case KPSW

48
BAB I REKAM MEDIK I. IDENTIFIKASI Nama : Ny. WD Rekam Medik : 625307 Umur : 24 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Dalam Kota Agama : Islam Pendidikan : SLTP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga MRS : 29 Mei 2012 II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 25 Mei 2012) Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air- air. Riwayat Perjalanan Penyakit : ±8 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air, banyaknya 3 kali ganti kain basah, jernih dan tidak berbau. Riwayat keputihan tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat diurut-urut tidak ada. Riwayat minum obat atau jamu tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat sakit gigi tidak ada. Riwayat nyeri perut yang menjalar ke pinggang tapi masih jarang. Riwayat keluar darah lendir 1

description

obgin

Transcript of case KPSW

BAB I

REKAM MEDIK

I. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. WD

Rekam Medik : 625307

Umur : 24 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Dalam Kota

Agama : Islam

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS : 29 Mei 2012

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 25 Mei 2012)

Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

±8 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air, banyaknya 3

kali ganti kain basah, jernih dan tidak berbau. Riwayat keputihan tidak ada.

Riwayat trauma tidak ada. Riwayat diurut-urut tidak ada. Riwayat minum

obat atau jamu tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat sakit gigi

tidak ada. Riwayat nyeri perut yang menjalar ke pinggang tapi masih jarang.

Riwayat keluar darah lendir tidak ada. Terdapat riwayat keluar darah

bercampur lendir, riwayat perut mulas menjalar ke pinggang yang hilang

timbul, makin lama makin sering dan kuat. Os selalu ke bidan dan dirujuk

ke RSMH. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih

dirasakan.

Riwayat Perkawinan : 1 x lamanya 3 tahun.

1

Riwayat Reproduksi : Menarche umur 13 tahun, haid teratur, siklus 28

hari, lamanya 4 hari, haid pertama hari terakhir

lupa.

Riwayat obstetri : G2P0A1

No.

Abortus/Partus

Tahun Ditolong Oleh

Keadaaan Anak Lahir

Nifas Lain-lainMati Hidup

1. Abortus Desember 2009

Bidan (usia kehamilan 3 bulan)

2. Hamil ini

Sekarang

Riwayat sosial ekonomi : Sedang

Riwayat gizi : Nafsu makan baik dan tidak ada gangguan pada

miksi maupun defekasi. Berat badan sebelum

hamil 56 kg, tinggi badan 154 cm. BMI : 23,61

(Kesan: normoweight)

Riwayat penyakit yang pernah diderita :

R/ Kencing manis disangkal

R/ Darah tinggi disangkal

R/ Penyakit jantung disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 29 Mei 2012)

A. Status Present

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 kali/menit

Frekuensi pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,5 oC

Berat badan : 65 kg

2

Tinggi badan : 154 cm

Konjungtiva palpebra pucat : -/-

Sklera ikterik : -/-

Gizi : sedang

Payudara hiperpigmentasi : (+/+)

Jantung : gallop (-), murmur (-)

Paru-paru : bising nafas vesikuler (+) normal,

wheezing (-), ronkhi (-)

Hati dan lien : sulit dinilai

Edema pretibia : (-/-)

Varises : (-/-)

Refleks fisiologis : (+/+)

Refleks patologis : (-/-)

B. Status Obstetri

Pemeriksaan luar: (29-05-2012)

Tinggi fundus uteri 3 jari bawah proc. xiphoideus (34 cm), detak jantung

janin 140 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kiri,

terbawah kepala, penurunan floating (4/5), his 2x /10 menit/20 detik, TBJ

3255 gram.

Pemeriksaan dalam vagina : (29-05-2012)

Inspekulo : Portio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), cairan

ketuban tidak aktif, tes lakmus (+) merah menjadi biru,

erosi/laserasi/polip (-).

Vaginal Toucher: Portio lunak, posisi posterior, pendataran 100%,

pembukaan 2 cm, ketuban (-) jernih dan bau (-), kepala hodge I-II, sutura

sagitalis lintang.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (29 Mei 2012)

Darah Lengkap

3

Hb : 10,1 gr/dl

Leukosit : 12.600/mm3

Trombosit : 359.000/mm3

Kimia Darah

BSS : 67 mg/dl

Trigliserid : 3,5 mg/dl

Asam urat : 4,7 mg/dl

Ureum : 13 mg/dl

Kreatinin : 0,5 mg/dl

Protein total : 5,9 g/dl

Albumin : 2,5 g/dl

Globulin : 3,4 g/dl

Bilirubin total : 0,39 mg/dl

Bilirubin direk: 0,15 mg/dl

Bilirubin indirek : 0,24 mg/dl

SGOT : 16 mg/dl

SGPT : 11 mg/dl

LDH : 258 U/l

Natrium : 140 mmol/l

Kalium : 3,9 mmol/l

Urinalisa

Sel epitel : (+)

Leukosit : 0-3/LPB

Eritrosit : 2-5/LPB

Silinder : (-)

Kristal : (-)

LEA : (-)

Protein : (-)

Glukosa : (-)

Keton : (-)

Darah/Hb : (-)

4

Bilirubin : (-)

Urobilinogen : (-)

Nitrit : (-)

V. DIAGNOSIS KERJA

G2P0A1 hamil aterm dengan KPSW 8 jam, inpartu, kala I fase laten, janin

tunggal hidup, presentasi kepala.

VI. PROGNOSIS

Ibu : Dubia

Janin : Dubia

VII. PENATALAKSANAAN

- Observasi his, denyut jantung janin dan tanda vital ibu

- R/ partus pervaginam

- IVFD RL gtt xx/menit

- Injeksi cefotaxim 2x1 gram IV ( pukul 14.00 WIB di bidan)

- Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, CRP dan LEA

- Kosongkan kandung kemih

- Evaluasi partograf WHO modifikasi (fase aktif)

FOLLOW UP

Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 04.30 WIB)

Keluhan : Habis melahirkan

Status present:

KU : sakit sedang Sense : CM

TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit

T : 36,8oC RR : 20 kali/menit

Status Obstetrikus:

Pemeriksaan luar:

5

Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+), perdarahan (-),

lokia rubra (+).

Diagnosis

P1A1 postpartum spontan, neonatus hidup, ♂, berat badan 3400 gram,

panjang badan 48 cm.

Penatalaksanaan

- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan

- ASI on……

- Perawatan luka episiotomi

- Vulva hiegine

Konservatif

- Amoxicilin tab 3x500 mg

- Asam mefenamat tab 3x500 mg

- Vit. B kompleks

Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 07.00 WIB)

Keluhan : Habis melahirkan

Status present:

KU : sakit sedang Sense : CM

TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit

T : 36,5oC RR : 20 kali/menit

Status Obstetrikus:

Pemeriksaan luar:

Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan (-),

lokia rubra (+).

Diagnosis

P1A1 postpartum spontan, neonatus hidup, ♂, berat badan 3400 gram,

panjang badan 48 cm………

Penatalaksanaan

- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan

- ASI on……

6

- Perawatan luka episiotomi

- Vulva hiegine

Konservatif

- Injeksi ceftriaxon 2x1 gram IV

- Asam mefenamat tab 3x500 mg

- Vit. B kompleks

Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 14.00 WIB)

Keluhan : Habis melahirkan

Status present:

KU : sakit sedang Sense : CM

TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit

T : 36,5oC RR : 20 kali/menit

Status Obstetrikus:

Pemeriksaan luar:

Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan (-),

lokia rubra (+), vulva tenang, luka episiotomy tenang.

Diagnosis

P1A1 postpartum spontan, neonatu hidup, ♂, berat badan 3400 gram, panjang

badan 48 cm.

Penatalaksanaan

- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan

- ASI on……

- Perawatan luka episiotomi

- Vulva hiegine

Konservatif

- Asam mefenamat tab 3x500 mg

- Vit. B kompleks

Tanggal 31 Mei 2012 (pukul 07.00 WIB)

Keluhan : Habis melahirkan

7

Status present:

KU : sakit sedang Sense : CM

TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit

T : 36,8oC RR : 20 kali/menit

Status Obstetrikus:

Pemeriksaan luar:

Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+), perdarahan (-),

lokia rubra (+), vulva tenang, luka episiotomy tenang.

Diagnosis

P1A1 postpartum spontan, neonatu hidup, ♂, berat badan 3400 gram, panjang

badan 48 cm.

Penatalaksanaan

- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan

- ASI on……

- Perawatan luka episiotomi

- Vulva hiegine

Konservatif

- Cefadroxil 3x1

- Asam mefenamat tab 3x500 mg

- Vit. B kompleks

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur

kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1

American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan

kelahiran prematur sebagai bayi yang dilahirkan sebelum lengkap 37

minggu.2

Berdasarkan American Academy of Pediatrics, prematuritas diartikan

sebagai bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2500 gram atau kurang.2

Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan persalinan prematur

adalah persalinan yang berlangsung pada kehamilan 20-37 minggu dengan

berat badan bayi lahir 2500 gram atau kurang.

2.2. Epidemiologi

Angka kejadian prematur pada umumnya adalah sekitar 6-10%.

Hanya 1,5-5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32

minggu dan 0,5 % pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Kelompok ini

merupakan dua pertiga dari kematian neonatal.1

Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari 1 juta partus

prematurus (10% dari kelahiran normal) dengan perkiraan biaya lebih dari 5

milyar dolar. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang terjadi lebih dari seratus

kejadian partus prematurus dari total 3750 persalinan per tahun (3,1 %). Di

Amerika kurang lebih 5000 bayi per tahun meninggal karena komplikasi

prematuritas dan berat badan lahir rendah.3

2.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi

9

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.

Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur.1 Persalinan prematur sulit

diduga dan sulit dicari penyebabnya, sehingga pengobatannya sukar

diterapkan dengan pasti. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan

persalinan prematur adalah sebagai berikut:

a. Umur Ibu

Persalinan prematur meningkat pada usia ibu kurang dari 20 dan

lebih dari 35 tahun, ini disebabkan karena pada kurang dari 20 tahun alat

reproduksi untuk hamil belum matang, yakni serviks masih terlalu lemah,

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan

pertumbuhan janin. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun juga dapat

menyebabkan persalinan prematur karena umur ibu yang sudah resiko

tinggi.4

Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman

untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal

pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata

2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia

20-30 tahun. Kematian meningkat kembali sesudah usia 20-35 tahun.1

b. Sosial Ekonomi

Insiden persalinan prematur lebih tinggi pada pasien yang status

ekonominya rendah, ini disebabkan karena masyarakat yang

perekonomiannya rendah tidak dapat memenuhi gizi saat hamil sehingga

menghambat perkembangan dan pertumbuhan pada janin.5

c. Penyakit dan Penyulit yang menyertai Kehamilan

1) Perdarahan Antepartum

Perdarahan Antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta,

vasa previa, meningkatkan resiko persalinan prematur. Hal ini

dikarenakan perdarahan yang hebat pada ibu sehingga ibu dan janin

membutuhkan penanganan cepat supaya ibu tidak mengalami anemia

dan janin tidak mengalami hipoksia. Upaya untuk penanganan

10

tersebut adalah melahirkan janin walaupun usia kehamilan masih

prematur.6

2) Pre-eklampsi

Risiko persalinan prematur pada ibu yang mengalami pre-

eklampsi adalah 2,67 kali lebih besar. Hal ini terjadi karena pre-

eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri yang membawa darah

menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka

janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.6

3) Korioamnionitis

Infeksi pada membran dan cairan amnion yang disebabkan oleh

bermacam-macam jenis mikroorganisme dapat menyebabkan

terjadinya ketuban pecah dini, persalinan prematur, ataupun keduanya.

Namun jalan masuk mikroorganisme ke dalam cairan amnion pada

kondisi selaput ketuban yang masih utuh belum jelas. Pada 20% kasus

wanita dengan persalinan prematur dapat ditemukan bakteri maupun

virus saat pemeriksaan amniosentesis. Endotoksin sebagai produk dari

bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan

sitokin yang selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan

produksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2α bekerja dengan

modus parakrin untuk merangsang terjadinya kontraksi miometrium.2

4) Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab tersering

terjadinya persalinan prematur. Dari hasil studi pendahuluan di VK

IRD RSUD Dr.Soetomo angka persalinan prematur pada 1 bulan

terakhir yaitu pada bulan maret 2011 sebesar 31 dari 191 persalinan

(16,23 %) dan dari kelahiran yang prematur, hampir setengahnya

(32,26%) dengan KPD. Kondisi ini dapat menimbulkan kontraksi

pada uterus yang menyebabkan persalinan prematur.7

5) Grande multipara

11

Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai

angka kematian maternal lebih tinggi.1 Ibu dengan paritas rendah

cenderung bayi yang dilahirkannya tidak matur atau ada komplikasi

karena merupakan pengalaman pertama terhadap kemampuan alat

reproduksi ibu dan kemungkinan akan timbul penyakit dalam

kehamilan dan persalinan. Sedangkan ibu dengan paritas tinggi

(melahirkan lebih dari 3 kali) cenderung mengalami komplikasi yang

akhirnya berpengaruh pada persalinan.

6) Riwayat Persalinan yang Lalu

Setiap wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada

kehamilan terdahulu memiliki risiko 20 sampai 40 persen untuk

terulang kembali.8 Wanita yang mempunyai riwayat pernah

melahirkan prematur satu kali mempunyai risiko empat kali lipat

untuk lahir prematur pada kehamilan berikutnya. Sedangkan yang

pernah melahirkan prematur dua kali mempunyai risiko enam kali

lipat untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.9

Peningkatan risiko ini meningkat lebih tinggi lagi bila uji vagina

terhadap fibronektin janin pada mid-trimester positif (> 50 g/dL) dan

bila ada pemendekan serviks pada pengukuran dengan USG,

khususnya pada wanita dengan ukuran serviks pada atau di bawah

persentil ke-10 (< 25 mm) pada usia gestasi 24 minggu.2

d. Penyebab Lain1

1) Janin dan plasenta:

a) Pertumbuhan janin terhambat

b) Cacat bawaan janin

c) Kehamilan ganda/gemeli

d) Polihidramnion

2) Ibu

a) Penyakit berat pada ibu

12

b) Diabetus mellitus

c) Infeksi saluran kemih

d) Penyakit infeksi dengan demam

e) Stress psikologik

f) Kelainan bentuk uterus/serviks

g) Pemakaian obat narkotik

h) Trauma

i) Perokok berat

j) Kelainan imunologi/kelainan resus

2.4. Patofisiologi

Mekanisme infeksi intrauterin sehingga menyebabkan terjadinya

persalinan prematur secara singkat disajikan dalam gambar berikut:

Gambar 1. Mekanisme terjadinya persalinan preterm pada keadaan

kolonisasi bakteri10

13

2.5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala persalinan prematur adalah sebagai berikut:8

a. Kram hebat seperti pada saat menstruasi.

b. Nyeri atau tekanan supra pubis.

c. Nyeri tumpul pada punggung bawah berbeda dari nyeri punggung bawah

yang biasa dialami oleh wanita hamil.

d. Sensasi adanya tekanan atau berat pada pelvis.

e. Perubahan karakter atau jumlah rabas vagin (lebih kental, lebih encer,

berair, berdarah, berwarna cokelat, tidak berwarna).

f. Diare

g. Kontraksi uterus tidak dapat dipalpasi (nyeri hebat atau tidak nyeri) yang

dirasakan lebih sering dari setiap 10 menit selama 1 jam atau lebih dan

tidak mereda dengan tidur berbaring.

h. Ketuban pecah dini

2.6. Penegakan Diagnosis

2.6.1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik11

American College of Obtetricians and Gynecologist 1997

menyampaikan kriteria persalinan preterm, yaitu terdapat 4 kontraksi uterus

dalam waktu 20 menit atau 8 dalam 60 menit disertai dengan perubahan

progresif pada serviks, dilatasi serviks lebih dari 1 cm, dan pendataran

serviks lebih dari 80%. 2

Berikut ini kriteria diagnosis untuk persalinan preterm:

a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan

259 hari

b. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo

adanya pembukaan dan servisitis.

c. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,

atau sedikitnya 2 cm

d. Selaput ketuban seringkali telah pecah

14

e. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,

rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang

f. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah

2.6.2.Pemeriksaan Penunjang 1,11

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) CRP > 0,7 mg/ml

CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan

dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi

polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut

fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6,

TNF.

2) Leukosit dalam serum ibu > 13000/ml

3) Pemeriksaan kultur urin

4) Fibronektin janin

Kadar meningkat pada vagina, serviks, dan air ketuban

memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion

dan desidua. Pada kehamilan lebih dari 24 minggu, kadar fibronektin

janin lebih dari 50 g/mL mengindikasikan risiko persalinan preterm.

5) Corticotropin Releasing hormone (CRH)

Peningkatan dini/pada TM 2 merupakan indikator kuat

terjadinya persalinan preterm.

6) Sitokin Inflamasi

Seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai

indikator yang mungkin berperan dalam sintesis PGE.

7) Isoferitin plasenta

Pada keadaan normal (tidak hamil) kadarnya 10 U/ml. Kadar

meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak

pada TM akhir yakni 54,8+53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum

akan berisiko terjadinya persalinan prematur.

15

b. Amniosentesis

Hitung leukosit (20 mL/lebih), pewarnaan Gram bakteri (+) pasti

amnionitis, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion.

c. Pemeriksaan Ultrasonografi

1) Oligohidramnion

Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara

oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum serta

adanya hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada

amnion.

2) Penipisan Serviks

Bila ketebalan seviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi

persalinan prematur. Sonografi serviks transperineal lebih disukai

karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada

kasus-kasus KPD dan plasenta previa. Hasil produk bakteri desidua

dan/atau amnion manosit sitokin: IL-1,6 dan 8 TNF.

3) Kardiotopografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan

kontraksi

2.7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan persalinan prematur adalah mendapatkan

perpanjangan usia gestasi yang aman sehingga janin akan mendapatkan

manfaat dari pemberian kortikosteroid dan bertambahnya usia gestasi.13

1. Terapi kortikosteroid untuk mengakselerasi pematangan fungsi paru

Terapi kortikosteroid menunjukkan peningkatan angka

ketahanan hidup janin pada wanita dengan persalinan prematur dengan

usia kehamilan antara 24-34 minggu. Studi menunjukkan terjadi

penurunan insiden perdarahan intraventrikuler, sindrom distres

pernapasan, dan mortalitas jika diterapi kurang dari 24 jam, meskipun

efek optimal mulai dari 24 jam setelah terapi hingga 7 hari. Regimen

terapi yang dapat diberikan:

16

a. Betametason dengan dosis 12 mg i.m setiap 24 jam selama 2 hari.14

Betametason dapat menyebabkan variasi denyut jantung janin dan

gerakan janin daripada deksametason.15

b. Deksametason dengan dosis 6 mg i.m setiap 12 jam selama 2 hari.14

Hindari penggunaan kortikosteroid multipel.15

2. Pemberian tokolitik

Tokolitik dapat diberikan pada pasien dengan persalinan

prematur jika tidak terdapat kontaindikasi.

Tujuan utama dari terapi tokolitik adalah

a. Menunda persalinan sehingga dapat memberikan

glukokortikosteroid antepartum dengan tujuan untuk menurunkan

insidensi sindrom distres pernapasan..

b. Menunda persalinan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

perinatal yang berhubungan dengan prematuritas yang berat.15

Beberapa agen tokolitik yang dapat diberikan adalah

a. Magnesium sulfat

Dibandingkan dengan agonis beta-adrenergik, magnesium

sulfat sering digunakan sebagai terapi tokolisis lini pertama karena

sangat efektif dan memiliki sedikit efek samping. Selain sebagai

tokolisis, magnesium sulfat diberikan sebagai neuroproteksi.

Magnesium sulfat bekerja secara sentral dalam menurunkan kejang

dan memblok transmisi neuromuskuler. Mekanisme dalam

mencegah kontraksi uterus tidak diketahui dengan pasti namun

mungkin berhubungan dengan aktivitas antagonis kalsium. Dosis

awal 4-6 gr i.v selama 15-30 menit yang dilanjutkan dengan infus 1-

4 gr per jam untuk mempertahankan level Mg antara 4-6 mEq.

Infus kemudian dilanjutkan hingga 12-24 jam untuk meghilangkan

kontraksi uterus.14 Terapi pemeliharaan diberikan jika refleks patela

positif, pernapasan lebih dari 12x/menit, urin output lebih dari 100

ml/4 jam. Urin output dan refleks tendon dalam harus dipantau.

Evaluasi konsentrasi magnesium sulfat serum dibutuhkan.

17

Toksisitas magnesium ditandai dengan hilangnya refleks tendon

dalam yang terjadi pada dosis 9,6-12 mg/dl, paralisis pernapasan

yang terjadi pada dosis 12-18 mg/dl, dan henti jantung pada dosis

24-30 mg/dl. Gejala akan menghilang jika infus magnesium sulfat

dihentikan dan diberikan antidotum terhadap toksisitas magnesium

sulfat yaitu kalsium glukonas 1 gr i.v.14,16 Komplikasi magnesium

sulfat terhadap ibu termasuk mual, muntah, hipotensi, sakit kepala,

dan efek samping yang lebih berat yaitu depresi pernapasan dan

edema paru. Karena magnesium sulfat melintasi plasenta, efek

samping janin termasuk penurunan tonus otot dan letargi.

b. Agen beta mimetik

Obat beta mimetik merupakan obat yang paling sering

digunakan di US yaitu ritodrin dan terbutalin secara intravena.

Ritodrin dan terbutalin menstimulasi beta 2 reseptor yang

menyebabkan relaksasi otot uterus dan otot polos paru dengan

sedikit efek pada beta 1 cardiac receptors. Ritodrin i.v diberikan

dengan dosis awal 0,05-0,1 mg per menit dan ditingkatkan tiap 15

menit hingga 0,35 mg per menit. Dosis terbutalin biasanya 0,25 mg

diberikan secara subkutan setiap 1-6 jam. Terbutalin oral dengan

dosis 2,5-5 mg dapat diberikan tiap 4 jam. Tujuan terapi

pemeliharaan agen beta mimetik oral adalah untuk mencegah

kontraksi uterus yang dapat menyebabkan perubahan serviks. Dosis

disesuaikan untuk meminimalkan kontraksi janin dan

mempertahankan denyut jantung ibu antara 90-105 kali per menit.

Jika digunakan, terapi tokolitik oral dilanjutkan hingga usia

kehamilan 35-37 minggu. 14

c. Agen beta agonis

Beta-agonis (salbutamol, ritodrine, dan terbutalin) merupakan

agen tokolitik yang dipergunakan secara luas dalam menurunkan

kontraksi uterus. Pemberian beta-agonis intravena antara masa

gestasi 20-36 minggu dapat mencapai tokolisis uterus sehingga

18

menurunkan persalinan prematur dalam 48 jam setelah terapi

dimulai.

- Untuk menurunkan risiko edema paru, pemberian beta-agonis

intravena dengan volume cairan minimal.

- Pemberian beta-agonis dikontrol melalui infus. Kecepatan infus

meningkat secara reguler hingga kontraksi hilang atau hingga

nadi ibu mencapai 130-140/menit. Dosis maksimum yang

direkomendasikan untuk infus ritodrin adalah 350 mc

gram/menit dan 45 mc gram untuk infus salbutamol.

d. Agen tokolitik lini kedua

Indometasin dan calcium channel blocker merupakan obat lini

kedua dalam terapi persalinan prematur. Indometasin merupakan

inhibitor prostaglandin yang bekerja dengan menghambat produksi

sitokin yang dapat merangsang persalinan. Studi menunjukkan

bahwa indometasin memiliki kemampuan untuk menghambat

persalinan prematur selama 48 jam pada kehamilan kurang dari 32

minggu dan meningkatkan berat badan janin. Selain itu juga dapat

mempersingkat masa perawatan di neonatal intensive care unit

(NICU).14,15 Dosis 100 mg per rektum dan diulangi setelah 1-2 jam

jika masih ada kontraksi sedangkan dosis oral 25 mg setiap 4-6 jam

dan tidak lebih dari 48 jam karena berpotensial menimbulkan efek

samping pada janin. Penggunaan indometasin pada persalinan

prematur berhubungan dengan oligohidramnion dan konstriksi

transien duktus arteriosus.14,

Calcium channel blocker (nifedipine), menghambat kontraksi

otot polos sehingga uterus relaksasi. Studi menunjukkan bahwa

efisiensi nifedipin sama dengan ritodrin.14 Nifedipin diberikan secara

oral dengan dosis awal 20 mg, dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 10-20 mg setiap 6-8 jam selama 24 jam hingga usia

kehamilan 35-37 minggu atau hingga persalinan. Dosis total 60 mg.17

Kombinasi magnesium sulfat dan nifedipin harus dihindari karena

19

dilaporkan dapat menyebabkan hipokalsemia, blokade

neuromuskuler, dan toksisitas terhadap jantung, termasuk kematian

ibu.15

e. Terapi terbaru

Inhibitor oksitosin (atosiban) merupakan agen terapi terbaru

yang potensial terhadap persalinan prematur. Meskipun mekanisme

kerjanya belum diketahui dengan pasti, reseptor oksitosin uterus dan

atau oksitosin mungkin memiliki peran dalam menyebabkan

hiperaktivitas uterus pada wanita dengan persalinan prematur. Studi

terhadap dua antagonis oksitosin, antosin dan antagonis oksitosin

nonpeptidil secara oral memiliki efisiensi yang tinggi dan efek

samping terhadap janin yang rendah.14

Secara ringkas, beberapa agen tokolitik dengan dosis

pemberian dan efek samping terhadap ibu dan janin dapat dilihat

pada tabel berikut:15

Agen Tokolitik

Dosis Pemberian

Efek Samping pada Ibu

Efek Samping pada Janin

Beta mimetik Terbutalin Dosis:0,25 mg subkutan/20 menit-3 jam

Aritmia jantung, edema paru, iskemi miokardium, hipotensi, takikardi, bradipneu, hiperglikemia, hiperinsulinemia, antidiuresis, perubahan fungsi tiroid, hiperkalemia, tremor, cemas, mual/muntah, hipokalemia.

Takikardi, hiperinsulinisme, hiperglikemia.

Ritodrin (Yutopar)Dosis awal:50-100 mc gr/menit (iv),

Halusinasi berat

20

ditingkatkan 50 mc gr/menit tiap 10 menit hingga kontraksi berkurangtimbul efek samping.Dosis maks:350 mc gr/menit

Calcium channel blocker:Nifedipine (Adalat, Procardia)

Dosis awal:30 mg kemudian 10-20 mg tiap 4-6 jam

Sakit kepala, mual, hipotensi transien, takikardi transien, palpitasi.

Kematiaan janin mendadak, gawat janin.

Inhibitor sintesis prostaglandin

Indometasin (Indocin)Dosis awal:50 mg per rektum, 50-100 mg per oral, dilanjutkan dengan 25-50 mg per oral tiap 6 jam x 48 jam

Mual, rasa terbakar di dada, proctitis dengan hemalochezia, gangguan fungsi renal, peningkatan risiko perdarahan post partum, sakit kepala, depresi.

Konstriksi duktus arteriosus, hipertensi pulmonal, penurunan fungsi renal irreversibel dengan oligohidramnion, perdarahn intraventrikuler, hiperbilirubinemia, enterokolitis necrotizing.

KetorolacDosis awal:60 mg i.m, dilanjutkan 30 mg i.m tiap 6 jam x 48 jamSulindac200 mg per oral tiap 12 jam x 48 jam

Nitrite oxide donors

Gliseriltrinitrat10 mg tiap 12 jam dilanjutkan hingga kontraksi berkurang hingga 48 jam.

Sakit kepala, hipotensi.

Hipotensi

Antagonis oksitosin

Antocin (Atosiban)

Mual (durasi singkat), reaksi

21

Dosis awal:Bolus 6,75 mg/menit, diikuti infus 18 mg/jam selama 3 jam, kemudian 6 mg/jam hingga 45 jamDosis maks:330 mg

alergi, sakit kepala (durasi singkat)

Kontraindikasi tokolitik dalam terapi persalinan prematur adalah

a. Kontraindikasi umum

- Gawat janin akut

- Kematian janin (tunggal) intrauterin

- Anomali janin letal

- Pertumbuhan janin terhambat

- Korioamnionitis

- Pre-eklampsia berat atau eklampsia

- Perdarahan maternal dengan instabilitas hemodinamik ibu14,

b. Kontraindikasi terhadap agen tokolitik khusus

- Agen beta mimetik

o Aritmia jantung ibu atau penyakit jantung lainnya

o Penyakit tiroid, DM, dan hipertensi yang tidak

terkontrol.

- Magnesium sulfat

o Hipokalemia

o Miastenia gravis

o Gagal ginjal

- Indometasin (Indocin)

o Asma

o Penyakit arteri koroner

o Perdarahan gastrointestinal (riwayat sebelumnya atau

sedang aktif)

22

o Oligohidramnion

o Gagal ginjal

o Suspek anomali jantung dan ginjal janin

- Nifedipin (Adalat, Procardia) 14

o Penyakit hati maternal

o Penyakit jantung

o Penyakit ginjal

o Hipotensi maternal (<90/50 mmHg)

3. Terapi antibiotik

Infeksi maternal tertentu memiliki peran etiologi dalam

persalinan prematur, seperti wanita dengan penyakit menular seksual,

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas berat, dan vaginitis harus

diterapi secara tepat. Pasien dengan membran amnion intak dan riwayat

kultur positif streptokokus beta hemolitikus grup B (SGB) biasanya

diterapi dengan penisilin intravena. Pendekatan ini berdasarkan

rasionalitas bahwa pemberian terapi dapat mencegah transmisi perinatal.

Kehamilan dan persalinan akan lebih lama pada wanita yang diterapi

dengan eritromisin, ampisilin, dan klindamisin. Jika terdapat ketuban

pecah dini, eritromisin dapat digunakan sebagai profilaksis tetapi tidak

untuk amoksisilin-asam klavulanat (co-amoksiklav).14 Eritrosin tidak

aktif melawan bakteri anaerob, SGB, atau organisme lainnya yang

berhubungan dengan vaginosis bakterialis sedangkan co-amoksiklav

aktif melawan bakteri anaerob dan spektrum luas, tetapi tidak aktif

melawan Mycoplasma hominis yang berhubungan dengan vaginosis

bakterialis. Kemoprofilaksis intrapartum terhadap SGB yaitu penisilin

yang diberikan secara intravena selama 4 jam dan jika pasien alergi

penisilin maka dapat diberikan kombinasi eritromisin dan klaritromisin

atau klindamisin.14 Antibiotik rutin tidak direkomendasikan dalam terapi

peralinan prematur dengan membran intak.15

4. Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan coitus

23

Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan

coitus dapat menurunkan risiko kontraksi preterm yang berulang.17

5. Persalinan prematur

Jika persalinan prematur memiliki kegagalan dalam pemberian

tokolitik atau adanya kontraindikasi pemberian tokolitik, persalinan

yang aman yaitu dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas NICU. Janin

dipantau selama persalinan untuk memastikan bahwa janin dalam

kondisi baik. Jika tidak terdapat faktor risiko obstetri atau komplikasi

persalinan secara per vaginam dan janin prematur dengan presentasi

belakang kepala maka dilakukan persalinan per vaginam dan jika

presentasi bukan belakang kepala maka dapat dilakukan persalinan per

abdominam.17

2.8. Prognosis

Prognosis persalinan preterm bergantung pada usia kehamilan dan

berat lahir bayi. Berikut adalah tabel perkiraan harapan hidup bayi preterm

yang dirawat dipelayanan kesehatan tingkat tiga.

Tabel 1. Perkiraan Harapan Hidup Bayi Prematur

Usia Gestasi (minggu) Berat Lahir (gram) Harapan Hidup (%)

24-25 500-750 60

26-27 751-1000 75

28-29 1001-1250 90

30-31 1251-1500 96

32-33 1501-1750 99

>34 1751-2000 100

Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. 2007. Current

Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology 10th Edition. USA.

McGraw-Hill Companies.

Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi >1500 gr

keberhasilan hidup sekitar 85% sedangkan dengan berat < 1500 gr

24

keberhasilan sebesar 80%. Pada kehamilan umur <32 minggu dengan berat

bayi < 1500 gr angka keberhasilan hanya 59%.1

2.9. Komplikasi

Pada ibu, setelah persalinan prematur, infeksi endometrium lebih

sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka

episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi;

Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita

anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar.11

Komplikasi jangka pendek:1

a. RDS (Respiratory Distress Syndrome)

b. Perdarahan intra/periventrikular

c. NEC (Necrotizing Entero Cilitis),

d. Displasi bronko-pulmonar

e. Sepsis

f. Paten Duktus Arteriosus.

Komplikasi jangka panjang:1

a. Serebral palsi

b. Retinopati

c. Retardasi mental

d. Disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik.

2.10. Pencegahan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan

preterm antara lain sebagai berikut:12

a. Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan

kerugian kelahiran preterm.

b. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun).

c. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat.

d. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan

antenatal yang baik.

25

e. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang.

f. Hindari kerja berat dan istirahat yang cukup.

g. Mengusahakan makan lebih baik selama masa hamil untuk cegah gizi

buruk dan anemia.

h. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.

i. Lakukan penanganan pada infeksi genital/saluran kemih.

j. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.

BAB III

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?

26

BAB IV

ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

Pasien seorang wanita, 26 tahun, datang ke RSMH pada tanggal 23 Mei

2012, dengan keluhan hamil kurang bulan dengan perut mules. Pada anamnesis

parturient mengaku saat ini adalah kehamilannya yang keenam, dengan riwayat

persalinan prematur sebelumnya sebanyak 2 kali dan riwayat persalinan

postterm sebanyak 1 kali, serta riwayat abortus berulang sebanyak 2 kali.

HPHT pada tanggal 15 Oktober 2011, riwayat keluar darah lendir (-), riwayat

keluar air-air (-), riwayat keputihan (-), riwayat post-coitus (-), riwayat diurut-

urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat trauma

(-), dan riwayat darah tinggi selama kehamilan (-). Dari hasil pemeriksaan fisik

didapatkan tinggi fundus uteri setinggi 4 jari dibawah procesus xyphoideus (26

cm). Kehamilan sudah berusia ± 31-32 minggu. His reguler 2x/10 menit/10

detik, Detak jantung janin 147 kali/menit teratur, letak janin memanjang,

punggung kiri, terbawah kepala, penurunan floating (5/5).

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis

G6P3A2 hamil 31-32 minggu dengan partus prematurus imminens janin tunggal

hidup presentasi kepala.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

27

Dalam menghadapi kasus partus prematurus iminen ada tiga

kemungkinan, yaitu :

a. Mempertahankan kehamilan sehingga janin dapat lahir se-aterm mungkin.

b. Menunda persalinan 2-3 hari hingga dapat memberikan obat pematangan

paru janin.

c. Membiarkan terjadi persalinan jika terdapat kontraindikasi terhadap

pemberian tokolitik.

Pada kasus ini, dilakukan penatalaksanaan secara konservatif, yakni

dengan mengobservasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu, dan tanda

infeksi. Observasi his dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pemberian

tokolitik yang diberikan, observasi denyut jantung janin dilakukan untuk

memantau apakah terdapat tanda gawat janin yaitu denyut jantung janin <

100x/menit atau > 100x/menit yang dapat menjadi kontraindikasi pemberian

tokolitik, observasi tanda vital ibu dan tanda infeksi untuk mencari etiologi dan

faktor risiko yang mungkin pada kasus ini seperti pre-eklampsia dan infeksi.

Pemberikan terapi cairan IVFD RL sebanyak 20 tetes/menit sebagai jalan

masuk terapi parenteral. Untuk akselerasi pematangan paru janin diberikan

injeksi dexametason 2 x 6 mg i.m selama 2 hari. Karena tidak terdapat

kontraindikasi umum pemberian tokolitik pada pasien ini seperti gawat janin

akut, kematian janin (tunggal) intrauterin, anomali janin letal, pertumbuhan

janin terhambat, korioamnionitis, pre-eklampsia berat atau eklampsia, dan

perdarahan maternal dengan instabilitas hemodinamik ibu maka pasien ini

diberikan tokolitik, nifedipin sebagai tokolitik pilihan pada kasus ini karena

selain ibu tidak terdapat kontraindikasi khusus terhadap agen tokolitik ini dan

efek samping terhadap ibu dan janin lebih minimal daripada agen tokolitik lain

kecuali terapi terbaru yang potensial yaitu dengan inhibitor oksitosis (atosiban)

dimana studi menunjukkan atosiban memiliki efisiensi yang tinggi dan efek

samping terhadap janin yang rendah. Pemberian nifedipine sebagai tokolitik

untuk mempertahankan kehamilan se-aterm mungkin. Kemudian dilakukan

pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, kultur urin, vaginal swab,

serta rencana pemeriksaan IgM dan IgG antitoksoplasma juga dilakukan guna

28

pemeriksaan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi penyebab dan faktor risiko

pada kasus ini.

3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?

Etiologi dan faktor predisposisi pada kasus persalinan prematur yang

diketahui, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, umur ekstrim ibu (kurang

dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun), riwayat persalinan yang lalu, penyakit

dan penyulit yang menyertai kehamilan diantaranya perdarahan antepartum,

ketuban pecah dini, preeklamsia, korioamnionitis, grandemultipara. serta

penyebab lainnya seperti: pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin,

kehamilan ganda/ gemeli, polihidramnion, penyakit berat pada ibu, diabetus

mellitus, infeksi saluran kemih, penyakit infeksi dengan demam, stress

psikologik, kelainan bentuk uterus/serviks, pemakaian obat narkotik, trauma,

perokok berat, kelainan imunologi/kelainan resus.

Pada kasus ini, etiologi dari partus prematurus imminens adalah riwayat

persalinan prematur sebelumnya dan abortus berulang. Hal ini menunjukkan

adanya riwayat obstetri yang buruk. Hasil anamnesis ditemukan riwayat

kehamilan dengan G6P3A2 dengan riwayat persalinan prematur sebanyak 2

kali, riwayat postterm 1 kali, dan riwayat abortus sebanyak 2 kali. Dimana

pada kehamilan kelima, pasien mengalami persalinan prematur yang

disebabkan oleh infeksi TORCH yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan

antitoksoplasma IgG dan IgM, antirubella IgG dan IgM, anti CMV IgG dan

IgM, anti HSV2 IgG dan IgM pada tanggal 23 Juli 2010 dengan hasil positif

pada antitoksoplasma IgG, antirubella IgG, dan anti CMV IgG. Dari riwayat di

atas maka infeksi TORCH berulang sebagai penyebab terjadinya persalinan

prematurus imminens saat ini belum dapat disingkirkan. Oleh sebab itu

direncanakan pemeriksaaan antitoksoplasma IgG dan IgM, antirubella IgG dan

IgM, anti CMV IgG dan IgM, anti HSV2 IgG dan IgM untuk menentukan

etiologi pada kasus ini.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Mei 2012 didapatkan

LED yang meningkat yakni 120 mm/jam. Hasil laboratorium tanggal 29 Mei

29

2012 didapatkan hasil Diff. Count 0/0/0/71/16/13, yang menunjukkan

peningkatan yang bermakna jumlah monosit yang menandakan bahwa adanya

infeksi virus serta menunjukkan infeksi kronis (shift to the right). Dari hasil

pemeriksaan urinalisa tanggal 29 Mei 2012 didapatkan sel epitel (+), bakteri

(+), dan leukosit meningkat. Hal ini menunjukkan adanya suatu infeksi kronis.

Oleh karena itu, direncanakan juga pemeriksaan vagina swab dan kultur urine

untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin yaitu infeksi saluran kemih.

BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.

2. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.

3. Penyebab partus prematurus imminens pada kasus

ini adalah riwayat persalinan prematur sebelumnya dan abortus yang berulang

yang disertai infeksi.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina

Pustaka.

2. Cuningham, F.G, dkk. 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol. 1: Kelahiran

Prematur. Jakarta: EGC.

3. Dewi, J. dan Rastini, R. 2007. Fetal Fibronectin sebagai Prediktor Partus

Prematurus dalam Cermin Dunia Kedokteran Vol.34 no. 5/158. Malang:

Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr. Saiful Anwar / FK Universitas

Brawijaya.

4. Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri Edisi II. Jakarta: Perpustakaan

Nasional (KDT).

5. Hacker, N. F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

6. Manuaba, I. B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

7. Putri,P. 2011. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian

Persalinan Prematur. Diakses tanggal 30 Mei 2012,

http://bidanpanca.blogspot.com/2011/10/hubungan-ketuban-pecah-dini-

dengan.html#!/2011/10/hubungan-ketuban-pecah-dini-dengan.html.

8. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

9. Satrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.

Jakarta: EGC.

31

10. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine Infection and

Preterm Delivery. NEJM Vol 342 No 20. May 2000. p 1500-7.

11. Rompas, J. 2004. Pengelolaan Persalinan Preterm dalam Cermin Dunia

Kedokteran No.145/31. Manado: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/ Rumah Sakit Umum

Pusat. Diakses tanggal 30 Mei 2012,

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_11PersalinanPreterm.pdf/

145_11PersalinanPreterm.html.

12. Wiknjosastro, H., 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirahardjo.

13. Hole JW, Tressler TB. Management of preterm labor. JAOA Vol. 101 No. 2.

February 2001.

14. Am Fam Physician. 1998. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment.

Brimingham: University of Alabama School of Medicine. Diakses dari

http://www.aafp.org/afp/1998/0515/p2457.html, 28 Mei 2012.

15. Renzo gcd, Roura lc, and The European Association of Perinatal

Medicine. 2007. Guidelines for the Management of Spontaneous Preterm

Labour. In: archives of perinatal medicine 13 (4), 29-35. Diakses dari:

http://www.ptmp.pl/archives/apm/13-4/APM134-DiRenzo29-35.pdf, 28

Mei 2012.

16. Chan, P. dan Johnson, S. 2008. Gynecology and Obstetrics. New

Treatment Guidelines. Current Clinical Strategies.

17. Royal College of Obstetricans and Gynaecologist. 2011. Tocolysis for

Women in Preterm Labour. Diakses dari:

http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG1b26072011.pdf, 28 Mei

2012.

18. Ministry of Health. 2011. Management of Preterm Labour. In: Clinical

Practice Guidelines. Diakses dari: http://www.ams.edu.sg/pdf/Preterm

%20Labour.pdf, 28 Mei 2012.

32

33