elektron

mana yang berada pada orbital 2s. (Jika dua partikel identik terpisah dengan baik satu

dari yang lain, maka fungsi gelombangnya tidak tumpang tindih, dan keduanya

dipandang sebagai partikel yang dapat dibedakan)

Sekarang akan diturunkan pembatasan terhadap wilayah fungsi gelombang untuk

menentukan índistinguishability (tingkat ketakterbedakan) sebuah partikel dalam

mekanika kuantum. Fungsi gelombang sebuah sistem yang terdiri atas n partikel

bergantung pada variabel ruang dan spin. Untuk partikel 1 variabelnya adalah

x1,y1,z1,ms. Sekarang kita gunakan q1 untuk menyatakan x1,y1,z1,ms. Jadi fungsi

gelombang untuk sistem n partikel adalah

( q1, q2,.q3 . . . . .,qn.)

Sekarang dibuat sebuah operator permutasi yang mempertukarkan semua koordinat

dari partikel 1 dan 2:

ƒ( q1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.) = ƒ ( q

2, q

1,.q

3 . . . . .,q

n.) (10-14)

Sebagai contoh, efek pada fungsi yang mempunyai elektron 1 pada 1s dengan spin

up, dan elektron 2 pada 3s dengan spin down adalah:

[1s(1)(1)3s(2)(2)] = [1s(2)(2)3s(1)(1)]

Bagaimana nilai eigen ? Jika diaplikasikan dua kali, maka akan menghasilkan

fungsi asalnya:

ƒ ( q1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.) = ƒ ( q

1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.)

Oleh karena itu = . Selanjutnya kita ambil wi dan ci sebagai fungsi dan nilai eigen

dari operator , Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa:

wi = ci wi

Aplikasi pada wi = ci wi menghasilkan wi = ci wi atau:

wi = ci wi

230

Page 8: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Jika diganti dan wi diganti ci wi maka diperoleh:

wi = wi

sehingga nilai eigen operator yaitu diperoleh yaitu:

= 1

Jika adalah fungsi eigen dari operator yang nilai eigennya +1, maka:

( q1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.) = (+1) ( q

1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.)

( q2, q

1,.q

3 . . . . .,q

n.) = ( q

1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.) (10-15)

Fungsi sebagaimana , yang memiliki sifat (10-15) yang tidak berubah jika partikel 1

dan 2 dipertukarkan disebut simetrik terhadap pertukaran partikel 1 dan 2. Untuk nilai

eigen 1, diperoleh:

( q2, q

1,.q

3 . . . . .,q

n.) = ( q

1, q

2,.q

3 . . . . .,q

n.) (10-16)

Fungsi pada (10-16) disebut antisimetrik terhadap pertukaran partikel 1 dan 2.

Hendak tidak menjadi rancu antara sifat simetrik dan antisimetrik terhadap

pertukaran partikel dengan sifat genap dan ganjil dalam kaitannya dengan inversi pada

ruangan. Fungsi adalah simetrik terhadap pertukaran 1 dan 2 dan merupakan

fungsi ganjil dari x1 dan x2 sedang fungsi adalah simetrik terhadap pertukaran 1

dan 2 dan merupakan fungsi genap dari x1 dan x2.

Selanjutnya bagaimana definisi dari operator ? Analog dengan (10-14), maka:

ƒ( q1, q

i,.. . . .q

j ,.,q

n.) = ƒ( q

1, q

j,.. . . .q

i ,.,q

n.) (10-17)

Nilai eigen untuk sama dengan nilai eigen untuk , yaitu +1 dan 1.

Sekarang kita akan membahas fungsi gelombang sistem yang terdiri atas n

partikel mikroskopik identik. Karena masing-masing partikel tak terbedakan, maka

pemberian label terhadapnya tidak memberikan pengaruh apapun terhadap sistem.

Dengan demikian, dua fungsi gelombang:

( q1, q

i,.. . . .q

j ,.,q

n.) dan ( q

1, q

j,.. . . .q

i ,.,q

n.)

231

Page 9: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

harus berhubungan dengan state sistem yang sama. Dua fungsi yang berhubungan dengan

state yang sama dapat dibedakan oleh bilangan konstan sebagai pengali. Jadi:

( q1, q

i,.. . . .q

j ,.,q

n.) = c( q

1, q

j,.. . . .q

i ,.,q

n.)

( q1, q

i,.. . . .q

j ,.,q

n.) = c( q

1, q

i,.. . . .q

j ,.,q

n.) (10-18)

Persamaan (10-18) menyatakan bahwa adalah fungsi eigen dari . Kita tahu, bahwa

hanya ada dua kemungkinan nilai eigen dari yaitu +1 dan 1. Jadi disimpulkan bahwa

fungsi gelombang untuk sistem n partikel identik pasti simetrik atau antisimetrik terhadap

pertukaran i dan j atau secara lebih umum dapat dinyatakan bahwa fungsi gelombang n

partikel identik adalah bersifat simetrik terhadap sembarang pertukaran atau antisimetrik

terhadap sembarang pertukaran dua partikel.

Telah kita ketahui, bahwa ada dua kemungkinan kasus untuk fungsi gelombang

partikel identik, yaitu kasus simetrik dan anti simetrik. Namun fakta-fakta eksperimen

menunjukkan bahwa untuk elektron, hanya kasus antisimetrik yang terjadi. Jadi kita

mempunyai sebuah postulat tambahan dalam mekanika kuantum, yang menyatakan

bahwa fungsi gelombang untuk sistem elektron harus antisimetrik terhadap pertukaran

dua elektron sembarang. Postulat yang penting ini Prinsip Pauli sesuai dengan nama

fisikawan Wolfgang Pauli.

Pauli menunjukkan bahwa teori medan kuantum relativistik meng-indikasikan bahwa

partikel yang spin-nya tengahan ( s = dan seterusnya ) mempunyai fungsi

gelombang antisimetrik, sedang partikel dengan spin bilangan bulat ( s = 0, 1, 2 dan

seterusnya) mempunyai fungsi gelombang simetrik, Fakta-fakta eksperimen ternyata

menuntun kita pada kesimpulan yang sama. Partikel yang mempunyai fungsi gelombang

antisimetrik seperti elektron disebut fermion ( sesuai dengan nama Enrico Fermi) sedang

partikel yang mempunyai fungsi gelombang simetrik disebut boson ( sesuai dengan nama

S.N. Bose).

Prinsip Pauli mempunyai konsekuensi menarik terhadap sistem fermion identik.

Persyaratan antisimetrik menyatakan bahwa:

232

Page 10: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

( q1, q2,.q3 . . . . .,qn.) = ( q2, q1,.q3 . . . . .,qn.) (10-19)

Jika elektron 1 dan 2 mempunyai koordinat dan spin yang sama, maka q1 = q2, sehingga:

( q1, q1,.q3 . . . . .,qn.) = ( q1, q1,.q3 . . . . .,qn.)

2 = 0

( q1, q1,.q3 . . . . .,qn.) = 0 (10-20)

Jadi dua elektron dengan spin yang sama mempunyai probabilitas nol untuk dijumpai

pada titik yang sama dalam ruang tiga dimensi. (Yang dimaksud dengan spin sama adalah

mempunyai nilai ms yang sama). Karena merupakan fungsi kontinum, maka arti dari

(10-20) adalah bahwa probabilitas untuk mendapatkan dua elektron dengan spin sama

berada pada posisi berdekatan adalah sangat kecil. Jadi prinsip Pauli memaksa elektron

yang spin-nya sama berada pada jarak saling berjauhan satu terhadap yang lain; untuk

mendeskripsi hal ini, orang sering menyebut tolakan Pauli di antara beberapa elektron.

Tolakan ini bukan gaya fisik yang real, tetapi hanya refleksi dari fakta bahwa fungsi

gelombang elektronik harus antisimetrik terhadap pertukaran elektron.

10.4 Atom HeliumSekarang akan dibahas lagi mengenai atom helium ditinjau dari spin elektron dan

prinsip Pauli. Dalam bab 9 telah kita ketahui bahwa fungsi gelombang helium ground

state order nol pada perlakuan perturbasi adalah 1s(1)1s(2). Untuk melibatkan spin dalam

perhitungan, kita harus fungsi koordinat ruang dengan fungsi eigen spin. Oleh karena itu,

kita harus menentukan fungsi spin untuk dua elektron. Kita akan menggunakan notasi

(1)(2) jika elektron 1 spin up, elektron 2 spin up. Jika elektron 1 spin up dan elektron

2 spin down maka notasinya adalah (1)(2). Dengan penataan seperti itu kelihatannya

dengan mudah kita akan memperoleh 4 kemungkinan notasi fungsi spin, yaitu:

(1)(2) (1)(2) (1)(2) (2)(1)

Tidak ada masalah untuk fungsi pertama dan kedua, tetapi fungsi ketiga dan keempat

melanggar prinsip “tak terbedakan”. Sebagai contoh marilah kita perhatikan fungsi

233

Page 11: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

ketiga. Pada fungsi ketiga itu, elektron 1 spin up sedang elektron kedua spin down.

Lantas, bagaimana cara membedakan elektron 1 dan elektron 2?

Untuk menangani kedua fungsi terakhir ini , marilah kita ingat kembali situasi yang sama

ketika menangani helium tereksitasi pada bab 9. Pada saat itu, dengan bertolak dari:

1s(1)2s(2) dan 2s(1)1s(2)

kita memperoleh dua fungsi order nol yang benar yaitu 2½[1s(1)2s(2) 2s(1)1s(2)].

Analog dengan itu, jika bertolak dari dua fungsi (1)(2) dan (1)(2) maka fungsi order

nol yang kita peroleh adalah:

2½[(1)(2) (1)(2)]. (10-21)

Kedua fungsi (10-21) tersebut adalah kombinasi linear ternormalisasi yang berasal dari

(1)(2) dan (2)1)

yang merupakan fungsi eigen dari operator yang bersifat simetrik atau antisimetrik.

Jika elektron 1 dan 2 dipertukarkan maka 2½[(1)(2) +(1)(2)]. akan menjadi:

2½[(2)(1) +(2)(1)].

yang persis sama dengan fungsi asalnya. Sementara itu, pertukaran pada fungsi

2½[(1)(2) (1)(2)] akan menghasilkan:

2½[(2)(1) (2)(1)]

yang 1 kali fungsi asalnya. Untuk menunjukkan bahwa (10-21) ternormalisasi adalah

sebagai berikut:

234

Page 12: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Dengan menggunakan sifat (10-11) dan (10-12) diperoleh:

½ + 0 + 0 + ½ =

1

Dengan demikian kita telah memperoleh empat buah kemungkinan fungsi spin elektron

helium yaitu:

Selanjutnya sekarang kita akan menyatakan fungsi gelombang helium grounds state order

nol dengan melibatkan spin. Kita tahu bahwa fungsi spasial (koordinat ruang) 1s(1)2s(2)

adalah fungsi simetrik terhadap pertukaran partikel. Sementara itu, menurut prinsip Pauli,

fungsi gelombang elektron secara keseluruhan harus bersifat antisimetrik terhadap

pertukaran elektron. Oleh karena itu fungsi spasial 1s(1)2s(2) yang simetrik itu harus

dikalikan dengan satu-satunya fungsi spin yang antisimetrik, agar secara keseluruhan

235

Page 13: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

menjadi antisimetrik, sebagaimana disyaratkan oleh prinsip Pauli. Dengan demikian,

fungsi gelombang helium yang melibatkan fungsi spin adalah:

0) = 1s(1)2s(2). 2½[(1)(2) (1)(2)] (10-26)

Fungsi (0) adalah fungsi eigen dari operator dengan nilai eigen 1.

Perlu diingat, bahwa spin tidak berpengaruh terhadap energi, oleh karena itu,

sebagai sebuah pendekatan perhitungan energi, operator Hamilton (Hamiltonian)

merupakan operator energi yang sudah sangat memadai, meskipun Hamiltonian tidak

melibatkan spin.

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa spin memang benar-benar tidak berpengaruh

terhadap energi. Untuk ini kita gunakan kalkulasi energi atom helium ground state,

dengan metode variasi. Fungsi variasi yang digunakan adalah:

= ƒ(r1, r2, r3) . 2½[(1)(2) (1)(2)]

dengan ƒ adalah fungsi spasial ternormalisasi yang bersifat simetrik dari dua elektron

dalam helium. Integral variasionalnya adalah:

= ƒ*(r1, r2, r3) . 2½[(1)(2) (1)(2)]*

x ƒ(r1, r2, r3) . 2½[(1)(2) (1)(2)] dv1 dv2 .

Karena hanya bekerja pada fungsi koordinat (spasial) dan tidak pada fungsi spin,

integral variasionalnya menjadi:

ƒ*(r1, r2, r3) ƒ(r1, r2, r3) ½ [(1)(2) (1)(2)]2

Karena fungsi spin ternormalisasi (10-25), maka integral variasionalnya tereduksi

menjadi:

= ƒ*(r1, r2, r3) ƒ(r1, r2, r3)

yang merupakan bentuk yang sudah kita kenal sebelum spin dilibatkan.

Sekarang kita akan membahas helium tereksitasi. Telah kita ketahui bahwa fungsi

spasial untuk helium eksitasi terendah adalah:

236

Page 14: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)]

Karena fungsi spasial tersebut sudah antisymetrik, maka harus dikalikan dengan fungsi

spin yang simetrik. Karena ada tiga fungsi spin yang simetrik sudah barang tentu kita

dapat memperoleh tiga fungsi degenarate dari atom helium tereksitasi yang melibatkan

spin, yaitu:

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] (1)(2) (10-27)

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] (1)(2) (10-28)

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] 2½[(1)(2) (1)(2)] (10-29)

Untuk tingkat eksitasi berikutnya, persyaratan antisimetrik untuk fungsi gelombang

secara menyeluruh, akan menggiring kita kepada fungsi gelombang order nol:

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] 2½[(1)(2) (1)(2)] (10-30)

Prosedur yang sama dapat digunakan jika kita ingin membahas helium tereksitasi pada

1s12p1.

10.5 Prinsip Eksklusi Pauli

Sejauh ini, kita belum melihat konsekuensi yang spektakuler dari spin elektron

dan prinsip Pauli. Dalam atom hidrogen dan helium, faktor spin dalam fungsi gelombang

dan persyaratan antisimetrik hanya berpengaruh terhadap degenerasi terhadap level tetapi

tidak berpengaruh terhadap energi. Untuk litium, ceritanya agak sedikit berbeda.

Pendekatan perturbasi natural terhadap atom litium melibatkan gaya repulsi antar

elektron sebagai perturbasi yang terletak di suku akhir dari Hamiltonian. Melalui langkah

yang sama sebagaimana kita lakukan pada helium, fungsi gelombang tak terperturbasi

pada litium adalah perkalian 3 fungsi gelombang mirip hidrogen. Untuk ground state,

(0) = 1s(1)1s(2)1s(3) (10-31)

dan energi order nol tak terperturbasinya adalah.

E(0) = = 27 = 27 (13,606) eV = 367,4 eV

237

Page 15: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Koreksi energi order pertamanya adalah E(1) = . Perturbasi terjadi dari

repulsi antar elektron, sehingga:

E(1) = +

+

Pemberian label 1, 2 dan 3 pada elektron tidak berpengaruh terhadap nilai integral,

karena ketiga elektron adalah partikel identik, Jadi nilai masing-masing integral tersebut

adalah sama, meskipun terdapat perbedaan label, E(1) boleh ditulis:

E(1) = +

+

atau:

E(1) = 3

Bentuk di atas dapat ditata ulang menjadi:

E(1) = 3

tanpa mengubah nilai. Integral elektron ketiga yaitu nilainya 1 Sehingga:

E(1) = 3

yang dapat dievaluasi sebagaimana perturbasi pada helium (bab 9) dan diperoleh:

E(1) = 3 = 3 13,606 eV = 153,1 eV

E(0) + E(1) = 214,3 eV

Karena kita dapat menggunakan fungsi gelombang perturbasi order nol sebagai fungsi

variasi (ingat diskusi pada awal sub bab 9.4), dengan demikian menurut prinsip variasi,

E(0) + E(1) harus sama atau lebih besar dari pada energi ground state yang sesungguhnya.

238

Page 16: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Nilai eksperimental dari litium ground state, diperoleh dengan cara menjumlah energi

ionisasi pertama, kedua dan ketiga, yaitu sebesar (C.E. Moore, 1970):

(5,39 + 75,64 + 122,45) eV = 203,5 eV

Tampak bahwa E(0) + E(1) lebih kecil dari pada energi ground state yang sesungguhnya,

sehingga hal ini bertentangan dengan prinsip variasi. Atas dasar ini, maka konfigurasi 1s3

untuk litium ground state, yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung E(0) + E(1)

dianggap tidak benar karena nilai energi yang lebih rendah dari pada nilai energi ground

state yang diperoleh melalui fakta eksperimen kimia. Kalau kita tetap menganggap 1s3

untuk litium ground state tersebut adalah benar, maka kita harus menganggap bahwa

konfigurasi ground state untuk unsur kimia bernomor atom Z adalah 1sZ. Hal ini akan

membuat kerancuan terhadap pemahaman sifat-sifat periodik unsur.

Sudah barang itu, kesalahan tersebut menggugurkan prinsip Pauli mengenai spin.

Fungsi gelombang hipotetis 1s(1)1s(2)1s(3) adalah simetrik terhadap pertukaran dua

elektron sembarang. Jika kita mengikuti prinsip Pauli, kita harus mengalikan fungsi

spasial ini dengan fungsi spin yang antisimetrik. Adalah mudah untuk membentuk fungsi

spin 3 elektron yang simetrik yaitu (1)(2)(3), namun adalah tidak mungkin untuk

susunan 3 elektron yang menghasilkan fungsi antisimetrik. Selanjutnya bagaimana

konfigurasinya agar kita peroleh 3 elektron yang secara keseluruhan menjadi

antisimetrik?

Marilah kita mencoba membangun fungsi antisimetrik yang terdiri atas 3 elektron.

Kita gunakan ƒ, g dan h untuk fungsi koordinat ketiga elektron secara berturut-turut. Kita

bertolak dengan fungsi:

ƒ(1)g(2)h(3) (10-32)

yang tentu saja tidak antisimetrik. Fungsi antisimetrik yang kita inginkan harus

terkonversi menjadi minus fungsi itu sendiri jika oleh salah satu operator permutasi

atau atau . Aplikasi masing-masing operator ini terhadap fungsi (10-32)

menghasilkan:

239

ƒ(2)g(1)h(3)

ƒ(3)g(2)h(1)

ƒ(1)g(3)h(2)

Page 17: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

(10-33)

Kita dapat saja mencoba memperoleh fungsi antisimetrik dengan cara membuat

kombinasi linear terhadap ke empat fungsi (10-32) dan (10-33), tetapi upaya ini akan

gagal. Aplikasi terhadap dua fungsi terakhir pada (10-33), menghasilkan:

ƒ(3)g(1)h(2) dan ƒ(2)g(3)h(1) (10-34)

yang tidak termasuk dalam (10-32) maupun (10-33). Oleh karena itu, kita harus

memasukkan ke enam fungsi (10-32), (10-33) dan (10-34) ke dalam kombinasi linear

antisimetrik yang kita inginkan. Ke enam fungsi ini adalah enam (3 . 2 . 1) kemungkinan

permutasi dari 3 elektron dalam 3 fungsi yaitu ƒ, g dan h. Jika ƒ(1)g(2)h(3) adalah solusi

dari persamaan Schrodinger dengan nilai eigen E, maka lantaran identitas partikel,

masing-masing fungsi (10-32) sampai (10-34) harus juga merupakan solusi dengan nilai

eigen yang sama yaitu E, dan sembarang kombinasi linear dari fungsi-fungsi ini adalah

merupakan fungsi eigen dengan nilai eigen E.

Kombinasi linear antisimetriknya mempunyai bentuk sabagai berikut:

c1 ƒ(1)g(2)h(3) + c2 ƒ(2)g(1)h(3) + c3 ƒ(3)g(2)h(1) + c4 ƒ(1)g(3)h(2)

+ c5 ƒ(3)g(1)h(2)+ c6 ƒ(2)g(3)h(1) (10-35)

Karena fungsi ƒ(2)g(1)h(3) = ƒ(2)g(1)h(3), dalam rangka memperoleh (10-35)

sebagai fungsi eigen dari operator dengan nilai eigen 1, kita harus membuat c2 =

c1. Dengan alas yang sama, karena ƒ(3)g(2)h(1) = ƒ(1)g(2)h(3) dan ƒ(1)g(3)h(2) =

ƒ(1)g(2)h(3), sehingga kita harus membuat c3 = c1 dan c4 = c1. Karena ƒ(3)g(1)h(2)

= ƒ(3)g(2)h(1), kita harus membuat c5 = c3 = c1. Selanjutnya kita akan memperoleh

c6 = c1. Dengan demikian kombinasi linear (10-35) dapat ditulis:

c1 [ƒ(1)g(2)h(3) ƒ(2)g(1)h(3) ƒ(3)g(2)h(1) ƒ(1)g(3)h(2)

+ ƒ(3)g(1)h(2)+ ƒ(2)g(3)h(1)] (10-36)

yang dengan mudah dapat dibuktikan bahwa fungsi kombinasi linear (10-36) adalah

antisimetrik terhadap pertukaran 1-2, 1-3 dan 2-3. [ jika semua tanda pada (10-36) positif,

maka kita akan memperoleh fungsi simetrik].

240

Page 18: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Marilah kita asumsikan bahwa fungsi ƒ, g dan h adalah ortonormal dan kita pilih

c1 sedemikian rupa sehingga (10-36) ternormalisasi. Untuk memperoleh harga c1, kalikan

(10-36) dengan komplek konjugasinya kemudian dintegralkan.. Kita akan memperoleh

integral 36 suku. Tapi dari karena asumsi ortonormal, maka hanya 6 integral yang

nilainya masing-masing 1 (karena ortonomal) sedang 30 fungsi yang lain bernilai nol

(karena ortogonal). Yang bernilai satu adalah yang berasal dari perkalian fungsi yang

sama. Jadi:

= 1

c12 . (1+1+1+1+1+1) = 1

c1 =

Kita dapat memperoleh (10-36) dengan cara sebagaimana kita lakukan di atas, tetapi ada

cara yang jauh lebih sederhana, yaitu (lihat bab 8) dengan menggunakan determinan

order 3 berikut:

Sifat antisimetrik melekat pada determinan (10-37), sebab pertukaran label elektron,

berarti terjadi pertukaran baris pada determinan. Kita tahu bahwa salah satu sifat

determinan adalah nilainya lipat 1 dari nilai asalnya jika dilakukan pertukaran baris. Ini

merupakan sifat antisimetrik.

Dengan menggunakan determinan (10-37), sangatlah mungkin untuk membuat

fungsi spin antisimetrik untuk 3 elektron. Jika ƒ diganti , g diganti dan h diganti ,

maka (10-37) menjadi:

(10-38)

Meskipun (10-38) antisimetrik, namun kita harus menolaknya, karena nilai (10-38)

adalah nol, sehingga determinan tersebut hilang nilainya. Ini berarti kita tidak mungkin

membuat fungsi spin antisimetrik 3 elektron yang tidak nol.

241

ƒ(1) g(1) h(1)

ƒ(2) g(2) h(2)

ƒ(3) g(3) h(3)

Page 19: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Selanjutnya kita akan menggunakan (10-37), untuk menyusun sebuah fungsi

gelombang order nol untuk litium ground state dengan melibatkan variabel spasial

maupun spin. Sekarang, fungsi ƒ, g dan h tidak hanya fungsi spasial tetapi juga

mengandung variabel spin. Kita misalkan:

ƒ(1) = 1s(1)(1) (10-39)

Fungsi (10-39) itu disebut orbital-spin yaitu hasil kali antara fungsi orbital sebuah

elektron dengan fungsi spin elektron tersebut. Jika g(1) pada (10-37) diganti 1(s)(1), hal

ini akan membuat dua kolom identik pada determinan (10-37) dan fungsi gelombang

akan hilang karena nilai determinannya nol. Hal ini kemudian menimbulkan kasus

penting yang disebut prinsip eksklusi Pauli yang menyatakan: Dua buah elektron tidak

boleh menempati orbital-spin yang sama.. Cara lain untuk menyatakan hal ini adalah

dengan menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam sebuah atom yang mempunyai

nilai sama untuk semua bilangan kuantumnya. Prinsip eksklusi Pauli adalah konsekuensi

dari prinsip Pauli yang lebih umum, yaitu persyaratan antisimetrik dan bersifat kurang

memuaskan dibandingkan dengan statemen antisimetrik, karena prinsip eksklusi Pauli

hanya dilandasi oleh fungsi gelombang order nol aproksimasi, bukan fungsi gelombang

eksak. Karena penggantian g(1) = 1s(1)(1) melanggar prinsip eksklusi Pauli, maka

dipilih g(1) = 1s(1)(1). Selanjutnya bagaimana dengan h(1)? Untuk menghindari

kemungkinan pelanggaran terhadap prinsip eksklusi Pauli, maka kita pilih h(1) =

2s(1)(1). Pergantian terhadap ƒ, g dan h yang lain pada (10-37) dilakukan identik

dengan pergantian terhadap ƒ(1), g(1) dan h(1), sehingga fungsi gelombang order nol

untuk litium ground state yang dibangun melalui (10-37) adalah:

(0) = (10-40)

Perlu dicatat secara khusus bahwa masing-masing elemen pada determinan (10-40) bukan

perkalian sederhana antara fungsi spasial dan fungsi spin sebagaimana dalam atom

hidrogen dan helium, namun masing-masing elemen determinan adalah kombinasi linear

antara fungsi spasial dan fungsi spin.

242

Page 20: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Karena kita telah memilih h(1) = 2s(1)(1) untuk litium, tentu saja sebagaimana hidrogen

dan helium, litium ground state juga dobel degenerasi, karena adanya dua kemungkinan arah spin elektron

pada orbital 2s. Kedua kemungkinan diagram untuk litium adalah:

1s 2s dan 1s 2s

Tiap-tiap orbital, misal 1s atau 2p+1 atau 2p0 dan seterusnya, dapat berisi dus elektron

dengan spin berlawanan, sedang tiap orbital-spin, misal 1s atau 1s dan seterusnya

hanya dapat berisi satu elektron.

Meskipun konfigurasi 1s22p1 mempunyai energi tak terpertubasi E(0) yang sama besarnya

dengan konfigurasi 1s22s1, namun jika kita memperhitungkan efek repulsi antar elektron

pada perhitungan E(1) atau koreksi yang lebih tinggi, akan ternyata bahwa konfigurasi

1s22s1 lebih rendah energinya dari pada 1s22p1. Dengan alasan yang sama 1s2 pada helium

lebih rendah energinya dari pada 1s12s1.

Kita akan menutup sub bab ini dengan mendiskusikan masalah prinsip eksklusi

Pauli, yang kita ulangi statemen-nya sebagai berikut: Dalam sistem fermion identik, tidak

ada dua partikel yang dapat menempati state yang sama. Jika kita mempunyai sistem

yang terdiri atas n partikel yang saling berinteraksi (misal sebuah atom), maka ada sebuah

fungsi gelombang (yang melibatkan 4n variabel) untuk sistem yang dimaksud itu.

Lantaran adanya interaksi antar partikel, fungsi gelombang sistem tidak dapat dinyatakan

sebagai hasil kali fungsi gelombang masing-masing partikel; atau secara singkat dapat

dinyatakan bahwa kita hanya dapat membicarakan fungsi sistem secara global dan tidak

dapat membicarakan fungsi partikel secara individual. Namun, jika interaksi antar

partikel tidak terlalu besar, maka sebagai aproksimasi, kita boleh mengabaikan interaksi

itu, dan menyatakan fungsi gelombang order nol dari sistem tersebut sebagai hasil kali

fungsi gelombang partikel-partikel individual. Dalam fungsi gelombang order nol ini,

tidak boleh ada dua fermion yang mempunyai fungsi gelombang (state) yang sama.

Lain halnya untuk sistem yang terdiri atas beberapa partikel boson. Karena boson

mensyaratkan fungsi gelombang yang simetrik terhadap pertukaran partikel, maka tidak

ada batasan mengenai banyaknya boson yang dapat berada pada sebuah state.

243

Page 21: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

10.6 Determinan Slater

Slater menyatakan (1929) bahwa determinan (10-40) memenuhi persyaratan

antisimetrik untuk atom berelektron banyak. Determinan seperti (10-40) disebut

determinan Slater. Semua elemen dalam kolom-kolom pada determinan Slater

melibatkan orbital-spin yang sama, sedang elemen dalam sebuah baris melibatkan

elektron yang sama. [Karena pertukaran baris dan kolom tidak mengubah nilai

determinan, tentu saja determinan Slater (10-40) dapat ditulis dalam bentuk yang lain].

Sekarang akan kita coba, bagaimana menyatakan fungsi gelombang order nol

helium yang sudah kita kenal sebelumnya, dalam determinan Slater. Untuk konfigurasi

ground state 1s2, kita mempunyai orbital-spin 1s dan 1s, yang menghasilkan

determinan Slater sebagai berikut:

= 1s(1)1s(2) [(1)(2) (1)(2)]

(10-41)

yang sesuai dengan (10-26). Untuk konfigurasi tereksitasi 1s12s1, kita mempunyai 4

macam orbital-spin, sehingga dihasilkan 4 macam determinan Slater, yaitu:

D1 = D2 =

D3 = D4 =

Perbandingan dengan (10-27) sampai (10-30), menunjukkan bahwa fungsi gelombang

order nol 1s12s1 dihubungkan dengan 4 macam determinan Slater sebagai berikut:

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] (1)(2) = D1 (10-42)

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] (1)(2) = D4 (10-43)

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] 2½[(1)(2) (1)(2)] = 2½(D2+D3)

(10-44)

244

Page 22: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

2½[1s (1) 2s (2) 2s (1)1s(2)] 2½[(1)(2) (1)(2)] = 2½(D2D3)

(10-45)

(Untuk memperoleh fungsi order nol yang merupakan fungsi eigen dari operator

momentum angular dan spin, seringkali kita menggunakan kombinasi linear determinan

Slater dari suatu konfigurasi; lihat bab XI)

Berikutnya akan kita bahas beberapa notasi determinan Slater. Sebagai pengganti

terhadap dan untuk fungsi spin, orang sering menggunakan garis bar di atas fungsi

spasial untuk menunjukkan fungsi sedang fungsi spasial yang tanpa bar berarti fungsi

spasial dengan fungsi spin . Misal 1s(1)(1) cukup ditulis 1s(1) sedang 1s(1) cukup

ditulis . Dengan demikian persamaan (10.40) dapat ditulis:

(0) = (10-46)

Notasi (10-46) sering dipersingkat lagi, tanpa menuliskan faktor normasilasi, dan hanya

dinyatakan dalam satu baris, yaitu:

(0) = (10-47)

Sekarang akan kita balik. Jika determinan Slater ditulis (0) = , bagaimana

notasi determinan Slaternya secara lengkap. Dari orbital-spin yang tertulis, dapat

dipastikan bahwa sistem (atom) terdiri atas 4 elektron. Elektron 1 berada di 1s dengan

spin , elektron 2 pada 1s dengan spin , elektron 3 pada 2s dengan spin dan elektron 4

pada 2p dengan spin . Karena sistemnya 4 partikel maka faktor normalisasinya adalah

= . Dengan demikian determinan Slaternya adalah:

(0) =

atau

(0) =

245

Page 23: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

10.7 Perturbasi terhadap Lithium Ground State

Marilah kita menerapkan perturbasi untuk atom litium ground state. Untuk ini kita

gunakan:

Telah kita peroleh sebelumnya bahwa untuk memenuhi prinsip Pauli, konfigurasi litium

ground state harus 1s22s1. Fungsi gelombang order nolnya adalah (10-40):

(0) =

= [1s(1)1s(2)2s(3)(1)(2)(3) 1s(1)2s(2)1s(3)(1)(2)(3)

1s(1)1s(2)2s(3)(1)(2)(3) + 1s(1)2s(2)1s(3)(1)(2)(3)

+ 2s(1)1s(2)1s(3)(1)(2)(3) 2s(1)1s(2)1s(3)(1)(2)(3)

Berapakah E(0) ?. Masing-masing suku pada (0) mengandung perkalian dua buah 1s dari

fungsi mirip hidrogen dan sebuah 2s dari fungsi mirip hidrogen yang dikalikan lagi

dengan faktor spin. adalah jumlah dari 3 buah Hamiltonian mirip hidrogen yang tidak

melibatkan spin. Jadi (0) adalah kombinasi linear suku-suku, yang masing-masing adalah

fungsi eigen dari dengan nilai eigen sebesar . Jadi:

E(0) = = = 275,5 eV (10-48)

Untuk memperoleh E(1), kita harus mengevaluasi . Untuk ini kita akan

mengadakan pengelompokan suku-suku pada (0) yang faktor spinnya sama.

(0) = [ 1s(1)2s(2)1s(3) 1s(1)1s(2)2s(3) ] (1)(2)(3)

+ [1s(1)1s(2)2s(3) 2s(1)1s(2)1s(3) ] (1)(2)(3)

+ [2s(1)1s(2)1s(3) 1s(1)2s(2)1s(3) ] (1)(2)(3) (10-49)

246

Page 24: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

atau:

(0) = a (1)(2)(3) + b (1)(2)(3) + c (1)(2)(3) = A + B + C (10-50)

Selanjutnya kita evaluasi E(1)

E(1) = =

E(1) = + + + +

+ + + +

(10-51)

Karena sifat ortogonalitas, enam suku terakhir pada (10-51) adalah nol. Sebagai contoh,

integral melibatkan penjumlahan fungsi spin sebagai berikut:

= = 0 . 0 . 1 = 0

Dengan demikian kita peroleh:

E(1) = + + +

Kini akan kita evaluasi . Telah kita ketahui bahwa: A = a (1)(2)(3),

jadi:

=

=

=

Karena sifat ortonormal, maka

sehingga diperoleh:

=

Analog dengan itu juga kita peroleh:

= dan = sehingga,

247

Page 25: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

E(1) = + + (10-52)

dan tampak bahwa fungsi spin tidak lagi terlibat. Marilah sekarang kita kembalikan a, b c

dan ke bentuk asalnya sehingga (10-52) menjadi:

E(1) = + +

=

+

+

Dengan menggunakan sifat ortonormal dari fungsi orbital 1s dan 2s, selanjutnya

akan dapat kita peroleh:

E(1) = +

+

Dan ternyata bentuk tersebut adalah integral Coulomb dan integral Pertukaran (exchange

integral), jadi:

E(1) = 2J1s2s + J1s1s K1s2s (10-53)

Telah kita ketahui pada bab 9, bahwa

J1s2s = ; J1s1s dan K1s2s = sehingga:

E(1) = = 83,5 eV

248

Page 26: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Melalui perturbasi order pertama diperoleh energi ground state litium adalah E (0) + E(1)

yaitu sebesar 192,0 eV. Jika nilai ini dibandingkan dengan nilai energi ground state

yang diperoleh melalui eksperimen yaitu 203,5 eV, masih ada perbedaan 11,5 eV. Agar

perbedaan semakin kecil, kita harus melakukan perhitungan terhadap fungsi gelombang

dan koreksi energi dengan order yang lebih tinggi.

10.8 Metode Variasi untuk Litium Ground State

Fungsi gelombang perturbasi order nol atom litium (10-40) memperhitungkan

muatan inti penuh (Z = 3) baik untuk 1s maupun 2s. Diperkirakan, orbital 2s yang

letaknya terhadap inti atom cukup terhalang oleh orbital 1s, akan menerima muatan inti

kurang dari 3. Dengan alasan ini, maka diperkenalkan dua parameter variasi yang

berbeda yaitu b1 untuk muatan yang diterima 1s dan b2 untuk 2s ke dalam (10-40).

Telah kita ketahui bahwa fungsi gelombang mirip hidrogen untuk 1s adalah

. Jika Z untuk 1s diganti b1 maka fungsi gelombang 1s menjadi:

ƒ = (10-54)

Sedang fungsi 2s dengan Z diganti b2 adalah:

g = (10-55)

Dengan demikian kita dapat mencoba menggunakan fungsi variasi:

(10-56)

Penggunaan muatan berbeda b1dan b2 untuk 1s dan 2s membuat orbital kehilangan

ortogonalitas, dengan demikian (10-56) tak ternormalisasi. Nilai terbaik dari parameter

variasi diperoleh melalui dan , dengan W adalah energi variasi yang

249

ƒ(1)(1) ƒ(1)(1) g(1)(1)

ƒ(2)(2) ƒ(2)(2) g(3)(3)

ƒ(3)(3) ƒ(3)(3) g(3)(3)

=

Page 27: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

sering disebut integral variasional . Telah kita pelajari bahwa W = (lihat bab

8). Hasilnya adalah b1 = 2,686, b2 = 1,776 dan energi variasi yang dicari adalah W =

201,2 eV. Harga ini sangat dekat dengan energi litium ground state yang sesungguhnya

yaitu 203,5.

10.9 Momen Magnetik Spin

Ingat bahwa (bab 6) momentum angular orbital L menghasilkan momen magnetik

L sebesar (e/2me)L. Atas dasar ini, sangatlah masuk akal jika kita beranggapan bahwa

momentum angular spin S dapat menghasilkan momen magnetik s = (e/2me)S. Tetapi

perlu juga diketahui, bahwa berbeda dengan momentum angular orbital yang merupakan

fenomena klasik, ternyata momentum angular spin merupakan fenomena relativistik, oleh

karena itu kita tidak boleh begitu saja menganalogikan momen magnetik spin secara

langsung dari momen magnetik orbital. Menurut kalkulasi Dirac dalam quantum

relativistik (yang tidak dibahas disini) nilai momen magnetik spin dalam sistem satuan

internasional adalah:

s = ge S

Dirac menyatakan bahwa nilai faktor g untuk elektron adalah 2, jadi:

s= S (10-57)

Karena S = dan harga bilangan kuantum s = ½ , maka besarnya momen

magnetik spin elektron dalam sistem satuan internasional adalah:

s= (10-58)

Dalam kajian yang lebih cermat, ternyata bahwa nilai g2 tidak tepat = 2, tetapi sedikit

lebih besar (P. Kush, 1966), yaitu:

ge = 2 ( 1 + + + . . . . = 2,0023

sedang didefinisikan sebagai:

250

Page 28: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

= = 0,007297 (10-59)

Sifat feromagnetik pada besi adalah akibat dari momen dipol magnetik elektron.

Dua kemungkinan arah spin elektron dan hubungan momen magnetik spin dengan

sumbunya menghasilkan dua tingkat energi berbeda jika medan magnet eksternal

diaplikasikan. Dalam spektroskopi ESR, orang melakukan pengamatan terhadap transisi

kedua tingkat energi ini. Spektroskopi ESR (Electron Spin Resonance) dikenakan pada

spesies radikal bebas, atau ion logam transisi yang mempunyai satu atau beberapa

elektron tak berpasangan. Karena adanya elektron tak berpasangan, akibatnya radikal

bebas dan ion logam transisi tertentu mempunyai momen magnetik serta spin elektron

total tidak nol. Itulah sebabnya spektroskopi ESR dapat bekerja atas spesies-spesies

tersebut.

Beberapa inti atom, mempunyai spin dan momen magnetik spin yang tidak nol.

Dalam spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance), pengamatan dilakukan atas

dasar transisi tingkat energi inti untuk sampel yang berada dalam medan magnet

eksternal. Proton dengan spin = ½ adalah kajian utama dalam spektroskopi NMR.

251

Page 29: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

Soal Bab X

1) Hitunglah besarnya sudut yang dibentuk oleh vektor spin S dengan sumbu z untuk

elektron dengan fungsi spin .

2) (a) Tunjukkan bahwa kommut dengan Hamiltonian untuk atom litium

(b) Tunjukkan bahwa dan tidak saling kommut.

(c) Tunjukkan bahwa dan kommut apabila mereka diaplikasikan pada fungsi

antisimetrik

3) Tunjukkan bahwa Hermitian

4) Simetrik atau antisimetrik atau buka keduanyakah fungsi berikut:

(a) ƒ(1)g(2)(1)(2); (b) ƒ(1)ƒ(2)[(1)(2) (1)(2)]

(c) ƒ(1)ƒ(2)ƒ(3)(1)(2)(3) (d) ea(r1r

2)

(e) [ƒ(1)g(2) g(1)ƒ(2)][(1)(2) (2)(1)] (f)

5) Jelaskan, mengapa fungsi N (r1 r2) tidak boleh digunakan sebagai fungsi

variasi untuk helium ground state ?

6) Jika elektron mempunyai nilai spin = nol, bagaimana fungsi gelombang order nol

untuk ground state dan first excited state ? (repulsi antar elektron diabaikan)

7. Antisimetrisasi operator didefinisikan sebagai operator yang meng-antisimetriskan

hasil kali fungsi n buah elektron tunggal yang dikalikan dengan . Untuk n = 2,

kita akan memperoleh:

=

(a) untuk n = 2, nyatakan dalam term

(b) untuk n = 3, nyatakan dalam term , dan .

8. Turunkan persamaan (10-53) untuk litium dari persamaan (10-52)

252

Page 30: Bab 10 Spin Elektron & Prinsip Pauli

Bab X Spin Elektron dan prinsip Pauli/

===000===

253