case KPSW
-
Upload
asoetandar -
Category
Documents
-
view
42 -
download
1
Transcript of case KPSW
1
BAB I
REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama : Ny S.H
Umur : 29 tahun
Alamat : Jl. Pelita GG sentosa II sekip ujung RW 23 RW 06
Palembang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 24-10-2012, pukul 10.00WIB
ANAMNESIS
Anamnesis Umum (Tanggal 24-10-2012)
Riwayat Obstetri : G1P0A0
Riwayat kehamilan sekarang
Haid : teratur, siklus 28 hari
Lamanya :7 hari
Banyaknya : biasa
HPHT : 8-1-2012
Taksiran persalinan : 15-10-2012
Lama hamil : 41-42 minggu
Nafsu makan : baik
Miksi : normal
Defekasi : normal
Gerakan anak dirasakan: 5 bulan yang lalu
Periksa hamil : kontrol kehamilan ke Bidan (5 kali)
2
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh : datang dengan rujukan bidan tanpa surat pengantar
His mulai sejak tanggal : 24-10-2012 jam 06.00
Darah lendir sejak tanggal : 24-10-2012 jam 06.00
Rasa mengedan sejak tanggal : (-) jam (-)
Ketuban belum / sudah pecah : sudah 23-10-2012 jam 21.00
Riwayat Perkawinan : 1 x masih menikah selama 2 tahun
Riwayat Sosial ekonomi : sedang
Riwayat gizi : sedang
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 13 jam SMRS os mengeluh keluar air dari kemaluan, banyaknya 3x ganti kain
basah, riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul, makin lama
makin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah lendir (+), riwayat trauma (-),
riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam(-),
riwayat sakit gigi (-). Os lalu ke bidan, lalu os dirujuk ke RSMH. Os mengaku
hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Frekuensi pernafasan : 20 x/mnt
Suhu : 36,7 oC
Berat badan : 65 kg
3
Tinggi badan : 155 cm
Habitus : athletikus
Konjunctiva palpebra pucat : -/-
Sklera ikterik : -/-
Gizi : sedang
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : bising nafas vesikuler N, wheezing (-), ronkhi (-)
Hati dan lien : sulit dinilai
Edema pretibia : (-/-)
Varises : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-).
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Tanggal : 24 Oktober 2012, pukul 10.00 wib
Palpasi : Leopold I : 3 jari bawah proccesus xiphoideus (30 cm)
Leopold II : Letak memanjang, punggung kiri.
Leopold III : Terbawah kepala
Leopold IV : Penurunan 4/5
His : 2 kali / 10 menit, lamanya 25 detik, kualitas sedang
DJJ : 128 x/menit
Taksiran berat janin : 2635 gram
Pemeriksaan Dalam (Tanggal 24 Oktober pukul 10.00 WIB)
Inspekulo :
Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) darah tidak aktif,
Erosi/Laserasi/Polip (-), Lakmus (+) merah menjadi biru
4
Vaginal Toucher :
Portio konsistensi lunak, posisi posterior, pendataran 80%, pembukaan kuncup,
ketuban (-) / 13 jam, jernih, bau (-).
Pemeriksaan Panggul:
Promontorium : tidak teraba
KD : >13 cm
KV :>11 cm
Linea innominata : teraba 1/3-1/3
Sakrum : konkaf
Spina ishiadica : tak menonjol
Arcus pubis : >90o
Dinding samping : lurus
Kesan panggul : luas
Bentuk PAP : ginekoid
DKP : (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 24 Oktober 2012
Darah Rutin
- Hb : 10,5 gr/dl
- Eritrosit : 4.040.000/mm3
- Hematokrit : 30 gr%
- Leukosit : 19.600/mm3
- Trombosit : 493.000/mm3
- Diff. count : 0/0/1/90/5/4
Kimia Klinik
- BSS : 91 mg/dl
- Ureum : 16 mg/dl
- Kreatinin : 0,5 mg/dl
5
- Protein total : 7,4 g/dl
- Albumin : 3,4 g/dl
- Globulin : 4,0 g/dl
- Bilirubin Total : 0,28 mg/dl
- Bilirubin Direk : 0,16 mg/dl
- Bilirubin Indirek : 0,12 mg/dl
- SGOT : 13 U/I
- SGPT : 6 U/I
- Natrium : 144 mmol/L
- Kalium : 4,5 mmol/L
- As. Urat : 5,0 mg/dl
- CRP : (-)
- CRP kuantitatif : <5 mg/ml
Urinalisa
- Protein : (-)
- Glukosa : (-)
- Keton : (+)
- Darah/Hb : (-)
- Bilirubin : (-)
- Urobilinogen : (+)
- Nitrit : (-)
- Sel epitel : (+++)
- Leukosit : 0-3 /lpb
- Eritrosit : 0-1 /lpb
- Mucus : (++)
- Bakteri : (+)
- LEA : (-)
6
DIAGNOSA KERJA
G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala
PROGNOSIS
Ibu : dubia
Anak : dubia
PENATALAKSANAAN
Observasi His, DJJ, TVI dan tanda-tanda inpartu
IVFD : RL gtt XX/m
Injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv, skin test
Rencana partus pervaginam
Rencana induksi dengan drip oksitosin
LAPORAN PERSALINAN
Tanggal 25-10-2012 jam 02.25 WIB tampak parturien ingin mengejan kuat.
Pada pemeriksaan didapatkan :
- portio tidak teraba
- pembukaan lengkap (10 cm)
- ketuban (-), jernih, bau (-)
- terbawah kepala
- H III+
- penunjuk di UUK kiri depan
D/: G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 29 jam inpartu kala II, janin tunggal
hidup presentasi kepala
T/: - pimpin persalinan
- episiotomi mediolateral
7
Pukul 2.30 WIB, lahir spontan hidup neonatus laki-laki dengan berat
badan 3400 gram panjang badan 48 cm Apgar Score 8/9 FTAGA
Pukul 2.35 WIB, plasenta lahir lengkap berat plasenta 580 gram, panjang
tali pusat 5.0 cm, ukuran plasenta 18x19 cm. Dilakukan manajemen aktif kala III:
-injeksi oksitosin 10 IU
-penegangan tali pusat terkendali
-masase fundus uteri
Setelah dilakukan epsiotomi tidak didapatkan perluasan luka episiotomi,
luka episiotomi dijahit secara satu-satu dengan chromic cat gut 2.0. KU ibu post
partum baik. Perdarahan aktif (-).
Follow Up (25 Oktober 2012)
S : Habis melahirkan
Status present : KU : baik TD : 120/70 RR : 20 x/mnt
Sens : CM Nadi : 84 x/mnt T : 36,5ºC
Status obstetri :
PL: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik, darah tak aktif, lokia
rubra (+), vulva tenang, luka episiotomi tenang
Diagnosis kerja : P1 A0 post partus spontan neonatus hidup laki-laki BB 3400
gram PB 39 cm, skor APGAR 8/9, FTAGA
Penatalaksanaan:
- Observasi keadaan umum dan perdarahan
- Mobilisasi dini
- ASI on demand
- Vulva hygiene
- Perawatan luka episiotomi
- Obat-obatan : Cefadroxil 2x1, vitamin B kompleks 3x1, asam mefenamat
3x500 mg
8
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
2.3. Apakah penyebab terjadinya KPSW pada penderita ini?
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi
pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001). Sarwono
menyebutkan ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung.ketuban pecah sebelum waktunya di sebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua
faktor tersebut, berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina servik.1
II. Etiologi dan faktor resiko
Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-
faktor yang berhubungan erat dengan KPSW, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui.
Beberapa faktor risiko dari KPSW adalah :2
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Faktor risiko yang memicu ketuban pecah sebelum waktunya :3
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya
3.perdarahan pervaginam
10
4. pH vagina di atas 4.5
5.Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
6.flora vagina abnormal
7.fibronectin > 50 mg/ml
8.kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis,
dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
9.Inkompetensi serviks (leher rahim)
10.Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11.Riwayat KPSW sebelumya
12.Trauma
13. Servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia
kehamilan 23 minggu
14.Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
III. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya terjadi pada 1%
kehamilan.1 Mengikut referensi Ilmu Kebidanan, kejadian Ketuban pecah sebelum waktunya
pada umur kehamilan sebelum 34minggu, kejadiannya sekitar 4%.2 Dikemukan bahwa kejadian
ketuban pecah sebelum waktunya, 5 %diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam,
sekitar 95 % diikuti oleh persalinan dalam 7-95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan
konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.3
Menurut jurnal Acta Medice Iranica 2003, berlaku perbedaan insiden mengikut ras
yaitu, berlaku peningkatan drastic pada wanita kulit hitam yaitu dari 5.1% ke 12.5% dan pada
wanita kulit putih dari 1.5% menjadi 2.2%. Sosioekonomi rendah belum dapat dijadikan
parameter yang mempengaruhi Ketuban pecah sebelum waktunya.4
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Antaranya, 65%
adalah disebabkan komplikasi dari Ketuban pecah sebelum waktunya.4
11
IV. Patofisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 cc. Air putih
kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis
1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asamurik, kreatinin, sel-sel
epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per
liter terutama sebagai albumin.5
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui
apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin
pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru
untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada
letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur
dengan mekonium.Asal air ketuban dari (1) kencing janin (fetal urin), (2)transudasi dari darah
ibu, (3) sekresi dari epitel amnion dan (4) asal campuran (mixed origin). 5,6
Fungsi air ketuban adalah: 6
1. Untuk proteksi janin.
2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau
diminumyang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
6. Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
7. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-
kira 350-500 cc.
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
danperegangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahanbiokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. 6
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkanselaput ketuban pecah. Faktro resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah
berkurangnya asam askorbat sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan asam
12
askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi
kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP-1). Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari
matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat
men jelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP,
cenderung terjadi ketuban pecah dini.6
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
Sumber: NEJM (2012)7
13
V. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang
1. Riwayat: bocornya cairan dari vagina, dapat dijelaskan sebegai keluarnya
cairan dengan cepat dan tiba-tiba, atau dengan lambat dan konstan. Dapat
juga ditemui gejala sekret dari vagina, perdarahan per vaginam, atau tekanan
pada pelvis dengan tidak adanya kontraksi persalinan. Dapat juga ditemui
tanda-tanda infeksi seperti nyeri tekan abdomen, demam, spotting vagina,
sekrete berbau, dan takikardia bila terjadi infeksi.
2. Pemeriksaan fisik:
Hindari pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Gunakan pemeriksaaan in spekulo, dapat dijumpai cairan amnion
yang berkumpul di belakang serviks atau visualisasi lewatnya cairan dari
kanalis servikalis.
3. pH test: Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya cairan amnion, ambil
cairan amnion dari forniks posterior, dengan kapas lidi atau pipet setetes
cairan amnion diaplikasikan ke Nitrazine pH paper, yang akan berubah
menjadi biru-hijau bila positif.
4. Ferning: Dibuat apusan cairan amnion, dibiarkan kering, dan dilihat di
bawah mikroskop, protein dari cairan amnion akan menunjukkan pola seperti
daun pakis
5. Pemeriksaan sitologi untuk melihat verniks kaseosa:
a. Cat Papanicolaou
b. Cat Pinasianole
c. Zat warna Nile Blue Sulfate
6. Pemeriksaan ultrasound: amniotic fluid index untuk menilai banyaknya air
ketuban (oligohidramnion), berat fetus, usia gestasional, presentasi fetus
7. Ultrasound-guided transabdominal instillation dengan tinta indigo carmine
diikuti dengan pengamatan mengalirnya cairan biru dari vagina
8. Penilaian presentasi fetus, usia gestasional, dan kondisi fetus.
9. Pemantauan denyut jantung janin (cardiotocography) dan akitivitas uterus
untuk menilai status fetus.
14
10. Tes darah ibu dapat dilakukan untuk menentukan ada tidaknya
leukositosis yang mungkin dapat menandakan kemungkinan terjadinya
infeksi.
11. Kultur serviks mencakup Chlamydia trachomatis dan Neisseria
gonorrhoeae dan kultur anovaginal untuk Streptococcus agalactiae harus
diperoleh.
12. Amniocentesis dengan bantuan ultrasound diperlukan untuk
menguji maturitas paru –paru fetus dan untuk mengidentifikasi infeksi.8,9
VI. Tatalaksana secara umum10,11,12
1. Manajemen ekspektatif atau konservatif (usia kehamilan >28 minggu, <37
minggu)
Bila tak didapatkan komplikasi (yaitu suhu >38°C, leukosit
>15000/mm3, air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning)
Pada kondisi tertentu, dibutuhkan manajemen aktif berupa
terminasi kehamilan, yaitu chorioamnionitis, advanced labor, fetal distress,
dan placental abruption dengan hasil surveilans fetus yang buruk
Tokolitik (belum ada konsensus dan masih kontroversial)
Antenatal corticosteroids
Pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal pada usia
kehamilan 24-34 minggu (RCOG) untuk mengurangi risiko respiratory
distress syndrome (RDS), mortalitas periperinatal, dan morbiditas lainnya
Angka kejadian respiratory distress syndrome (RDS), necrotizing
enterocolitis, dan intraventricular hemorrhage lebih rendah saat diberikan
12 mg betamethasone IM 2 kali sehari dalam interval 24 jam atau
dexamethasone 6 mg q12h diberikan sebanyak 4 dosis.
Rekomendasi ACOG:
Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk wanita
hamil usia gestasi 24-34 minggu yang berisiko lahir prematur dalam 7 hari.
15
Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk wanita
dengan PROM sebelum usia gestasi 32 minggu untuk mengurangi risiko
respiratory distress syndrome, mortalitas perinatal, dan morbiditas lainnya.
Jika terdapat imaturitas paru, pemberian kortikosteroid pada usia gestasi
32-33 minggu dapat bermanfaat.
Penggunaan kortikosteroid sebelum usia viabilitas fetus tidak
direkomendasikan
Kortikosteroid dosis tungggal (rescue course) dapat dipertimbangkan jika
tatalaksana diberikan lebih dari 2 minggu sebelumnya, usia gestasional kurang
dari 32 6/7 minggu, dan ibu diperkirakan oleh klinisi akan bersalin dalam 1
minggu ke depan. Namun, pemberian yang terjadwal secara berulang atau lebih
dari 2 kali berturut-turut tidak direkomendasikan.
Diperlukan riset lebih lanjut terkait risiko dan manfaat, dosis optimal, dan
kapan pemberikan dosis tunggal (rescue) steroid diperlukan
Antibiotik profilaksis atau terapeutik:
Pemberian antibiotik ampicillin 2 g q6h dan erythromycin 250 mg
q6h intravena selama 48 jam diikuti dengan amoxicillin 250 mg q8h dan
erythromycin-base (enteric-coated) 333 mg q8h selama 5 hari (studi
NICHD)
2.Manajemen Aktif
Bila didapatkan komplikasi, usia gestasi >37 minggu/ <28 minggu,
janin mati, indeks tokolitik >8
Berikan antibiotika
Terminasi
Pervaginam bila: usia gestasi <28 minggu, janin mati
Perabdominam bila: kontraindikasi tetes pitosin, letak
lintang, persentasi lain yang tidak mungkin pervaginam
16
Gambar 2. Algoritma manajemen pasien dengan preterm PROM
Sumber: AAFP (2006)11
Tabel 1. Manajemen Ketuban Pecah Sebelum Waktunya secara Kronologis
17
Sumber: RCOG (2009)9
Manajemen ≥37 minggu (aterm)
Induksi persalinan dengan infus oksitosin untuk mengurangi risiko
chorioamnionitis.11
Manajemen PPROM 34 – 37 minggu.
Pertimbangkan pemberian steroid bila ada imaturitas paru-paru
fetus
Induksi persalinan
Dilarang periksa dalam
Antibiotika profilaksis (infeksi streptococcus grup B).
Awasi tanda-tanda infeksi
Antibiotika yang sesuai bila terjadi chorioamnitis.11
18
Manajemen PPROM 32-33 minggu
Manajemen ekspektatif bila tidak ada kontraindikasi maternal atau
fetus hingga paru-paru fetus matur dan pertimbangkan terminasi
kehamilan 48 jam kemudian, atau lakukan penilaian kondisi fetus,
observasi ada tidaknya infeksi intra amnion, dan lakukan persalinan pada
usia 34 minggu
Induksi persalinan dapat dilakukan bila paru-paru fetus sudah
matur (terdokumentasi)
Kortikosteroid dan antibiotik bila paru-paru fetus belum matang.11
Manajemen PPROM 24-31 minggu
Dokter sebaiknya menunda kehamilan sampai usia gestasi 34
minggu jika tidak ada infeksi intra amnion.
Kontraindikasi terapi konservatif mencakup chorioamnionitis,
abruptio placentae, dan hasil pemeriksaan fetus yang tidak baik.
Dokter sebaiknya memberikan terapi kortikosteroid dan antibiotik
dan melakukan penilaian status fetus dengan pemantauan fetus atau USG.
Dokter sebaiknya megobservasi dengan ketat ada tidaknya
takikardia fetus atau maternal, temperatur oral melebihi 100.4°F (38°C),
kontraksi teratur, nyeri tekan uterus, atau leukositosis, yang mungkin
merupakan indikator amnionitis.11
VII. Komplikasi11
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPSW antara lain sebagai berikut:
Kelahiran prematur
Respiratory distress syndrome
Kompresi tali pusat
Korioamnionitis
Solusio plasenta
Kematian fetus antepartum
19
VIII. Prognosis
Sekitar 70%-80% wanita yang mengalami pecah ketuban antara 28-36 minggu
akan mengalami persalinan dalam waktu 4 hari. Semakin dekat dengan periode
aterm, semakin cepat (rata-rata) progresnya menuju persalinan. Jika fetus matur
atau mendekati matur, semakin baik prognosisnya. Sebaliknya jika terjadi KPSW
bersama dengan fetus yang lahir prematur, prognosis semakin buruk, timbul
morbiditas fetus yang signifikan, dan mortalitas fetus dapat mencapai 10%.8
BAB IV
ANALISA KASUS
20
Pada tanggal 24 Oktober 2012, Ny. SH, berusia 29 tahun, alamat dalam
kota, kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, datang ke RSMH
dengan keluhan mau melahirkan dengan keluar air-air dari kemaluan ±13 jam
yang lalu, banyaknya 3x ganti kain basah, riwayat perut mules yang menjalar ke
pinggang hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat (+), riwayat keluar
darah lendir (+), riwayat trauma (-), riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum
obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat sakit gigi (-). Os mengaku hamil
cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
Dari anamnesis didapatkan HPHT tanggal 8 Januari 2012 dan dari
pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus
xifoideus (30 cm). Kehamilan cukup bulan dan sudah berusia 41-42 minggu
dengan taksiran persalinan 15 Oktober 2012. His reguler 2 kali dalam 10 menit
selama 25 detik, pembukaan kuncup. Detak jantung janin 128 kali/menit teratur.
Letak janin memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 4/5, taksiran
berat janin 2635 gram.
Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan pasien belum memasuki
tahap in partu. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya pembukaan (kuncup).
Namun dari pemeriksaan dalam diketahui selaput ketuban sudah pecah dengan
pembukaan kuncup, dari pemeriksaan in spekulo didapatkan fluxus berupa
keluarnya air dari OUE yang merupakan cairan ketuban, dibuktikan dengan hasil
tes lakmus yang (+), dan dari anamnesis didapatkan riwayat keluar air-air 13 jam
yang lalu. Dengan demikian dapat disimpulkan kasus ini merupakan ketuban
pecah sebelum waktunya, karena selaput ketuban sudah pecah sebelum
pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten). Penderita
didiagnosis dengan G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu
Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala. Diagnosis janin tunggal hidup presentasi
kepala diketahui dari pemeriksaan Leopold I-III. Untuk mengetahui apakah janin
masih hidup digunakan Doppler untuk mendengar DJJ dan didapatkan DJJ 128
x/menit.
21
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah observasi His, DJJ, TVI dan tanda-
tanda inpartu, IVFD : RL gtt XX/m, injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv (setelah skin
test), rencana partus pervaginam, rencana induksi dengan drip oksitosin. Terapi
yang dipilih adalah terapi aktif berupa terminasi kehamilan karena usia kehamilan
aterm (>37 minggu), didapatkan leukosit >15000/mm3, serta indeks tokolitik >8,
sehingga persalinan diinduksi dengan drip oksitosin (karena pasien belum in
partu). Dipilih persalinan per vaginam karena janin presentasi kepala, tidak ada
kontraindikasi terhadap oksitosin, serta tidak ada disproporsi kepala pelvis.
Diberikan injeksi ceftriaxon sebagai antibiotika profilaksis terhadap infeksi.
Etiologi dari KPSW pada pasien ini masih belum dapat dipastikan,
kemungkinan dapat terjadi karena berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau
vitamin C, terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang
menimbulkan perubahan tekanan intra uterine yang mendadak. Dari aspek yang
berhubungan dengan obstetri dan ginekologi tidak ditemukan faktor risiko pasti,
antara lain pasien bukan multigravida, melainkan primigravida dengan tidak
adanya riwayat KPSW, tidak hamil ganda, tidak ada polihidramnion, perdarahan
antepartum (-), malposisi (-), DKP (-), serta umur 20-35 tahun (29 tahun). Belum
terjadi korioamnionitis pada pasien ini karena tidak ditemukan peningkatan suhu
>38°C, air ketuban juga jernih dan tidak berbau. Namun didapatkan peningkatan
leukosit >15.000/mm3 sehingga faktor risiko infeksi tetap harus diwaspadai dan
diberikan antibiotik sebagai profilaksis.
BAB V
KESIMPULAN
22
5.1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang.
5.2. Penyebab KPSW pada pasien ini tidak diketahui, kemungkinan
berhubungan dengan berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau vitamin C,
terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang menimbulkan
perubahan tekanan intra uterine yang mendadak.
5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA
23
1.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp 677-82.
2.Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan ObstetriGinekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221-225.
3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar KuliahObstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. CetakanPertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Danielsson.. Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM). [Online] 17 Desember 2009 : [Cited 2009 on January 15]: [3 sreens].
6.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini dalam Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp677-82.
7.Parry and Strauss III. 2012. Premature Rupture of Fetal Membrane. New England Journal of Medicine, 338:10 [Online] 5 March 2009: [Cited 2012 on October 22; downloaded from: www.nejm.org]
8.MD Guidelines. 2010. PROM. (http://www.mdguidelines.com/premature-rupture-of-membranes, diunduh 18 Oktober 2012)
9.Allahyar Jazayeri. 2010. PROM. (http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#aw2aab6b8, diunduh 19 Oktober 2012)
10.RCOG. 2006. PROM. (http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG44PPROM28022011.pdf, diunduh 19 Oktober 2012)
24
11.AFP. 2011. PPROM. (http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)
12. ACOG. 2007. PROM. (http://guidelines.gov/content.aspx?id=10915, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)