Case Batu Empedu

download Case Batu Empedu

of 24

description

fhgdgxd

Transcript of Case Batu Empedu

  • BAB I

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTIFIKASI

    Nama : Tn. Indra

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Usia : 55 tahun

    Pekerjaan : wiraswasta

    Alamat : Sako, Palembang

    Kebangsaan : Indonesia

    Status perkawinan: Kawin

    Agama : Islam

    MRS : 21 April 2011

    No. RM : 494471

    II. ANAMNESIS

    Keluhan Utama :

    Nyeri ulu hati.

    Riwayat Perjalanan Penyakit:

    Sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati hilang timbul,

    nyeri timbul setelah makan makanan berlemak tetapi terkadang timbul

    secara tiba-tiba, nyeri menjalar ke perut kanan atas dan punggung. Pasien

    juga mengeluh kadang-kadang perut terasa kembung, mual (+), muntah (-),

    demam (-), bagian putih mata berwarna kuning (-), BAK berwarna seperti

    teh (-), BAB berwarna seperti dempul (-), BAB hitam (-).

    1 tahun lalu pasien mengeluh penyakit yang sama dengan 2 bulan

    SMRS, pasien berobat ke RSUD Bari, didiagnosis batu empedu dan

    disarankan untuk operasi tetapi pasien menolak. Pasien hanya

    mengkonsumsi obat tradisional untuk mengurangi nyeri.

    1

  • Riwayat Penyakit Dahulu/ Lainnya:

    Riwayat sakit hepatitis ada pada tahun 1991.

    Sakit kencing manis disangkal.

    Sakit jantung dan hipertensi disangkal.

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga

    Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien dalam keluarga

    disangkal.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Status Generalis

    Keadaan umum : baik

    Kesadaran : compos mentis

    Gizi : baik

    Tekanan Darah : 110/70 mmHg

    Nadi : 82 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup

    Pernafasan : 20 kali per menit, thoracoabdominal

    Suhu : 36,8o C

    Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)

    Kepala : Konjuctiva pucat -/-, sklera ikterik (-)

    Kulit : ikterik (-)

    KGB : Tidak ada pembesaran

    Leher : Tidak ada kelainan

    Paru-paru : Tidak ada kelainan

    Jantung : Tidak ada kelainan

    Abdomen : Lihat status lokalis

    Genitalia Eksterna : Tidak ada kelainan

    Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan

    Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan

    2

  • Status Lokalis

    Regio abdomen

    Inspeksi : datar

    PalpasIi : lemas, nyeri tekan (-), Murphys sign (-).

    Perkusi : timpani

    Auskultasi: bising usus (+) normal

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Hasil Pemeriksaan Hematologi (19 April 2011)

    Pemeriksaan Hasil Normal

    Hemoglobin 13,7 g/dl 14-18

    Hematokrit 40 vol% 40-48vol%

    Leukosit 6900/mm3 5000-10000/mm

    Trombosit 311.000/mm3 200.000-500.000/mm3

    DC 0/4/2/44/41/9 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8

    CT 9 menit 9-15 menit

    BT 2 menit 1-3 menit

    Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (19 April 2011)

    Pemeriksaan Hasil NormalBSS 106 mg/dlProtein total 7,8 mg/dl 6,0 7,8Albumin 4,6 mg/dl 3,5 - 5Globulin 3,2 mg/dlSGOT 32 U/I

  • Rontgen Thorax ( 9 April 2011)

    Kesan: Cor dan pulmo tidak ada kelainan.

    USG Abdomen ( 16 April 2011)

    Tampak gambaran batu hiperechoic berukuran 12,7 mm x 14,5 mm pada

    kandung empedu. Dinding kandung empedu baik. Hepar baik.

    Diagnosis: batu kandung empedu ukuran 12,7 mm x 14,5 mm.

    V. DIAGNOSIS BANDING

    - Cholelithiasis

    - Cholesistitis

    - Ulkus peptikum

    - Pankreatitis

    4

  • VI. DIAGNOSIS KERJA

    Cholelithiasis

    VII. PENATALAKSANAAN

    Cholecystectomy laparoskopi

    VIII.PROGNOSIS

    Quo ad vitam : bonam

    Quo ad functionam : bonam

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    5

  • Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

    negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,

    sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

    Sebagian besar pasien batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko

    penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil.

    Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik

    yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus

    meningkat.

    Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

    tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu

    menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.

    Di negara Barat, 10 15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu

    saluran empedu.

    2.1 Definisi Cholelithiasis

    Cholelithiasis adalah adanya atau pembentukan batu empedu. Batu

    tersebut bisa berada dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam

    saluran empedu (choledocolithiasis).

    2.2 Epidemiologi

    Kasus batu empedu sering ditemui di Amerika Serikat, yaitu

    mengenai 20% penduduk dewasa. Batu empedu relatif jarang terjadi pada

    usia dua dekade pertama. Insiden batu empedu sangat tinggi pada orang

    Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-

    Amerika.

    Wanita lebih sering mengalami batu kolesterol daripada pria,

    terutama selama tahun-tahun reproduktif, ketika insidensi batu empedu pada

    wanita 2 3 kali lebih banyak dibandingkan pria.

    Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi

    angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia

    Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi

    angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat.

    6

  • Sementara ini didapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di

    Indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi

    dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara Barat, dan sesuai

    dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai,

    dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman

    E. Coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen.

    2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Empedu

    Cairan empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh hepatosit di hati.

    Cairan empedu dari masing-masing lobus hati disekresikan ke duktus

    hepatikus kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi duktus hepatikus

    kommunis. Dari duktus hepatikus kommunis cairan empedu akan dialirkan

    ke duktus sistikus menuju ke kandung empedu. Kandung empedu memiliki

    sfingter yang unik, karena memudahkan cairan empedu masuk dan menahan

    alirannya keluar. Sfingter ini disebut katup spiral Heister. Di dalam kandung

    empedu cairan empedu disimpan dan dipekatkan.

    Pada waktu makan, kandung empedu akan berkontraksi sehingga

    memompa cairan empedu yang tersimpan menuju duktus biliaris kommunis.

    Duktus biliaris kommunis akan bermuara di ampulla vater sebelum

    disekresikan ke duodenum. Dekat pada ampulla vater, duktus biliaris

    7

    Gambar 1: Anatomi hepar, kandung empedu dan sistem saluran empedu.

  • kommunis akan bergabung dengan duktus pankreatikus yang membawa

    cairan enzim pencernaan dari pankreas.

    Pengsekresian cairan empedu ke duodenum terjadi karena melalui

    dua tahap; kontraksi kandung empedu dan relaksasi ampulla vater.

    Kontraksi kandung empedu distimulasi oleh enzim kolesistokinin. Enzim ini

    dilepaskan oleh mukosa intestinal sebagai respon atas adanya protein dan

    lemak di dalam usus kecil. Sedangkan relaksasi ampulla vater distimulasi

    oleh gelombang peristaltik yang mendekat.

    Cairan empedu merupakan cairan nonenzim yang terdiri dari

    komponen-komponen: (1) garam empedu yang berperan dalam pencernaan

    lemak, (2) pigmen empedu, seperti bilirubin dan biliverdin yang merupakan

    produk sisa dari degradasi hemoglobin, dan (3) kolesterol.

    2.3.1 Fungsi Garam Empedu

    Garam empedu membantu enzim-enzim pencernaan dan

    memfasilitasi absorbsi asam lemak dan beberapa vitamin larut lemak.

    8

    Gambar 2: Saluran empedu ekstrahepatik dan kandung empedu

  • Molekul lemak cenderung menggumpal membentuk globul-globul

    lemak. Garam empedu akan mengurangi tegangan permukaan dan memecah

    globul-globul lemak menjadi droplet-droplet yang lebih kecil. Proses ini

    disebut emulsifikasi. Dengan adanya emulsifikasi luas permukan lemak akan

    meningkat, sehingga enzim lipase dapat bekerja lebih efektif.

    Garam empedu juga berperan dalam absorbsi asam lemak dan

    cholesterol dengan membentuk micelle-micelle yang sangat larut dalam

    chyme dan mudah diserap oleh sel epitelial. Vitamin-vitamin larut lemak

    seperti vitamin A,D,E,K juga diserap.

    2.3.2 Metabolisme Pigmen Empedu

    Pigmen empedu (bilirubin dan biliverdin) adalah produk pemecahan

    dari hemoglobin dari sel darah merah. Bilirubin diproduksi tubuh sekitar

    4mg/kg berat badan setiap harinya. Sekitar 70 - 90% dibentuk dari

    penguraian sel darah merah yang telah tua atau rusak, sisanya terbentuk dari

    destruksi sel eritroid di sumsum tulang.

    Di dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, sel darah merah

    yang tua atau yang rusak akan dipecah oleh selsel makrofag, sehingga

    hemoglobin terbebaskan. Hemoglobin sendiri kemudian akan diuraikan

    menjadi heme dan globin. Selanjutnya cincin heme dipotong oleh enzim

    heme oxygenase sehingga terbentuk biliverdin. Biliverdin kemudian

    dioksidasi oleh biliverdin reductase membentuk bilirubin tak terkonjugasi.

    Bilirubin tak terkonjugasi merupakan senyawa tetrapyrole yang tidak larut

    dalam air.

    Bilirubin tak terkonjugasi ini dibebaskan ke dalam plasma, di dalam

    plasma berikatan dengan albumin secara reversibel, kemudian ditranspor ke

    hati. Bilirubin tak terkonjugasi ini bersifat tidak larut air sehingga tidak

    dapat diekskresikan baik di urin dan di saluran empedu.

    Di dalam hepatosit bilirubin ini kemudian dikonjugasi oleh

    uridinediphosphate (UDP) - glucoronyl transferase menjadi bilirubin

    glucoronida (conjugated bilirubin) dan diekskresikan ke dalam kanalikuli

    empedu bersama komponen-komponen lain sebagai cairan empedu,

    9

  • dialirkan melalui saluran-saluran empedu intrahepatik yang bermuara duktus

    hepatikus kanan dan kiri, bersatu menjadi duktus hepatikus kommunis.

    Melalui duktus hepatikus kommunis cairan empedu disalurkan ke duktus

    biliaris kommunis. Sebagian akan diekskresikan langsung ke dalam

    duodenum tetapi sebagian besar melewati duktus sistikus di tampung di

    dalam kandung empedu, bergabung dengan komponen lainnya menjadi

    cairan empedu.

    Bersama komponen cairan empedu lainnya bilirubin terkonjugasi ini

    diekskresikan ke duodenum. Di dalam lumen duodenum bilirubin

    terkonjugasi diubah oleh bakteri usus menjadi urobilinogen yang dapat

    direabsorbsi oleh sel epitel usus sehingga akan mengalami sirkulasi

    enterohepatik, sebagian juga akan diekskresikan di urin.

    2.4 Patofisiologi

    Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satau atau lebih

    komponen empedu, yaitu kolesterol, protein, asam lemak, dan fosfolipid.

    Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas tiga jenis:

    pigmen, kolesterol, dan batu campuran.

    Batu empedu, terutama batu kolesterol, hampir selalu dibentuk

    dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu

    10

    HEPARRES LienRBC tua lisis Hb

    Heme + GlobinHeme oxygenase

    BiliverdinBiverdin reductase

    Unconjugated bilirubin

    USUS

    BilirubinBiliary duct

    Conjugated bilirubin

    Flora usus

    Glucuronyl transferase

    Bilirubin + Glucuronic acid

    Urobilinogen

    Bilirubin - albumin

    FECESurine

    GINJAL

    Kandung empedu

  • lain. Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu

    ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis

    sekunder. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung

    empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu

    ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu saluran empedu primer harus

    memenuhi kriteria sebagai berikut; ada masa asmtomatik setelah

    kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada

    striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang

    panjang. Morfologik batu primer saluran empedu antara lain bentuknya

    ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan berwarna coklat muda

    sampai coklat gelap.

    Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi

    tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme

    yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu,

    dan infeksi kandung empedu.

    Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor

    terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan

    menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu menyekresi empedu yang

    sangata jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap

    dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.

    Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan

    supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur

    tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi,

    atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal

    (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan

    pengosongan kandung empedu dan meyebabkan tingginya insidensi dalam

    kelompok ini.

    Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam

    pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel

    atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi

    mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu,

    dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

    11

  • Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus

    melalui duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus,

    batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parisal

    atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu

    empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan

    iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding

    duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus

    karena diameterna terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap

    berada di sana sebagai batu duktus sistikus.

    2.4.1 Patofisiologi Batu Kolesterol

    Pembentukan batu kolesterol melalui tiga tahap,yaitu;

    1. Supersaturasi

    2. Presipitasi

    3. Agregasi.

    Kondisi awal yang menyebabkan terbentuknya batu kolesterol adalah

    supersaturasi kolesterol dalam empedu. Normalnya, kolesterol yang bersifat

    tidak larut air akan larut air setelah berikatan dengan garam empedu dan

    lecithin (suatu fosfolipid) membentuk suatu micelles. Supersaturasi dapat

    terjadi apabila terdapat kelebihan sekresi kolesterol, penurunan sekresi

    garam empedu, dapat juga karena defisiensi lesitin. Dalam kondisi

    supersaturasi akan terbentuk micelle-micelle multilamelar yang bersifat tidak

    stabil, dan mudah terjadi presipitasi.

    Presipitasi adalah terlepasnya kolesterol dari kompleks micelle

    multilamelar yang tidak stabil dalam bentuk mikrokristal. Presipitasi terjadi

    karena dominannya faktor-faktor pronukleasi dibanding faktor-faktor

    antinukleasi. Yang termasuk faktor-faktor pronukleasi antara lain; mucin,

    fibronectin, -globulin, imunoglobulin, dan kalsium. Sedangkan yang

    temasuk faktor-faktor antinukleasi yaitu; apolipoprotein A-I dan

    apolipoprotein A-II.

    12

  • Agregasi adalah penebalan kristal-kristal kolesterol melapisi suatu

    nidus sampai terbentuk batu kolesterol dengan ukuran yang signifikan.

    Nidus adalah benda asing pada kandung empedu yang berpotensi menjadi

    inti batu. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir,

    protein lain, bakteri, atau benda asing lain. Penebalan ini cukup memakan

    waktu, maka hipomotilitas dari kandung empedu adalah faktor penentu yang

    dominan dalam peristiwa agregasi ini. Dengan kondisi hipomotilitas

    kandung empedu, akan ada waktu yang lebih lama untuk terbentuknya batu

    dengan besar yang signifikan. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi

    gerakan kandung empedu adalah terdapatnya protein prokristalisasi pada

    kandung empedu. Protein ini disekresikan apabila terdapat peradangan pada

    kandung empedu, yang juga dapat terjadi karena supersaturasi cholesterol

    pada kandung empedu. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

    motilitas kandung empedu antara lain; kehamilan, pil KB, kehilangan berat

    badan secara cepat, puasa, dan nutrisi parenteral total.

    2.4.2 Patofisiologi Batu Pigmen

    Terdapat dua jenis batu pigmen yaitu; batu pigmen hitam dan batu

    pigmen coklat. Batu pigmen hitam terkomposisi dari kalsium bilirubinat

    murni atau dari kompleks polimer dengan kalsium dan glikoprotein. Batu ini

    sering ditemukan pada pasien dengan anemia hemolitik kronis, sindroma

    Gilbert, fibrosis kistik, penyakit ileal, reseksi ileal, dan juga setelah bypass

    ileal. Patofisiologi batu ini belum sepenuhnya dimengerti, tetapi siklus

    enterohepatik diduga memiliki kontribusi padanya.

    Batu pigmen coklat terbentuk dari bilirubin tak terkonjugasi. Terjadi

    karena meningkatnya jumlah bilirubin tak tekonjugasi pada cairan empedu.

    Batu ini juga dapat terbentuk karena dekonjugasi bilirubin glukoronida oleh

    enzim -glucoronidase. Enzim ini terkadang juga diproduksi apabila

    terdapat infeksi bakteri kronik pada sistem empedu. Dekonjugasi ini juga

    dapat terjadi karena hidrolisis alkali secara spontan.

    13

  • Gambar3: Letak batu empedu, di kandung empedu, duktus sistikus dan duktus biliaris kommunis

    2.5 Faktor-faktor Predisposisi Terbentuknya Batu Empedu

    2.5.1 Batu kolesterol

    1. Faktor demografi dan genetik

    Batu empedu paling banyak ditemui pada suku Indian di Chili.

    Lebih banyak di jumpai di Eropa dan Amerika daripada di Asia.

    Paling rendah di Jepang.

    Mutasi gen CYP7A1 terbukti menyebabkan defisiensi enzim

    cholesterol 7-hydroxylase yang berperan dalam katabolisme

    cholesterol dan sintesis asam empedu. Defisiensi enzim ini

    menyebabkan hiperkolesterolemia dan meningkatnya kejadian batu

    empedu.

    Mutasi gen MDR3 yang mengkode pompa phospholipid pada

    membran kanalikuler pada hepatosit, menyebabkan penurunan

    sekresi phospholipid, mengakibatkan supersaturasi kolesterol di

    dalam empedu. Dengan demikian meningkatkan kemungkinan

    terbentuknya batu empedu.

    2. Obesitas

    Obesitas meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

    14

  • 3. Penurunan berat bedan

    Mobilisasi kolesterol dari jaringan-jaringan meningkatkan sekresi

    kolesterol bilier.

    4. Hormon seks perempuan

    Estrogen merangsang reseptor lipoprotein hepatik sehingga

    meningkatkan uptake kolesterol dari diet dan meningkatkan sekresi

    kolesterol biliaris.

    Estrogen alamiah dan sintesis, termasuk kontrasepsi oral,

    menyebabkan penurunan sekresi garam empedu dan penurunan

    konversi kolesterol menjadi kolesterol ester.

    5. Umur tua

    Usia tua menyebabkan meningkatnya sekresi kolesterol bilier,

    menurunnya sekresi garam empedu.

    6. Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan stasis cairan

    empedu, dapat terjadi pada;

    Pemberian total parenteral nutrisi yang lama

    Puasa

    Kehamilan

    Obat, seperti octreotide.

    7. Klofibrate

    Meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

    8. Menurunnya sekresi asam empedu, antara lain ditemui pada;

    Primary billiary chirrosis

    Kerusakan pada gen CYP7A1.

    9. Menurunnya sekresi fosfolipid

    Kerusakan pada gen MDR3

    15

  • 10. Lain-lain

    Diet tinggi kalori dan tinggi lemak.

    Trauma medulla spinalis.

    2.5.2 Batu pigmen

    1. Faktor demografi/genetik; Insidens lebih tinggi di Asia, terutama

    Jepang.

    2. Hemolisis kronis

    3. Alcoholic cirrhosis

    4. Anemia pernisiosa

    5. Cystic fibrosis

    6. Infeksi kronis saluran empedu, infeksi parasit.

    7. Umur tua

    8. Penyakit ileal, reseksi ileal atau bypass.

    2.6 Manifestasi Klinis

    Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok:

    pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik,

    dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,

    kolangitis, dan pankreatitis).

    Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik

    waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari

    1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa

    sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier, dan

    20% mendapat komplikasi.

    Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier.

    Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari

    30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut kanan atas

    16

  • atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri

    kebanyakan perlahan-lahan, tetapi sepertiga kasus timbul tiba-tiba.

    Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak

    bahu, disertai mual dan muntah.

    Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium

    dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan

    menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin

    berwarna gelap yang hilang timbul.

    Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan

    lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada badan.

    2.7 Diagnosis

    Diagnosis cholelithiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium darah, dan pemeriksaan

    radiologi.

    Pada anamnesis biasanya didapatkan data adanya kolik bilier. Pada

    pemeriksaan fisik dapat ditemukan kelainan berupa pembesaran kandung

    empedu atau nyeri tekan, tetapi biasanya berhubungan dengan komplikasi

    seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung

    empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis. Jika telah terjadi

    kolesistitis akut dapat ditemui Murphys sign positif.

    Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak

    menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut dapat

    terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan

    batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin

    juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada

    serangan akut.

    Dewasa ini ultrasonografi merupakan pencitraan pilihan pertama

    untuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitivitas tinggi

    17

  • melebihi 95%, sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sesitivitasnya

    relatif rendah berkisar antara 18 74%.

    Ultrasonografi dapat mendeteksi batu kandung empedu dan

    pelebaran saluran empedu. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding

    kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena

    peradangan maupun sebab lain. Batu duktus koledokus distal kadang sulit

    dideteksi karena terhalang udara di dalam usus.selain itu, punktum

    maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas

    daripada dengan palpasi biasa.

    Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

    karena 10-15 % batu kandung empedu yang bersifat rasioopak. Kadang

    kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi

    dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung

    empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat

    sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

    gambaran udara dalam usu besar, di fleksura hepatika.

    Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang

    diberikan per oral cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup

    akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

    ukuran batu. Pemeriksaan kolesistorafi oral lebih bermakna pada penilaian

    fungsi kandung empedu.

    CT-scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk

    mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk mendiagnosis

    keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan

    70 90 %.

    Foto rontgen dengan kolangiopankreatikografi endoskopi retrograde

    di papila Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan

    (PTC) bergunan untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya

    ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat

    18

  • dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu

    kecil.

    2.8 Penatalaksanaan

    Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak

    dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik tidak akan

    mengalami keluhan, dan jumlah, besar, komposisi batu tidak berhubungan

    dengan timbulnya keluhan selama pemantauan.

    Cholelithiasis ditangani baik secara nonbedah maupun dengan

    pembedahan. Tatalaksana nonbedah terdiri dari lisis batu dan pengeluaran

    secara endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan cholelithiasis

    pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mencegah

    infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi

    asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal

    dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA

    reduktase.

    2.8.1 Tatalaksana Nonbedah

    Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin

    berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan

    pengobatan selama satu sampai dua tahun.lisis kontak melalui kateter

    perkutan ke dalam kandung empedu dengan metilbutil eter berhasil setelah

    beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif tetapi kerap disertai

    penyulit.

    Walaupun tidak ada tindakan preventif yang spesifik, resiko batu

    empedu dapat dikurangi dengan anjuran-anjuran sebagai berikut;

    Pertahankan berat badan ideal. Apabila perlu menurunkan berat

    badan, hendaknya tidak lebih dari - 2 pound dalam seminggu.

    19

  • Hindari diet yang sangat rendah kalori (kurang dari 800

    kalori/hari).

    Olah raga secara teratur.

    Pilih diet rendah lemak dan tinggi serat.

    2.8.2 Tatalaksana Bedah

    Untuk batu kandung empedu simtomatik, dilakukan kolesistektomi

    laparoskopik, yaitu teknik pembedahan invasif minimal di dalam rongga

    abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan

    instrumen khusus melalui layar monitor tanpa menyentuh langsung kandung

    empedunya.

    Indikasi cholecystctomy elektif konvensional maupun laparoskopik

    adalah cholelithiasis asimtomatik pada penderita diabetes melitus karena

    serangan cholesistitis akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi

    lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada cholecystography oral,

    yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,

    berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering

    menimbulkan cholesistitis akut dibanding batu yang kecil. Indikasi lain

    adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian

    karsinoma. Pada semua keadaan tersebut dianjurkan cholecystectomy.

    2.9 Prognosis

    Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu menjadi

    simtomatik. Angka mortalitas untuk suatu kolesistektomi elektif adalah

    0.5% dengan morbiditas kurang dari 10%. Angka mortalitas untuk suatu

    kolesistektomi darurat adalah 3-5% dengan morbiditas 30-50%. Setelah

    kolesistektomi, batu dapat kembali terbentuk dalam saluran empedu.

    2.10 Komplikasi

    20

  • Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat

    menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,

    kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,

    pankreatitis, dan perubahan keganasan.

    Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam

    duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan

    mukosa, peradangan, udem, dan stirktur papila Vater.

    Komplikasi dari cholecystectomy laparoskopi adalah:

    Pada sekitar 5 - 10% kasus, kandung empedu tidak bisa

    diangkat dengan aman secara laparoskopi. Pembedahan abdomen

    terbuka yang standard segera dilakukan.

    Setelah pembedahan dapat timbul mual dan muntah.

    Dapat terjadi trauma pada saluran empedu, pembuluh darah,

    atau usus.

    BAB III

    ANALISIS KASUS

    21

  • Dari anamnesis didapatkan data pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan

    keluhan utama nyeri ulu hati. Dari keluhan utama tersebut, kemungkinan organ

    yang mengalami gangguan adalah duodenum, kandung empedu, dan pankreas.

    Diagnosis yang dapat dipertimbangkan antara lain; ulkus peptikum, cholelithiasis,

    cholesistitis, choledocolithiasis, dan pankreatitis.

    Pada pasien ini, nyeri yang dialaminya mirip dengan kolik bilier. Nyeri ulu

    hati timbul setelah makan makanan berlemak tetapi terkadang timbul secara tiba-

    tiba, menyebar ke perut kanan atas dan punggung, berlangsung selama beberapa

    jam. Berbeda dengan nyeri ulu hati pada ulkus peptikum yang biasanya tidak

    menjalar sampai ke punggung, terjadi ketika penderita merasa lapar, dan hilang

    setelah makan, disertai mual, muntah, dan rasa terbakar di ulu hati.

    Diagnosis choledocolithiasis juga mungkin tidak tepat karena tidak ada

    tanda obstruksi saluran empedu berupa bagian putih mata berwarna kuning, BAK

    warna teh tua dan BAB seperti dempul pada pasien ini. Kemungkinan pasien ini

    juga bukan mengalami pankreatitis, karena pada pankreatitis terdapat posisi khas

    ketika menahan rasa nyeri yaitu duduk membungkuk sambil memeluk lutut,

    sedangkan pasien ini mengaku tidak bisa diam pada satu posisi ketika nyeri

    timbul. Maka diagnosis mengarah pada cholelithiasis dan cholesistitis.

    Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya demam dan Murphys sign.

    Dari pemeriksaan hematologi juga tidak ada leukositosis, sehingga diagnosis

    banding cholesistitis dapat disingkirkan. Tidak adanya tanda obstruksi saluran

    empedu berupa ikterus pada pemeriksaan fisik ditambah dengan nilai bilirubin

    total, direk, dan indirek yang normal pada pemeriksaan kimia darah juga semakin

    meyakinkan bahwa pasien ini bukan mengalami choledocolithiasis. Diagnosis

    mengarah pada cholelithiasis.

    Dari pemeriksaan USG ditemukan gambaran batu hiperechoic berukuran

    12,7 mm x 14,5 mm pada kandung empedu. Dinding kandung empedu baik. dan

    hepar baik. Hal ini memastikan diagnosis pasien ini adalah cholelithiasis. Dari

    pemeriksaan kimia darah ditemukan kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dl,

    dari data tersebut kemungkinan batu yang terbentuk adalah batu kolesterol.

    22

  • Penatalaksanaan untuk kasus ini adalah cholecystectomy laparoskopi.

    Prognosis untuk pasien ini secara vitam adalah bonam dan secara functionam

    adalah dubia ad bonam.

    DAFTAR PUSTAKA

    23

  • D. Shier, Butler J., Lewis R. Holes Human Anatomy and Physiology, 1999. 8th ed, McGraw-Hill Comp, Boston, USA.

    R. Sjamsuhidayat, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, 2005. Edisi 2; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC; 2005.

    Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006.

    24