case KPSW

34
1 BAB I REKAM MEDIS IDENTIFIKASI Nama : Ny S.H Umur : 29 tahun Alamat : Jl. Pelita GG sentosa II sekip ujung RW 23 RW 06 Palembang Agama : Islam Status : Menikah Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu rumah tangga MRS : 24-10-2012, pukul 10.00WIB ANAMNESIS Anamnesis Umum (Tanggal 24-10-2012) Riwayat Obstetri : G 1 P 0 A 0 Riwayat kehamilan sekarang Haid : teratur, siklus 28 hari Lamanya :7 hari Banyaknya : biasa HPHT : 8-1-2012 Taksiran persalinan : 15-10-2012 Lama hamil : 41-42 minggu

Transcript of case KPSW

Page 1: case KPSW

1

BAB I

REKAM MEDIS

IDENTIFIKASI

Nama : Ny S.H

Umur : 29 tahun

Alamat : Jl. Pelita GG sentosa II sekip ujung RW 23 RW 06

Palembang

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

MRS : 24-10-2012, pukul 10.00WIB

ANAMNESIS

Anamnesis Umum (Tanggal 24-10-2012)

Riwayat Obstetri : G1P0A0

Riwayat kehamilan sekarang

Haid : teratur, siklus 28 hari

Lamanya :7 hari

Banyaknya : biasa

HPHT : 8-1-2012

Taksiran persalinan : 15-10-2012

Lama hamil : 41-42 minggu

Nafsu makan : baik

Miksi : normal

Defekasi : normal

Gerakan anak dirasakan: 5 bulan yang lalu

Periksa hamil : kontrol kehamilan ke Bidan (5 kali)

Page 2: case KPSW

2

Riwayat Persalinan

Dikirim oleh : datang dengan rujukan bidan tanpa surat pengantar

His mulai sejak tanggal : 24-10-2012 jam 06.00

Darah lendir sejak tanggal : 24-10-2012 jam 06.00

Rasa mengedan sejak tanggal : (-) jam (-)

Ketuban belum / sudah pecah : sudah 23-10-2012 jam 21.00

Riwayat Perkawinan : 1 x masih menikah selama 2 tahun

Riwayat Sosial ekonomi : sedang

Riwayat gizi : sedang

Anamnesis Khusus

Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 13 jam SMRS os mengeluh keluar air dari kemaluan, banyaknya 3x ganti kain

basah, riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul, makin lama

makin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah lendir (+), riwayat trauma (-),

riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam(-),

riwayat sakit gigi (-). Os lalu ke bidan, lalu os dirujuk ke RSMH. Os mengaku

hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/mnt

Frekuensi pernafasan : 20 x/mnt

Suhu : 36,7 oC

Berat badan : 65 kg

Page 3: case KPSW

3

Tinggi badan : 155 cm

Habitus : athletikus

Konjunctiva palpebra pucat : -/-

Sklera ikterik : -/-

Gizi : sedang

Payudara hiperpigmentasi : (+/+)

Jantung : gallop (-), murmur (-)

Paru-paru : bising nafas vesikuler N, wheezing (-), ronkhi (-)

Hati dan lien : sulit dinilai

Edema pretibia : (-/-)

Varises : (-/-)

Refleks fisiologis : (+/+)

Refleks patologis : (-/-).

Status Obstetri

Pemeriksaan Luar:

Tanggal : 24 Oktober 2012, pukul 10.00 wib

Palpasi : Leopold I : 3 jari bawah proccesus xiphoideus (30 cm)

Leopold II : Letak memanjang, punggung kiri.

Leopold III : Terbawah kepala

Leopold IV : Penurunan 4/5

His : 2 kali / 10 menit, lamanya 25 detik, kualitas sedang

DJJ : 128 x/menit

Taksiran berat janin : 2635 gram

Pemeriksaan Dalam (Tanggal 24 Oktober pukul 10.00 WIB)

Inspekulo :

Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) darah tidak aktif,

Erosi/Laserasi/Polip (-), Lakmus (+) merah menjadi biru

Page 4: case KPSW

4

Vaginal Toucher :

Portio konsistensi lunak, posisi posterior, pendataran 80%, pembukaan kuncup,

ketuban (-) / 13 jam, jernih, bau (-).

Pemeriksaan Panggul:

Promontorium : tidak teraba

KD : >13 cm

KV :>11 cm

Linea innominata : teraba 1/3-1/3

Sakrum : konkaf

Spina ishiadica : tak menonjol

Arcus pubis : >90o

Dinding samping : lurus

Kesan panggul : luas

Bentuk PAP : ginekoid

DKP : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 24 Oktober 2012

Darah Rutin

- Hb : 10,5 gr/dl

- Eritrosit : 4.040.000/mm3

- Hematokrit : 30 gr%

- Leukosit : 19.600/mm3

- Trombosit : 493.000/mm3

- Diff. count : 0/0/1/90/5/4

Kimia Klinik

- BSS : 91 mg/dl

- Ureum : 16 mg/dl

- Kreatinin : 0,5 mg/dl

Page 5: case KPSW

5

- Protein total : 7,4 g/dl

- Albumin : 3,4 g/dl

- Globulin : 4,0 g/dl

- Bilirubin Total : 0,28 mg/dl

- Bilirubin Direk : 0,16 mg/dl

- Bilirubin Indirek : 0,12 mg/dl

- SGOT : 13 U/I

- SGPT : 6 U/I

- Natrium : 144 mmol/L

- Kalium : 4,5 mmol/L

- As. Urat : 5,0 mg/dl

- CRP : (-)

- CRP kuantitatif : <5 mg/ml

Urinalisa

- Protein : (-)

- Glukosa : (-)

- Keton : (+)

- Darah/Hb : (-)

- Bilirubin : (-)

- Urobilinogen : (+)

- Nitrit : (-)

- Sel epitel : (+++)

- Leukosit : 0-3 /lpb

- Eritrosit : 0-1 /lpb

- Mucus : (++)

- Bakteri : (+)

- LEA : (-)

Page 6: case KPSW

6

DIAGNOSA KERJA

G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu Janin Tunggal Hidup

Presentasi Kepala

PROGNOSIS

Ibu : dubia

Anak : dubia

PENATALAKSANAAN

Observasi His, DJJ, TVI dan tanda-tanda inpartu

IVFD : RL gtt XX/m

Injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv, skin test

Rencana partus pervaginam

Rencana induksi dengan drip oksitosin

LAPORAN PERSALINAN

Tanggal 25-10-2012 jam 02.25 WIB tampak parturien ingin mengejan kuat.

Pada pemeriksaan didapatkan :

- portio tidak teraba

- pembukaan lengkap (10 cm)

- ketuban (-), jernih, bau (-)

- terbawah kepala

- H III+

- penunjuk di UUK kiri depan

D/: G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 29 jam inpartu kala II, janin tunggal

hidup presentasi kepala

T/: - pimpin persalinan

- episiotomi mediolateral

Page 7: case KPSW

7

Pukul 2.30 WIB, lahir spontan hidup neonatus laki-laki dengan berat

badan 3400 gram panjang badan 48 cm Apgar Score 8/9 FTAGA

Pukul 2.35 WIB, plasenta lahir lengkap berat plasenta 580 gram, panjang

tali pusat 5.0 cm, ukuran plasenta 18x19 cm. Dilakukan manajemen aktif kala III:

-injeksi oksitosin 10 IU

-penegangan tali pusat terkendali

-masase fundus uteri

Setelah dilakukan epsiotomi tidak didapatkan perluasan luka episiotomi,

luka episiotomi dijahit secara satu-satu dengan chromic cat gut 2.0. KU ibu post

partum baik. Perdarahan aktif (-).

Follow Up (25 Oktober 2012)

S : Habis melahirkan

Status present : KU : baik TD : 120/70 RR : 20 x/mnt

Sens : CM Nadi : 84 x/mnt T : 36,5ºC

Status obstetri :

PL: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik, darah tak aktif, lokia

rubra (+), vulva tenang, luka episiotomi tenang

Diagnosis kerja : P1 A0 post partus spontan neonatus hidup laki-laki BB 3400

gram PB 39 cm, skor APGAR 8/9, FTAGA

Penatalaksanaan:

- Observasi keadaan umum dan perdarahan

- Mobilisasi dini

- ASI on demand

- Vulva hygiene

- Perawatan luka episiotomi

- Obat-obatan : Cefadroxil 2x1, vitamin B kompleks 3x1, asam mefenamat

3x500 mg

Page 8: case KPSW

8

BAB II

PERMASALAHAN

2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

2.3. Apakah penyebab terjadinya KPSW pada penderita ini?

Page 9: case KPSW

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Ketuban pecah sebelum waktunya adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi

pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001). Sarwono

menyebutkan ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses

persalinan berlangsung.ketuban pecah sebelum waktunya di sebabkan oleh karena

berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua

faktor tersebut, berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang

dapat berasal dari vagina servik.1

II. Etiologi dan faktor resiko

Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebabnya masih belum

diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-

faktor yang berhubungan erat dengan KPSW, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan

sulit diketahui.

Beberapa faktor risiko dari KPSW adalah :2

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)

2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

3. Riwayat KPD sebelumnya

4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

5. Kehamilan kembar

6. Trauma

7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23minggu

8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor risiko yang memicu ketuban pecah sebelum waktunya :3

1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

2. riwayat persalinan preterm sebelumnya

3.perdarahan pervaginam

Page 10: case KPSW

10

4. pH vagina di atas 4.5

5.Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.

6.flora vagina abnormal

7.fibronectin > 50 mg/ml

8.kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis,

dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

9.Inkompetensi serviks (leher rahim)

10.Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

11.Riwayat KPSW sebelumya

12.Trauma

13. Servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia

kehamilan 23 minggu

14.Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

III. Epidemiologi

Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan mengalami

ketuban pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya terjadi pada 1%

kehamilan.1 Mengikut referensi Ilmu Kebidanan, kejadian Ketuban pecah sebelum waktunya

pada umur kehamilan sebelum 34minggu, kejadiannya sekitar 4%.2 Dikemukan bahwa kejadian

ketuban pecah sebelum waktunya, 5 %diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam,

sekitar 95 % diikuti oleh persalinan dalam 7-95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan

konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.3

Menurut jurnal Acta Medice Iranica 2003, berlaku perbedaan insiden mengikut ras

yaitu, berlaku peningkatan drastic pada wanita kulit hitam yaitu dari 5.1% ke 12.5% dan pada

wanita kulit putih dari 1.5% menjadi 2.2%. Sosioekonomi rendah belum dapat dijadikan

parameter yang mempengaruhi Ketuban pecah sebelum waktunya.4

 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka

kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau

setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Antaranya, 65%

adalah disebabkan komplikasi dari Ketuban pecah sebelum waktunya.4

Page 11: case KPSW

11

IV. Patofisiologi

Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 cc. Air putih

kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis

1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asamurik, kreatinin, sel-sel

epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per

liter terutama sebagai albumin.5

Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui

apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin

pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru

untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada

letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur

dengan mekonium.Asal air ketuban dari (1) kencing janin (fetal urin), (2)transudasi dari darah

ibu, (3) sekresi dari epitel amnion dan (4) asal campuran (mixed origin). 5,6

Fungsi air ketuban adalah: 6

1. Untuk proteksi janin.

2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.

3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.

4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.

5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau

diminumyang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.

6. Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.

7. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-

kira 350-500 cc.

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus

danperegangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi

perubahanbiokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. 6

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan

struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkanselaput ketuban pecah. Faktro resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah

berkurangnya asam askorbat sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan asam

Page 12: case KPSW

12

askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi

kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase  (MMP) yang dihambat oleh

inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP-1). Mendekati waktu persalinan,

keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari

matriks ekstraseluler dan membrane  janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat

men jelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP,

cenderung terjadi ketuban pecah dini.6

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya

Sumber: NEJM (2012)7

Page 13: case KPSW

13

V. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

1. Riwayat: bocornya cairan dari vagina, dapat dijelaskan sebegai keluarnya

cairan dengan cepat dan tiba-tiba, atau dengan lambat dan konstan. Dapat

juga ditemui gejala sekret dari vagina, perdarahan per vaginam, atau tekanan

pada pelvis dengan tidak adanya kontraksi persalinan. Dapat juga ditemui

tanda-tanda infeksi seperti nyeri tekan abdomen, demam, spotting vagina,

sekrete berbau, dan takikardia bila terjadi infeksi.

2. Pemeriksaan fisik:

Hindari pemeriksaan dalam (vaginal toucher)

Gunakan pemeriksaaan in spekulo, dapat dijumpai cairan amnion

yang berkumpul di belakang serviks atau visualisasi lewatnya cairan dari

kanalis servikalis.

3. pH test: Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya cairan amnion, ambil

cairan amnion dari forniks posterior, dengan kapas lidi atau pipet setetes

cairan amnion diaplikasikan ke Nitrazine pH paper, yang akan berubah

menjadi biru-hijau bila positif.

4. Ferning: Dibuat apusan cairan amnion, dibiarkan kering, dan dilihat di

bawah mikroskop, protein dari cairan amnion akan menunjukkan pola seperti

daun pakis

5. Pemeriksaan sitologi untuk melihat verniks kaseosa:

a. Cat Papanicolaou

b. Cat Pinasianole

c. Zat warna Nile Blue Sulfate

6. Pemeriksaan ultrasound: amniotic fluid index untuk menilai banyaknya air

ketuban (oligohidramnion), berat fetus, usia gestasional, presentasi fetus

7. Ultrasound-guided transabdominal instillation dengan tinta indigo carmine

diikuti dengan pengamatan mengalirnya cairan biru dari vagina

8. Penilaian presentasi fetus, usia gestasional, dan kondisi fetus.

9. Pemantauan denyut jantung janin (cardiotocography) dan akitivitas uterus

untuk menilai status fetus.

Page 14: case KPSW

14

10. Tes darah ibu dapat dilakukan untuk menentukan ada tidaknya

leukositosis yang mungkin dapat menandakan kemungkinan terjadinya

infeksi.

11. Kultur serviks mencakup Chlamydia trachomatis dan Neisseria

gonorrhoeae dan kultur anovaginal untuk Streptococcus agalactiae harus

diperoleh.

12. Amniocentesis dengan bantuan ultrasound diperlukan untuk

menguji maturitas paru –paru fetus dan untuk mengidentifikasi infeksi.8,9

VI. Tatalaksana secara umum10,11,12

1. Manajemen ekspektatif atau konservatif (usia kehamilan >28 minggu, <37

minggu)

Bila tak didapatkan komplikasi (yaitu suhu >38°C, leukosit

>15000/mm3, air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning)

Pada kondisi tertentu, dibutuhkan manajemen aktif berupa

terminasi kehamilan, yaitu chorioamnionitis, advanced labor, fetal distress,

dan placental abruption dengan hasil surveilans fetus yang buruk

Tokolitik (belum ada konsensus dan masih kontroversial)

Antenatal corticosteroids

Pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal pada usia

kehamilan 24-34 minggu (RCOG) untuk mengurangi risiko respiratory

distress syndrome (RDS), mortalitas periperinatal, dan morbiditas lainnya

Angka kejadian respiratory distress syndrome (RDS), necrotizing

enterocolitis, dan intraventricular hemorrhage lebih rendah saat diberikan

12 mg betamethasone IM 2 kali sehari dalam interval 24 jam atau

dexamethasone 6 mg q12h diberikan sebanyak 4 dosis.

Rekomendasi ACOG:

Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk wanita

hamil usia gestasi 24-34 minggu yang berisiko lahir prematur dalam 7 hari.

Page 15: case KPSW

15

Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk wanita

dengan PROM sebelum usia gestasi 32 minggu untuk mengurangi risiko

respiratory distress syndrome, mortalitas perinatal, dan morbiditas lainnya.

Jika terdapat imaturitas paru, pemberian kortikosteroid pada usia gestasi

32-33 minggu dapat bermanfaat.

Penggunaan kortikosteroid sebelum usia viabilitas fetus tidak

direkomendasikan

Kortikosteroid dosis tungggal (rescue course) dapat dipertimbangkan jika

tatalaksana diberikan lebih dari 2 minggu sebelumnya, usia gestasional kurang

dari 32 6/7 minggu, dan ibu diperkirakan oleh klinisi akan bersalin dalam 1

minggu ke depan. Namun, pemberian yang terjadwal secara berulang atau lebih

dari 2 kali berturut-turut tidak direkomendasikan.

Diperlukan riset lebih lanjut terkait risiko dan manfaat, dosis optimal, dan

kapan pemberikan dosis tunggal (rescue) steroid diperlukan

Antibiotik profilaksis atau terapeutik:

Pemberian antibiotik ampicillin 2 g q6h dan erythromycin 250 mg

q6h intravena selama 48 jam diikuti dengan amoxicillin 250 mg q8h dan

erythromycin-base (enteric-coated) 333 mg q8h selama 5 hari (studi

NICHD)

2.Manajemen Aktif

Bila didapatkan komplikasi, usia gestasi >37 minggu/ <28 minggu,

janin mati, indeks tokolitik >8

Berikan antibiotika

Terminasi

Pervaginam bila: usia gestasi <28 minggu, janin mati

Perabdominam bila: kontraindikasi tetes pitosin, letak

lintang, persentasi lain yang tidak mungkin pervaginam

Page 16: case KPSW

16

Gambar 2. Algoritma manajemen pasien dengan preterm PROM

Sumber: AAFP (2006)11

Tabel 1. Manajemen Ketuban Pecah Sebelum Waktunya secara Kronologis

Page 17: case KPSW

17

Sumber: RCOG (2009)9

Manajemen ≥37 minggu (aterm)

Induksi persalinan dengan infus oksitosin untuk mengurangi risiko

chorioamnionitis.11

Manajemen PPROM 34 – 37 minggu.

Pertimbangkan pemberian steroid bila ada imaturitas paru-paru

fetus

Induksi persalinan

Dilarang periksa dalam

Antibiotika profilaksis (infeksi streptococcus grup B).

Awasi tanda-tanda infeksi

Antibiotika yang sesuai bila terjadi chorioamnitis.11

Page 18: case KPSW

18

Manajemen PPROM 32-33 minggu

Manajemen ekspektatif bila tidak ada kontraindikasi maternal atau

fetus hingga paru-paru fetus matur dan pertimbangkan terminasi

kehamilan 48 jam kemudian, atau lakukan penilaian kondisi fetus,

observasi ada tidaknya infeksi intra amnion, dan lakukan persalinan pada

usia 34 minggu

Induksi persalinan dapat dilakukan bila paru-paru fetus sudah

matur (terdokumentasi)

Kortikosteroid dan antibiotik bila paru-paru fetus belum matang.11

Manajemen PPROM 24-31 minggu

Dokter sebaiknya menunda kehamilan sampai usia gestasi 34

minggu jika tidak ada infeksi intra amnion.

Kontraindikasi terapi konservatif mencakup chorioamnionitis,

abruptio placentae, dan hasil pemeriksaan fetus yang tidak baik.

Dokter sebaiknya memberikan terapi kortikosteroid dan antibiotik

dan melakukan penilaian status fetus dengan pemantauan fetus atau USG.

Dokter sebaiknya megobservasi dengan ketat ada tidaknya

takikardia fetus atau maternal, temperatur oral melebihi 100.4°F (38°C),

kontraksi teratur, nyeri tekan uterus, atau leukositosis, yang mungkin

merupakan indikator amnionitis.11

VII. Komplikasi11

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPSW antara lain sebagai berikut:

Kelahiran prematur

Respiratory distress syndrome

Kompresi tali pusat

Korioamnionitis

Solusio plasenta

Kematian fetus antepartum

Page 19: case KPSW

19

VIII. Prognosis

Sekitar 70%-80% wanita yang mengalami pecah ketuban antara 28-36 minggu

akan mengalami persalinan dalam waktu 4 hari. Semakin dekat dengan periode

aterm, semakin cepat (rata-rata) progresnya menuju persalinan. Jika fetus matur

atau mendekati matur, semakin baik prognosisnya. Sebaliknya jika terjadi KPSW

bersama dengan fetus yang lahir prematur, prognosis semakin buruk, timbul

morbiditas fetus yang signifikan, dan mortalitas fetus dapat mencapai 10%.8

BAB IV

ANALISA KASUS

Page 20: case KPSW

20

Pada tanggal 24 Oktober 2012, Ny. SH, berusia 29 tahun, alamat dalam

kota, kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, datang ke RSMH

dengan keluhan mau melahirkan dengan keluar air-air dari kemaluan ±13 jam

yang lalu, banyaknya 3x ganti kain basah, riwayat perut mules yang menjalar ke

pinggang hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat (+), riwayat keluar

darah lendir (+), riwayat trauma (-), riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum

obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat sakit gigi (-). Os mengaku hamil

cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

Dari anamnesis didapatkan HPHT tanggal 8 Januari 2012 dan dari

pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus

xifoideus (30 cm). Kehamilan cukup bulan dan sudah berusia 41-42 minggu

dengan taksiran persalinan 15 Oktober 2012. His reguler 2 kali dalam 10 menit

selama 25 detik, pembukaan kuncup. Detak jantung janin 128 kali/menit teratur.

Letak janin memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 4/5, taksiran

berat janin 2635 gram.

Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan pasien belum memasuki

tahap in partu. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya pembukaan (kuncup).

Namun dari pemeriksaan dalam diketahui selaput ketuban sudah pecah dengan

pembukaan kuncup, dari pemeriksaan in spekulo didapatkan fluxus berupa

keluarnya air dari OUE yang merupakan cairan ketuban, dibuktikan dengan hasil

tes lakmus yang (+), dan dari anamnesis didapatkan riwayat keluar air-air 13 jam

yang lalu. Dengan demikian dapat disimpulkan kasus ini merupakan ketuban

pecah sebelum waktunya, karena selaput ketuban sudah pecah sebelum

pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten). Penderita

didiagnosis dengan G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu

Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala. Diagnosis janin tunggal hidup presentasi

kepala diketahui dari pemeriksaan Leopold I-III. Untuk mengetahui apakah janin

masih hidup digunakan Doppler untuk mendengar DJJ dan didapatkan DJJ 128

x/menit.

Page 21: case KPSW

21

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah observasi His, DJJ, TVI dan tanda-

tanda inpartu, IVFD : RL gtt XX/m, injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv (setelah skin

test), rencana partus pervaginam, rencana induksi dengan drip oksitosin. Terapi

yang dipilih adalah terapi aktif berupa terminasi kehamilan karena usia kehamilan

aterm (>37 minggu), didapatkan leukosit >15000/mm3, serta indeks tokolitik >8,

sehingga persalinan diinduksi dengan drip oksitosin (karena pasien belum in

partu). Dipilih persalinan per vaginam karena janin presentasi kepala, tidak ada

kontraindikasi terhadap oksitosin, serta tidak ada disproporsi kepala pelvis.

Diberikan injeksi ceftriaxon sebagai antibiotika profilaksis terhadap infeksi.

Etiologi dari KPSW pada pasien ini masih belum dapat dipastikan,

kemungkinan dapat terjadi karena berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau

vitamin C, terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang

menimbulkan perubahan tekanan intra uterine yang mendadak. Dari aspek yang

berhubungan dengan obstetri dan ginekologi tidak ditemukan faktor risiko pasti,

antara lain pasien bukan multigravida, melainkan primigravida dengan tidak

adanya riwayat KPSW, tidak hamil ganda, tidak ada polihidramnion, perdarahan

antepartum (-), malposisi (-), DKP (-), serta umur 20-35 tahun (29 tahun). Belum

terjadi korioamnionitis pada pasien ini karena tidak ditemukan peningkatan suhu

>38°C, air ketuban juga jernih dan tidak berbau. Namun didapatkan peningkatan

leukosit >15.000/mm3 sehingga faktor risiko infeksi tetap harus diwaspadai dan

diberikan antibiotik sebagai profilaksis.

BAB V

KESIMPULAN

Page 22: case KPSW

22

5.1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan penunjang.

5.2. Penyebab KPSW pada pasien ini tidak diketahui, kemungkinan

berhubungan dengan berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau vitamin C,

terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang menimbulkan

perubahan tekanan intra uterine yang mendadak.

5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: case KPSW

23

1.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp 677-82.

2.Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan ObstetriGinekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221-225.

3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar KuliahObstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. CetakanPertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.

4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

5. Danielsson.. Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM). [Online] 17 Desember 2009 : [Cited 2009 on January 15]: [3 sreens].

6.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini dalam Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp677-82.

7.Parry and Strauss III. 2012. Premature Rupture of Fetal Membrane. New England Journal of Medicine, 338:10 [Online] 5 March 2009: [Cited 2012 on October 22; downloaded from: www.nejm.org]

8.MD Guidelines. 2010. PROM. (http://www.mdguidelines.com/premature-rupture-of-membranes, diunduh 18 Oktober 2012)

9.Allahyar Jazayeri. 2010. PROM. (http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#aw2aab6b8, diunduh 19 Oktober 2012)

10.RCOG. 2006. PROM. (http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG44PPROM28022011.pdf, diunduh 19 Oktober 2012)

Page 24: case KPSW

24

11.AFP. 2011. PPROM. (http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)

12. ACOG. 2007. PROM. (http://guidelines.gov/content.aspx?id=10915, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)