Case 1 DM Maya

69
LAPORAN KASUS I SEORANG LAKI-LAKI 40 TAHUN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN NEUROPATI, NEFROPATI DIABETIKUM, RETINOPATI DIABETIKUM DAN FOOT DIABETIKEUM Oleh : Devi Mayasari, S.Ked J 500080099 Pembimbing : dr. Asna Rosida, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Transcript of Case 1 DM Maya

Page 1: Case 1 DM Maya

LAPORAN KASUS I

SEORANG LAKI-LAKI 40 TAHUN DENGAN DIABETES MELITUS

TIPE 2 DENGAN NEUROPATI, NEFROPATI DIABETIKUM,

RETINOPATI DIABETIKUM DAN FOOT DIABETIKEUM

Oleh :

Devi Mayasari, S.Ked

J 500080099

Pembimbing :

dr. Asna Rosida, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UMS / RSUD DR. HARJONO

PONOROGO

2012

Page 2: Case 1 DM Maya

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. K

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jambon, Ponorogo

No. RM : 265xxx

Tanggal masuk : 14 November 2012

Tanggal pemeriksaan : 20 November 2012

B. DATA DASAR

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis yang

dilakukan pada tanggal 20 november 2012 di Bangsal Mawar.

1. Keluhan Utama : Badan Lemas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Ponorogo pada tanggal 11 November

2012 kemudian di kirim ke bangsal Mawar dengan keluhan badan lemas

sejak 10 hari SMRS. Keluhan disertai mual dan muntah, pasien

mengatakan muntah sebanyak 2 kali, berwarna coklat kekuningan cair

tidak disertai makanan dan sebanyak 4 sendok makan. Pasien sering

merasakan nyeri pada ulu hati.

Selain itu pasien juga mengeluhkan kesemutan di kedua tangan dan

kedua kaki. Kesemutan dirasakan terus menerus. Pasien juga mengatakan

bahwa sudah semenjak 3 tahun ini, telapak kaki pasien kurang terasa.

Sandal sering lepas tanpa disadari oleh pasien. Kemudian pada kaki kiri

pasien terdapat luka yang tak kunjung sembuh. Selain itu pasien juga

mengeluhkan pandangan kedua matanya kabur dan terlihat ada titik-titik

hitam, terutama mata sebelah kanan. Kaburnya pandangan pasien ini di

2

Page 3: Case 1 DM Maya

mulai sejak ± 3 bulan dan makin lama makin memberat. Pasien

mengeluhkan penurunan nafsu makan. Sesak (-) demam (-). BAK

normal, BAB normal warna hitam (-) konsistensi padat. Pasien mengaku

mengkonsumsi obat DM yaitu glibenklamid. Konsumsi obat glibenklamid

sudah 7 tahun. Pasien mengaku selalu mengkonsumsi obat sesuai resep

dokter.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat kencing manis :diakui, sejak tahun 2005 sampai

sekarang. Pasien mengakui gejala

awalnya berat badan turun, sering

BAK, sering makan dan minum.

GDS pertama kali diukur 400

mg/dL.

b. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui

c. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal

d. Riwayat kencing batu : disangkal

e. Riwayat asma : disangkal

f. Riwayat sakit jantung : disangkal

g. Riwayat sakit ginjal : disangkal

h. Riwayat mondok : diakui, 2 kali karena penyakit

diabetes melitus

i. Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

c. Riwayat sakit gula : disangkal

d. Riwayat sakit darah tinggi : disangkal

e. Riwayat sakit jantung : disangkal

f. Riwayat sakit ginjal : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

3

Page 4: Case 1 DM Maya

a. Riwayat minum jamu tradisional : diakui

b. Riwayat olahraga teratur : disangkal

c. Riwayat minum suplemen : diakui

d. Riwayat konsumsi alkohol : diakui

e. Riwayat konsumsi obat bebas : diakui

6. Anamnesis Sistem

a. Keluhan utama : badan lemas

b. Sistem saraf pusat : kaku kuduk (-), kejang (-), sakit

kepala (-), nyeri tengkuk (-)

c. Sistem Indera

- Mata : berkunang-kunang (-), kuning (-), pandangan dobel

(-), penglihatan kabur (+),

pandangan berputar (-), bengkak

sekitar mata (-)

- Hidung : mimisan (-), pilek (-)

- Telinga : pendengaran berkurang (-),

berdenging (-) keluar cairan (-),

darah (-)

d. Kepala : rambut rontok (-), wajah bengkak (-)

e. Mulut : sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), gusi berdarah (-),

mulut kering (-), gigi goyah dan

tanggal (+)

f. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-),

gatal (-), tenggorokan terasa

panas (-).

g. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk

darah (-), mengi (-), tidur

mendengkur (-)

h. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-),

nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

4

Page 5: Case 1 DM Maya

i. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), sakit perut

(+) tidak buang air besar (-), perut

sebah (-), mbeseseg (-), kembung

(-), nafsu makan berkurang (+),

ampeg (-)

j. Sistem muskuloskeletal : kaku (-), badan lemas (+), mudah

lelah (+), badan terasa berat (-)

k. Sistem genitourinaria : sering kencing (+), air kencing

berwarna merah (-), nyeri saat

kencing (-), keluar darah (-),

kencing nanah (-), sulit memulai

kencing (-), kencing keluar batu (-)

l. Ekstremitas atas : luka (-), nyeri (-), kaku (-), tremor

(-), ujung jari terasa dingin (-),

kesemutan (-), bengkak (-), sakit

sendi (-), berkeringat (-)

m. Ekstremitas bawah : nyeri gerak (-), kaku (-), bengkak

(-), tremor (-), ujung jari terasa

dingin (+), kesemutan (+), luka (+)

n. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), kesemutan

(+), mengigau (-), emosi tidak

stabil (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 november 2012. Setelah

perawatan selama 6 hari di RSUD Ponorogo.

Keadaan Umum

Pasien tampak lemah, kompos mentis

Tanda Vital

Tensi : 170/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

5

Page 6: Case 1 DM Maya

Frekuensi nafas : 20 x/menit, tipe thorakoabdominal

Suhu : 37,3°C per axiler

Status Gizi

BB = 45 kg

TB = 160 cm

BMI = 45 =17,5 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)

(1,60)2

Kesan : underweight (normal = 47,3-57,6 kg)

Kulit

Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas

garukan (-), kulit kering (+), kulit hiperemis (-)

Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)

Wajah

Simetris, eritema (-), ruam muka (-), moon face (-)

Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),

pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem

palpebra (-/-), strabismus (-/-) OD : 4/60 OS : 5/60

Telinga

Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)

Hidung

Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),

fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)

Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid

(-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)

Leher

JVP R+0 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran

kelenjar getah bening (-).

6

Page 7: Case 1 DM Maya

Thoraks

Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),

pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah

bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi :Iktus kordis kuat angkat, teraba di 1 cm medial SIC V linea

midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas jantung

kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

kiri bawah : SIC V 2 cm medial linea

midclavicularis sinistra

kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra

Konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, regular, bising

(-), gallop (-).

Pulmo

Depan

Inspeksi :

Statis  : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tidak

melebar, retraksi (-)

Dinamis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-),

pergerakan paru simetris

Palpasi :

Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak

ada yang tertinggal

Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang

tertinggal

7

Page 8: Case 1 DM Maya

Fremitus : fremitus raba simetris kanan dan kiri

Perkusi :

Kanan : Sonor hingga SIC III

Batas paru – lambung sulit dievaluasi.

Batas paru – hepar redup relatif di SIC V linea

medioklavikularis dextra.

Batas paru – hepar redup absolut di SIC VI linea

medioklavikularis dextra.

Kiri : Sonor

Auskultasi :

Kanan : Suara dasar vesikuler intensitas normal –

menghilang di basal paru, suara tambahan wheezing

(-), ronchi basah kasar (+), krepitasi (-)

Kiri : Suara dasar vesikuler intensitas normal –

menghilang di basal paru, suara tambahan wheezing

(-), ronchi basah kasar (+), krepitasi (-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-),

sikatrik bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok kostovertebra

(-)

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, defans muskular

(-), nyeri tekan (-), nyeri tekan suprapubik (-), ballotment (-)

Genitourinaria

Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

Ekstremitas :

Superior dekstra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), eritem

palmaris (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari

tabuh (-), nyeri tekan (-), nyeri gerak (-), deformitas (-)

8

Page 9: Case 1 DM Maya

Superior sinistra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), eritema

palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat

(-), jari tabuh (-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-),

deformitas (-)

Inferior dekstra : pitting odem (-), bekas luka (+), hiperemis (-), nyeri tekan

(-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris

(-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

deformitas (-)

Inferior sinistra : pitting odem (-), hiperemis (-), luka (+,) nyeri tekan (-),

sianosis (-), pucat (+), akral dingin (-), eritema palmaris

(-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),

deformitas (-).

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan EKG

1. Frekuensi: 104x/menit

2. Ritme: teratur

3. Jenis irama: sinus

4. Zona transisi: normal

5. Aksis:normal

6. Morfologi gelombang

Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T

Interval PR 0,16 detik

Gelombang QRS 0,08 detik

Elevasi ST (-)

Depresi ST (-)

LVH (-) tidak terdapat depresi segmen ST

9

Page 10: Case 1 DM Maya

B. Laboratorium Darah

Keterangan 21/11/2012 Satuan Nilai rujukan

Hematologi rutin

Hb 10,7 g/dl 11-16

Hct 30,7 % 37-50

AL 8,9 10³/µl 4,0-10

AT 250 10³/µl 100-300

AE 3,84 10⁶/µl 3,5-5,5

Indeks eritrosit

MCV 80,1 fl 82-95

MCH 27,8 pg 27-31

MCHC 34,8 g/dl 32-36

RDW 11,4 % 11,0-16,0

MPV 7,3 fl 6,5-12,0

PDW 15,5 % 9,0-17,0

Hitung jenis

Limfosit 7,2 % 25-40

Kimia klinik

GDS 489 mg/dl < 140

Ureum 22,14 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,54 mg/dl 0,7-1,2

Asam urat 6,8 Mg/dL 2,4-6,1

SGPT 12,4 u/l 0-31

SGOT 15,4 u/l 0-31

Bil. Total 0,56 mg/dl 0-1,2

Bil. Direct 0,15 mg/dl 0-0,35

Albumin 3,7 g/dl 3,5-5

Globulin 4,6 g/dl 2-3,9

Kolesterol total

148 mg/dl 140-200

10

Page 11: Case 1 DM Maya

HDL-D 31 mg/dl 45-150

LDL-D 78 mg/dl 0-190

Trigliserid 195 mg/dl 36-165

IV. RESUME / DAFTAR MASALAH

A. Daftar Abnormalitas Anamnesis

1. Badan lemas

2. Mual muntah

3. Perut terasa nyeri di ulu hati.

4. Hipoestesi pada telapak kaki

5. Kesemutan pada kedua tangan dan kaki

6. Luka pada kaki sebelah kiri yang tak kunjung sembuh.

7. Penglihatan kabur pada kedua mata, mata kanan lebih kabur dari

mata kiri.

B. Diagnosa Fisik

1. Vital sign

2. Tekanan darah : 170/90 mmHg

Respirasi rate : 20 x/menit

Suhu : 37,30 C

Nadi : 80 x/menit

3. Pemeriksaan Kepala

Mata : Visus OD : 4/60 dan OS : 5/60,

4. Abdomen

Palpasi :nyeri tekan pada ulu hati

11

Page 12: Case 1 DM Maya

5. Ekstremitas

Inspeksi : Kaki kiri terdapat ulkus, pucat, dan kulitnya tampak kering.

C. Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan Laboratorium:

Parameter Hasil Rujukan

HDL : 31 mg/dl (45-150 mg/dL)

Hematokrit : 30,7 % ( 37-50 %)

GDS : 489 mg/dl (<140 mg/dl)

CREAT : 1,64 mg/dl (0,7-1,2mg/dl)

TG : 195 mg/dl (36-165 mg/dl)

Globulin : 4,6 g/dl (2-3,9 g/dl)

VI. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING

1. Diabetes Mellitus Kronis Tipe II

2. Gastropati ec Neuropati

3. Nefropati Diabetikum

4. Retinopati Diabetikum

5. Neuropati

6. Foot Diabetikum

12

Page 13: Case 1 DM Maya

VII. POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD)

Daftar

masalah

Problem Assesment Planning

Diagnosa

Plannning Terapi Planning

Monitoring

1.Badan lemas

GDA 489

mg/dl

Riwayat DM

Hiperglikemi DM tipe 2 -HbA1c

-foto thorax

EKG

-Infuse PZ 18tpm

-actrapid insulin

Bolus Insulin

0,15xkgBB/jam =

6unit, selanjutnya

drip insulin

0,1xkgBB = 4 unit

/jam sampai GDA

200-250

-kebutuhan

kalori : 1260

kalori

-GDA

-Gejala Klinis

2.pandangan

kabur, ada

bayangan

hitam

Retinopati Retinopati

DM

-funduskopi

(kosul Sp.M)

- Konsul Sp.M Klinis

3.mual,muntah

,nyeri pada ulu

hati.

Gastropati Gastropati

DM

-inj Ranitidin 2x1

amp

-inj ondancentron

3x1 amp

Klinis

4. kesemutan di kedua kaki dan kedua tangan, hipoestesi telapak kaki

Neuropati Neuropati

DM

-Vit B1B6B12 1x1 Klinis

13

Page 14: Case 1 DM Maya

5.chreat : 1,64

LFG = 40,58

(CKD grade 3)

-170/90

mmHg

(Hipertensi

Stage 2)

Nefropati

Diabetikum

-CKD

grade III

-

Hipertensi

stage 2

-Urinalisis

-elektrolit

-Diet rendah

protein

0,8/kgBB/hari

-kontrol cairan

-amlodipin

1x10mg

-furosemide

2x20mg

Darah lengkap

- Albumin

- Ureum

- Creatinin

-Produksi urin

Vital sign

6.HDL = 31

mg/dl

TG = 195 mg/dl

Trigliseridemi

a

dislipidem

ia

Kimia darah Simvastatin

1x10mg

-klinis kimia

darah

7 luka di kaki

kiri ukuran

4x6cm, pucat

(+) nanah (-)

ulkus Foot

diabetiku

m grade 1

-Kultur bakteri

-Sensitivitas

antibiotik

-Rontgen pedis

-Rawat luka

-inj cefotaxim

3x1gr

-Inf

Metronidazole

3x500mg drip

-Clindamycin

3x300 mg

-klinis

FOLLOW UP

Tanggal 21 November 2012 Tanggal November 2012S: Mual (-), muntah (-), lemas (+), kesemutan (+) pandangan kabur (+)O: KU : lemasKesadaran: CMVS: - TD: 170/100 mmHg- N: 80x/menit-S: 36,7Oc

S: Mual (-), muntah (-), lemas (+), kesemutan (+) pandangan kabur (+)O: KU : lemahKesadaran: CMVS: - TD: 130/80 mmHg- N: 78x/menit-S: 35Oc

14

Page 15: Case 1 DM Maya

-RR: 20 x/menit.GDA: 271A: DM tipe 2P:

Infus PZ 18tpm

AI 3x10unit

Amlodipin `1x10mg

Furosemid 2x20mg

Inj. Radin 2x1 amp

Inj Ondancetron 3x1 amp

Simvastatin 1x10mg

Clindamicyn 3x300mg

Drip metronidazole 3x500mg

Inj Cefotaxim 3x1gr

Vit B1B6B12

-RR: 20 x/menit.GDA: 224A: DM tipe 2P:

Infus PZ 18tpm

AI 3x14unit

Amlodipin `1x10mg

Furosemid 2x20mg

Inj. Radin 2x1 amp

Inj Ondancetron 3x1 amp

Simvastatin 1x10mg

Clindamicyn 3x300mg

Drip metronidazole 3x500mg

Inj Cefotaxim 3x1gr

Vit B1B6B12

Tanggal 23 November 2012 Tanggal 24 November 2012S: Mual (-), muntah (-), lemas (+), kesemutan (+) pandangan kabur (+)O:KU: baikKeasadaran: CMVS: TD: 170/90- N: 82x/menit-S: 36,2Oc-RR: 20 x/menit.GDA: 183A: DM tipe 2P:

Infus PZ 18tpm

AI 3x14unit

Amlodipin `1x10mg

Furosemid 2x20mg

Inj. Radin 2x1 amp

Inj Ondancetron 3x1 amp

S: Mual (-), muntah (-), lemas (+), kesemutan (+) pandangan kabur (+)O:KU: baikKeasadaran: CMVS: TD: 170/90- N: 80x/menit-S: 37Oc-RR: 18 x/menit.GDA: 183A: DM tipe 2P:

Infus PZ 18tpm

AI 3x14unit

Amlodipin `1x10mg

Furosemid 2x20mg

Inj. Radin 2x1 amp

Inj Ondancetron 3x1 amp

15

Page 16: Case 1 DM Maya

Simvastatin 1x10mg

Clindamicyn 3x300mg

Drip metronidazole 3x500mg

Inj Cefotaxim 3x1gr

Vit B1B6B12

Simvastatin 1x10mg

Clindamicyn 3x300mg

Drip metronidazole 3x500mg

Inj Cefotaxim 3x1gr

Vit B1B6B12

BAB II

16

Page 17: Case 1 DM Maya

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin

baik absolut maupun relatif (Sudoyo Aru, 2006).

Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu faktor,

tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor).

DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada

jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau

keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein pada jaringan termasuk hati (Sudoyo Aru, 2006).

B. ETIOLOGI

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.

Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

oleh hati. Sel β tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi

insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi

terhadap glukosa (Gustaviani, 2006).

Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes Melitus

(DM). Sel β pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi

hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.

Kemudian setelah terjadi kelelahan sel β pankreas, baru terjadi diabetes melitus

17

Page 18: Case 1 DM Maya

klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi

kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2006).

C. KLASIFIKASI

Menurut ADA tahun 2009, DM diklasifikasikan menjadi

I. DM tipe 1: destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut.

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

II. DM tipe 2: bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan

sekresi insulin bersama resistensi insulin.

III. DM tipe lain:

a.Defek Genetik fungsi sel beta

b.Defek genetik kerja insulin

c.Penyakit Eksokrin Pankreas

d.Endokrinopati

e. Karena Obat atau Zat Kimia

f.Infeksi

g.Imunologi

h.Sindroma genetik lain

IV. DM Gestasional

D. PATOFISIOLOGI

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang

rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi

dengan baik. Energi pada ”mesin” tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang

dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono, 2007).

Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu

ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar

18

Page 19: Case 1 DM Maya

melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses

ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan

yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau

hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).

Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang

disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi

terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)

dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).

Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin

lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang

kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke

dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun

anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,

maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar

(glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut sebagai

resistensi insulin (Suyono, 2007).

Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi

faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan (Suyono, 2007) :

Obesitas terutama yang berbentuk sentral

Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

Kurang gerak badan

Faktor keturunan (herediter)

E. MANIFESTASI KLINIK

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa

gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal

yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),

polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering

19

Page 20: Case 1 DM Maya

pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,

kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat

mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas,

dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan

umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan

penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah

berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih

mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan

umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada

pembuluh darah dan syaraf.

F. DIAGNOSIS

Diagnosa DM harus didasarkan oleh pemeriksaan konsentrasi glukosa darah,

gejala khas DM , yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa

sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas Dm diantaranya lemes, kesemutan luka

yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus vulva, apabila

ditemukan gejala khas DM ditambah pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Namun apabila tidak ditemukan gejala

khas DM, maka diperlukan pemeriksaan ulang gula darah abnormal.

Kriteria ntuk mendiagnosis Diabetes Militus

1. Adanya gejala DM dan ditambah dengan konsentrasi gl darah sewaktu 11

mmol/l (200mg/dl)

2. Gula darah puasa 7mmol/l atau 126mg/dl

3. Gula darah 2 jam 11 mol/l (200mg/dl) diikuti dengan tes toleransi glukosa

oral

20

Page 21: Case 1 DM Maya

Toleransi glukosa diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan FPG :

(1) gula darah puasa <5,6 mmol / L (100 mg / dL) dianggap normal;

(2) gula darah puasa = 5,6-6,9 mmol / L ( 100-125 mg / dL) didefinisikan sebagai

IFG, dan

(3) gula darah puasa 7.0 mmol / L (126 mg / dL) diagnosis DM.

Berdasarkan TTGO, IGT didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma antara

7,8 dan 11,1 mmol / L (140 dan 199 mg / dL) dan diabetes didefinisikan sebagai

glukosa > 11,1 mmol / L (200 mg / dL) 2 jam setelah 75 -g beban glukosa oral .

Beberapa individu memiliki keduanya IFG dan IGT. Induvidu dengan IFG dan / atau

IGT, baru-baru ini ditetapkan pra-diabetes oleh american Diabetes Associaton

(ADA), berada dalam resiko cukup besar untuk menjadi DM tipe 2 (25-40% resiko

selama 5 tahun beroikutnya) dan memiliki peningkatan resiko penyakit

kardiovaskular.

Kriteria saat diagnosis DM menekankan bahwa gula darah puasa adalah tes

yang paling dapat diandalkan untuk mengidentifikasi DM pada individu yang tidak

menunjukkan gejala. Sebuah plasma konsentrasi glukosa 11,1 mmol / L (200 mg /

dL) disertai dengan gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan)

sudah cukup untuk diagnosis DM . Pengujian toleransi glukosa oral, meskipun masih

alat yang valid untuk mendiagnosis DM, tidak dianjurkan sebagai bagian dari

perawatan rutin.

Diagnosis DM memiliki implikasi yang mendalam bagi seorang individu dari

kedua sudut pandang medis dan keuangan. Dengan demikian, kriteria diagnostik

harus puas sebelum menetapkan diagnosis DM. Kelainan pada tes skrining untuk

diabetes harus diulang sebelum membuat diagnosis definitif DM, kecuali

derangements metabolik akut atau glukosa plasma meningkat nyata hadir. Kriteria

direvisi juga memungkinkan untuk diagnosis DM harus ditarik dalam situasi di mana

glukosa darah puasa akan kembali normal.

21

Page 22: Case 1 DM Maya

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti Biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai

22

Page 23: Case 1 DM Maya

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006).

Tujuan penatalaksanaan

A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan

adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.

C. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.

Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor

genetik, tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas,

maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar yang dapat dikoreksi

harus tercermin pada langkah pengelolaan.

D. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan

Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2006)

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

- Perjalanan penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

- Penyulit DM dan risikonya

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

23

Page 24: Case 1 DM Maya

- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain

- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau

urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur

- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)

- Pentingnya perawatan diri

- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

2. Terapi gizi medis (TGM)

- Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya

guna mencapai target terapi

- Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit

yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace

training ).

- Continous

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa

henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien

melakukan jogging tanpa istirahat.

24

Page 25: Case 1 DM Maya

- Rytmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot

berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.

- Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh

: jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.

- Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas

ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate = 220-umur

- Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,

seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan

bersepeda.

4. Terapi Farmakologis

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).

1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan

(Sudoyo Aru, 2006) :

A. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis : metformin

D. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α

25

Page 26: Case 1 DM Maya

Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II : 15 – 30 menit

sebelum makan

Glimepiride : sebelum / sesaat

sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat

sebelum makan

Metformin : sebelum / pada

saat / sesudah makan karbohidrat

Acarbose : bersama suapan

pertama makan

Tiazolidindion : tidak bergantung

pada jadwal makan

Tabel 2 . Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia

Golongan Generik Mg/tab Dosis

harian

Lama

kerja

Frek/hari Waktu

Klorpropamid 100-250 100-

500

24-36 1

Glibenklamid 2,5 - 5 2,5 -

15

12-24 1 – 2

Sulfonilurea Glipizid 5 - 10 5 – 2- 10-16 1 – 2 Sebelum

Glikuidon 30 30 -

120

6 - 8 2 – 3 makan

Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1

26

Page 27: Case 1 DM Maya

Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3

Nateglinid 120 360 - 3

Tiazolidindion Rosiglitazon 4 4 - 8 24 1 Tdk

bergantung

Pioglitazon 15,30 15 - 45 24 1 jadwal

makan

Penghambat

glukosidase α

Acarbose 50-100 100-

300

3 Bersama

suapan

pertama

Biguanid Metformin 500-850 250-

3000

6-8 1-3 Bersama/

sesudah

makan

Sumber : Sudoyo Aru, 2006

2. INSULIN (Sudoyo Aru, 2006)

Insulin diperlukan pada keadaan :

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Ketoasidosis diabetik

- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )

- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin :

- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia

27

Page 28: Case 1 DM Maya

- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

H. KOMPLIKASI

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

(Sudoyo Aru, 2006).

I. Penyulit akut

Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang

harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah

angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.

Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar nonketotik

Hipoglikemia

II. Penyulit menahun

1. Makroangiopati, yang melibatkan :

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik

3. Neuropati

1. Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler

ginjal dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes

mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0-5 tahun

sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006).

28

Page 29: Case 1 DM Maya

Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal

yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian

persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya

progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009)

Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki

glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1,

yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol pathway,

hexomanine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat

yang disebut sebagai advanced glication end-product (AGEs). Kadar TGF-β

juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan

terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati diabetik (Lubis,

2006).

Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena

terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke

dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin

(Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture

menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM.

bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik

ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormone vasoaktif, seperti

angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006).

Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada

pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di

dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

pemeriksaan urine yang yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun

20 µg/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria.

Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama

berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu (Sunaryanto,

2010):

1. Mikroalbuminuria

29

Page 30: Case 1 DM Maya

Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari.

Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.

2. Proteinuri

Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300 mg/hari.

Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.

Sedangkan secara lebih rinci, derajat nefropati akibat penyakit DM dibagi

menjadi 5 derajat, antara lain:

1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi)

Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi

pembesaran ginjal

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2

2. Derajat II (The Silent Stage)

Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2

3. Derajat III (Mikroalbuminuria)

Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane

basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2

4. Derajat IV (Makroalbuminuria)

Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal

dan tekanan darah meningkat

Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin:

o Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2

o Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2

5. Derajat V (Uremia)

Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi

hemodialisis

Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 (Lubis, 2006).

30

Page 31: Case 1 DM Maya

Evaluasi

Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya

penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah

menjalani pengobatan rutin. (Hendromartono,2007). Pemantauan yang

dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan

terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens

kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus

dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)

72 x kreatinin serum

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 3. Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes

Tes Evaluasi awal Follow-up

Penentuan

mikroalbuminuria

Sesudah pengendalian

gula darah awal

(dalam 3 bulan

diagnosis ditegakkan)

DM tipe 1 : tiap tahun

setelah 5 tahun

DM tipe 2 : tiap tahun

setelah diagnosis

ditegakkan

Klirens kreatinin Saat awal diagnosis

ditegakkan

Tiap 1-2 tahun sampai laju

filtrasi glomerulus

<100/ml/menit/1.73m2,

kemudian tiap tahun atau

lebih sering

Kreatinin serum Saat awal diagnosis

ditegakkan

Tiap tahun atau lebih

sering tergantung dari laju

penurunan fungsi ginjal

31

Page 32: Case 1 DM Maya

(Hendromartono,2007).

Terapi

Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan

apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria.

Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah

melalui :

1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes.

2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat antihipertensi.

3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Receptor Blocker

(ARB).

4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar

lemak, mengurangi obesitas (Hendromartono,2007).

2. Retinopati Diabetik

Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditanai

oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol

prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

Patofisiologi Retinopati DM

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati

DM dan terjadi melalui beberapa jalur.Pertama, hiperglikemia memicu

terbentuknya Reactive Oxygen Intermediates (ROIs) dan Advanced Glycation

End-products (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel

pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric

oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin

yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik

mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose

32

Page 33: Case 1 DM Maya

reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi

sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan

disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal

intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor

(VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF

menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang

memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah.

Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis

dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan

sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi

faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan

pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya,

defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit.

Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina

dan vitreous.

Diagram Komplikasi hiperglikemia

33

Page 34: Case 1 DM Maya

Gejala dan Tanda Retinopati DM

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak

mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi

kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid

dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi

kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf

retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi

tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran

soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan

tanda retinopati DM nonproliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang

pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik

retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema

hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina

traksional.

Diagnosis Retinopati DM

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan

melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus

photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.9 Metode

diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology

(AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah

mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih

sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya,

retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment

Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan

fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada

pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat

berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan

34

Page 35: Case 1 DM Maya

pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata

lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola

mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic

fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan.

Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT)

dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran

penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh

pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.

Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya

terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Tabel 4. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS

Klasifikasi Tanda pada pemeriksaan mata retinopati DM

Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM

Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma

Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang

yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih

tanda: Venous loops, Perdarahan, Hard exudates, Soft

exudates, Intraretinal microvascular abnormalities

(IRMA), Venous beading

Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat

yang ditandai oleh:

• Perdarahan derajat sedang-berat

• Mikroaneurisma

• IRMA

Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh

neovaskularisasi dan perdarahan vitreous.

35

Page 36: Case 1 DM Maya

Tata Laksana Retinopati DM

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan

penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun

sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema

makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati

DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan

merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah

dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.

Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani

panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk

berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4

bulan pasca tindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada

penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai

edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser

photocoagulation menjadi terapi pilihan.

3. Neuropati (Hendromartono, 2007)

Polineuropati sensorimotor

Serabut saraf panjang akan terpengaruh untuk tingkat yang lebih besar

daripada yang lebih pendek, karena kecepatan konduksi saraf diperlambat proporsi

panjang saraf. Penurunan sensasi dan hilangnya refleks terjadi pertama di jari kaki

kemudian meluas ke atas. Hal ini biasanya digambarkan sebagai kehilangan sensori,

dysesthesia dan nyeri waktu malam. Rasa sakit bisa terasa seperti terbakar, sensasi

tertusuk, pegal. Pin dan jarum sensasi adalah umum

Otonom neuropati

Sistem saraf otonom menginervasi jantung, sistem pencernaan dan sistem

genitourinari. Neuropati otonom dapat mempengaruhi salah satu sistem organ.

Disfungsi otonom paling umum dikenal pada penderita diabetes adalah hipotensi

36

Page 37: Case 1 DM Maya

ortostatik. Hal tersebut dikarenakan kegagalan jantung dan arteri untuk tepat menjaga

darah terus menerus dan sepenuhnya mengalir ke otak.

Manifestasi saluran pencernaan termasuk gastroparesis, mual, kembung, dan

diare. Karena banyak penderita diabetes minum anti diabetik oral, penyerapan obat

ini sangat dipengaruhi oleh pengosongan lambung tertunda. Hal ini dapat

mengakibatkan hipoglikemia ketika agen diabetes oral diambil sebelum makan dan

tidak diserap sampai berjam-jam, atau beberapa hari kemudian, ketika gula darah

normal atau rendah gerakan lamban dari usus halus dapat menyebabkan pertumbuhan

bakteri yang berlebihan, diperparah dengan kehadiran hiperglikemia. Hal ini

menyebabkan kembung, gas dan diare.

4. Kaki Diabetes Melitus

a. Definisi

Kaki diabetes adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan

komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada kaki penderita diabetes,

dengan gejala dan tanda sebagai berikut:

a. Sering kesemutan (asimptomatik)

b. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermiten)

c. Nyeri saat istirahat

d. Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus)

b. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetes

Berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak

menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya.

Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir,

tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu atau sendal yang sempit bahkan keras.

Mulanya hanya kecil dan meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan

menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan

perawatan akan sampai ke tulang (osteomyelitis).

37

Page 38: Case 1 DM Maya

Sirkulasi darah ketungkai menurun dan kerusakan pembuluh darah.

Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM berupa penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah perifer akibatnya perfusi jaringan bagian distal

menjadi kurang baik dan timbul ulkus kemudian berkembang menjadi

nekrosis/gangren. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran

darah dan hantaran oksigen pada serabut syaraf. Keadaan ini akan menyebabkan

neuropati. Ulkus diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya

lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. Karena

kekurangan suplai oksigen bakteri-bakteri akan tumbuh subur terutama bakteri

anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita DM mempunyai kekentalan

(viskositas) yang tinggi sehingga aliran darah melembat akibatnya nutrisi dan oksigen

jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob

berkembangbiak. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini karena

kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi

kadar gula darah di atas 200 mg%.

Risiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu:

a. Mengalami kerusakan saraf kaki

b. Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki

c. Pernah mepunyai borok di kaki

d. Bentuk kaki berubah

e. Adanya callus

f. Buta atau penglihatan buruk, penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis

g. Para lansia, terutama yang hidup sendirian

h. Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk

membersihkannya

i. Kontrol kadar gula darah yang buruk

j. Berkurangnya indra perasa di kaki

38

Page 39: Case 1 DM Maya

c. Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetes

Terjadi masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia pada penyandang

DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang

kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki

dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap

infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran

darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki

diabetes.

Diabetes sering kali menyebabkan penyakit vaskuler perifer yang

menghambat sirkulasi darah. Terjadi penyempitan disekitar arteri menyebabkan

penurunan sirkulasi yang signifikan dibagian tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk

ikut berperan dalam menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit

maupun jaringan sehingga menyebabkan luka tidak sembuh.

Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen.

Sedangkan trauma dan infeksi merupakan faktor eksogen yang berperan dalam

terjadinya kaki diabetik.

Angiopati diabetik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik

dan faktor resiko lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) mempunyai dampak

terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang dapat menimbulkan

pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (ateroskeloris) akibatnya terjadi

gangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi

darah kuarang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan penyumbatan

aliran darah terutama daerah kaki.

Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya

kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Adanya luka yang tidak

disadari akibat adanya insensitivitas.

39

Page 40: Case 1 DM Maya

d. Kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan:

a. Kaki diabetik akibat angiopati (penyempitan dan penyumbatan)

Penderita hiperglikemia lama akan menyebabkan perubahan patologi pada

pembuluh darah. Ini dapat mengakibatkan penebalan tunika interna “hiperplasi

membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan abnormaliatas trombosit

sehingga menghantarakan perlekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).

Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan leukosit DM tidak normal

sehingga fungsi kemotoksis dilokasi radang terganggu. Demikian fungsi fagosit dan

bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri) sukar

untuk dimusnahkan oleh sistem phagositosis bakterisid intraseluler. Bertambahnya

aktivitas trombosit akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga

sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trobosit pada dinding

arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan aliran darah.

b. Kaki diabetes akibat neuropati

Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan syaraf

sensoris dan otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensasi

nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki

yang tidak sensitif ini. Gangguan syaraf otonom oleh karena kerusakan serabut syaraf

simpatis mengakibatkan hilangna tonus vaskuler berkurang dan produksi keringat

berkurang, kulit menjadi kering dan pecah-pecah mudah kena infeksi.

Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik:

a. 50% ulkus pada ibu jari

b. 30% pada ujung plantar metatarsal

c. 10-15% pada dorsum kaki

d. 5-10% pada pergelangan kaki

e. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

40

Page 41: Case 1 DM Maya

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus:

a. Tingkat 0 : Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok

b. Tingkat 1 : Borok permukaan yang tidak terinfeksi

c. Tingkat 2 : Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan

d. Tingkat 3 : Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess

e. Tingkat 4 : Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,

bagian depan kaki atau tumit

f. Tingkat 5 : Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki

Tabel 5. Derajat kaki diabetik

d. Diagnosis Kaki Diabetes

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa

tes antara lain:

a. Merasakan sentuhan ringan

b. Kepekaan pada suhu

41

Page 42: Case 1 DM Maya

c. Sensasi pada getaran

d. Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak

Gambar 4. Test Diagnostik Neuropati Perifer Diabetika

e. Pengelolaan Kaki Diabetes

Dalam pengelolaan kaki diabetes, ada berbagai hal yang harus

ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat

digolongkan sebagu berikut:

a. Kontrol Metabolik

Kadar glukosa darah harus diusahakan agar selalu senormal

mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia

yang dapat menghambat penyembuhan luka. Insulin diperlukan untuk

menormalisasikan kadar gula darah. Status nutrisi, kadar albumin

serum, Hb, dan derajat oksigen juga perlu diperhatikan. (Hiatt, 2001).

b. Kontrol Vaskuler

Keadaan vaskuler yang buruk tentu akan menghambat

penyembuhan luka. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat

dikenali dengan warna dan suhu kulit. Pengelolaan untuk kelainan

pembuluh darah perifer yaitu berupa:

42

Page 43: Case 1 DM Maya

c. Modifikasi faktor risiko: memperbaiki faktor resiko yang terkait

arteroskeloris (hiperglikemia, hipertensi, disiplidemia) dan latihan

kaki.

d. Terapi farmakologis: aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat

dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah

mempunyai penyulit makro-angiopati.

e. Revaskularisasi: operasi bedah dapat memperbaiki vaskularisasi

daerah distal.

f. Terapi hiperbarik: bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan

oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes (Hiatt, 2001).

f. Kontrol Luka

Perawatan luka sejak pasien pertama kali datang yaitu

dilakukan debridemen. Penggunaan dressing yang mengandung

komponene zat penyerap.seperti carbonated dressing, alginate

dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih produktif.

Hydriphilic fiber dressing akan bermanfaat untuk luka yang produktif

dan terinfeksi. Terapi topikal untuk mengurangi mikroba pada luka

seperti cairan salin untuk membersihkan luka. Berbagai saran

penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti:

dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor untuk

mempercepat kesembuhan luka (Hiatt, 2001).

g. Kontrol Infeksi

Data mengenai pola kuman umumnya didapatkan infeksi

bakteri yang multipel anaerob dan aerob. Pola kuman yang

polimikrobial campuran gram positif dan gram negatif serta kuman

anaerob untuk luka dalam dan berbau. Lini pertama pemberian

antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas mencakup

43

Page 44: Case 1 DM Maya

kuman gram positif dan gram negatif (seperti misalnya golongan

sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap

kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol) (Hiatt, 2001).

h. Kontrol Tekanan

Tekanan terus-menerus pada kaki diabetes dapat menimbulkan

ulkus. Oleh karena itu, pada penderita diabetes (terutama neuropatik)

perlu dilakukan pembuangan kalus secara teratur dan memakai sepatu

yang pas sehingga tekanan pada kaki dapat berkurang (Hiatt, 2001).

i. Kontrol Edukasi

Edukasi pasien diabetes harus dilakukan terus menerus dan

rinci dan teratur. Adapun edukasi yang harus dilakukan adalah:

Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan

di air.

Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila

ada kulit terkelupas atau daerah kemeraha atau luka

Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya

Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, mengoleskan

krim pelembab ke kulit yang kering (Hiatt, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

44

Page 45: Case 1 DM Maya

Gustaviani Reno. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1857-9.

Hendromartono. 2007. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1898-1901.

Hiatt WR,. 2001. Medical Treatment of Peripheral Arterial Disease and

Claudication. N Engl J Med. 344;1608-1621.

Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran ed III jl I. Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : 2001

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Semarang.

Powers C Alvin. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th.

Medical Publishing Division Mc Graw-Hill. North America.

Soegondo S. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jl 2. Perhimpunan

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Hal 1974-80.

Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: Hal 1860-3.

Subekti I. 2004. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 217-23.

Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Supartondo, Waspadji S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 375-7.

Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 7-14

Yunir Em, Soebardi Suharko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat

45

Page 46: Case 1 DM Maya

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta: 1864-7.

46