BAB I
REKAM MEDIK
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. WD
Rekam Medik : 625307
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dalam Kota
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 29 Mei 2012
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 25 Mei 2012)
Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
±8 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air, banyaknya 3
kali ganti kain basah, jernih dan tidak berbau. Riwayat keputihan tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat diurut-urut tidak ada. Riwayat minum
obat atau jamu tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat sakit gigi
tidak ada. Riwayat nyeri perut yang menjalar ke pinggang tapi masih jarang.
Riwayat keluar darah lendir tidak ada. Terdapat riwayat keluar darah
bercampur lendir, riwayat perut mulas menjalar ke pinggang yang hilang
timbul, makin lama makin sering dan kuat. Os selalu ke bidan dan dirujuk
ke RSMH. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih
dirasakan.
Riwayat Perkawinan : 1 x lamanya 3 tahun.
1
Riwayat Reproduksi : Menarche umur 13 tahun, haid teratur, siklus 28
hari, lamanya 4 hari, haid pertama hari terakhir
lupa.
Riwayat obstetri : G2P0A1
No.
Abortus/Partus
Tahun Ditolong Oleh
Keadaaan Anak Lahir
Nifas Lain-lainMati Hidup
1. Abortus Desember 2009
Bidan (usia kehamilan 3 bulan)
2. Hamil ini
Sekarang
Riwayat sosial ekonomi : Sedang
Riwayat gizi : Nafsu makan baik dan tidak ada gangguan pada
miksi maupun defekasi. Berat badan sebelum
hamil 56 kg, tinggi badan 154 cm. BMI : 23,61
(Kesan: normoweight)
Riwayat penyakit yang pernah diderita :
R/ Kencing manis disangkal
R/ Darah tinggi disangkal
R/ Penyakit jantung disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 29 Mei 2012)
A. Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Frekuensi pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 65 kg
2
Tinggi badan : 154 cm
Konjungtiva palpebra pucat : -/-
Sklera ikterik : -/-
Gizi : sedang
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : bising nafas vesikuler (+) normal,
wheezing (-), ronkhi (-)
Hati dan lien : sulit dinilai
Edema pretibia : (-/-)
Varises : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
B. Status Obstetri
Pemeriksaan luar: (29-05-2012)
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah proc. xiphoideus (34 cm), detak jantung
janin 140 kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kiri,
terbawah kepala, penurunan floating (4/5), his 2x /10 menit/20 detik, TBJ
3255 gram.
Pemeriksaan dalam vagina : (29-05-2012)
Inspekulo : Portio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), cairan
ketuban tidak aktif, tes lakmus (+) merah menjadi biru,
erosi/laserasi/polip (-).
Vaginal Toucher: Portio lunak, posisi posterior, pendataran 100%,
pembukaan 2 cm, ketuban (-) jernih dan bau (-), kepala hodge I-II, sutura
sagitalis lintang.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (29 Mei 2012)
Darah Lengkap
3
Hb : 10,1 gr/dl
Leukosit : 12.600/mm3
Trombosit : 359.000/mm3
Kimia Darah
BSS : 67 mg/dl
Trigliserid : 3,5 mg/dl
Asam urat : 4,7 mg/dl
Ureum : 13 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
Protein total : 5,9 g/dl
Albumin : 2,5 g/dl
Globulin : 3,4 g/dl
Bilirubin total : 0,39 mg/dl
Bilirubin direk: 0,15 mg/dl
Bilirubin indirek : 0,24 mg/dl
SGOT : 16 mg/dl
SGPT : 11 mg/dl
LDH : 258 U/l
Natrium : 140 mmol/l
Kalium : 3,9 mmol/l
Urinalisa
Sel epitel : (+)
Leukosit : 0-3/LPB
Eritrosit : 2-5/LPB
Silinder : (-)
Kristal : (-)
LEA : (-)
Protein : (-)
Glukosa : (-)
Keton : (-)
Darah/Hb : (-)
4
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (-)
Nitrit : (-)
V. DIAGNOSIS KERJA
G2P0A1 hamil aterm dengan KPSW 8 jam, inpartu, kala I fase laten, janin
tunggal hidup, presentasi kepala.
VI. PROGNOSIS
Ibu : Dubia
Janin : Dubia
VII. PENATALAKSANAAN
- Observasi his, denyut jantung janin dan tanda vital ibu
- R/ partus pervaginam
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi cefotaxim 2x1 gram IV ( pukul 14.00 WIB di bidan)
- Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, CRP dan LEA
- Kosongkan kandung kemih
- Evaluasi partograf WHO modifikasi (fase aktif)
FOLLOW UP
Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 04.30 WIB)
Keluhan : Habis melahirkan
Status present:
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,8oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
5
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+), perdarahan (-),
lokia rubra (+).
Diagnosis
P1A1 postpartum spontan, neonatus hidup, ♂, berat badan 3400 gram,
panjang badan 48 cm.
Penatalaksanaan
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- ASI on……
- Perawatan luka episiotomi
- Vulva hiegine
Konservatif
- Amoxicilin tab 3x500 mg
- Asam mefenamat tab 3x500 mg
- Vit. B kompleks
Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 07.00 WIB)
Keluhan : Habis melahirkan
Status present:
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan (-),
lokia rubra (+).
Diagnosis
P1A1 postpartum spontan, neonatus hidup, ♂, berat badan 3400 gram,
panjang badan 48 cm………
Penatalaksanaan
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- ASI on……
6
- Perawatan luka episiotomi
- Vulva hiegine
Konservatif
- Injeksi ceftriaxon 2x1 gram IV
- Asam mefenamat tab 3x500 mg
- Vit. B kompleks
Tanggal 30 Mei 2012 (pukul 14.00 WIB)
Keluhan : Habis melahirkan
Status present:
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,5oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, perdarahan (-),
lokia rubra (+), vulva tenang, luka episiotomy tenang.
Diagnosis
P1A1 postpartum spontan, neonatu hidup, ♂, berat badan 3400 gram, panjang
badan 48 cm.
Penatalaksanaan
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- ASI on……
- Perawatan luka episiotomi
- Vulva hiegine
Konservatif
- Asam mefenamat tab 3x500 mg
- Vit. B kompleks
Tanggal 31 Mei 2012 (pukul 07.00 WIB)
Keluhan : Habis melahirkan
7
Status present:
KU : sakit sedang Sense : CM
TD : 120/80 mmHg N : 80 kali/menit
T : 36,8oC RR : 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus (+), perdarahan (-),
lokia rubra (+), vulva tenang, luka episiotomy tenang.
Diagnosis
P1A1 postpartum spontan, neonatu hidup, ♂, berat badan 3400 gram, panjang
badan 48 cm.
Penatalaksanaan
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- ASI on……
- Perawatan luka episiotomi
- Vulva hiegine
Konservatif
- Cefadroxil 3x1
- Asam mefenamat tab 3x500 mg
- Vit. B kompleks
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1
American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan
kelahiran prematur sebagai bayi yang dilahirkan sebelum lengkap 37
minggu.2
Berdasarkan American Academy of Pediatrics, prematuritas diartikan
sebagai bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2500 gram atau kurang.2
Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan persalinan prematur
adalah persalinan yang berlangsung pada kehamilan 20-37 minggu dengan
berat badan bayi lahir 2500 gram atau kurang.
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian prematur pada umumnya adalah sekitar 6-10%.
Hanya 1,5-5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32
minggu dan 0,5 % pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Kelompok ini
merupakan dua pertiga dari kematian neonatal.1
Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari 1 juta partus
prematurus (10% dari kelahiran normal) dengan perkiraan biaya lebih dari 5
milyar dolar. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang terjadi lebih dari seratus
kejadian partus prematurus dari total 3750 persalinan per tahun (3,1 %). Di
Amerika kurang lebih 5000 bayi per tahun meninggal karena komplikasi
prematuritas dan berat badan lahir rendah.3
2.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
9
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur.1 Persalinan prematur sulit
diduga dan sulit dicari penyebabnya, sehingga pengobatannya sukar
diterapkan dengan pasti. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
persalinan prematur adalah sebagai berikut:
a. Umur Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia ibu kurang dari 20 dan
lebih dari 35 tahun, ini disebabkan karena pada kurang dari 20 tahun alat
reproduksi untuk hamil belum matang, yakni serviks masih terlalu lemah,
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun juga dapat
menyebabkan persalinan prematur karena umur ibu yang sudah resiko
tinggi.4
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata
2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia
20-30 tahun. Kematian meningkat kembali sesudah usia 20-35 tahun.1
b. Sosial Ekonomi
Insiden persalinan prematur lebih tinggi pada pasien yang status
ekonominya rendah, ini disebabkan karena masyarakat yang
perekonomiannya rendah tidak dapat memenuhi gizi saat hamil sehingga
menghambat perkembangan dan pertumbuhan pada janin.5
c. Penyakit dan Penyulit yang menyertai Kehamilan
1) Perdarahan Antepartum
Perdarahan Antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta,
vasa previa, meningkatkan resiko persalinan prematur. Hal ini
dikarenakan perdarahan yang hebat pada ibu sehingga ibu dan janin
membutuhkan penanganan cepat supaya ibu tidak mengalami anemia
dan janin tidak mengalami hipoksia. Upaya untuk penanganan
10
tersebut adalah melahirkan janin walaupun usia kehamilan masih
prematur.6
2) Pre-eklampsi
Risiko persalinan prematur pada ibu yang mengalami pre-
eklampsi adalah 2,67 kali lebih besar. Hal ini terjadi karena pre-
eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri yang membawa darah
menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka
janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.6
3) Korioamnionitis
Infeksi pada membran dan cairan amnion yang disebabkan oleh
bermacam-macam jenis mikroorganisme dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, persalinan prematur, ataupun keduanya.
Namun jalan masuk mikroorganisme ke dalam cairan amnion pada
kondisi selaput ketuban yang masih utuh belum jelas. Pada 20% kasus
wanita dengan persalinan prematur dapat ditemukan bakteri maupun
virus saat pemeriksaan amniosentesis. Endotoksin sebagai produk dari
bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan
sitokin yang selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan
produksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2α bekerja dengan
modus parakrin untuk merangsang terjadinya kontraksi miometrium.2
4) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya persalinan prematur. Dari hasil studi pendahuluan di VK
IRD RSUD Dr.Soetomo angka persalinan prematur pada 1 bulan
terakhir yaitu pada bulan maret 2011 sebesar 31 dari 191 persalinan
(16,23 %) dan dari kelahiran yang prematur, hampir setengahnya
(32,26%) dengan KPD. Kondisi ini dapat menimbulkan kontraksi
pada uterus yang menyebabkan persalinan prematur.7
5) Grande multipara
11
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi.1 Ibu dengan paritas rendah
cenderung bayi yang dilahirkannya tidak matur atau ada komplikasi
karena merupakan pengalaman pertama terhadap kemampuan alat
reproduksi ibu dan kemungkinan akan timbul penyakit dalam
kehamilan dan persalinan. Sedangkan ibu dengan paritas tinggi
(melahirkan lebih dari 3 kali) cenderung mengalami komplikasi yang
akhirnya berpengaruh pada persalinan.
6) Riwayat Persalinan yang Lalu
Setiap wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada
kehamilan terdahulu memiliki risiko 20 sampai 40 persen untuk
terulang kembali.8 Wanita yang mempunyai riwayat pernah
melahirkan prematur satu kali mempunyai risiko empat kali lipat
untuk lahir prematur pada kehamilan berikutnya. Sedangkan yang
pernah melahirkan prematur dua kali mempunyai risiko enam kali
lipat untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.9
Peningkatan risiko ini meningkat lebih tinggi lagi bila uji vagina
terhadap fibronektin janin pada mid-trimester positif (> 50 g/dL) dan
bila ada pemendekan serviks pada pengukuran dengan USG,
khususnya pada wanita dengan ukuran serviks pada atau di bawah
persentil ke-10 (< 25 mm) pada usia gestasi 24 minggu.2
d. Penyebab Lain1
1) Janin dan plasenta:
a) Pertumbuhan janin terhambat
b) Cacat bawaan janin
c) Kehamilan ganda/gemeli
d) Polihidramnion
2) Ibu
a) Penyakit berat pada ibu
12
b) Diabetus mellitus
c) Infeksi saluran kemih
d) Penyakit infeksi dengan demam
e) Stress psikologik
f) Kelainan bentuk uterus/serviks
g) Pemakaian obat narkotik
h) Trauma
i) Perokok berat
j) Kelainan imunologi/kelainan resus
2.4. Patofisiologi
Mekanisme infeksi intrauterin sehingga menyebabkan terjadinya
persalinan prematur secara singkat disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 1. Mekanisme terjadinya persalinan preterm pada keadaan
kolonisasi bakteri10
13
2.5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala persalinan prematur adalah sebagai berikut:8
a. Kram hebat seperti pada saat menstruasi.
b. Nyeri atau tekanan supra pubis.
c. Nyeri tumpul pada punggung bawah berbeda dari nyeri punggung bawah
yang biasa dialami oleh wanita hamil.
d. Sensasi adanya tekanan atau berat pada pelvis.
e. Perubahan karakter atau jumlah rabas vagin (lebih kental, lebih encer,
berair, berdarah, berwarna cokelat, tidak berwarna).
f. Diare
g. Kontraksi uterus tidak dapat dipalpasi (nyeri hebat atau tidak nyeri) yang
dirasakan lebih sering dari setiap 10 menit selama 1 jam atau lebih dan
tidak mereda dengan tidur berbaring.
h. Ketuban pecah dini
2.6. Penegakan Diagnosis
2.6.1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik11
American College of Obtetricians and Gynecologist 1997
menyampaikan kriteria persalinan preterm, yaitu terdapat 4 kontraksi uterus
dalam waktu 20 menit atau 8 dalam 60 menit disertai dengan perubahan
progresif pada serviks, dilatasi serviks lebih dari 1 cm, dan pendataran
serviks lebih dari 80%. 2
Berikut ini kriteria diagnosis untuk persalinan preterm:
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan
259 hari
b. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo
adanya pembukaan dan servisitis.
c. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau sedikitnya 2 cm
d. Selaput ketuban seringkali telah pecah
14
e. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang
f. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah
2.6.2.Pemeriksaan Penunjang 1,11
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) CRP > 0,7 mg/ml
CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut dan
dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut
fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6,
TNF.
2) Leukosit dalam serum ibu > 13000/ml
3) Pemeriksaan kultur urin
4) Fibronektin janin
Kadar meningkat pada vagina, serviks, dan air ketuban
memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion
dan desidua. Pada kehamilan lebih dari 24 minggu, kadar fibronektin
janin lebih dari 50 g/mL mengindikasikan risiko persalinan preterm.
5) Corticotropin Releasing hormone (CRH)
Peningkatan dini/pada TM 2 merupakan indikator kuat
terjadinya persalinan preterm.
6) Sitokin Inflamasi
Seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai
indikator yang mungkin berperan dalam sintesis PGE.
7) Isoferitin plasenta
Pada keadaan normal (tidak hamil) kadarnya 10 U/ml. Kadar
meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak
pada TM akhir yakni 54,8+53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum
akan berisiko terjadinya persalinan prematur.
15
b. Amniosentesis
Hitung leukosit (20 mL/lebih), pewarnaan Gram bakteri (+) pasti
amnionitis, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi
1) Oligohidramnion
Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara
oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum serta
adanya hubungan antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada
amnion.
2) Penipisan Serviks
Bila ketebalan seviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan terjadi
persalinan prematur. Sonografi serviks transperineal lebih disukai
karena dapat menghindari manipulasi intravagina terutama pada
kasus-kasus KPD dan plasenta previa. Hasil produk bakteri desidua
dan/atau amnion manosit sitokin: IL-1,6 dan 8 TNF.
3) Kardiotopografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan
kontraksi
2.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan persalinan prematur adalah mendapatkan
perpanjangan usia gestasi yang aman sehingga janin akan mendapatkan
manfaat dari pemberian kortikosteroid dan bertambahnya usia gestasi.13
1. Terapi kortikosteroid untuk mengakselerasi pematangan fungsi paru
Terapi kortikosteroid menunjukkan peningkatan angka
ketahanan hidup janin pada wanita dengan persalinan prematur dengan
usia kehamilan antara 24-34 minggu. Studi menunjukkan terjadi
penurunan insiden perdarahan intraventrikuler, sindrom distres
pernapasan, dan mortalitas jika diterapi kurang dari 24 jam, meskipun
efek optimal mulai dari 24 jam setelah terapi hingga 7 hari. Regimen
terapi yang dapat diberikan:
16
a. Betametason dengan dosis 12 mg i.m setiap 24 jam selama 2 hari.14
Betametason dapat menyebabkan variasi denyut jantung janin dan
gerakan janin daripada deksametason.15
b. Deksametason dengan dosis 6 mg i.m setiap 12 jam selama 2 hari.14
Hindari penggunaan kortikosteroid multipel.15
2. Pemberian tokolitik
Tokolitik dapat diberikan pada pasien dengan persalinan
prematur jika tidak terdapat kontaindikasi.
Tujuan utama dari terapi tokolitik adalah
a. Menunda persalinan sehingga dapat memberikan
glukokortikosteroid antepartum dengan tujuan untuk menurunkan
insidensi sindrom distres pernapasan..
b. Menunda persalinan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal yang berhubungan dengan prematuritas yang berat.15
Beberapa agen tokolitik yang dapat diberikan adalah
a. Magnesium sulfat
Dibandingkan dengan agonis beta-adrenergik, magnesium
sulfat sering digunakan sebagai terapi tokolisis lini pertama karena
sangat efektif dan memiliki sedikit efek samping. Selain sebagai
tokolisis, magnesium sulfat diberikan sebagai neuroproteksi.
Magnesium sulfat bekerja secara sentral dalam menurunkan kejang
dan memblok transmisi neuromuskuler. Mekanisme dalam
mencegah kontraksi uterus tidak diketahui dengan pasti namun
mungkin berhubungan dengan aktivitas antagonis kalsium. Dosis
awal 4-6 gr i.v selama 15-30 menit yang dilanjutkan dengan infus 1-
4 gr per jam untuk mempertahankan level Mg antara 4-6 mEq.
Infus kemudian dilanjutkan hingga 12-24 jam untuk meghilangkan
kontraksi uterus.14 Terapi pemeliharaan diberikan jika refleks patela
positif, pernapasan lebih dari 12x/menit, urin output lebih dari 100
ml/4 jam. Urin output dan refleks tendon dalam harus dipantau.
Evaluasi konsentrasi magnesium sulfat serum dibutuhkan.
17
Toksisitas magnesium ditandai dengan hilangnya refleks tendon
dalam yang terjadi pada dosis 9,6-12 mg/dl, paralisis pernapasan
yang terjadi pada dosis 12-18 mg/dl, dan henti jantung pada dosis
24-30 mg/dl. Gejala akan menghilang jika infus magnesium sulfat
dihentikan dan diberikan antidotum terhadap toksisitas magnesium
sulfat yaitu kalsium glukonas 1 gr i.v.14,16 Komplikasi magnesium
sulfat terhadap ibu termasuk mual, muntah, hipotensi, sakit kepala,
dan efek samping yang lebih berat yaitu depresi pernapasan dan
edema paru. Karena magnesium sulfat melintasi plasenta, efek
samping janin termasuk penurunan tonus otot dan letargi.
b. Agen beta mimetik
Obat beta mimetik merupakan obat yang paling sering
digunakan di US yaitu ritodrin dan terbutalin secara intravena.
Ritodrin dan terbutalin menstimulasi beta 2 reseptor yang
menyebabkan relaksasi otot uterus dan otot polos paru dengan
sedikit efek pada beta 1 cardiac receptors. Ritodrin i.v diberikan
dengan dosis awal 0,05-0,1 mg per menit dan ditingkatkan tiap 15
menit hingga 0,35 mg per menit. Dosis terbutalin biasanya 0,25 mg
diberikan secara subkutan setiap 1-6 jam. Terbutalin oral dengan
dosis 2,5-5 mg dapat diberikan tiap 4 jam. Tujuan terapi
pemeliharaan agen beta mimetik oral adalah untuk mencegah
kontraksi uterus yang dapat menyebabkan perubahan serviks. Dosis
disesuaikan untuk meminimalkan kontraksi janin dan
mempertahankan denyut jantung ibu antara 90-105 kali per menit.
Jika digunakan, terapi tokolitik oral dilanjutkan hingga usia
kehamilan 35-37 minggu. 14
c. Agen beta agonis
Beta-agonis (salbutamol, ritodrine, dan terbutalin) merupakan
agen tokolitik yang dipergunakan secara luas dalam menurunkan
kontraksi uterus. Pemberian beta-agonis intravena antara masa
gestasi 20-36 minggu dapat mencapai tokolisis uterus sehingga
18
menurunkan persalinan prematur dalam 48 jam setelah terapi
dimulai.
- Untuk menurunkan risiko edema paru, pemberian beta-agonis
intravena dengan volume cairan minimal.
- Pemberian beta-agonis dikontrol melalui infus. Kecepatan infus
meningkat secara reguler hingga kontraksi hilang atau hingga
nadi ibu mencapai 130-140/menit. Dosis maksimum yang
direkomendasikan untuk infus ritodrin adalah 350 mc
gram/menit dan 45 mc gram untuk infus salbutamol.
d. Agen tokolitik lini kedua
Indometasin dan calcium channel blocker merupakan obat lini
kedua dalam terapi persalinan prematur. Indometasin merupakan
inhibitor prostaglandin yang bekerja dengan menghambat produksi
sitokin yang dapat merangsang persalinan. Studi menunjukkan
bahwa indometasin memiliki kemampuan untuk menghambat
persalinan prematur selama 48 jam pada kehamilan kurang dari 32
minggu dan meningkatkan berat badan janin. Selain itu juga dapat
mempersingkat masa perawatan di neonatal intensive care unit
(NICU).14,15 Dosis 100 mg per rektum dan diulangi setelah 1-2 jam
jika masih ada kontraksi sedangkan dosis oral 25 mg setiap 4-6 jam
dan tidak lebih dari 48 jam karena berpotensial menimbulkan efek
samping pada janin. Penggunaan indometasin pada persalinan
prematur berhubungan dengan oligohidramnion dan konstriksi
transien duktus arteriosus.14,
Calcium channel blocker (nifedipine), menghambat kontraksi
otot polos sehingga uterus relaksasi. Studi menunjukkan bahwa
efisiensi nifedipin sama dengan ritodrin.14 Nifedipin diberikan secara
oral dengan dosis awal 20 mg, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 10-20 mg setiap 6-8 jam selama 24 jam hingga usia
kehamilan 35-37 minggu atau hingga persalinan. Dosis total 60 mg.17
Kombinasi magnesium sulfat dan nifedipin harus dihindari karena
19
dilaporkan dapat menyebabkan hipokalsemia, blokade
neuromuskuler, dan toksisitas terhadap jantung, termasuk kematian
ibu.15
e. Terapi terbaru
Inhibitor oksitosin (atosiban) merupakan agen terapi terbaru
yang potensial terhadap persalinan prematur. Meskipun mekanisme
kerjanya belum diketahui dengan pasti, reseptor oksitosin uterus dan
atau oksitosin mungkin memiliki peran dalam menyebabkan
hiperaktivitas uterus pada wanita dengan persalinan prematur. Studi
terhadap dua antagonis oksitosin, antosin dan antagonis oksitosin
nonpeptidil secara oral memiliki efisiensi yang tinggi dan efek
samping terhadap janin yang rendah.14
Secara ringkas, beberapa agen tokolitik dengan dosis
pemberian dan efek samping terhadap ibu dan janin dapat dilihat
pada tabel berikut:15
Agen Tokolitik
Dosis Pemberian
Efek Samping pada Ibu
Efek Samping pada Janin
Beta mimetik Terbutalin Dosis:0,25 mg subkutan/20 menit-3 jam
Aritmia jantung, edema paru, iskemi miokardium, hipotensi, takikardi, bradipneu, hiperglikemia, hiperinsulinemia, antidiuresis, perubahan fungsi tiroid, hiperkalemia, tremor, cemas, mual/muntah, hipokalemia.
Takikardi, hiperinsulinisme, hiperglikemia.
Ritodrin (Yutopar)Dosis awal:50-100 mc gr/menit (iv),
Halusinasi berat
20
ditingkatkan 50 mc gr/menit tiap 10 menit hingga kontraksi berkurangtimbul efek samping.Dosis maks:350 mc gr/menit
Calcium channel blocker:Nifedipine (Adalat, Procardia)
Dosis awal:30 mg kemudian 10-20 mg tiap 4-6 jam
Sakit kepala, mual, hipotensi transien, takikardi transien, palpitasi.
Kematiaan janin mendadak, gawat janin.
Inhibitor sintesis prostaglandin
Indometasin (Indocin)Dosis awal:50 mg per rektum, 50-100 mg per oral, dilanjutkan dengan 25-50 mg per oral tiap 6 jam x 48 jam
Mual, rasa terbakar di dada, proctitis dengan hemalochezia, gangguan fungsi renal, peningkatan risiko perdarahan post partum, sakit kepala, depresi.
Konstriksi duktus arteriosus, hipertensi pulmonal, penurunan fungsi renal irreversibel dengan oligohidramnion, perdarahn intraventrikuler, hiperbilirubinemia, enterokolitis necrotizing.
KetorolacDosis awal:60 mg i.m, dilanjutkan 30 mg i.m tiap 6 jam x 48 jamSulindac200 mg per oral tiap 12 jam x 48 jam
Nitrite oxide donors
Gliseriltrinitrat10 mg tiap 12 jam dilanjutkan hingga kontraksi berkurang hingga 48 jam.
Sakit kepala, hipotensi.
Hipotensi
Antagonis oksitosin
Antocin (Atosiban)
Mual (durasi singkat), reaksi
21
Dosis awal:Bolus 6,75 mg/menit, diikuti infus 18 mg/jam selama 3 jam, kemudian 6 mg/jam hingga 45 jamDosis maks:330 mg
alergi, sakit kepala (durasi singkat)
Kontraindikasi tokolitik dalam terapi persalinan prematur adalah
a. Kontraindikasi umum
- Gawat janin akut
- Kematian janin (tunggal) intrauterin
- Anomali janin letal
- Pertumbuhan janin terhambat
- Korioamnionitis
- Pre-eklampsia berat atau eklampsia
- Perdarahan maternal dengan instabilitas hemodinamik ibu14,
b. Kontraindikasi terhadap agen tokolitik khusus
- Agen beta mimetik
o Aritmia jantung ibu atau penyakit jantung lainnya
o Penyakit tiroid, DM, dan hipertensi yang tidak
terkontrol.
- Magnesium sulfat
o Hipokalemia
o Miastenia gravis
o Gagal ginjal
- Indometasin (Indocin)
o Asma
o Penyakit arteri koroner
o Perdarahan gastrointestinal (riwayat sebelumnya atau
sedang aktif)
22
o Oligohidramnion
o Gagal ginjal
o Suspek anomali jantung dan ginjal janin
- Nifedipin (Adalat, Procardia) 14
o Penyakit hati maternal
o Penyakit jantung
o Penyakit ginjal
o Hipotensi maternal (<90/50 mmHg)
3. Terapi antibiotik
Infeksi maternal tertentu memiliki peran etiologi dalam
persalinan prematur, seperti wanita dengan penyakit menular seksual,
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas berat, dan vaginitis harus
diterapi secara tepat. Pasien dengan membran amnion intak dan riwayat
kultur positif streptokokus beta hemolitikus grup B (SGB) biasanya
diterapi dengan penisilin intravena. Pendekatan ini berdasarkan
rasionalitas bahwa pemberian terapi dapat mencegah transmisi perinatal.
Kehamilan dan persalinan akan lebih lama pada wanita yang diterapi
dengan eritromisin, ampisilin, dan klindamisin. Jika terdapat ketuban
pecah dini, eritromisin dapat digunakan sebagai profilaksis tetapi tidak
untuk amoksisilin-asam klavulanat (co-amoksiklav).14 Eritrosin tidak
aktif melawan bakteri anaerob, SGB, atau organisme lainnya yang
berhubungan dengan vaginosis bakterialis sedangkan co-amoksiklav
aktif melawan bakteri anaerob dan spektrum luas, tetapi tidak aktif
melawan Mycoplasma hominis yang berhubungan dengan vaginosis
bakterialis. Kemoprofilaksis intrapartum terhadap SGB yaitu penisilin
yang diberikan secara intravena selama 4 jam dan jika pasien alergi
penisilin maka dapat diberikan kombinasi eritromisin dan klaritromisin
atau klindamisin.14 Antibiotik rutin tidak direkomendasikan dalam terapi
peralinan prematur dengan membran intak.15
4. Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan coitus
23
Istirahat total, membatasi aktivitas fisik, dan tidak melakukan
coitus dapat menurunkan risiko kontraksi preterm yang berulang.17
5. Persalinan prematur
Jika persalinan prematur memiliki kegagalan dalam pemberian
tokolitik atau adanya kontraindikasi pemberian tokolitik, persalinan
yang aman yaitu dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas NICU. Janin
dipantau selama persalinan untuk memastikan bahwa janin dalam
kondisi baik. Jika tidak terdapat faktor risiko obstetri atau komplikasi
persalinan secara per vaginam dan janin prematur dengan presentasi
belakang kepala maka dilakukan persalinan per vaginam dan jika
presentasi bukan belakang kepala maka dapat dilakukan persalinan per
abdominam.17
2.8. Prognosis
Prognosis persalinan preterm bergantung pada usia kehamilan dan
berat lahir bayi. Berikut adalah tabel perkiraan harapan hidup bayi preterm
yang dirawat dipelayanan kesehatan tingkat tiga.
Tabel 1. Perkiraan Harapan Hidup Bayi Prematur
Usia Gestasi (minggu) Berat Lahir (gram) Harapan Hidup (%)
24-25 500-750 60
26-27 751-1000 75
28-29 1001-1250 90
30-31 1251-1500 96
32-33 1501-1750 99
>34 1751-2000 100
Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. 2007. Current
Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology 10th Edition. USA.
McGraw-Hill Companies.
Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi >1500 gr
keberhasilan hidup sekitar 85% sedangkan dengan berat < 1500 gr
24
keberhasilan sebesar 80%. Pada kehamilan umur <32 minggu dengan berat
bayi < 1500 gr angka keberhasilan hanya 59%.1
2.9. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan prematur, infeksi endometrium lebih
sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi;
Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita
anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar.11
Komplikasi jangka pendek:1
a. RDS (Respiratory Distress Syndrome)
b. Perdarahan intra/periventrikular
c. NEC (Necrotizing Entero Cilitis),
d. Displasi bronko-pulmonar
e. Sepsis
f. Paten Duktus Arteriosus.
Komplikasi jangka panjang:1
a. Serebral palsi
b. Retinopati
c. Retardasi mental
d. Disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik.
2.10. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm antara lain sebagai berikut:12
a. Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan
kerugian kelahiran preterm.
b. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun).
c. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat.
d. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
25
e. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang.
f. Hindari kerja berat dan istirahat yang cukup.
g. Mengusahakan makan lebih baik selama masa hamil untuk cegah gizi
buruk dan anemia.
h. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.
i. Lakukan penanganan pada infeksi genital/saluran kemih.
j. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.
BAB III
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Pasien seorang wanita, 26 tahun, datang ke RSMH pada tanggal 23 Mei
2012, dengan keluhan hamil kurang bulan dengan perut mules. Pada anamnesis
parturient mengaku saat ini adalah kehamilannya yang keenam, dengan riwayat
persalinan prematur sebelumnya sebanyak 2 kali dan riwayat persalinan
postterm sebanyak 1 kali, serta riwayat abortus berulang sebanyak 2 kali.
HPHT pada tanggal 15 Oktober 2011, riwayat keluar darah lendir (-), riwayat
keluar air-air (-), riwayat keputihan (-), riwayat post-coitus (-), riwayat diurut-
urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat trauma
(-), dan riwayat darah tinggi selama kehamilan (-). Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tinggi fundus uteri setinggi 4 jari dibawah procesus xyphoideus (26
cm). Kehamilan sudah berusia ± 31-32 minggu. His reguler 2x/10 menit/10
detik, Detak jantung janin 147 kali/menit teratur, letak janin memanjang,
punggung kiri, terbawah kepala, penurunan floating (5/5).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis
G6P3A2 hamil 31-32 minggu dengan partus prematurus imminens janin tunggal
hidup presentasi kepala.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
27
Dalam menghadapi kasus partus prematurus iminen ada tiga
kemungkinan, yaitu :
a. Mempertahankan kehamilan sehingga janin dapat lahir se-aterm mungkin.
b. Menunda persalinan 2-3 hari hingga dapat memberikan obat pematangan
paru janin.
c. Membiarkan terjadi persalinan jika terdapat kontraindikasi terhadap
pemberian tokolitik.
Pada kasus ini, dilakukan penatalaksanaan secara konservatif, yakni
dengan mengobservasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu, dan tanda
infeksi. Observasi his dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pemberian
tokolitik yang diberikan, observasi denyut jantung janin dilakukan untuk
memantau apakah terdapat tanda gawat janin yaitu denyut jantung janin <
100x/menit atau > 100x/menit yang dapat menjadi kontraindikasi pemberian
tokolitik, observasi tanda vital ibu dan tanda infeksi untuk mencari etiologi dan
faktor risiko yang mungkin pada kasus ini seperti pre-eklampsia dan infeksi.
Pemberikan terapi cairan IVFD RL sebanyak 20 tetes/menit sebagai jalan
masuk terapi parenteral. Untuk akselerasi pematangan paru janin diberikan
injeksi dexametason 2 x 6 mg i.m selama 2 hari. Karena tidak terdapat
kontraindikasi umum pemberian tokolitik pada pasien ini seperti gawat janin
akut, kematian janin (tunggal) intrauterin, anomali janin letal, pertumbuhan
janin terhambat, korioamnionitis, pre-eklampsia berat atau eklampsia, dan
perdarahan maternal dengan instabilitas hemodinamik ibu maka pasien ini
diberikan tokolitik, nifedipin sebagai tokolitik pilihan pada kasus ini karena
selain ibu tidak terdapat kontraindikasi khusus terhadap agen tokolitik ini dan
efek samping terhadap ibu dan janin lebih minimal daripada agen tokolitik lain
kecuali terapi terbaru yang potensial yaitu dengan inhibitor oksitosis (atosiban)
dimana studi menunjukkan atosiban memiliki efisiensi yang tinggi dan efek
samping terhadap janin yang rendah. Pemberian nifedipine sebagai tokolitik
untuk mempertahankan kehamilan se-aterm mungkin. Kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin, kultur urin, vaginal swab,
serta rencana pemeriksaan IgM dan IgG antitoksoplasma juga dilakukan guna
28
pemeriksaan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi penyebab dan faktor risiko
pada kasus ini.
3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
Etiologi dan faktor predisposisi pada kasus persalinan prematur yang
diketahui, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, umur ekstrim ibu (kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun), riwayat persalinan yang lalu, penyakit
dan penyulit yang menyertai kehamilan diantaranya perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini, preeklamsia, korioamnionitis, grandemultipara. serta
penyebab lainnya seperti: pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin,
kehamilan ganda/ gemeli, polihidramnion, penyakit berat pada ibu, diabetus
mellitus, infeksi saluran kemih, penyakit infeksi dengan demam, stress
psikologik, kelainan bentuk uterus/serviks, pemakaian obat narkotik, trauma,
perokok berat, kelainan imunologi/kelainan resus.
Pada kasus ini, etiologi dari partus prematurus imminens adalah riwayat
persalinan prematur sebelumnya dan abortus berulang. Hal ini menunjukkan
adanya riwayat obstetri yang buruk. Hasil anamnesis ditemukan riwayat
kehamilan dengan G6P3A2 dengan riwayat persalinan prematur sebanyak 2
kali, riwayat postterm 1 kali, dan riwayat abortus sebanyak 2 kali. Dimana
pada kehamilan kelima, pasien mengalami persalinan prematur yang
disebabkan oleh infeksi TORCH yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
antitoksoplasma IgG dan IgM, antirubella IgG dan IgM, anti CMV IgG dan
IgM, anti HSV2 IgG dan IgM pada tanggal 23 Juli 2010 dengan hasil positif
pada antitoksoplasma IgG, antirubella IgG, dan anti CMV IgG. Dari riwayat di
atas maka infeksi TORCH berulang sebagai penyebab terjadinya persalinan
prematurus imminens saat ini belum dapat disingkirkan. Oleh sebab itu
direncanakan pemeriksaaan antitoksoplasma IgG dan IgM, antirubella IgG dan
IgM, anti CMV IgG dan IgM, anti HSV2 IgG dan IgM untuk menentukan
etiologi pada kasus ini.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Mei 2012 didapatkan
LED yang meningkat yakni 120 mm/jam. Hasil laboratorium tanggal 29 Mei
29
2012 didapatkan hasil Diff. Count 0/0/0/71/16/13, yang menunjukkan
peningkatan yang bermakna jumlah monosit yang menandakan bahwa adanya
infeksi virus serta menunjukkan infeksi kronis (shift to the right). Dari hasil
pemeriksaan urinalisa tanggal 29 Mei 2012 didapatkan sel epitel (+), bakteri
(+), dan leukosit meningkat. Hal ini menunjukkan adanya suatu infeksi kronis.
Oleh karena itu, direncanakan juga pemeriksaan vagina swab dan kultur urine
untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin yaitu infeksi saluran kemih.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
3. Penyebab partus prematurus imminens pada kasus
ini adalah riwayat persalinan prematur sebelumnya dan abortus yang berulang
yang disertai infeksi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka.
2. Cuningham, F.G, dkk. 2006. Obstetri Williams Edisi 21 Vol. 1: Kelahiran
Prematur. Jakarta: EGC.
3. Dewi, J. dan Rastini, R. 2007. Fetal Fibronectin sebagai Prediktor Partus
Prematurus dalam Cermin Dunia Kedokteran Vol.34 no. 5/158. Malang:
Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr. Saiful Anwar / FK Universitas
Brawijaya.
4. Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri Edisi II. Jakarta: Perpustakaan
Nasional (KDT).
5. Hacker, N. F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
6. Manuaba, I. B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
7. Putri,P. 2011. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Persalinan Prematur. Diakses tanggal 30 Mei 2012,
http://bidanpanca.blogspot.com/2011/10/hubungan-ketuban-pecah-dini-
dengan.html#!/2011/10/hubungan-ketuban-pecah-dini-dengan.html.
8. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
9. Satrawinata, S. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: EGC.
31
10. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine Infection and
Preterm Delivery. NEJM Vol 342 No 20. May 2000. p 1500-7.
11. Rompas, J. 2004. Pengelolaan Persalinan Preterm dalam Cermin Dunia
Kedokteran No.145/31. Manado: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/ Rumah Sakit Umum
Pusat. Diakses tanggal 30 Mei 2012,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_11PersalinanPreterm.pdf/
145_11PersalinanPreterm.html.
12. Wiknjosastro, H., 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.
13. Hole JW, Tressler TB. Management of preterm labor. JAOA Vol. 101 No. 2.
February 2001.
14. Am Fam Physician. 1998. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment.
Brimingham: University of Alabama School of Medicine. Diakses dari
http://www.aafp.org/afp/1998/0515/p2457.html, 28 Mei 2012.
15. Renzo gcd, Roura lc, and The European Association of Perinatal
Medicine. 2007. Guidelines for the Management of Spontaneous Preterm
Labour. In: archives of perinatal medicine 13 (4), 29-35. Diakses dari:
http://www.ptmp.pl/archives/apm/13-4/APM134-DiRenzo29-35.pdf, 28
Mei 2012.
16. Chan, P. dan Johnson, S. 2008. Gynecology and Obstetrics. New
Treatment Guidelines. Current Clinical Strategies.
17. Royal College of Obstetricans and Gynaecologist. 2011. Tocolysis for
Women in Preterm Labour. Diakses dari:
http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG1b26072011.pdf, 28 Mei
2012.
18. Ministry of Health. 2011. Management of Preterm Labour. In: Clinical
Practice Guidelines. Diakses dari: http://www.ams.edu.sg/pdf/Preterm
%20Labour.pdf, 28 Mei 2012.
32