case bp indri.doc
-
Upload
indripatra -
Category
Documents
-
view
43 -
download
0
description
Transcript of case bp indri.doc
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.
Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia
interstisialis, dan bronkopneumonia.1
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa :Indri Patra Tarigan Pembimbing : dr. Siti Rahmah,Sp.A
NIM : 0961050037 Tanda tangan:
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. P Tn. N Ny. N
Umur 1 bulan 22 hari 42 tahun 32 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Kavling Agraria Perum I
Agama Islam
Suku bangsa Betawi
Pendidikan - SLTA SLTA
Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - Rp 3.000.000 -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 9 Maret 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Senin tanggal 10 Maret
2015 di bangsal Melati kamar nomor II.
a. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
2
b. Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, pilek, demam, dan muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien poli klinik spesialis anak RSUD Bekasi dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari
SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin lama semakin berat. Sesak napas
timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti "grok..grok.." sesak nafas didahului batuk,
batuk timbul 1 minggu SMRS, batuk terus-menerus dan seperti berdahak tetapi pasien tidak
bisa mengeluarkan dahaknya. Awalnya asien dibawa berobat ke bidan 5 hari SMRS
diberikan obat puyer dan diuap namun tidak ada perbaikan. Pasien mengalami muntah 3 hari
SMRS sebanyak >3x setap habis minum ASI namun pasien masih mau minum. Lalu, pasien
mengalami demam sejak 3 hari SMRS, tidak menggigil dan tidak ada kejang. Riwayat
tersedak disangkal, kejang disangkal, BAB & BAK pasien tidak ada keluhan.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Asma - Morbili -
Kesan : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu
b. Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien sedang sakit batuk pilek dan sering kontak dengan pasien.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa ke bidan 1 kali tiap bulan
KELAHIRAN Tempat kelahiran RS
Penolong persalinan Dokter spesialis kebidanan
Cara persalinan SC
Masa gestasi 36 minggu
3
Penyulit Varises dan lilitan talipusat di
leher dan badan.
Keadaan bayi
Berat lahir 2400 gram
Panjang badan 47 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar 8/9
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan baik dan lahir kurang bulan sesuai masa kehamilan.
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : - (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Mengangkat kepala : 1 bulan (normal: 1-3 bulan)
MIKA, MIKI : 1 bulan 2 minggu (normal: 2-5 bulan)
Duduk : - (normal: 6 bulan)
Berdiri : - (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : - (normal: 13 bulan)
Bicara : - (normal: 9-12 bulan)
4
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
e. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 ASI - - -
2-4 - - - -
4-6 - - - -
6-8 - - - -
8-10 - - - -
Kesan : Kebutuhan gizi pasien sampai saat ini terpenuhi dengan baik dengan ASI.
f. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B 0 bl 1 bl
Kesan : Pasien baru mendapatkan imunisasi Hepatitis B di bidan.
g. Riwayat Keluarga
No UmurJenis
kelaminHidup
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1. 12 tahun Laki-laki + - ISPA
2. 10 tahun Laki-laki + - ISPA
3.1 bulan 22 hari
(PASIEN)Perempuan Sakit
5
Ayah Ibu
Nama Tn. N Ny.N
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur saat menikah 29 tahun 19 tahun
Umur 42 tahun 32 tahun
Keadaan kesehatan Baik, Ayah
merokok
Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua keadaan baik, namun ayah merokok.
Keadaan kesehatan kedua kakak pasien kurang baik karena sedang sakit batuk pilek.
h. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri di lingkungan padat penduduk. Tinggal berempat oleh
ayah ibu dan kakaknya terdapat dua kamar tidur, satu dapur, satu ruang tamu, dan
satu kamar mandi. Keadaan rumah bersih, ventilasi baik, pencahayaan baik, air
minum dan air mandi berasal dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan
dengan baik dan pembuangan sampah hampir setiap hari diangkut petugas kebersihan.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 160 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 60 x/menit
- Suhu tubuh : 37.8 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 4,5 kg
- Lingkar Kepala : 38 cm
- Tinggi badan : 50 cm
- Status Gizi menurut WHO :
BB/U
6
Kesan : Gizi baik (0—2SD)
TB/U
Kesan : < -3SD
BB/TB
Kesan : overweight ( +3 SD )
Kepala dan Leher
- Bentuk : normocephali
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung -/-
- Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
- Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring simetris,
arkus faring simetris, granula (-)
7
- Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar,
trakea letak normal
d. Thoraks
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, terdapat retraksi
subcostal dan intercostal
- Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
- Perkusi : redup pada lapang paru kanan, sonor pada lapang paru
kiri
- Auskultasi : SN vesikuler, ronkhii +/+, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba
- Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop -
e. Abdomen
- Inspeksi : perut tampak datar, terdapat penonjolan pada
umbilikal
- Auskultasi : bising usus 3x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba
membesar
- Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –
f. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup
g. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT
< 2 detik
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah tanggal 9 Maret 2015
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah rutin
Leukosit 11.7 ribu/uL 5-10
Eritrosit 3,21 juta/uL 4-5
Hemoglobin 10,5 g/dL 11-14,5
Hematokrit 29,1 % 37-47
Index Eritrosit
MCV 90,7 fL 75-87
MCH 32,7 Pg 24-30
MCHC 36,1 % 31-37
Trombosit 284 ribu/uL 150-400
Kimia Klinik
GDS 128 Mg/dL 60 -110
Elektrolit
Natrium 134 Mmol/L 135-148
Kalium 5,7 Mmol/L 3,5 – 5,0
Chlorida 93 Mmol/L 94 - 107
b. Rontgen Thorax PA tanggal 10 Maret 2015
9
CTR < 50 %, corakan bronkovaskuler meningkat. Tampak infiltrate di
parakardial dan parahiler bilateral.
Kesan : Bronchopneumonia duplex
V. RESUME
Anamnesis
Pasien poli klinik spesialis anak RSUD Bekasi dengan keluhan sesak napas sejak
1 hari SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin lama semakin berat.
Sesak napas timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti "grok..grok.." sesak
nafas didahului batuk, batuk timbul 1 minggu SMRS, batuk terus-menerus dan seperti
berdahak tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Awalnya pasien dibawa
berobat ke bidan 5 hari SMRS diberikan obat puyer dan diuap namun tidak ada
perbaikan. Pasien mengalami muntah 3 hari SMRS sebanyak >3x setap habis minum
ASI namun pasien masih mau minum. Lalu, pasien mengalami demam sejak 3 hari
SMRS. Keadaan kesehatan kedua orang tua keadaan baik, namun ayah merokok.
Keadaan kesehatan kedua kakak pasien kurang baik karena sedang sakit batuk pilek.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
10
- Frekuensi nadi : 160 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 60 x/menit
- Suhu tubuh : 37.8 oC
Data antropometri : overweight
Hidung : napas cuping hidung -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks : suara napas vesikuler, retraksi subcostal dan
intercostal +/+, ronkhii +/+
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah rutin
Leukosit 11.7 ribu/uL 5-10
Eritrosit 3,21 juta/uL 4-5
Kimia Klinik
GDS 128 Mg/dL 60 -110
Rontgen thora k PA
Kesan : Bronchopneumonia Duplex
VI. DIAGNOSIS KERJA
Bronchopneumonia berat
VII. DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
Rawat inap dengan lingkungan perawatan pasien yang tenang untuk menilai
kemajuan penyakit dan kemungkinan kejadian yang mengancam jiwa pada
puncak penyakit, mencegah atau mengobati komplikasi
11
Edukasi orangtua mengenai penyakit yang diderita
Pembersihan jalan nafas
Istirahat yang cukup
Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis
Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita
muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral
Medika Mentosa
Tridex plain 20 tetes mikro
Inj. Ampicillin sulbaktam 2x200mg IV
Inj. Aminophilin 3x0,2ml
Azitromisin syrup 1 x 1 ml
Sanmol syrup 3x5ml
Inhalasi / 8 jam Ventolin 1/2 cc : Nacl 3 cc
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia Ad Bonam
- As fungsionam : Dubia Ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
Hari/ tanggal
Subjektif Objektif Assesment Planning
10 Maret 2015
Demam (+), Batuk (+), Sesak (+),
Suhu :37,7ᵒC
Nadi : 120 x/m
BP Tridex plain 20
tetes mikro
12
Muntah (+)
Belum BAB
RR : 56x/m
PF :
Retraksi (+)
Ronkhi (+)
Inj. Ampicillin
sulbaktam
2x200mg IV
Inj. Aminophilin
3x0,2ml
Azitromisin
syrup 1 x 1 ml
Sanmol syrup
3x5ml
Inhalasi / 8 jam
Ventolin 1/2 cc :
Nacl 3 cc
11 Maret 2015
Os. Demam sudah berkurang, Batuk (+), sesak (+), masih muntah kalau diberikan minum
Suhu :37,2ᵒC
Nadi : 110 x/m
RR : 46x/m
PF:
Retraksi (+)
Ronkhi (+)
BP Terapi lanjutkan
12 maret 2015
Semalam suhu kembali panas, batuk (+), sesak (+), muntah sudah berkurang.
Suhu :37.4ᵒC
Nadi : 100/m
RR : 40x/m
RCT < 2 detik
PF:
Retraksi (+)
Ronkhi (+)
BP Terapi lanjutkan
13 Maret 2015
Demam sudah turun, (-) sesak. Batuk (+), muntah sudah tidak
Suhu :37.0ᵒC
Nadi : 100 x/m
RR : 33x/m
BP Infus dihentikan
Besok jika tidak
panas boleh
13
lagi. RCT < 2 detik
PF:
Retraksi (-)
Ronkhi (-)
pulang
14 Maret 2015
Demam (-), sesak (-) nafas,batuk (+), muntah (-)
Suhu :36.8ᵒC
Nadi : 110 x/m
RR : 27x/m
RCT < 2 detik
PF:
Retraksi (-)
Ronkhi (-)
BP
14
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien ini didiagnosis Bronchopneumonia Duplex ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dibawa orang tua
ke poli klinik spesialis anak RSUD Bekasi dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari
SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin lama semakin berat. Sesak
napas timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti "grok..grok.." sesak nafas
didahului batuk, batuk timbul 1 minggu SMRS, batuk terus-menerus dan seperti
berdahak tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Awalnya pasien dibawa
berobat ke bidan 5 hari SMRS diberikan obat puyer dan diuap namun tidak ada
perbaikan. Pasien mengalami muntah 3 hari SMRS sebanyak >3x setap habis minum
ASI namun pasien masih mau minum. Lalu, pasien mengalami demam sejak 3 hari
SMRS. Keadaan kesehatan kedua orang tua keadaan baik, namun ayah merokok.
Keadaan kesehatan kedua kakak pasien kurang baik karena sedang sakit batuk pilek.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, sesak
dengan pernapasan 60x/menit, napas cuping hidung -/-, terdapat retraksi subcostal dan
intercostal, SN vesikuler, ronkhi +/+, sianosis -/-.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositotis dengan nilai 11.700/uL
dan hasil rontgen thorax AP didapatkan CTR < 50 %, corakan bronkovaskuler
meningkat, tampak infiltrate di parakardial dan parahiler bilateral dengan kesan
Bronchopneumonia Duplex.
Diagnosis Bronchopneumonia pada bayi dan anak berusia < 2 bulan apabila
ditemukan
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pernapasan terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Napas cepat ≥ 60 x/menit
15
Diagnosis Bronchopnemuonia berat dikarenakan sudah memenuhi kriteria
diatas serta pasien tidak terdapat tanda-tanda sianosis dan masih mau minum.
Tatalaksana dengan Brochopneumonia berat adalah dengan perawatan di RS,
inhalasi rutin, dan pemberian antibiotik.
Tridex plain 20 tetes mikro
Inj. Ampicillin sulbaktam 2x200mg IV
Antibiotic golongan penisilin dengan satuan dalam vial sebanyak 1,5 gram.
Dapat diberikan pada bayi > 1bulan dengan dosis 100-150mg/kgBB/hari.
Inj. Aminophilin 3x0,2ml
Brondilator derivate xantin (Nonspesifik fosfodiesterase enzim inhibitor)
satuan dalam ampul 250mg/10ml.
Azitromisin syrup 1 x 1 ml
Antibiotik golongan macrolide.
Sanmol syrup 3x5ml
Paracetamol untuk penurun panas dengan dosis 10mg/kgBB/kali.
Inhalasi / 8 jam Ventolin 1/2 cc : Nacl 3 cc
Bronkodilator jenis beta 2 agonist.
16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme perlu
dipertanyakan apakah penyebab dari pneumonia (bakteri/virus?). Pneumonia sering kali
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara
klinis pada anak sulit dibedakan antara pneumonia bakteri dan viral, demikian pula [ada
pemeriksaan radiologis dan laboratorium. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan
bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahannya nyata pada pemeriksaan radiologis.1
Gambar 1. Bronkopneumonia
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 1
17
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang
per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.2,3
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
18
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Klebsiella sp Gambar 4. Pseudomonas sp
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus
pneumonia
Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
19
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5
tahun
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun –
remaja
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
20
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 2
1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. 3 Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
21
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti. 1
4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia
GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk
dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
22
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini
sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.
Dan kadang terdengar juga suara bronkial.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000
– 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
23
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
secara pasti.
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai
CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara
fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
24
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut
sebagai round pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang.
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
25
dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang
normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.3,4,5
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman
diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :5
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
26
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan) 3,4,5
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-
90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur :
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
27
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa
ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa
dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).6
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
28
BAB V
KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia
(menentukan jenis bakteri dan virus), status imunologis, status lingkungan, kondisi
lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu
(penyakit penyerta, malnutrisi).
Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan
bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli.
Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan
cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke
alveolus.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP.
Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik,
penatalaksanaan suportif dan penatalaksanaan bedah. Pada umumnya tidak ada
tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau
pneumomediastinum
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.
2. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,
UNPAD, Bandung: 2005.
4. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.
5. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2010.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
7. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.
30