Case DM Popols

33
PORTOFOLIO KASUS PENYAKIT DALAM DM TIPE II DENGAN KOMPLIKASI ULKUS PEDIS DEXTRA Oleh : dr. Nidia Putri Cintami Pembimbing: dr. Putu Arinanda, Sp.PD PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA RSUD MAYJEND HM.RYACUDU

description

kasus

Transcript of Case DM Popols

Page 1: Case DM Popols

PORTOFOLIO

KASUS PENYAKIT DALAM

DM TIPE II DENGAN KOMPLIKASI ULKUS PEDIS DEXTRA

Oleh :

dr. Nidia Putri Cintami

Pembimbing:

dr. Putu Arinanda, Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA

RSUD MAYJEND HM.RYACUDU

LAMPUNG UTARA

AGUSTUS 2015

Page 2: Case DM Popols

FORMAT PORTOFOLIO

Topik : Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi Ulkus Pedis Dextra

Tanggal (kasus) : Juni 2015 Presenter : dr. Nidia Putri Cintami

Tanggal Presentasi : Agustus 2015 Pendamping : dr. Putu Arinanda, Sp.PD

Tempat Presentasi :Ruang Perawatan Penyakit Dalam RSD May.Jend. H.M.

Ryacudu

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi :

Ny.A, 57 tahun, datang dengan keluhan luka pada kaki kanan yang tidak kering sejak ±2 minggu yang lalu, luka disertai sedikit nanah dan darah. Sebelumnya pasien mengatakan sering menggaruk kaki kanannya karena gatal kemudian bekas garukan menjadi luka dan lukanya tidak juga mengering.Selain itu pasien juga mengeluh lemas, dan demam. Riwayat menderita kencing manis diketahui sejak 2 tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin kontrol dan tidak minum obat. TD=100/70mmHg. N=82x/menit. RR=22x/menit. T=37,6C. GDS=542mg/dL. Leukosit= 29.460

Status lokalis et Regio Pedis Dextra:

I: tampak edema kemerahan, tampak pus yang kering (+), darah (-)

P:non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, fluktuasi-, nyeri tekan-.

□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.

Page 3: Case DM Popols

Bahan

Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara

Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien :

Nama : Ny.A, 57 tahun,

Alamat: Kota Bumi

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

No. Registrasi : 13.09.52

Nama Klinik : Penyakit Dalam RSD

Ryacudu LampuraTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis / Gambaran Klinis :

1. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak rutin kontrol gula darah dan tidak rutin minum obat anti

hiperglikemi

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien pertama kali di diagnose kencing manis sekitar 2 tahun

yang lalu, hipertensi (-), asma (-).

3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.

4. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

5. Lain-Lain : Merokok-. Minum alkohol-. GDS=542 mg/dL, Leukosit=29.460

Page 4: Case DM Popols

Daftar Pustaka:

1). Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam

Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan

Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68.

2) Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles of Internal Medicine –15 th

Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.

3) Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and hipoglicemia in Lange Medical Book 2002

Current Medical Diagnosis and Treatment 41st Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235

4) PERKENI. (2011).  Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.

Hasil Pembelajaran :

1. Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra

2. Penegakan diagnosa Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra

3. Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra

Subyektif

Pasien datang lewat poli penyakit dalam RSD Ryacudu dengan keluhan luka di

kaki kanan tidak mengering sejak ±2 minggu. Luka di kaki kanan disertai sedikit

nanah dan darah. Sebelumnya pasien mengatakan sering menggaruk garuk

kakinya karena gatal, awalnya luka bekas garukan kecil kemudian luka makin

meluas dan tidak juga mengering. Selain luka pada kaki kanan, pasien juga

mengeluh badannya terasa lemas, demam, dan kadang mual.

Pasien mengetahui dirinya menderita kencing manis sekitar 2 tahun yang lalu saat

berobat ke rumah sakit, saat itu pasien merasa badannya lemas dan sering buang

air kecil pada malam hari sehingga sering terbangun saat tidur. Nafsu makan

pasien juga meningkat karena selalu merasa lapar, namun tetap merasa badannya

Page 5: Case DM Popols

lemah, kesemutan pada kedua tangan dan kaki. Saat pertama kali mengetahui ada

kencing manis pasien mengatakan hasil laboratorium gula darahnya sekitar 300

mg/dL, pasien mendapat terapi obat obatan dari dokter namun pasien lupa nama

obatnya dan pasien tidak rutin kontrol gula darah, pola makan pasien juga tidak

terjaga, pasien jarang berolah raga

Obyektif

Status

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernafasan : 22x/menit

Suhu : 37,6˚ C

Status Generalis

KEPALA

Rambut : Hitam, pendek, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Kelopak mata edema -/-

Konjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor

Telinga : Bentuk normal, liang lapang, membran timpani intak

Hidung : Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung -, sekret -

Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor dan tidak tremor

LEHER

Bentuk : Simetris

Trakhea : Ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

KGB : Tidak teraba adanya pembesaran

Page 6: Case DM Popols

JVP : Tidak meningkat

THORAX

PARU

Inspeksi : Bentuk dada normal

Pergerakkan nafas hemitoraks kanan = kiri, simetris

Palpasi : Turgor kulit normal

Vokal fremitus taktil hemitoraks kanan = kiri

Tidak teraba pembesaran KGB axilla dan supraclavicular

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua hemitoraks, Wheezing -/-,

Ronkhi -/-

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea mid clavicularis

sinistra

Perkusi : Batas atas à ICS 3 linea parasternalis sinistra

Batas kananà ICS 5 linea sternalis dextra

Batas kiri à ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Datar

Palpasi : Turgor kulit normal, Hepar dan Lien tidak teraba,

Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Page 7: Case DM Popols

Auskultasi : Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS :

- Superior : Akral hangat, CRT<2 detik

- Inferior :

Status lokalis et Pedis Dextra

I: tampak edema kemerahan, tampak pus mengering (+), darah (-)

P:non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar,

fluktuasi (-), nyeri tekan (-)

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- Hb : 8,2 gr/dL

- Leukosit : 29.460

- Hematokrit : 24 %

- Trombosit : 153.000

- GDS : 542 mg/dL

Pemeriksaan EKG:

- HR :90x/menit

- Iskemia : –

- LVH :-

- Aritmia :-

Kesan : NORMAL

Assesment

Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi Ulkus et Regio Pedis Dextra

Plan

IVFD RL XX tpm makro

Infus metronidazol 2x1

Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

Inj. Ketorolac 3x1 ampul

Page 8: Case DM Popols

Insulin 3x10 unit

Diet DM 1900

Ranitidin 2x 1 tablet

Glibenclamide 2x2,5mg

Paracetamol 3x500mg

Cek GDS/hari

GV setiap hari

Konsul Bedah

Page 9: Case DM Popols

ANALISA KASUS

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai

akibat insufisiensi fungsi insulin.

Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,

polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu >200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126

mg/dl.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit

ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam

keluhan, gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan

baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti

mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain.

Komplikasi Diabetes Mellitus (DM) yang paling berbahaya adalah

komplikasi pada pembuluh darah. Pembuluh darah besar maupun kecil ataupun

kapiler penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah

(angiopati diabetik) Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di

tungkai (makroangopati diabetik) tungkai akan lebih mudah mengalami gangren

diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dan berbau busuk.

Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar, penderita DM akan

merasa tungkainya sakit sesudah ia berjalan pada jarak tertentu, karena aliran

darah ke tungkai tersebut berkurang dan disebut claudicatio intermitten.

Beberapa faktor secara bersama-sama berperan pada terjadinya

ulkus/gangren diabetes. Dimulai dari faktor pengelolaan penderita DM terhadap

penyakitnya yang tidak baik, adanya neuropati perifer dan autonom, faktor

komplikasi vaskuler yang memeperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor

kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada

Page 10: Case DM Popols

keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien

sehingga terjadi masalah gangren diabetik.

Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus

dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah

raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai,

dapat dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi

obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.

PEMBAHASAN

Apakah etiologi dan faktor predisposisi pada pasien ini?

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi

faktor endogen dan ekstrogen.

a. Faktor endogen

1) Angiopati diabetik

2) Neuropati diabetik

b. Faktor ekstrogen

1) Trauma

2) Infeksi

Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen. Penelitian

terbaru menyatakan bahwa 63% kaki diabetik disebabkan oleh neuropati perifer

yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik dan autonom yang masing-

masing memegang peranan penting pada terjadinya luka kaki.

Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit

(mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga

penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya dapat terjadi infeksi yang

kemudian berkembang menjadi ulkus.

Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di

ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik

dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena membengkak dan selanjutnya

Page 11: Case DM Popols

menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi akan mempermudah

terjadinya disfungsi outonom (neuropati outonom) yang selanjutnya akan

mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah

mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis.

Pada pasien ini penyebab komplikasi ulkus pedis dextra dapat dipengaruhi

oleh kedua faktor yaitu endogen dari angiopati diabetik sebagai dampak dari gula

darah yang tidak terkontrol dan mengganggu sistem aliran darah. Selain itu faktor

eksogen juga berperan karena pada anamnesis dikatakan bahwa sebelumnya

pasien sering menggaruk garuk kakinya, pada seseorang dengan kadar gula darah

tinggi yang sudah terjadi neuropati otonom akan mengakibatkan kulit kering

sehingga mudah mengalami luka yang sulit mongering atau sembuh.

Bagaimana mendiagnosis Diabetes Melitus tipe II dengan Komplikasi Ulkus Pedis Dextra?

A. Anamnesa

Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,

polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya

ke dokter dan laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Anamnesis juga

meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan, pembentukan, keluhan

neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat, kebiasaan, obat-obat

yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus sebelumnya. Riwayat berobat

yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis seorang pasien.

Pada pasien dengan kompikasi ulkus pedis keluhan nyeri pada kaki tidak

dirasakan secara langsung setelah trauma, hal ini disebabkan gangguan

neuropati sensorik mengkaburkan gejala disaat luka atau ulkusnya masih

ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan

oleh penderita dan menyebabkan datang berobat.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan ulkus yaitu defek pada sebagian

atau seluruh lapisan kulit yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan

pus, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar

Page 12: Case DM Popols

luka dermis atau lemak / jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda

kedalamannya sampai otot bahkan tulang. Ulkus sering disertai hiperemi di

sekitarnya yang menunjukkan proses radang. Gangren merupakan jaringan yang

mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa

disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi

di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting

karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan

untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,

menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi

vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan

pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas,

adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis. Deskripsi ulkus DM paling tidak harus

meliputi ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan

untuk menilai kemajuan terapi.

Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan

vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah.

Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus

dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau

hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis

teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.

Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis

superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun

tidak didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior.

Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal

dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi

tidak didapatkan pulsasi distalnya.

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk

mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI

sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik

sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti

kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian

Page 13: Case DM Popols

adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler

(pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah

(ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik

lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai

bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio

tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal,

harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI

0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi

obstruksi vaskuler berat.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis

secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan

CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi

hepar, elektrolit.

Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa

pemeriksaan non invasif seperti (ankle brachial index/ ABI) pemeriksaan

lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau

menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography

(DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed tomography

angoigraphy (CTA).

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih

diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi

maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu

dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler

perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi

endovascular menjadi pilihan terapi.

Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk

mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran

destruksi tulang dan osteolitik.

Bagaimana tatalaksana Diabetes Melitus secara umum ?

Page 14: Case DM Popols

Tujuan tatalaksana DM yaitu, Jangka pendek untuk menghilangkan

keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target

pengendalian glukosa darah. Jangka panjang untuk mencegah dan menghambat

progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan

akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, antara lain edukasi, terapi gizi

medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

A. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, warga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,

tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengataasinya harus diberikan kepada

pasien.  pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah

mendapat pelatihan khusus.

B. Terapi Nutrisi Medis

Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksaan diabetes secara

total. Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dnegan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun

glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

(1). Karbohidrat  

46-65 % dari total asupan energi

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama berserat tinggi

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% toltal asupan energi

Page 15: Case DM Popols

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi

batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)

Makanan 3 kali / hari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Jika diperlkan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari

(2). Lemak

20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan > 30% total asupan energi

Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak

jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu  penuh (whole

milk)

Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/ hari.

(3). Protein

10-20% total asupan energi

Sumber protein yang baik adalah seafood (udang, ikan, cumi-cumi, dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,

tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8

gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya  bernilai

biologik tinggi.

(4). Natrium

Anjuran asupan natrium pasienDM sama dengan untuk masyarakat umum yaitu

< 3000 mg atau sama dengan 9-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

Pasien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan  pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Page 16: Case DM Popols

(5). Serat  

Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-

kacanga, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena

mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/hari.

(6). Pemanis Alternatif

Pemanis dikelompokkamn pemanis berkalori dan tidak berkalori. Pemanis

berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, xylitol.

Dalam penggnaannya pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek

samping pada lemak darah.

Pemanis tidak berkalori masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,

acesukfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake/ ADI).

C.Kebutuhan Kalori

Cara menentukan kebutuhan kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.

Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-

30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor

seperti : jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan , dll. Perhitungan berat badan

ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dapat dimodifikasi :

Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm  –  100) x 1 kg

Untuk pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi :

BBI = (TB dalam cm -100) kg BB

Normal : BB ideal ± 10%

Kurus : <BBI  –  10%

Gemuk : > BBI + 10%

Page 17: Case DM Popols

 

Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh

dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB(kg)/TB (m2)

Klasifikasi IMT

BB kurang < 18,5

BB normal 18,5-22,9  

BB lebih > 23,0

Faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB

Umur

Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %, untuk usia

40-59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi 20 % jika

usia diatas 70 tahun.

Aktivitas fisik atau pekerjaan

Penambahan sejumlah 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keaadaan

istirahat, 20 % pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan aktivitas sedang,

dan 50 % aktivitas sangat berat.

Berat badan

Bila kegemukan diberikan 20-30 % tergantung kepada tingkat kegemukan. Bila

kurus ditambahkan sekita 20-30 % sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB

Untuk tujuan menurunkan berat badan jumlah kalori yang diberikan  paling

sedikit 1000-1200 kkal untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi

C. Olahraga

Page 18: Case DM Popols

Dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali per minggu selama

30 menit yang sesuai dengan prinsip CRIPE. Perlu diingat bahwa jangan memulai

olehraga sebelum makan, menggunakan sepatu yang ukurannya sesuai, harus

didampingi orang yang tahu mengatasi hipoglikemia, harus selalu membawa

permen dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.

C (Continous) : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa

berhenti

R (Ritmik) : Olahraga berirama yaitu kontraksi dan relaksasi otot secara teratur,

seperti berjalan kaki, berenang, berlari dan bersepeda, atau mendayung.

I (Interval) : Latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.

P (Progreif) : Latihan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan

sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.

E (Endurance) : Latih daya tahan untuk mrningkatkan pernafasan dan jantung

seperti jalan , jogging, berenang dan bersepeda.

Apabila dalam waktu 1-3 bulan tidak tercapai sasaran pengobatan yang  baik

dengan diet dan olahraga maka diberikan medikasi

Terapi Farmakologis pada Diabetes Melitus ?

I. Obat Antidiabetik Oral

Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien

diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan

menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat

a. Golongan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,

oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel ß Langerhans pankreas masih dapat

berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian

senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh

kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa

baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami

ketoasidosis sebelumnya. Contoh golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid,

glimepirid.

b. Golongan Biguanida

Page 19: Case DM Popols

Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan

glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan

menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga

berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang

overweight.

c. Golongan Tiazolidindion

Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan

berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan

bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan

glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan

dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel ß pankreas.

Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase

alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia

postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose

II. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel ß pankreas dalam

merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino

tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri

dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas

dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport

glukosa dari darah ke dalam sel.

Macam-macam sediaan insulin:

1. Insulin kerja singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah

setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.

Page 20: Case DM Popols

2. Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya dicairan

jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda

yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau

mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.

3. Insulin kerja sedang (medium-acting)

Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan

mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh:

Mixtard 30 HM.

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan

memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien

yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi

metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah

insulin.

Apa indikasi pemberian insulin pada pasien Diabetes Melitus?

Insulin diberikan pada keadaan keadaan berikut ini :

- Diabetes Melitus tipe I

- Diabetes Melitus tipe II yang tidak terkontrol dengan diet, olah raga dan obat

hiperglikemik oral

- Diabetes Melitus gestasional

- Gangguan faal hati dan ginjal yang berat

- Diabetes Melitus dengan infeksi akut (selulitis, gangren), TBC berat, penyakit

kritis (stroke, AMI)

- Diabetes Melitus dengan ketoasidosis diabetik

- Diabetes Melitus dengan fraktur atau pembedahan mayor

- Berat badan rendah, terkait malnutrisi

- Diabetes Melitus disertai grave’s disease

- Diabetes Melitus disertai tumor ganas

- Diabetes Melitus dengan pemberian terapi kortikosteroid

Bagaimana tatalaksana ulkus diabetikum ?

Prinsip dasar yang baik terhadap pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :

Page 21: Case DM Popols

Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran

radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy

vaskularisasi (non invasive).

Pengelolaan terhadap neuropati diabetik

Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya

Debridement luka yang adekuat, radikal

Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)

Antibiotic oral-parental

Perawatan luka yang baik

Mengurangi edema

Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki

khusus, total kontak casting)

Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular

Nutrisi

Perfusi kulit daerah dengan mengukur transcutaneus oksigen tension

(tcPO2) pada daerah sekitar luka

Rehabilitasi

Page 22: Case DM Popols

PORTOFOLIO

KASUS PENYAKIT DALAM

DM TIPE II DENGAN KOMPLIKASI CELULITIS ET REGIO CRURIS DAN PEDIS

SINITRA

Oleh :

dr. Ayu Ramadhini Mahaputri

Pembimbing:

Page 23: Case DM Popols

dr. Putu Arinanda, Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA

RSUD MAYJEND HM.RYACUDU

LAMPUNG UTARA

MEI 2015