Case KPSW

26
1 I. REKAM MEDIK A. Anamnesis 1. Identifikasi Nama : Ny. F Med.Rec. : 170964 Umur : 26 tahun Suku bangsa : Sumatera Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Kemiling MRS : 31 Agustus 2013 2. Riwayat perkawinan Menikah 1x lamanya 3 tahun 3. Riwayat Reproduksi Menars 13 tahun, lama haid 5 hari, siklus haid teratur, hari pertama haid terakhir tanggal 22 November 2013, taksiran partus: 29 Agustus 2013 4. Riwayat kehamilan/melahirkan G1P0A0: hamil ini 5. Riwayat penyakit dahulu :

description

Ketuban Pecah Sebelum Waktunya

Transcript of Case KPSW

1

I. REKAM MEDIK

A. Anamnesis

1. Identifikasi

Nama : Ny. F

Med.Rec. : 170964

Umur : 26 tahun

Suku bangsa : Sumatera

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kemiling

MRS : 31 Agustus 2013

2. Riwayat perkawinan

Menikah 1x lamanya 3 tahun

3. Riwayat Reproduksi

Menars 13 tahun, lama haid 5 hari, siklus haid teratur, hari pertama haid terakhir

tanggal 22 November 2013, taksiran partus: 29 Agustus 2013

4. Riwayat kehamilan/melahirkan

G1P0A0: hamil ini

5. Riwayat penyakit dahulu :

Diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-)

6. Riwayat gizi/sosioekonomi :

Sedang/sedang

7. Anamnesis Khusus

Keluhan utama: Mau melahirkan dengan keluar air-air

2

Riwayat perjalanan penyakit:

Lebih kurang 1 jam sebelum masuk rumas sakit, os mengeluh keluar air-air,

banyaknya 1x ganti kain basah. R/ perut mules yang menjalar ke pinggang makin

lama makin sering dan kuat (+). R/ keluar darah lendir (+). R/ perut diurut-diurut

(-). R/ minum obat-obatan/ jamu-jamuan (-), R/ demam (-), R/ keputihan (-), R/

trauma (-), R/ post coital (-). Os lalu ke RS Bhayangkara. Os mengaku hamil cukup

bulan dan gerakan janin masih dirasakan.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

a. Keadaan umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Tipe badan : astenikus

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 155 cm

Tekanan darah/Nadi : 110/80 mmHg

Nadi : 82X/menit

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,5°C

b. Keadaan khusus

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak

ada

Toraks : jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada, paru-

paru: sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada,

wheezing tidak ada

Ekstremitas : edema tidak ada, varises tidak ada, refleks fisiologis

+/+, refleks patologis -/-

3

2. Pemeriksaan Obstetri

Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 31 Agustus 2013 pukul

17.00 WIB didapatkan :

Pemeriksaan luar :

Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xypoideus (33 cm), letak janin

memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, penurunan 4/5, his 2x/ 10 menit/

lamanya 25 detik, denyut jantung janin 148x/menit, taksiran berat janin 3100 gram.

Inspekulo :

Portio livide, oue terbuka, fluor (-), fluxus (+) cairan ketuban tak aktif, erosi (-),

laserasi(-), polip (-), lakmus tes (+) merah → biru.

Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher):

Portio lunak, medial, pendataran 80%, Ø 2 cm, ketuban (-) jernih, bau (-), terbawah

kepala, penurunan HI-II, penunjuk sutura sagitalis lintang.

C. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

Hb : 11,8 g% (12 – 18 g%)

D. Diagnosa kerja

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 1 jam inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup

presentasi kepala + infertile primer 3 tahun

E. Prognosis

Dubia

F. Terapi

Rencana partus pervaginam

Observasi his, djj, tanda vital ibu

Injeksi antibiotik

Pengosongan kandung kemih

Evaluasi sesuai partograf WHO modifikasi (fase aktif)

4

G. Pengamatan Lanjut

Tanggal Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis Terapi

31-08-2013

21.00WIB

Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan keluar air-air

St. Present :

KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70

mmHg, N :80x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC

St. Obstetri :

Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5

DJJ 148x/mnt, his 2x/10/40 detik, TBJ 3100

gram.

VT : Portio lunak,80%, medial, Ø 2 cm, ketuban

(-) jernih, bau (-), kepala, HI-II,SSL

Diagnosis :

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 5 jam inpartu

kala I fase laten JTH preskep + infertile primer 3

tahun

- R/Partus pervaginam

- Obs. TVI, DJJ, his

01-09-2010

01.00 WIB

Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan keluar air-air

St. Present :

KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70

mmHg, N :90x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC

St. Obstetri :

Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5

DJJ 148x/mnt, his 3x/10/40 detik, TBJ 3100

gram.

VT : Portio lunak, medial, Ø 3 cm, ketuban (-)

jernih, bau (-), kepala HI-II,SSL

Diagnosis :

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 9 jam inpartu

kala I fase laten JTH preskep + infertile primer 3

tahun

- R/Partus pervaginam

- Obs. TVI, DJJ, his

5

01-09-2013

05.00 WIB

Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan keluar air-air

St. Present :

KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 120/70

mmHg, N :92x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC

St. Obstetri :

Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 4/5

DJJ 148x/mnt, his 3x/10/35 detik, TBJ 3100

gram.

VT : Portio lunak, medial, Ø 4 cm, ketuban (-)

jernih, bau (-), kepala HI-II,UUK kanan lintang

Diagnosis :

G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 13 jam

inpartu kala I fase aktif JTH preskep + infertile

primer 3 tahun

- R/Partus pervaginam

Obs. TVI, DJJ, his

- Akselerasi dengan

oksitosin 5 iu.

01-09-2013

09.00 WIB

Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan keluar air-air

St. Present :

KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 130/80

mmHg, N :90x/mnt, RR : 18x/mnt, t : 36,5 oC

St. Obstetri :

Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 3/5

DJJ 142x/mnt, his 4x/10/45 detik, TBJ 3100

gram.

VT : Portio lunak, medial, Ø 5 cm, ketuban (-)

jernih, bau (-), kepala HII ,UUK kanan lintang

Diagnosis :

G1P0A0 hamil aterm dengan R/pecah ketuban 17

jam inpartu kala I fase aktif JTH preskep +

infertile primer 3 tahun

- R/Partus pervaginam

- Obs. TVI, DJJ, his

- Akselerasi dengan

oksitosin 5 iu.

01-09-2013

13.00 WIB

Keluhan Utama :

Mau melahirkan dengan keluar air-air

St. Present :

KU : sakit sedang, Sens : CM, TD : 130/70

- R/Terminasi

perabdominam

- Observasi his, djj, TVI

- Persiapan operasi

6

mmHg, N :100x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,5 oC

St. Obstetri :

Fut 3 jbpx (33 cm), memanjang, puka kepala 3/5

DJJ I 172x/mnt, II. 175x/mnt III. 180x/mnt, his

4x/10/45 detik, TBJ 3100 gram.

VT : Portio lunak, medial, Ø 7 cm, ketuban (-)

jernih, bau (-), kepala HII, UUK kanan depan

Diagnosis :

G1P0A0 hamil aterm dengan R/ pecah ketuban 21

jam inpartu kala I fase aktif menyentuh garis

bertindak WHO, JTH preskep + infertile primer 3

tahun + Gawat janin

(alat, izin, obat, darah)

Lapor dr. Idris, SpOG

acc terminasi

perabdominam

01-09-2013

14.30 WIB

14.35 WIB

Mulai operasi

Lahir neonatus hidup laki-laki, BB 3000

gr, PB 48cm, AS 3/8 FT AGA

-

II. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

3. Apakah pasien ini terlantar?

III. ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

Pasien datang ke Rumah Sakit tanggal 31 Agustus pukul 17.00 WIB. Pada

anamnesis didapatkan sudah ada riwayat keluar air-air sejak pukul 16.00 WIB. Pada

pemeriksaan dalam didapatkan porsio lunak, anterior, efficement 80%, pembukaan 2

cm, ketuban (–) 1 jam, jernih, bau (-), terbawah kepala, penurunan H I-II, penunjuk

sutura sagitalis lintang.

7

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis sebagai G1P0A0

hamil aterm dengan KPSW 1 jam inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup

presentasi kepala.

Pecah ketuban spontan sering terjadi pada saat persalinan atau melahirkan.

Namun sering juga terjadi ketuban pecah sebelum onset persalinan. Kejadian ini

disebut sebagai ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW). Insiden KPSW bervariasi

antara 2-18%. Laporan terbaru memperlihatkan insiden KPSW antara 14-17%.

Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti

servikovaginitis, servik inkompeten, ibu perokok, prosedur diagnostik prenatal

(amniosentesis, chorionic villus sampling), koitus, dan defisiensi mineral dan vitamin. 1,2

Banyak pasien dengan KPSW melahirkan dalam 48 jam, tapi ini tergantung

dari usia kehamilan. Dengan penanganan yang baik, kurang lebih 9 dari 10 pasien

KPSW akan masuk dalam kemajuan persalinan secara spontan dengan fase laten tidak

lebih dari 48 jam, dan dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi intraamnion dan

melahirkan dengan seksio sesarea. 1,2

Penuntun standar penatalaksanaan KPSW didasari oleh penelitian-penelitian

yang dipublikasikan pada periode tahun 1950-1980. Salah satu dari penelitian-

penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Wagner yang memberikan induksi

oksitosin pada pasien KPSW yang tidak memasuki persalinan dalam waktu 24 jam.

Keputusan untuk melakukan induksi ini berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa

sekitar 75-85% pasien KPSW akan memasuki persalinan spontan dalam waktu 24 jam.

Pada penelitian ini 35% pasien tidak memasuki persalinan secara spontan, dan dengan

demikian membutuhkan induksi persalinan, sebanyak 26% memasuki persalinan

spontan, tetapi selama proses persalinannya membutuhkan akselerasi dengan oksitosin.

Tiga puluh sembilan persen pasien yang selebihnya tidak membutuhkan intervensi

apapun.1,2 Hannah, dkk (1996) serta Peleg dkk. (1999) melakukan penelitian menilai

efek induksi versus penanganan observasi dan juga membandingkan induksi dengan

oksitosin intravena versus gel prostaglandin E2, menyimpulkan bahwa induksi

persalinan dengan oksitosin intravena lebih disukai.3

8

Induksi Persalinan

Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa

indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu

(diabetes, hipertensi), pecan ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin.

Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada

ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria,

denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali

pusat dan intoksikasi ibu. Oleh karena itu, terdapat kontraindikasi induksi dan

pematangan serviks. 3

Kontraindikasi absolut meliputi insisi uterus sebelumnya secara klasik, inverted

T, riwayat histerotomi atau miomektomi pada korpus uteri yang melibatkan

tindakan membuka kavum uteri atau perluasan diseksi miometrium, riwayat

ruptur uteri, plasenta previa, letak lintang atau kontra indikasi persalinan lain, dan

herpes genital yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi grande

multipara (>5), malpresentasi, overdistensi uterus (misalnya polihidramnion

atau kehamilan kembar), karsinoma serviks invasif dan adanya makrosomia janin

(taksiran berat janin > 4000 g) pada bekas SC.3

Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran

bahwa jika serviks belum siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses.

Berbagai sistem skoring untuk penilaian serviks telah diperkenalkan. Pada

tahun. 1964, Bishop secara sistematis mengevaluasi sekelompok wanita multi para

untuk induksi elektif dan mengembangkan sistem skoring servikal standar.

Skor Bishop membantu mendeskripsikan pasien-pasien yang memiliki

kecenderungan untuk mencapai keberhasilan induksi. Lama persalinan

berhubungan terbalik dengan Skor bishop; nilai 8 berarti kemungkinan

besar persalinan terjadi secara pervaginam. Skor bishop < 6 biasanya membutuhkan

metode pematangan serviks sebelum penggunaan metode lain, 3

9

Tabel 1. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan

Faktor Skor

0 1 2 3

Pembukaan (cm)

Pendataran

Station

Konsistensi

Posisi

0

0-30

-3

kenyal

posterior

1-2

40-50

-2

medium

medial

3-4

60-70

-1 atau 0

lunak

anterior

5-6

80

+1 atau +2

Dikutip dari Cunningham3

Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi

persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa

selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat

peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari

kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan

ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi

oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen

disekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam

pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.3

Banyak studi acak yang terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan

penggunaan oksitosin dalam induksi persalinan. Ditemukan bahwa regimen

oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi (farmakologis) sama-

sama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat.

Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. la

diabsorpsi oleh mukosa bukal dan. nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan

cepat diinaktifkan oleh tripsin. Rute intravena, paling sering digunakan untuk

menstimulasi uterus hamil karena pengukuran jumlah indikasi yang diberikan lebih

tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara relatif cepat apabila terjadi efek

samping.3

Mekanisme oksitosin adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium

10

intraseluler. Hal ini dicapai dengan pelepasan deposit kalsium pada retikulum

endoplasma dan dengan meningkatkan asupan kalsium ekstraseluler.

Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor membran spesifik yang berpasangan

dengan protein transduser dan efektor yang membawa informasi dalam sel.3

Amniotomi juga merupakan salah satu cara induksi persalinan yang sering

dilakukan. Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan

pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini

meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau

neonates, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau

plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin.3

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

Friedman4 mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan

untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Tahap persiapan

(preparatory division), hanya terjadi sedikit pembukaan serviks, cukup banyak

perubahan yang berlangsung di komponen jaringan ikat serviks, dan mungkin peka

terhadap sedasi dan anestesia regional. Tahap pembukaan/dilatasi

(dilatational division), saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak

dipengaruhi sedasi. Tahap panggul (pelvic division), berawal dari fase

deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan

gerakan-gerakan pokok janin pada presentasi kepala, masuknya janin ke

panggul (engagement), fleksi, penurunan, rotasi internal putaran paksi dalam),

ekstensi dan rotasi eksternal (putaran paksi luar) terutama berlangsung selama

tahap panggul.

11

0 2 4 6 8 10 1 2 14 1 6

Waktu (jam)

Gambar 1. Perjalanan Persalinan

Dikutip dari Cunningham3

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan

persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah

fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai

dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase

akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.5

Fase akselerasi dimulai dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm dan pada nulipara

waktu yang diperlukan ± 2 jam. Pada fase maksimal dilatasi terjadi dari

pembukaan 4 cm sampai 9 cm, dan pada nulipara diperlukan ± 2 jam.

Sedangkan pada fase deselerasi dimulai dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm,

dan pada nulipara waktu yang diperlukan ± 2 jam. Penurunan kepala pada

nulipara > 1 cm/jam dan pada multipara > 2 cm/jam.4-5

12

Gambar 2. Partograf Friedman

Dikutip dari Syamsuddin AK6

Awitan persalinan laten didefinisikan menurut Friedman sebagai saat ketika

ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini orientasi kontraksi uterus

berlangsung bersama perlunakan dan pendataran serviks. Kriteria minimum

Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan

serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam bagi ibu multipara.

Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Fase laten

terjadi bersamaan dengan persepsi ibu yang bersangkutan akan adanya his teratur

yang disertai pembukaan serviks yang progresif, walaupun lambat dan berakhir

pada pembukaan 3 sampai 5 cm. Lama fase laten 20 jam pada ibu nulipara. dan 14 jam

pada ibu multipara.5

Pola gangguan pada fase laten bila pada nulipara > 20 jam dan pada

multipara > 14 jam, maka didiagnosis sebagai fase laten memanjang. 5,6

Sedangkan pola gangguan pada fase aktif menurut Friedman, yaitu:6,7

a. Persalinan lama (protraction disorders)

1. Dilatasi fase aktif lambat

Bila pembukaan pada nulipara <1,2 cm/jam dan pada multipara <1,5 cm/jam

2. Penurunan kepala lambat

Bila penurunan kepala pada nulipara < 1 cm/jam dan pada multipara < 2 cm/jam

13

b. Persalinan terhenti (arrest disorders)

1. Dilatasi terhenti sekunder (arrest of dilatation)

Bila pembukaan terhenti > 2 jam

2. Fase deselerasi memanjang

Bila pembukaan pada deselerasi nulipara > 3 jam dan pada multipara > 3 jam

3. Penurunan terhenti (arrest of descent)

Bila penurunan kepala terhenti > 1 jam

4. Kegagalan penurunan

Tidak ada penurunan pada fase deselerasi atau kala II

ACOG (American Colege of Obstetrics and Gynecologysts) membagi kelainan

persalinan menjadi persalinan lama (protraction disorders) dan persalinan

macet (arrest disorders). Pada persalinan lama yaitu terdapat gangguan

pembukaan < 1,2 cm/jam (nulipara) dan < 1,5 cm/jam (multipara) serta gangguan

penurunan < 1 cm/jam (nulipara) dan < 2 cm/jam (multipara). Sedangkan persalinan

macet, bila tidak ada pembukaan > 2 jam, atau tidak ada penurunan >1 jam. Ibu

harus berada dalam fase aktif persalinan untuk mendiagnosis salah satu di antara

keduanya.5,8

Pada pasien ini tidak terjadi gangguan pada fase laten. Hal ini terlihat dari

kemajuan persalinan. Pasien masuk tanggal 31 Agustus 2010 pukul 17.00

WIB dimana pasien masuk dalam fase laten pembukaan 2 cm, his 2x/10rnenit/lama

25 detik. Setelah 3x4 jam, pasien masuk dalam fase aktif tanggal 1 September 2010

pukul 05.00 WIB, dengan pembukaan 4 cm his 3x/10 menit/lama 35 detik. Kemudian

pukul 09.00 WIB pembukaan menjadi 5 cm, penurunan HII, dan pembukaan 7 pada

pemeriksaan pukul 13.00 WIB. Diagnosis pola gangguan persalinan pada pasien ini

yaitu persalinan lama dengan dilatasi fase aktif lambat.

Handa dan Laros mendiagnosis kemacetan fase aktif ( tidak ada pembukaan

selama 2 jam atau lebih) pada 5% nulipara aterm. 11 Penurunan diameter

biparietal janin sampai setinggi spina iskhiadika panggul ibu (station 0) disebut

14

sebagai engagement. Friedman dan Sachtleben melaporkan keterkaitan yang bermakna

antara station (penurunan) yang tinggi saat awitan persalinan dengan distosia pada

tahap selanjutnya. Mereka melaporkan terjadinya partus lama dan partus macet pada

ibu dengan station kepala janin di atas +1 dan bahwa semakin tinggi station

saat persalinan dimulai pada nulipara, semakin lama persalinan berlangsung.7

Roshanter dkk menganalisis penurunan janin pada 803 nulipara yang

melahirkan aterm setelah persalinan aktif didiagnosis. Sekitar 30% di antara

mereka yang datang ke rumah sakit dengan kepala janin terletak pada atau di

bawah station 0, dan angka seksio sesaria adalah 5 persen dibandingkan dengan 14

persen pada mereka yang penurunan janinnya lebih tinggi.10

Pasien saat fase aktif penurunan kepala janin di bidang Hodge I-II, di mana

kepala di bawah station 0. Kemungkinan untuk mengalami partus macet bisa

terjadi.

Gambar 3. Penurunan kepala

Dikutip dari Syamsuddin AK6

15

Gambar 4. Alur Penanganan Fase Aktif Memanjang

Dikutip dari Syamsuddin AK6

Pada partograf World Health Organization, penatalaksanaan saat

partus lama didefinisikan sebagai pembukaan serviks yang kurang dari 1

cm/jam selama minimal 4 jam.11 Dari alur tersebut, pada pasien ini diketahui

16

pada tanggal 1 September 2010 pukul 05.00 WIB pembukaan 4 cm dengan his 3X/

10menit/ lama 30 detik lalu pasien dimasukkan dalam partograf WHO. Kemudian

pada pukul 13.00 WIB pembukaan menjadi 7 cm dengan his 4x/10menit/lama 45

detik. Pada saat itu pembukaan berada di sebelah kanan/melewati garis

waspada. Dari kriteria kemajuan pembukaan <1 cm/jam, seharusnya

pembukaan saat itu 9 cm. Maka pasien didiagnosis fase aktif memanjang.

Dari pola gangguan persalinan abnormal, terdapat persalinan macet (arrest

disorders), dimana tidak ada pembukaan > 2 jam, dan tidak ada penurunan > 1 jam.

Tidak ada pembukaan > 2 jam, dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB

pembukaan tetap 7 cm. Tidak ada penurunan > 1 jam, dari pukul 09.00 WIB

sampai 13.00 WIB tetap di Hodge II.

Pada pasien ini dari pemeriksaan panggul kesan panggul luas dan

pemeriksaan dalam kepala sudah di Hodge II, ini menyingkirkan kemungkinan DKP.

His pada pasien ini adekuat, dimana 4x/ 10 menit/ lama 40 detik, menyingkirkan

kemungkinan inertia uteri.

Persalinan harus segera diakhiri karena denyut janin janin tidak lagi teratur

dan sudah mengalami akselerasi (>160x/mnt). Maka keputusan terminasi kehamilan

perabdominam sudah tepat.

IV. KESIMPULAN

Diagnosa pada pasien ini sudah tepat dimana dari pemeriksaan didapatkan

adanya keluarnya cairan ketuban sebelum pembukaan aktif yang dapat kita simpulkan

telah terjadi ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW).

Pada pasien ini terjadi pola gangguan persalinan abnormal di fase aktif berupa

fase aktif memanjang menurut partograf WHO. Menurut partograf Friedman

terdapat pola gangguan dilatasi terhenti sekunder dan penurunan terhenti, atau

menurut ACOG terjadi arrest disorders. Penyebab, pola persalinan abnormal pada

pasien ini adalah distosia karena kelainan serviks berupa serviks yang kaku.

Penatalaksanaan untuk dilakukannya seksio sesaria pada pasien ini sudah tepat, karena

sudah terjadi persalinan macet berupa arrest of dilatation dan arrest of descent serta

telah terjadi gawat janin.

17

Melihat perjalanan penyakit dan penatalaksanaan pasien ini menggunakan

protap dan partograf WHO maka penatalaksaan pasien ini sudah tepat.

V. RUJUKAN

1. Duff P. Management of premature rupture of membranes in term patients. Clin

Obstet Gynecol 1991; 34: 723-729

2. Vintzileos AM, Campbell WA, Rodis JF. Antepartum surveillance in patients with

preterm premature rupture of the membranes. Clin Obstet Gynecol 1991; 34: 779-

793

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD.

Williams obstetric. 23rd ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2010.

4. Friedman EA. An objective approach to the diagnosis and management of abnormal

labor. Bull Ny Acad Med. 1972; 48: 842,

5. Mose CJ, Alamsyah M. Persalinan lama. Dalam: Saifuddin AB,

Rachimhadhi T, Wiknjosastro HG. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:

PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohario; 2008. h.562-580.

6. Syamsuddin AK. Bungs rampai obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2004.

7. Syamsuddin AK. Partograf. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2001.

8. American College of Obstetricians and Gynecologists. Dystosia.

Technical Bulletin. December 1989; 137.

9. Handa VL, Laros RK. Active phase arrest in labor: Predictors of cesarean delivery in

nulliparous population. Obstet Gynecol 1993; 81: 758.

10. Roshanter D, Blackmore KJ, Lee J, Hueppchen NA, Witter FR. Station at onset of

active labor in nulliparous patients and risk of cesarean delivery. Obstet Gynecol

1989; 74: 85.

11. World Health Organization. Partographic management of labor. Lancet 1994; 343:

1399